(Bagian ke-103 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Dalam waktu cepat berita pasukan Muslimiin menaklukkan
pasukan Chimsh, Rostan, dan Syaizar, sampai pada Raja Hiraqla. Hiraqla juga
mendapat laporan bahwa hadiyah yang dikirim pada Harbis, dirampas oleh pasukan
Muslimiin, di tengah perjalanan.
Di hari yang menegangkan itu Raja Hiraqla menunggu datangnya bala bantuan
dari beberapa kerajaan yang telah disurati. Luar biasa, belum pernah ada
pasukan berdatangan melaut berjumlah sebanyak itu: Ujung pasukan berada di
Antiokhia (Anthaqiyah/أَنْطَاكِيَة), ekornya berada di kota Romawi (Rumiyatul-Kubra/رومية الكبرى).
Hiraqla mengutus sejumlah pasukan agar pergi ke kota Kaisarea (Qaisariyyah/قَيْسَارِيَّة)
untuk mengamankan kota Eka (Akka/عَكَّاءَ) dan Tiberias (Thobariyyah/طَبَرِيَّة).
Sejumlah pasukan lainnya diutus agar pergi ke Baitul-Maqdis, untuk menunggu
Mahan Al-Armani (ماهان الأرمني) raja Armenia dan pasukannya, yang akan
segera datang.
Raja Mahan Al-Armani telah mengumpulkan pasukan yang jumlahnya jauh lebih
banyak daripada pasukan Raja Hiraqla.
Beberapa hari kemudian Mahan Al-Armani datang untuk menemui Raja Hiraqla di
kerajaan. Ketika Mahan dan pasukannya telah mendekat pada Hirqla, turun dari
kuda untuk berjalan kaki dan mengamalkan amalan kufur. Mahan dan rombongannya
menangis sambil melaporkan kota-kota besar yang direbut kaum Muslimiin.
Hiraqla berkata, “Hai pemeluk agama Nashrani dan putra air Amudiyah.[1]
Sejak dulu kalian sudah saya suruh agar waspada terhadap kekuatan kaum Arab
yang mengancam; namun saat itu kalian tidak menerima anjuran saya. Demi
kebenaran Al-Masih dan Injil yang shahih dan orang yang menjadi sembelihan
kurban, dan tempat penyembelihan yang bernama Al-Amdan (المعمدان),
pasukan Arab pasti akan merebut singgasana yang saya duduki ini. Yang pantas
menangis saat ini hanyalah kaum wanita. Di dunia, hari ini jumlah kumpulan
pasukan yang mendukung kalian tidak ada yang membandingi. Saya sendiri telah
mengorbankan kekayaan dan pasukan saya untuk membela kalian, agama kalian, dan
harem kalian. Kini bertobatlah pada Al-Masih agar mengampuni dosa kalian. Dan
berniat baiklah untuk rakyat kalian. Jangan berbuat aniaya! Bersabarlah di
dalam berperang! Jangan berselisih! Jangan merasa hebat maupun dengki! Karena
pelakunya justru akan hina! Saya ingin kalian menjawab pertanyaan saya.”
Para pejabat tinggi Romawi dan para raja menjawab, “Bertanyalah, akan kami
jawab.”
Hiraqla berkata, “Kalain semua jumlahnya sangat banyak, dan kekuatan kalian
sangat dahsyat; namun kenapa kalian saat ini telah dihinakan oleh kaum Arab?.
Padahal kaum Persia dan Turki dan Jaramiqah yang dahsyat ketakutan pada
kalian.[2]
Mereka semua telah berkali-kali menyerang kalian, namun serangan mereka kalian
patahkan hingga mereka pulang dengan menderita kekalahan. Kini justru kaum Arab
yang lemah berbusana compang-camping, berperut lapar, berpedang sederhana,
mengalahkan kalian, sehingga mereka merebut Bosra (Bushro/بصرى), Horan (Chauran/حوران),
Ajnadin (أَجْنَادِين), Damaskus (Dimasqa/دِمَشْقَ), Balbek (Balabak/بَعْلَبَكَّ) dan Homs
(Chimsh/حمص)?.”
Semua raja di hadapan Hiraqla diam tidak bisa menjawab. Seorang qisis
(alim) besar dalam bidang agama Nashrani berdiri untuk berkata, “Yang mulia
tidak tahu kenapa kaum Arab mengalahkan kaum kita?.”
Hiraqla menjawab, “Demi kebenaran Al-Masih saya tidak tahu.”
Dia berkata, “Yang mulia, karena kaum kita merubah agama dan menentang
ajakan Al-Masih Isa bin Maryam AS. Banyak orang kita yang tidak peduli kaumnya
berbuat aniaya. Tidak ada yang beramar makruf nahi munkar. Keadilan dan ichsan
(احسان) tidak ditegakkan. Tidak melakukan ketaatan dan menyia-nyiakan
waktu shalat. Makan riba, suka berzina, dan berbuat maksiat. Sementara kaum
Arab sangat taat pada Tuhan mereka, memurnikan agama, menjadi rahib (shalat
malam) di malam hari, berpuasa di siang hari. Selalu menyebut Tuhan mereka dan
mendoakan sholawat untuk nabi mereka. Di dalamnya tidak ada penganiayaan maupun
permusuhan. Tidak ada orang yang sombong. Busana luar mereka kebenaran dan
busana dalam mereka ibadah. Kalau mereka menyerang kita, pasti menang; kalau
kita menyerang mereka, mereka takkan mundur. Karena mereka tahu bahwa dunia
akan fana sedangkan akhirat akan baka.”
Hiraqla dan beberapa orang berkata, “Demi kebenaran Al-Masih kau benar. Ini
semua lah yang menyebabkan kaum Arab mengalahkan kaum kita. Kalau kum kita
melakukan yang mereka lakukan pasti juga akan menang.”
Hiraqla berkata, “Kalau begitu tak ada gunanya saya berjuang. Semua bala
bantuan yang datang kemari akan saya persilahkan pulang. Saya dan keluarga saya
akan meninggalkan kota Syria (Suriyah/سورية) menuju Asbuk, yakni Constantinople
(Qusthanthiniyah/الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ). Agar di sana saya merasa aman dari
serangan bangsa Arab.”
Pasukan berjumlah banyak sekali itu sangat khawatir jika Hirqla
melaksanakan ucapannya. Sebagaian mereka bergerak cepat untuk mendekat dan
berkata, “Tuan yang mulia, jangan!. Jangan kau biarkan agama Al-Masih dihinakan
manusia, karena Al-Masih pasti akan menuntut tuan di hari kiamat nanti. Selain
itu para raja akan mencerca tuan yang mulia, akan menila tuan bodoh. Ada lagi
tuan: musuh-musuh kita akan bersuka-ria jika tuan meninggalkan surga kota Syam
yang akan segera diduduki kaum Arab. Selain pasukan yang jumlahnya banyak
bagaikan lautan ini, ada lagi pasukan yang akan membantu tuan. Yang pasti
sepanjang sejarah belum pernah ada pasukan yang berjumlah sebanyak ini. Kami
berjanji akan berperang dengan penuh semangat melawan kaum Arab, dan berdoa
semoga Al-Masih menolong kita mengalahkan mereka. Angkatlah panglima perang
yang kau inginkan! Kami akan mentaati untuk memerangi kaum Arab apapun yang
terjadi.”
[1]
Kaum Romawi meyakini bahwa air Amudiyah adalah suci dan barokah, dan mereka
menamakan diri keturunan air Amudiyah.
0 komentar:
Posting Komentar