SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

Tampilkan postingan dengan label Hiraqla. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hiraqla. Tampilkan semua postingan

2015/05/20

PS 123: Pembebasan Syam





Mahan kembali menuju lautan pasukan yang telah bertambah banyak. Dalam dewan perang itu, sejumlah bathriq, para rahib, dan para ulama Nasrani, berkumpul, menemani Mahan makan-makan.
Di pesta yang dihadiri oleh pejabat tinggi itu, Mahan tak menyentuh makanan sama sekali. Hatinya gundah karena mimpi yang dialami dan disampaikan dengan berbisik oleh bathriq itu, terus hadir dalam benaknya.
Sebetulnya sejak awal, Mahan lebih senang jika tidak ditunjuk sebagai Panglima Besar, yang harus memimpin perang lebih dari sejuta pasukan berkuda itu. Dia lebih senang berdamai dengan kaum Arab, meskipun harus membayar pajak dan hina. Tetapi hampir semua batriq memohon agar peperangan melawan kaum Arab dilaksanakan.

Sejumlah petinggi militer dan tokoh besar agama, memberanikan diri mendekati, untuk bertanya “Apa yang membuat yang mulia tidak berselera makan? Kalau karena tewasnya pasukan tuan yang berjumlah banyak, besok kita akan mengamuk agar menang. Memang terkadang perang dimulai kalah. Kalau pasukan kita telah menyerbu mereka dengan serempak, pasti mereka akan tewas semuanya” pada Raja Mahan. 
Perkataan Mahan, “Saya juga yakin kalian bisa menang. Karena di antara kalian ada yang tidak memurnikan agama dan berbuat aniaya, maka pasukan Arab bisa mengalahkan pasukan kita” sangat berwibawa.

Dengan marah, menangis dan mengejutkan, lelaki bertangan buntung menyela, “Yang mulia! Saya telah hidup lama, beragama seperti tuan! Saya pemilik 100 ekor kambing yang digembala oleh anak laki-laki saya! Seorang bathriq bawahan tuan telah memukulkan tiang dari pagar rumahnya, pada seekor kambing saya. Untuk memenuhi kebutuhannya. Pasukan bathriq itu menyerang sisa-sisa kawanan kambing saya yang sedang merumput. Istri saya mengadukan pada anak laki-laki saya, bahwa semua kambing saya dirampas oleh pasukan bathriq. Bathriq aniaya itu marah, dan menangkap istri saya, untuk dipaksa masuk ke rumahnya. Karena lama tidak keluar, anak laki-laki saya mendekati rumah itu. Ternyata  bathriq itu memperkosa istri saya. Anak saya berteriak minta tolong, namun justru dihajar untuk dibunuh. Saya datang untuk menyelamatkan anak dan istri, namun justu ditebas pedang. Tangan saya ini putus ketika menangkis pedang itu. Lihat ini potongan tangan saya!.”
Lelaki itu menunjukkan potongan tangannya pada Raja Mahan.
Kemarahan Mahan meledak menakutkan hadirin. Pada lelaki dari kaum taklukan yang telah beragama Nashrani itu, Mahan bertanya, “Kau tahu bathriq yang mana yang telah menganiaya kau?.”  
Lelaki itu berkata, “Ini orangnya” Sambil menunjuk seorang.
Mata Mahan melotot, mengamati si bathriq dengan marah. Si Bathriq marah karena dilaporkan pada atasannya. Sejumlah bathriq juga marah membela pimpinan, dan karena dilaporkan.
Lelaki malang bertangan buntung  itu dihajar oleh kawanan bathriq. Meskipun telah terkulai dan bermandi darah, lelaki itu ditebas dengan pedang. Bahkan dipotong-potong, oleh kawanan bahriq yang kesetanan.  

Mahan menyaksikan kekejaman itu dengan matanya. Kemarahannya memuncak dan meledak, “Kalian hina! Demi kebenaran Al-Masih! Kalian akan rusak! Kalian ingin mengalahkan pasukan Arab! Namun perbuatan kalian memalukan! Tak takutkah kalian jika besok di hari kiamat, dikisos?! Allah juga akan menindak dan mengambil kebaikan kalian untuk diberikan pada kaum yang memerintahkan kebaikan dan menghalang-halangi kemungkaran?! Demi Allah, kedudukan kalian di hadapanku seperti anjing! Kalian akan merasakan akibat penganiayaan kalian ini semuanya! Hingga kalian akan mendapatkan kehinaan!.”
Dia berpaling dari mereka dengan wajah dan mata merah.

Majlis itu telah sepi.

Seorang bathriq mendekat dan berbicara pada Mahan, “Yang mulia! Demi Allah, pasukan ini akan bernasib seperti yang tuan katakan! Kita akan kalah! Sungguh semalam saya telah bermimpi, melihat sejumlah lelaki turun dari langit, berkendaraan kuda kelabu! Mereka mengelilingi pasukan Arab dengan membawa pedang istimewa yang terhunus! Kita berada di dekat mereka! Pasukan kita yang keluar dari barisan, ditebas pedang oleh mereka! Hingga kebanyakan pasukan kita gugur.”
Mahan terperangah, karena sebelumnya juga ada bahriq yang bermimpi seperti itu. Sejak itu hingga malam kelam, Mahan kesulitan tidur, karena berpikir keras mengenai yang harus dilakukan atas pasukan Muslimiin.

Di pagi yang gelap itu barisan Muslimiin telah rapi. Mereka melihat pasukan Romawi bimbang dan grogi. Membuat keyakinan mereka akan menang semakin besar menguat. Walau begitu Abu Ubaidah mengingatkan, “Biarkan! Jangan diserang! Menyerang orang lemah ‘kelakuan orang rendah’.”

1.     Raja Qanathir.
2.     Raja Jarjir.
3.     Raja Dirjan.
4.     Raja Qurin.

Empat raja itulah yang diperintah oleh Raja Mahan agar segera memimpin pasukan berjumlah lebih sejuta. Mereka berempat menunggu kehadiran Raja Mahan yang akan dimintai ‘Idzin’ memulai menyerang pasukan Arab.
Jawaban Mahan, “Bagaimana mungkin saya akan menyerang kaum dengan pasukan yang aniaya? Jika kalian hebat! Seranglah mereka! Untuk membela kerajaan dan menyelamatkan wanita kalian!” mengejutkan.
Mereka menjawab, “Hari ini kami bertekat akan menyerang mereka! Demi kebenaran Al-Masih! Mereka semua akan kami sapu dari kota Syam! Meskipun untuk itu, kami harus mati! Sumpah dan utuslah kami sekarang juga ‘agar menyerang mereka!’ Jika tuan ingin melihat mana kami berempat yang lebih lihai dalam memimpin perang! Utuslah kami bergantian! Agar bisa dinilai! Jika pasukan Arab kalah! Harta mereka akan kami rampas untuk dikembalikan lagi pada tempat semula! Hanya saja untuk sementara peperangan diistirahatkan yang lama! Biar pasukan Arab sengsara dulu!.”  
Mahan berkata, “Ya! Permohonan kalian saya terima! Sekarang istirahatlah, hingga saya kirim surat pada Raja Hiraqla, mengenai rencana ini!.”

Amma ba’du:
Yang mulia, saya berdoa semoga Allah menolong dan memberi kejayaan tuan. Tuan telah mengutus agar saya memimpin pasukan yang jumlahnya tidak bisa dihitung. Saya telah bergerak menuju halaman pasukan Arab untuk memberi makanan, namun mereka tidak mau menerima. Saya telah minta damai, namun mereka tidak mau. Saya telah menyuap agar mereka pergi, namun mereka bersikeras. Sungguh pasukan Raja sangat grogi, saat melihat mereka. Saya takut jika rasa grogi ini akan berkembang pada kekalahan. Karena pasukan kami telah melakukan sejumlah penganiayaan. Saya telah mengumpulkan orang-orang pandai, demi abadinya kerajaan Tuan, untuk menyatukan tekat. Akhirnya kami para raja dan lainnya, sepakat:
1.     Akan menyerbu mereka dengan serempak, dengan serbuan bertubi-tubi, selama sehari penuh.
2.     Kami tidak boleh lari meskipun harus mati, menerima Keputusan Allah. Jika Allah nanti membuat musuh mengalahkan kami, maka terimalah Keputusan Allah itu. Sadarilah bahwa dunia pasti akan menjauhi tuan. Jangan menyesali yang lepas dari kekuasaan tuan. Jangan merasa memiliki pada yang tuan kuasai. Sekarang silahkan tuan mengungsi ke istana dan negeri tuan yang di Qusthanthiniyah (القسطنطينية / Konstantinopel). Lindungilah rakyat tuan dengan baik, niscaya Allah berbuat baik pada tuan. Sayangilah rakyat tuan, niscaya Allah menyayang tuan. Merendahlah karena Allah, niscaya Allah mengangkat tuan. Allah tidak senang orang-orang yang sombong. Sebetulnya pimpinan Arab bernama Khalid telah saya panggil untuk dibunuh, tapi akhirnya saya menyadari bahwa pelaku kecurangan justru akan celaka. Akhirnya saya menyadari bahwa pasukan Arab telah menang. karena menegakkan keadilan dan kebenaran. والسلام


Surat dilipat, lalu diberikan pada sejumlah orang, agar diantarkan pada Raja Hiraqla.

Telah seminggu peperangan istirahat. Abu Ubaidah menyuruh sejumlah mata-mata, agar mempelajari penyebab pasukan Romawi tidak melancarkan serangan. Selama sehari semalam, mata-matanya pergi ke kubu Romawi.

Mata-mata melaporkan, “Karena Raja Mahan telah kirim surat pada Raja Hirqla, dan sedang menunggu jawabannya.”
Khalid berkata, “Itu berarti Mahan takut kita! Sekarang mari kita serbu!.”
Pasukan Muslimiin menyaksikan Abu Ubaidah menjawab, “Jangan tergesa-gesa! Tergesa-gesa pengaruh syaitan.”

Setelah istirahat perang telah delapan hari, Mahan memanggil lelaki dari Lakhm (لَخْم) untuk diperintah, “Menyusuplah pada kaum Arab itu! Untuk mengumpulkan berita penting yang harus kau laporkan padaku!.”

Mata-mata telah masuk ke pertengahan pasukan Muslimiin, untuk mengumpulkan berita, selama sehari semalam. Tugas bisa dilakukan dengan baik, karena tidak ada yang mencurigai. Ternyata Jamaah itu mementingkan kedamaian. Yang mereka amalkan: shalat, membaca Al-Qur’an, dan bertasbih. Tidak ada pertikaian maupun penganiayaan.
Dia memberanikan diri mendekati Abu Ubaidah RA. Ternyata panglima perang itu justru kelihatan lemah. Terkadang Abu Ubaidah duduk, terkadang berbaring. Jika waktu shalat tiba, dia berwudhu; para Muadzin mengumandangkan adzan. Dia mengimami shalat mereka.
Mata-mata heran ketika melihat gerakan shalat Abu Ubaidah, diikuti oleh jamaah. Lalu berkata dalam hati, “Ini ketaatan baik yang akan berdampak kemenangan.”

Mata-mata kembali menghadap Mahan, untuk melaporkan semua yang disaksikan: “Yang mulia! Ternyata mereka berpuasa di siang hari, shalat di malam hari! Memerintahkan kebaikan! Dan melarang perbuatan mungkar! Kalau malam seperti rahib! Kalau siang seperti singa jantan! Mereka menegakkan hukum. Seandainya seorang tokoh mencuri, pasti telah dipotong tangannya! Kalau ada yang zina pasti telah dirajam! Nafsu mereka dipaksa agar mengikuti kebenaran! Panglima mereka justru seperti orang yang tak berdaya! Tapi sangat ditaati! Yang menarik perhatian, ketika mereka shalat! Jika pimpinannya berdiri; semua berdiri! Jika duduk; semua duduk! Hobi mereka justru berperang! Cita-cita mereka mati syahid! Ternyata mereka tidak menyerbu karena menunggu serangan kita.”
Mahan berkata, “Mereka ada kemungkinan menang! Namun saya akan melancarkan tipu muslihat atas mereka.”
Mata-mata bertanya, “Apa rencana tuan?.”
Mahan menjawab, “Bukankah kau sendiri yang telah berkata ‘mereka takkan mendahului menyerang kita?’. Agar kita berbuat aniaya?.”
Mata-mata menjawab, “Betul.”
Mahan berkata, “Saya takkan menyerang mereka untuk mengulur waktu, agar mereka lengah. Saat itulah kita akan meyerang mendadak.”

Mahan mengumpulkan para pejabat tinggi, untuk membagikan panji-panji dan Salib-Salib.
Membagi panji berjumlah banyak, dan Salib sejumlah 120, memakan waktu lama. Tiap orang yang diberi Salib, memimpin 10.000 pasukan yang berderet memanjang ke belakang.
§  Qanathir raja yang pangkatnya sama dengan Raja Mahan, menerima Salib pertama kali. Dia ditugaskan memimpin pasukan sebelah kanan.
§  Salib kedua diberikan pada Raja Dirjan, yang diperintah agar memimpin kaum Armenia, Najed, Nubia, Rusia, dan Shaqaliqah.
§  Salib ketiga diberikan pada putra saudara perempuan Mahan yang diperintah memimpin kaum Perancis, Hiraqliyah, Qayashirah, Yarful, dan Dauqas.
§  Kepada Raja Jablah pemimpin kaum Nashrani dari Lakhm, Judzam, Ghassan, dan Dhabbah, Raja Mahan memberi panji dan Salib, dan perintah jika terjadi peperangan ‘agar menyerang pertama kali’.

Pada Jabalah, Mahan berpesan, “Kalian kaum Arab! Musuh kita kaum Arab! Yang mematahkan besi, besi yang lebih kuat.”
Lalu Mahan membagi panji-panji pada masing-masing barisan.

Ketika fajar telah menyingsing, dan ufuk timur memerah, tugas Mahan telah selesai. Selanjutnya Mahan perintah agar dibuatkan bangunan darurat yang diletakkan di atas gunung, untuk mengawasi pasukan Muslimiin dan pasukannya sendiri.
Tempat itu dijaga oleh 1.000 pasukan berkuda di kanannya, memanggul pedang terhunus.
Di sebelah kiri tempat itu, juga dijaga oleh pasukan berkuda, berjumlah sama dengan yang sebelah kanan, juga berpedang terhunus. Hanya pasukan berkuda yang di sebelah kiri dari bangunan itu, para pejabat militer yang duduk di atas kursi.  

Mahan berkata, “Pasti pasukan Arab! Benci melihat kehebatan kita ini! Persiapan kita lengkap! Sedangkan mereka tak memiliki yang patut dibanggakan! Jika kalian melihat mereka lengah! Seranglah dengan serempak dari segala penjuru! Jumlah mereka sangat sedikit dibanding jumlah pasukan kita!.”

Pagi indah datang lagi. Ufuk timur disinari oleh sang fajar. Seorang lelaki menyerukan iqamat. Abu Ubaidah yang tak tahu bahwa keamanannya terancam itu, mengimami shalat subuh. Setelah membaca Al-Fatichah, orang yang selalu menyerahkan urusannya pada Allah itu, membaca surat Al-Fajr.
Dalam surat Al-Fajr yang agung itu Allah menanyakan pada nabi SAW:
1.     Apakah beliau pernah mengerti kisah kaum Ad (Iram) yang (saat itu) kekuatannya mutlak tak ada manusia yang membandingi.
2.     Kaum Tsamud yang mampu memotong batu besar di jurang.
3.     Kaum Firaun yang memiliki pasak-pasak penyiksa.
Kejahatan tiga kaum itu telah membuat menderita pada sejumlah penduduk negara. Akhirnya Tuhan nabi SAW, menuangkan Cambuk Siksa, atas mereka.
Lalu Allah menjelaskan, “Sungguh Tuhanmu benar-benar mengawasi.”
Dan seterusnya.

Bacaan indah menggetarkan itu aneh sekali. Dalam kekhusukan Abu Ubaidah dan pasukannya yang penuh itu, ada suara:
“Kalian akan menaklukkan lawan! Demi Tuhan Kejayaan! Siasat yang mereka lancarkan takkan bermanfaat sedikikitpun! Allah memberi kabar gembira ‘kalian akan menang’ melalui Surat yang dibaca oleh Imam kalian ini!.”

Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin menjalankan shalat dengan merinding dan kekhusukan maksimal.
Di rakaat kedua Abu Ubaidah membaca Al-Fatichah dan surat As-Syams. Pembacaan yang dilantunkan dengan memukau itu menggetarkan semua Jamaah shalat subuh. Surat As-Syams berisi Sumpah Allah:


Lagi-lagi, Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin yang sedang bergetar khusuk di dalam shalat subuh, terkejut oleh suara:
“Kalimat harapan itu sempurna! Dan tindakan akan segera terwujud! Ini sebagai pertanda yang pasti!.”

Seusai shalat subuh, pasukan Muslimiin riuh. Abu Ubaidah bertanya, “Apa kalian mendengar kalimat tadi?.”
Dengan serempak, mereka menjawab, “Mendengar!”
Ada yang berkata, “Kami mendengar perkataan dalam dua rekaat (‘begini begini’).”
Abu Ubaidah berkata, “Ini bisikan kemenangan! Berbahagialah dalam menyambut Petolongan Allah! Demi Allah! Allah akan menolong kalian dengan menghujankan Cambuk Adzab atas mereka! Sebagaimana dulu Allah pernah mengadzab bangsa kuno yang durhaka.”

Pasukan Muslimiin memperhatikan Abu Ubaidah berkata, “Semalam saya bermimpi yang saya takwilkan; perang ini akan kita menangkan, karena kita akan dibantu oleh para malaikat.”
Muslimiin sama bertanya, “Mimpi itu bagaimana? Semoga Allah berbuat baik pada tuan.”
Abu Ubaidah berkata, “Dalam mimpi itu saya melihat kita di dekat musuh. Tiba-tiba kita didatangi oleh sejumlah pasukan berwajah tampan berbusana putih. Busana mereka membiaskan cahaya menyilaukan mata. Mereka bersurban hijau, membawa panji-panji berwarna kuning, berkuda kelabu. Mereka berkata ‘kalian mampu mengalahkan mereka! Allah akan menolong kalian’.
Sejumlah pasukan kita dipanggil untuk diberi minum dengan gelas yang mereka bawa. Begitu pasukan kita menggempur; pasukan Romawi porak-poranda dan berlarian.”







[1] بسم الله الرحمن الرحيم
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا (1) وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا (2) وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا (3) وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا (4) وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا (5) وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا (6) وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10) كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَاهَا (11) إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا (12) فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْيَاهَا (13) فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا (14) وَلَا يَخَافُ عُقْبَاهَا (15).

2011/12/24

KW 167: Dakwah di Negeri Anthakiyah



(Bagian ke-167 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Chazim bin Abdi Yaghuts (حازم بن عبد يغوث) anak paman Jabalah, termasuk pemimpin pasukan Nashrani Romawi. Dia, Jabalah, dan putranya, bergabung pada pasukan Raja Hiraqla
Pertempuran Nastarus melawan Addhachak berlangsung seru, ditonton lautan manusia. Pertempuran lama itu, membuat mereka berdua lelah, sehingga pertempuran dihentikan. 

Nastarus kembali menuju
panggung kehormatan yang ternyata telah roboh menewaskan orang banyak. Dalam kepanikan, dia mencari Damis tawanannya yang telah kabur dengan kuda, mendekati Chazim yang membawahi pasukan berjumlah banyak. 

Nastarus menghadap Hiraqla untuk melaporkan musibah yang menewaskan dan melukai rakyat berjumlah banyak. Dia berkata, “Demi Al-Masih, kaum Arab ini syaitan-syaitan.”

Pasukan Anthakiyah ribut mencari Damis yang kabur. Sebagian mereka memperhatikan Hiraqla berkata, “Dia pasti masih di sekitar kita! Mungkin menyusup di pasukan kita, yang sama-sama Arabnya.” 

Di beberapa tempat terjadi keributan mengenai tawanan Nastarus bernama Damis, yang kabur. Diperkirakan menyusup di pertengahan pasukan Nashrani Arab.

Damis menghunus pedang dan  mengayunkan sekuat tenaga ke leher
, hingga kepala Chazim putus bersimbah darah. Dan dilemparkan hingga pasukan Nashrani terkejut. Mata mereka terbelalak, tangan seakan-akan beku karena syok, ketika menyaksikan kepala pimpinan mereka terlempar. 

Damis memacu kuda secepat-cepatnya, menuju pasukan Muslimiin yang segera memekikkan tahlil dan takbir. Damis datang pada Abu Ubaidah, untuk menyampaikan laporan mengenai yang telah dia lakukan.

Jabalah marah ketika mendengar khabar bahwa anak pamannya bernama Chazim tewas dibunuh oleh Damis. Jabalah datang pada Hiraqla untuk berkata, “Pembesar negeri Romawi, saya tidak tahan menahan kesabaran atas tindakan kaum Arab. Kami akan segera menyerang mereka.” 
Hiraqla mempersilahkan Jabalah menggerakkan pasukan, untuk menyerang kaum Arab. Namun mereka terkejut oleh pasukan berkuda yang datang untuk menyampaikan laporan. 
Hiraqla bertanya, “Ada apa?.” 
Mereka menjawab, “Yang mulia, Tuan Filanthanus bin Sathaniulus bin Armunia (فلنطانوس بن سطانيولس بن أرمونيا) penguasa negeri Madain (المدائن) dan negeri Romawi, ingin menghadap untuk kepentingan yang mulia.” 
Filanthanus cucu raja yang membangun kuil besar 'Kuil Abu Sarfia'. Di dalamnya ada patung tembaga berlapis emas. Pintu kuil berjumlah tujuh, dari emas. Di tiap pintu kuil, ada patung separuh manusia, memegang beberapa lempengan emas yang diukiri beberapa kalimat. Tiap setahun sekali beberapa lempengan emas yang dibawa oleh patung itu, diambil satu. Untuk digantungkan di dalam kuil, dihadapkan ke matahari. Yang membaca beberapa lempengan tersebut, seorang paranormal. Tiap satu lempeng menjelaskan keadaan suatu wilayah terbesar di dunia. Bangsa Romawi tahu keadaan alam sekitar mereka, karena merujuk tulisan di lempengan-lempengan emas yang dibaca. Kubah kuil besar disangga dengan tiang emas. Dikelilingi tujuh kubah kecil yang juga berfungsi sebagai pintu masuk ke kuil induk tersebut. Kuil-kuil itu dikelilingi dinding tinggi yang di pintu gerbangnya berdiri patung dari batu, “Hajar Aswad,” kata mereka. [1] Keajaiban patung-patung di dalam kuil itu; bisa mengeluarkan suara menakutkan, ketika musim buah zaitun di Barat maupun di Timur. Jika telah begitu, burung-burung berdatangan dengan membawa tiga buah zaitun, dengan paruh dan cengkeraman dua kaki mereka. Untuk diletakkan di atas kepala patung itu. Jika tempat besar itu telah penuh buah zaitun, burung-burung baru berhenti mengantar. Buah-buahan itu diperas diambil sarinya untuk disimpan selama setahun, tidak boleh dimakan. Di dalam kuil (haikal/الهيكل) itu, ada rumah yang pintunya selalu terkunci, sejak negeri Romawi dibangun. 

Ketika akan pergi ke Anthakiyah, untuk menolong Raja Hiraqla
Raja Filanthanus membutuhkan harta berjumlah banyak. Untuk bekal para pasukannya. Dia akan memasuki rumah keramat di dalam kuil yang belum pernah dibuka itu.
Ketika dia akan membuka pintunya, para stafnya melarang. Ada yang berkata, “Raja yang mulia. Sejak pintu rumah ini dikunci yaitu 700 tahun yang lalu; 170 tahun sebelum Al-Masih muncul, hingga detik ini, belum pernah dibuka. Ayah dan kakek-kakek Tuan berpesan agar pintu rumah ini dikunci terus. Yang membangun kuil ini
, kakek Tuan bernama Siwi bin Qithus yang dinastinya bertahan selama 390 tahun. Beliau menyampaikan pesan sebagaimana ayahnya, dan mengangkat putranya sebagai penggantinya. Hingga akhirnya kerajaan berada di tangan Tuan. Kerajaan ini di tangan Tuan telah 100 tahun.”
Filanthanus memaksa agar pintu rumah itu dibuka. Setelah dibuka ternyata kosong, hanya ada relief di dinding, gambar kota Quds dan wilayah Syam, dan lukisan raja-raja Syam semuanya. Yang terakhir lukisan Raja Lithun (ليطن) nama Hiraqla sebenarnya. Hiraqla dilukiskan sedang mengamati tulisan di batu-tulis berbahasa Yunani:
Hai pencari ilmu! Rajinlah membaca! Karena membaca tulisan yang sulit kau pelajari, berulang-ulang, justru akan lebih teringat di dalam hati. Semua ilmu akan matang jika dipelajari dengan teliti, dan dicarikan kias (perbandingan)nya. Ilmu tumpuan berpikir. Berpikir adalah tempatnya ilmu. Kami telah melihat di dalam ilmu rahasia bahwa, "Jika kilat telah membelai bumi dan kesesatan telah pergi, lampu Hidayah (Petunjuk Allah) dari kota Tihamah (Makkah) akan bersinar menyapu kegelapan dan kebodohan.[2] Sinar (nabi SAW) itu akan menerangi, agar manusia mentauhidkan Pencipta mereka. Dialah nabi SAW, pengendara unta kelabu. Yang akan menghapus semua agama dan kerajaan. Para penghuni dataran rendah dan penghuni gunung akan menerima agamanya. Jika sinarnya telah menerangi gunung-gunung, maka ilmu rohani akan dipegang lelaki (Abu Bakar) yang berwajah khusuk. Yang hatinya menyinarkan kebenaran dan agamanya kokoh. Selanjutnya Negri Syam akan dilanda bencana oleh lelaki cerdas yang akan merebut kerajaan Qaishar (Kaisar). Lelaki adil (Umar) itu bejubah kebenaran berpedang cambuk. Jika rumah ini telah dibuka, maka yang akan beruntung, orang yang bisa menerima kebenaran yang menerangi akalnya. Beruntunglah orang yang mengikuti kebenaran dan menjauhi kebatilan.
Filanthanus (فلنطانوس) tertegun pada tulisan yang dia baca. Dia berkata “Bapa, bagaimana pendapatmu tentang tulisan ini?” pada penjaga kuil bernama Atmaus (عطماوس), yang segera menjawab, “Yang mulia. Itu tulisan orang-orang pandai. Mereka bisa menyumbangkan mutiara kebenaran karena akal mereka mendapatkan penerangan. Ini sebagai petunjuk bahwa Raja Romawi terbesar bernama Hiraqla, kekuasaannya akan berakhir. Kerajannya akan berpindah ke negeri Asthur yakni Qusthanthiniyah (Constantinople). Di dalam kitab ilmuan bernama Mahrayis berjudul Mutiara Himah juga diterangkan:
Jika sinar bersih dari orang yatim telah bersinar dari gunung-gunung Tsaran, segala kebusukan akan tersapu oleh sinar hikmahnya. Dan kegelapan yang menggelapi langit akan sirna oleh sinarnya yang terang benderang. [3] Iliya (إيليا) akan terlanda bencana oleh tindakan sahabat nabi yatim itu. Dia lelaki yang berjubah keagungan dan bermahkota akal cerdas. Dia pula yang akan merebut dunia dan mengalahkan raja-rajanya. Dia pula yang beristana keadilan dan berbusana kasih-sayang. Pada masa kekuasaannya, Salib akan hancur, dan air Amudiyah (المعمودية) akan morat-marit. Jalan selamat bagi musuhnya hanyalah tunduk dan patuh pada perintahnya.

Penjelasan penjaga kuil itu disimpan rapat di dalam hatinya. Lalu bibirnya bergumam, “Saya akan mengecek kaum Arab dan menolong Raja Hiraqla, yang telah mengirimi surat pada saya melalui seorang bathriq (patriarch). Agar saya membantu agama Al-Masih. Kalau saya terlambat datang, dia pasti memberi saya sangsi.”

In syaa Allah bersambung.



[1] Al-Waqidi menulis tentang ini: فتوح الشام - (ج 1 / ص 244)
وعلى رأسها صورة من حجر لا يعلم ما هو. بل الحجر أسود.

[2] Tihamah termasuk wilayah Yaman, hanya maksudnya Makkah dan Madinah, berdasarkan:النهاية في غريب الأثر - (ج 5 / ص 722)
إنما قال ذلك لأنَّ الإيمَان بَدَأ من مَكَّة وهي من تِهَامَةَ وتِهَامةُ من أرْضِ اليَمنِ ولهذا يُقال : الكَعْبَة اليَمانيَة وقيل : إنه قال هذا القَوْل وهو بِتَبُوك ومَكَّةُ والمدينَةُ يومئذ بينَه وبين اليمن فأشار إلى ناحيَة اليمن وهو يريد مكة والمدينة .

[3] Dalam Lisanul-Arab dijelaskan, “Faran,” bukan ‘Tsaran’: لسان العرب - (ج 5 / ص 42)
وفي الحديث ذكر فاران هو اسم عبراني لجبال مكة شرفها الله له ذكر في أَعلام النبوة قال وأَلفه الأُولى ليست همزة.