SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

Tampilkan postingan dengan label Mahan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mahan. Tampilkan semua postingan

2015/05/20

PS 124: Pembebasan Syam





Pada Abu Ubaidah, seorang Muslim berkata “Yang mulia! Semoga Allah berbuat baik pada tuan! Semalam saya juga bermimpi.” 
Abu Ubaidah berkata, “Berarti in syaa Allah, kita akan bernasib baik. Semoga Allah menyayang kau! Mimpi bagaimana?.”
Dia menjawab, “Saya bermimpi, ‘kita pergi ke arah musuh untuk berperang. Sejumlah burung bersayap hijau berkuku tajam, sama turun dari langit. Dengan kuku setajam kuku macan, kawanan burung itu menyerbu mereka, bagai burung garuda mengamuk. Musuh yang diserang, tewas berserakan’.”

Setelah mimpi dituturkan, Abu Ubaidah, dia, dan pasukan Muslimiin, berbahagia. Sebagian mereka berkata “Berbahagialah! Allah akan menyelamatkan dan menolong kita dengan mengerahkan para Malaikat-Nya, seperti pada zaman Perang Badar dulu."
Dengan bahagia, Abu Ubaidah berkata, “Ini mimpi baik yang artinya ‘kita akan segera mendapat pertolongan’. Kemenangan akan direbut orang-orang taqwa.”

Dengan semangat, seorang Muslim berdiri dan berkata, “Yang mulia! Kenapa kita tidak segera menyerang mereka? Padahal mereka mengulur waktu, untuk bersiasat menunggu kita lengah ?.”
Abu Ubaidah berkata, “Qadar baik lebih cepat bergerak daripada persangkaanmu.”

Tiba-tiba suara gaduh menggemuruh. Ada yang memekikkan, “Serang!” Dari jarak jauh.
Ternyata pasukan Romawi telah berdatangan, dengan tekat menggempur pasukan Muslimiin.

Abu Ubaidah khawatir jangan-jangan sebagian Muslimiin ada yang telah terluka. Dia bergerak cepat untuk meneliti keadaan. Tiba-tiba Said bin Zaid dan Amer bin Nufail muncul dari tempat penjagaan, untuk laporan.
Mereka berdua membawa lelaki Nashrani yang menyatakan Islam, dihadapkan pada Abu Ubaidah. 
Seorang dari mereka berdua berkata, “Yang mulia! Ternyata Raja Mahan telah melancarkan siasat perang atas kita! Dengan cara mengulur waktu! Sekarang dia datang mendadak menuju kemari, membawa pasukan, untuk menyerang kita! Mereka tahu kita sedang lengah! Lelaki Nashrani yang kami tangkap ini telah menyatakan Islam dan melaporkan semua itu. Membela kita. Dia melaporkan bahwa Mahan telah mengutus seorang bathriq pilihannya, agar memimpin serangan atas kita. Raja-raja Romawi telah bersepakat ‘akan menyerang kita’ dengan pasukan mereka masing-masing. Ini berarti kita akan kesulitan.”

Mereka mengulurkan wajah dan terkejut, saat melihat sejumlah panji berkibar-kibar, dan Salib-Salib gemerlapan, dibawa oleh lautan pasukan Romawi, yang berdatangan. Derap kaki kuda membahana, dan debu-debu beterbangan.

Lalu bertanya, “Di mana Ayah Sulaiman? Khalid bin Al-Walid?!.”
Khalid menjawab, “Ya! Saya datang.”
Abu Ubaidah perintah, “Siapkan pasukan, untuk melindungi para wanita! Aturlah agar semua pasukan siaga sepenuhnya!.”
Khalid menjawab, “Akan saya laksanakan dengan senang dan sebaik-baiknya.”

Khalid berteriak, “Mana Zubair bin Al-Awwam!? Abdur Rohman bin Abi Bakr?! Fadhl bin Abbas?! Yazid bin Abi Sufyan?! Rabiah bin Amir?! Maisarah bin Masruq?! Maisarah bin Qais?! Abdullah bin Unais?! Shakhr bin Charb?! Umarah Addausi?! Abdullah bin Sallam?! Ghanim Al-Ghanawi?! Miqdad bin Al-Aswad?! Abu Dzarr Al-Ghifari?! Amer bin Madikarib?! Amar bin Yasir?! Dhirar bin Al-Azwar?! Amir bin At-Thufail?! Aban bin Utsman bin Affan?!.”

Mereka yang dipanggil, bergerak cepat, menyambut datangnya pasukan Romawi yang menakutkan. Dengan gagah-berani mereka bersiap melayani serangan yang menakutkan.

Abu Ubaidah mempersiapkan pasukan yang lain.
Abu Sufyan datang pada Abu Ubaidah untuk berkata, “Yang mulia! Perintahlah wanita-wanita kita, agar mendaki gunung ini.”
Abu Ubaidah menjawab, “Usulanmu akan saya laksanakan.”
Suasana mencekam.

Abu Ubaidah perintah agar para wanita ‘mendaki’ gunung, untuk berlindung dan melindungi anak-anak. Dan berpesan, “Bawalah tongkat dan kumpulkanlah batu-batu untuk melempar! Berilah semangat para pasukan Muslimiin! Jika ada yang lari! Pukullah dengan tongkat dan lemparlah dengan batu! Angkatlah anak kalian sambil berkata ‘belalah anak istri dan agama kalian ini '!” pada para wanita.
Para wanita Muslimaat menjawab, “Yang mulia! Berbahagialah! Baginda akan segera mendapat kemenangan.”

Setelah memberi pengarahan pada wanita Muslimaat agar naik ke atas gunung, Abu Ubaidah perintah agar pasukan Muslimiin ‘mempersiapkan perlawanan’.

Pasukan Muslimiin sebelah kiri, sebelah kanan, dan tengah, telah siap sepenuhnya. Kebanyakan panji-panji yang dibawa, berwarna kuning. Ada yang berwarna putih, hijau, dan hitam.

Panji-panji yang dibawa oleh kabilah-kabilah (selain pasukan Muhajirin) berkibar-kibar dengan warna berbeda-beda. Pasukan yang bertempat pada barisan paling tengah, kaum Muhajirin dan Anshar. Hati mereka berdebar-debar.

Secara keseluruhan pasukan Muslimiin dibagi menjadi tiga:
1.     Pasukan berpanah terdiri dari kaum Yaman.
2.     Pasukan berkuda.
3.     Pasukan berunta.

Pasukan berkuda dibagi tiga:
1.     Sebagian dipimpin oleh Ghiyats bin Charmalah Al-Amiri (غياث بن حرملة العامري).
2.     Sebagian lagi dipimpin oleh Maslamah bin Saif Al-Yarbui (مسلمة بن سيف اليربوعي).
3.     Yang lain dipimpin oleh Al-Qaqa bin Amer Attaimi (القعقاع بن عمرو التميمي).

Di belakang panji-panji berkibar, pasukan Muslimiin berbaris. Panji paling dibanggakan, dibawa oleh Abu Ubaidah. Panji itu, pemberian AbuBakr Assiddiq, ketika Abu Ubaidah diperintah agar pergi ke Syam, untuk berdakwah dengan pedang. Bahkan panji kuning itu pula yang pernah dibawa oleh Rasulillah SAW, di dalam Perang Khaibar, tahun tujuh Hijriah. Panji yang menarik setelah itu panji Khalid, bernama Al-Iqab, berwarna hitam.

Yang ditunjuk memimpin pasukan berjalan kaki, Syurachbil bin Chasanah.
Yang memimpin pasukan sayap kanan, Yazid bin Abi Sufyan.
Yang memimpin pasukan sayap kiri, Qais bin Hubairah.
Dan yang diserahi memimpin semuanya, Khalid, di bawah kendali Abu Ubaidah.

Cukup banyak pasukan Muslimiin yang menitikkan dan mengalirkan air mata, karena melihat Kebesaran Allah yang tampak dibalik kenyataan yang ada. Banyak juga yang berdoa sambil menangis karena ingin diperhatikan oleh Allah Subhanah.  

Seluruh barisan telah disiapkan. 
Abu Ubaidah memasuki celah-celah barisan, untuk memeriksa keadaan. Dan mengarahkan agar mereka semangat di dalam berperang, “In tanshuruu Allaha yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum.” [1]
Artinya: Jika kalian menolong Allah, Allah akan menolong menetapkan tumit-tumit kalian. 

Pada mereka, Abu Ubaidah berkata, “Tabahlah dalam berperang! Agar kalian segera lepas dari kesusahan ini, dan dirodhoi oleh Tuhan! Selain itu, semangat! ‘Yang akan mengalahkan musuh!’ Maka jangan meninggalkan barisan! Jangan turun semangat! Selain itu, supaya selalu menyebut Nama Allah! Biarkan mereka memulai serangan! Tetapi panah dan perisai agar selalu siap di tangan! Jangan banyak bicara! Kecuali untuk menyebut Nama Allah! Jangan coba-coba melakukan yang membahayakan! Laporkan padaku sebelum melakukan tindakan!.”

Abu Ubaidah kembali lagi pada tempatnya.
Muadz bin Jabal muncul untuk mengelilingi pasukan, dan menyampaikan pengarahan, “Hai umat Islam penegak Al-Huda (Petunjuk Allah) dan kebenaran! Ketahuilah bahwa Rahmat Allah takkan kalian raih kecuali dengan beramal! Tidak mungkin bisa diraih hanya dengan berangan-angan! Surga tak mungkin bisa dimasuki kecuali dengan beramal dan Rahmat Allah! Dan orang-orang Tabah, yang akan diberi Rahmat dan Ampunan luas, oleh Allah! Bukankah kalian sering mendengar Firman Allah ‘Allah telah menjanjikan pada sebagian orang-orang yang beriman dari kalian:
1.     Niscaya akan menjadikan mereka sebagai Khalifah di dalam bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan Khalifah pada orang-orang sebelum mereka.
2.     Niscaya akan memberi Tempat sungguh pada agama mereka yang Dia ridhoi, untuk mereka.
3.     Niscaya akan memberi ganti Rasa Aman dari setelah ketakutan mereka. Mereka akan menyembah Aku tidak mensyirikkan Aku pada sesuatu. Barang siapa kufur setelah itu, berarti mereka orang-orang Fasiq?’.  [2]
Sungkanlah pada Allah! Agar tidak lari dari perang! Kita ini di dalam Genggaman Allah! Jalan selamat kita justru berlindung pada Allah!.”

Muadz mengulang-ulang nasehatnya, lalu kembali lagi pada tempatnya.
Sahl bin Amer muncul dengan kudanya di hadapan barisan, dengan membawa pedang terhunus. Dia menyampaikan nasehat yang hampir sama dengan nasehat Muadz.

Abu Sufyan muncul berkendaraan kuda membawa pedang dan tombak, untuk berkata, “Hai orang-orang Arab yang hebat! Di wilayah kaum kafir ini demi Allah! Yang bisa menyelamatkan kalian hanya ‘menyerang dan membelah’ kepala mereka! Dengan itulah kalian akan dekat pada Tuhan, dan mendapatkan kebahagiaan! Ketahuilah bahwa semangat kalian dalam perang ini, yang akan dipergunakan sebagai alasan oleh Allah, untuk memberi ‘Pertolongan’ pada kalian! Semangatlah dalam berjihad ini! Pertolongan akan turun jika kalian telah terbukti tabah! Bahkan jika kalian tabah! Negeri-negeri dan kota-kota mereka, akan kalian rebut! Anak lelaki dan anak perempuan mereka akan menjadi pelayan kalian! Kalau kalian lari, justru akan sengsara! Karena harus menyusuri jalan sangat panjang yang tak mungkin bisa dilalui, kecuali dengan perbekalan memadai! Dan itu berarti kalian justru takkan mungkin bisa merebut lagi rumah-rumah mewah dan istana-istana megah, yang tadinya telah kalian kuasai! Lawanlah mereka dengan pedang untuk berjihad maksimal! Dan jangan sekali-kali mati kecuali dalam keadaan Islam!.”

Tidak semua pasukan Muslimiin ketakutan, ketika menyadari harus berhadapan dengan lautan lawan yang sangat ganas. Bahkan di antara mereka banyak yang justru menangis bahagia, karena bisa berdekatan pada Allah, bisa menumpahkan segala rasa syukur, dan berdoa.

Abu Sufyan meninggalkan barisan untuk naik gunung. Pada para wanita Muhajiraat dan para anak perempuan Anshar, dia nasehat, “Sungguh Rasulullah SAW bersabda ‘sesungguhnya akal dan agama para wanita kurang’. Oleh karena itu kalian harus menjaga agama kalian! Dan tekat kalian agar diteguhkan! Berilah semangat suami-suami kalian untuk berjihad! Jika ada seorang suami yang lari! Lemparlah dengan batu! Pukullah kaki kudanya dengan tongkat! Angkatlah anak-anak kalian! Agar dia sadar harus kembali berperang untuk melindungi anak-istri!.”

Walau hati berdebar, para wanita Muslimaat menyenandungkan syair pemacu semangat jihad. Abu Sufyan kembali ke barisan, untuk mengucapkan, “Hai Muslimiin semuanya! Kalian telah menyaksikan lawan mendekat! Berjihad inilah jalan agar kita bisa berdekatan dengan Rasulallah SAW! Surga di depan kita! Syaitan dan neraka di belakang kita.”
Semangat mereka telah berkobar-kobar.


Perkiraan Mahan, dalam pertempuran itu, pasukan Muslimiin akan lari ketakutan, meleset. Bahkan ketika Khalid dan 500 pasukanberkudanya mengamuk memulai serangaran paling ganas, banyak pasukan Romawi yang berlarian ke belakang.
Mahan menggertak, “Serbu!” Pada pasukannya yang diam, tidak segera melancarkan serangan.

Tak lama kemudian lautan pasukan Romawi melancarkan serangan bertubi-tubi. Dalam peperangan akbar itu, Mahan telah memilih 30.000 orang penting, ditempatkan pada lobang-lobang berderet memanjang ke belakang, di sebelah kanan arak-arakan pasukan.

Tiap 10 orang dari mereka yang di dalam lobang, disatukan dengan rantai, agar tidak bisa berlari meninggalkan tempat. Mereka ditugaskan melindungi pasukan, dari sebelah kanan. Mereka telah disumpah, “Demi Isa bin Maryam! Demi Salib! Demipara ulama Nashrani! Demi para rahib Nashrani! Demi empat Gereja: Takkan lari, meskipun semua pasukan Romawi mati.”

Khalid berkata, “Sepertinya peperangan ini akan menjadi akbar” Lalu berdoa, “Ya Allah! Bantulah kaum Muslimiin dengan Pertolongan.”






[1] {إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ} [محمد: 7].
[2] Mengenai itu, Allah berfirman: وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ [النور/55.

2015/05/02

PS 120: Pembebasan Syam






Terkadang Mahan membetak, terkadang merayu, agar Khalid mau berdamai. Khalid hanya diam mendengarkan hingga dia selesai berbicara.
Setelah selesai, dia memperhatikan Khalid berkata, “Sungguh raja telah mengutarakan pernyataan dengan baik, dan kami telah memperhatikan. Sekarang kami yang berbicara dan diperhatikan.”[1]
Khalid berkata lagi, “Segala Puji bagi Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah.”
Mahan terkejut dan mengangkat tangannya ke arah langit, lalu berkata, “Ini sebaik-baik perkataan yang kau tuturkan! Hai orang Arab!.”
Khalid melanjutkan, “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, dan Muhammad Utusan Allah yang diridhoi, juga Nabi-Nya yang dipilih SAW.”
Mahan menyela, “Saya tidak tahu apakah Muhammad Utusan Allah? Tapi mungkin perkataanmu benar.”
Khalid berkata, “Amalan dan perkataan seorang akan dinilai.” 
Lalu berkata lagi, “Waktu paling utama, ketika Allah, Tuhan seluruh alam muncul.”

Mahan terkejut, berpaling dan berkata, “Ternyata dia orang pintar yang memahami hikmah!.”
Khalid ingin tahu“Apa maksudmu?!” maksud ucapan yang diucapkan dengan bahasa Romawi, oleh Mahan, pada bawahannya.
Setelah Mahan menjelaskan, Khalid berkata, “Kalau saya dianggap pandai, Al-Hamdu lillah. Kami pernah mendengar Muhammad Nabi SAW kami, bersabda ‘ketika Allah mencipta Akal yang membuat orang pandai. Maksudnya telah membentuk dan merancang’, perintah ‘menghadaplah!’.
Akal menghadap pada Allah.
Akal pun berpikir.
Allah berfirman ‘demi Kedahsyatan dan KeagunganKu! Aku tidak mencipta Ciptaan yang lebih menyenangkan Aku daripada kau! Sebab engkau, kau taat dan memasuki SurgaKu’.”
Dengan heran, Mahan bertanya, “Jika kau sepandai ini? Kenapa membawa orang sebanyak ini?.”
Khalid menjawab, “Mereka akan saya ajak bermusyawarah, untuk memutuskan perkara.”
Mahan bertanya, “Orang sepandai kau masih membutuhkan bermusyawarah dengan orang lain?.”
Khalid menjawab, “Iya! Karena Allah perintah agar Nabi-Nya melakukan demikian:
‘Dan ajaklah mereka, untuk memusyawarahkan perkara! Jika kau telah memutuskan! Maka bertawakkallah pada Allah!’. [2]
Nabi SAW juga bersabda ‘orang yang tahu keterbatasannya, takkan merugi. Orang yang bermusyawarah takkan sia-sia’. Meskipun kau mengatakan saya pandai, namun saya tetap membutuhkan mereka, untuk bermusyawarah.”
Mahan berkata, “Apa pasukanmu ada yang pandai seperti kau?.”
Khalid berkata, “Ada lebih dari seribu orang.”
Mahan berkata, “Tadinya saya tidak menyangka kaummu ada yang pandai. Saya kira kalian hanya kaum Rakus dan Bodoh, yang suka berselisih sesama kalian, dan suka merampok.”
Khalid berkata, “Dulu kebanyakan kami memang demikian. Lalu Allah mengutus Muhammad nabi kami agar menunjukkan kami ‘Jalan yang benar. Kami pun memahami perbedaan baik dan jelek, sesat dan benar.
Mahan berkata, “Hai Khalid! Sungguh saya kagum pada kepandaianmu! Saya ingin kita bersaudara.”
Khalid menjawab, “Betapa bahagianya diriku jika ucapanmu kau lanjutkan, agar kau sempurna dan beruntung, dan kita menjadi sahabat karib.”
Mahan bertanya, “Bagaimana caranya?.”
Khalid menjawab, “Katakan ‘saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah-sembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad SAW Hamba dan Utusan Allah, yang dulu pernah diberitakan oleh Isa bin Maryam AS’. Jika kau mau mengucapkan, kau menjadi saudara dan orang pilihanku. Kita pun takkan berpisah kecuali ada sesuatu.”
Mahan berkata, “Mengenai saya meniggalkan agama saya untuk memasuki agamamu, itu tak mungkin.”
Khalid menjawab, “Berarti kita juga tak mungkin menjadi saudara, karena kau beragama sesat.”
Mahan berkata, “Walau begitu saya ingin pembicaraan kita seperti saudara pada saudara. Jawablah khutbah yang telah saya sampaikan tadi!.”

Khalid menjawab, “Amma badu, yang kau katakan ‘kaummu makmur dan berkecukupan’  memang benar. Begitu pula ‘pertahanan kalian untuk menghadapi musuhkuat’. Kami juga tahu hal itu. Mengenai ‘kalian berbuat baik dengan negeri tetangga’ juga kami ketahui. Tetapi itu hanya siasat agar kerajaan kalian abadi dan bertambah kokoh. Ujungnya agar kalian mampu menaklukkan lawan. Mengenai ‘kami hanya orang miskin yang menggembala unta dan kambing’ memang benar. Bahkan kami beranggapan yang menjadi penggembala justru lebih utama. Mengenai ‘tanah kami yang tandus’ juga benar. Di sana tidak ada pohon dan sungai seperti di sini. Dulunya kami memang kaum yang bodoh dan miskin, hartanya hanya pedang, kuda, unta, dan kambing. Dan kami suka berperang. Waktu aman bagi kami selama setahun, hanya empat bulan haram. Dulu yang kami sembah berhala-berhala yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak bermanfaat. Kalau saat itu kami meninggal pasti masuk neraka. Beruntung sekali, Allah mengutus nabi yang telah kami ketahui nasabnya. Melalui perjuangannya, Islam makin berjaya dan kekafiran sirna. Ini berkat Mukjizat berbentuk Al-Qur’an yang diturunkan pada terakhirnya para nabi AS. Yang pasti ‘syirik hukumnya dosa besar. Allah tak beristri dan tak berputra. Kepada-Nya lah kita harus menyembah. Menyembah matahari, bulan, sinar, salib, dan api, adalah haram’. Muhammad SAW yang kami ikuti dan kami taati perintah ‘agar kami memerangi kaum yang tidak beragama seperti kami. Tepatnya orang yang tidak menyembah Allah, yang tak pernah mengantuk maupun tidur’. Kalau kau mau Islam, berarti kau saudara kami yang mempunyai hak dan kewajiban seperti kami. Kalau tidak mau Islam, kau harus membayar pajak pada kami dengan hina, agar tidak kami serang. Ajakan kami adalah salah satu dari tiga:
2.     Atau membayarlah pajak tiap tahun pada kami, bagi yang telah dewasa. Wanita dan rahib di dalam biaranya, dikecualikan dari pembayaran pajak.” Mahan bertanya, “Setelah berkata ‘laa Ilaaha illaa Allah apa masih ada kewajiban?’.” Khalid menjawab, “Betul! Melakukan shalat, memberikan zakat, haji ke Baitullah, memerangi orang yang mengkufuri Allah, memerintahkan kebaikan, dan mencegah kemungkaran. Jika kalian tidak menerima dua pilihan di atas, yang nomer tiga:
3.     Kita harus berperang sebagai jalan, agar Allah memberikan Bumi-Nya pada yang Dia kehendaki. Dan kejayaan akan diberikan secara khusus, pada kaum taqwa.”   

Mahan menggertak, “Silahkan berperang dengan kami! Terus terang kami tidak mau murtad dari agama kami! Dan tidak mau membayar pajak sebagai pertanda hina! Memang bumi ini akan diberikan oleh Allah pada kaum yang Dia kehendaki! Bumi ini dulunya juga bukan milik kami! Karena dulu kami menetapi kebenaran, maka Allah memberikan Bumi ini untuk kami, melalui jalan perang. Kini kita harus berperang! Bersiaplah!.” [3]
Khalid menggertak, “Dalam peperangan ini kau akan tertawan dan dihadapkan pada Umar bin Khatthab RA, diikat dan hina. Selanjutnya lehermu akan dipotong!.”
Mahan tersinggung dan kemarahannya meledak. Sejumlah pengawalnya, para bathriq, menghunus pedang, bersiap-siap menyerang Khalid dan lainnya. Mereka menunggu perintah Mahan.
Dengan suara tinggi, Mahan bersumpah pada Khalid, “Demi kebenaran Al-Masih! Lima sahabatmu akan saya hadirkan kemari untuk saya potong leher mereka di depanmu!.”
Khalid menggertak, “Hai Mahan! Justru kau hina yang akan lebih duluan putus lehernya! Kau harus tahu! Kami dengan lima orang yang kau tawan itu satu kesatuan! Kalau kau berani membunuh lima orang tawananmu itu! Pasti kau saya bunuh dengan pedangku ini! Dan kawan-kawanku ini akan mengamuk untuk memporak-porandakan pasukanmu!.”

Suasana sangat tegang.
Khalid dan seratus sahabatnya menghunus pedang sambil membaca, “Laa Ilaah illaa Allah, Muhammadun Rasulullah”  Lalu bersiap-siap menyerang. Tekat mereka harus membunuh lawan sebanyak-banyaknya, meskipun harus berakhir dengan mati syahid. Mahan bergetar ketakutan.

Rafi bin Mazin (رافع بن مازن) termasuk seratus pasukan Khalid, berkata:
“Ketika menghunus pedang mengikuti Khalid, kami khawatir akan dikeroyok dan dipotong-potong oleh mereka yang jumlahnya melaut. Barang kali kami nantinya berkumpul di alam machsyar, dari tempat itu.”

Ketika tahu bahwa Khalid serius akan membunuh dengan pedangnya, Mahan memohon, “Sebentar! Jangan marah dulu! Kalau kau mengamuk bisa jadi dikeroyok lautan pasukanku! Padahal saya tahu kau sebagai utusan Abu Ubaidah yang tidak boleh dibunuh, bahkan harus dihormati! Saya menggertak kau tadi hanya ingin menguji sampai di mana keteguhan kalian. Sekarang silahkan pulang menuju pasukan kalian! Selanjutnya kita akan segera berperang.”
Khalid menyarungkan pedangnya dan berkata, “Hai Mahan! Akan kau apakan para tawananmu?.”
Mahan menjawab, “Akan saya lepaskan sebagai penghormatan padamu, agar mereka memperkuat pasukanmu.”

Lima tawanan dilepas untuk bergabung lagi dengan pasukan Khalid.

Ketika Khalid bergerak untuk meninggalkan tempat, Mahan berkata, “Hai Khalid! Sebetulnya saya ingin di antara saya dan kau tidak ada peperangan. Bolehkan saya mengajukan permintaan?.”
Khalid menjawab, “Kau menginginkan apa?.”
Mahan menjawab, “Saya senang tenda merah yang dibawa oleh pelayanmu ini. Bagaimana kalau saya tukar dengan sejumlah pasukanku yang kau pilih?.”
Khalid menjawab, “Saya senang kau berterus terang mengenai milikku yang kau sukai. Silahkan ambil, tetapi saya tidak membutuhkan pasukanmu sedikitpun.”
Mahan berkata, “Kau hebat dan luar biasa.”
Khalid menjawab, “Saya juga bersyukur karena kau telah melepaskan lima sahabatku ini.”

Khalid dan pasukannya segera meninggalkan Mahan dan pengawalnya, di barak yang megah.
Khalid dan arak-arakan pasukannya menaiki kuda dan berjalan. Diantar oleh sejumlah pasukan Mahan, hingga sampai tempat Abu Ubaidah dan pasukannya.

Abu Ubaidah dan pasukannya sangat berbahagia, karena lima pahlawan mereka yang ditahan, telah pulang bersama rombongan Khalid.
Khalid menemui Abu Ubaidah RA, untuk melaporkan yang telah terjadi di antara dia dan Mahan. Lalu berkata, “Demi Allah! Yang membuat Mahan mau melepaskan kawan kita! Karena ‘takut pedang’ kami.” [4]







[1] Mahan raja bawahan Hiraqla.
[2] Allah berfirman: وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ  [آل عمران/159]. Baca: Wasyaawirhum fil amri fa idzaa azamta fatawakkal alaa Allah.
[3] Dulunya Syam, wilayah milik kaum Yahudi. Lalu diperangi dan direbut oleh Raja Qusthanthin pada tahun 300 M.

وأمر ماهان أصحابه وحجابه أن يسيروا معهم حتى يبلغوهم قال ففعل القوم ذلك ووصل خالد وأصحابه إلى الأمير أبي عبيدة رضي الله عنهم أجمعين وسلموا عليه وفرح المسلمون بخلاص أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم وحدث خالد أبا عبيدة بكل ما جرى لهم ثم قال خالد: وحق المنبر والروضة ما كان ماهان ليطلق لنا أصحابنا إلا فزعا من سيوفنا.