Setelah selesai, dia memperhatikan Khalid berkata, “Sungguh raja telah mengutarakan pernyataan dengan baik, dan kami telah
memperhatikan. Sekarang
kami yang berbicara dan diperhatikan.”
Khalid berkata lagi, “Segala Puji bagi Allah satu-satunya
Tuhan yang harus disembah.”
Mahan terkejut dan mengangkat tangannya
ke arah langit, lalu berkata, “Ini
sebaik-baik perkataan yang kau tuturkan! Hai orang Arab!.”
Khalid melanjutkan, “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib
disembah kecuali Allah, dan Muhammad Utusan Allah yang diridhoi, juga Nabi-Nya
yang dipilih SAW.”
Mahan menyela, “Saya tidak tahu apakah
Muhammad Utusan Allah? Tapi mungkin
perkataanmu benar.”
Lalu berkata lagi, “Waktu paling utama, ketika Allah, Tuhan seluruh
alam ‘muncul’.”
Mahan terkejut, berpaling dan berkata, “Ternyata dia
orang pintar yang memahami hikmah!.”
Akal menghadap pada Allah.
Akal pun berpikir.
Khalid menjawab, “Mereka akan saya ajak bermusyawarah, untuk
memutuskan perkara.”
Mahan bertanya, “Orang sepandai kau
masih membutuhkan bermusyawarah dengan orang lain?.”
‘Dan
ajaklah mereka, untuk memusyawarahkan perkara! Jika kau telah
memutuskan! Maka bertawakkallah
pada Allah!’.
Nabi SAW juga bersabda ‘orang yang tahu
keterbatasannya, takkan merugi. Orang yang bermusyawarah takkan sia-sia’.
Meskipun kau mengatakan saya pandai, namun saya tetap membutuhkan mereka, untuk bermusyawarah.”
Mahan berkata, “Apa pasukanmu ada yang
pandai seperti kau?.”
Mahan berkata, “Tadinya saya tidak
menyangka kaummu ada yang pandai. Saya kira kalian hanya kaum Rakus dan Bodoh, yang suka berselisih
sesama kalian, dan suka merampok.”
Khalid berkata, “Dulu kebanyakan kami
memang demikian. Lalu Allah mengutus Muhammad nabi kami agar menunjukkan kami ‘Jalan’ yang benar. Kami pun
memahami perbedaan baik dan jelek, sesat dan benar.”
Khalid menjawab, “Betapa bahagianya diriku jika ucapanmu kau
lanjutkan, agar kau sempurna dan beruntung, dan kita menjadi sahabat
karib.”
Mahan bertanya, “Bagaimana caranya?.”
Khalid menjawab, “Katakan ‘saya
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah-sembah kecuali Allah, dan bahwa
Muhammad SAW Hamba
dan Utusan Allah, yang
dulu pernah diberitakan oleh Isa bin Maryam AS’. Jika kau mau
mengucapkan, kau menjadi
saudara dan orang pilihanku. Kita pun takkan berpisah kecuali ada sesuatu.”
Mahan berkata, “Mengenai saya ‘meniggalkan agama saya’ untuk memasuki
agamamu, itu tak mungkin.”
Khalid menjawab, “Berarti kita juga tak
mungkin menjadi saudara, karena kau beragama sesat.”
Mahan berkata, “Walau begitu saya ingin
pembicaraan kita seperti saudara pada saudara. Jawablah khutbah yang telah
saya sampaikan tadi!.”
Khalid menjawab, “Amma badu, yang kau katakan
‘kaummu makmur dan berkecukupan’ memang benar. Begitu pula ‘pertahanan kalian untuk menghadapi musuh, kuat’. Kami juga tahu
hal itu. Mengenai ‘kalian berbuat baik dengan negeri tetangga’ juga kami ketahui. Tetapi
itu hanya siasat agar kerajaan kalian abadi dan bertambah kokoh. Ujungnya agar
kalian mampu menaklukkan lawan. Mengenai ‘kami hanya orang miskin yang
menggembala unta dan kambing’ memang benar. Bahkan kami beranggapan yang menjadi
penggembala justru lebih utama. Mengenai ‘tanah kami yang tandus’ juga benar. Di sana tidak ada pohon
dan sungai seperti di sini. Dulunya kami memang kaum yang bodoh dan miskin,
hartanya hanya pedang, kuda, unta, dan kambing. Dan kami suka berperang. Waktu aman bagi kami
selama setahun, hanya empat
bulan haram. Dulu yang kami sembah berhala-berhala yang tidak mendengar, tidak
melihat, dan tidak bermanfaat. Kalau saat itu kami meninggal pasti masuk
neraka. Beruntung sekali,
Allah mengutus nabi yang telah kami ketahui nasabnya. Melalui perjuangannya, Islam makin
berjaya dan kekafiran sirna. Ini berkat Mukjizat
berbentuk Al-Qur’an yang diturunkan pada terakhirnya para nabi AS. Yang
pasti ‘syirik hukumnya dosa besar. Allah tak beristri dan tak berputra. Kepada-Nya lah kita
harus menyembah. Menyembah matahari, bulan, sinar, salib, dan api, adalah
haram’.
Muhammad SAW yang kami ikuti dan kami taati perintah ‘agar kami memerangi kaum yang tidak beragama
seperti kami. Tepatnya orang yang tidak menyembah Allah, yang tak pernah mengantuk maupun
tidur’. Kalau kau mau Islam,
berarti kau saudara kami yang mempunyai hak dan kewajiban seperti kami. Kalau tidak mau Islam, kau harus membayar pajak
pada kami dengan hina, agar tidak kami serang. Ajakan kami adalah salah satu
dari tiga:
2.
Atau membayarlah pajak tiap tahun pada kami,
bagi yang telah dewasa. Wanita dan rahib di dalam biaranya, dikecualikan dari pembayaran pajak.” Mahan bertanya, “Setelah berkata ‘laa
Ilaaha illaa Allah apa masih ada kewajiban?’.” Khalid menjawab, “Betul! Melakukan shalat,
memberikan zakat, haji ke Baitullah, memerangi orang yang mengkufuri Allah, memerintahkan kebaikan, dan mencegah
kemungkaran. Jika kalian tidak menerima dua pilihan di atas, yang nomer tiga:
3.
Kita harus berperang sebagai jalan, agar Allah memberikan Bumi-Nya pada
yang Dia kehendaki. Dan kejayaan akan diberikan secara khusus, pada kaum taqwa.”
Mahan menggertak, “Silahkan berperang
dengan kami! Terus terang kami tidak mau murtad dari agama kami! Dan tidak mau membayar
pajak sebagai pertanda hina! Memang bumi ini akan diberikan oleh Allah
pada kaum yang Dia kehendaki! Bumi ini
dulunya juga bukan milik kami! Karena dulu kami menetapi kebenaran, maka Allah memberikan Bumi ini untuk kami, melalui
jalan perang. Kini kita harus berperang! Bersiaplah!.”
Khalid menggertak, “Dalam peperangan ini
kau akan tertawan dan dihadapkan pada Umar bin Khatthab RA, diikat dan hina. Selanjutnya lehermu
akan dipotong!.”
Mahan tersinggung dan kemarahannya
meledak. Sejumlah pengawalnya,
para bathriq, menghunus pedang, bersiap-siap menyerang Khalid dan
lainnya. Mereka menunggu perintah Mahan.
Dengan suara tinggi, Mahan bersumpah pada Khalid, “Demi
kebenaran Al-Masih! Lima sahabatmu akan saya hadirkan kemari untuk saya potong
leher mereka di depanmu!.”
Khalid menggertak, “Hai Mahan! Justru
kau hina yang akan lebih duluan
putus lehernya! Kau harus tahu! Kami dengan lima orang yang kau tawan itu ‘satu kesatuan!’ Kalau kau berani
membunuh lima orang tawananmu itu! Pasti kau saya bunuh dengan pedangku ini!
Dan kawan-kawanku ini akan mengamuk untuk memporak-porandakan pasukanmu!.”
Suasana sangat tegang.
Khalid dan seratus sahabatnya menghunus
pedang sambil membaca, “Laa Ilaah illaa Allah, Muhammadun Rasulullah” Lalu bersiap-siap
menyerang. Tekat mereka ‘harus
membunuh lawan’ sebanyak-banyaknya, meskipun harus
berakhir dengan mati syahid. Mahan bergetar ketakutan.
Rafi bin Mazin (رافع بن مازن) termasuk seratus pasukan Khalid, berkata:
“Ketika menghunus pedang mengikuti Khalid, kami khawatir akan dikeroyok dan
dipotong-potong oleh mereka yang jumlahnya melaut. Barang kali kami nantinya berkumpul di alam machsyar, dari tempat itu.”
Ketika tahu bahwa Khalid ‘serius’ akan membunuh dengan
pedangnya, Mahan memohon, “Sebentar! Jangan marah dulu! Kalau kau mengamuk bisa jadi dikeroyok
lautan pasukanku! Padahal saya tahu kau sebagai utusan Abu Ubaidah yang tidak
boleh dibunuh, bahkan harus dihormati! Saya menggertak kau tadi hanya ingin menguji sampai
di mana keteguhan kalian. Sekarang
silahkan pulang menuju pasukan kalian! Selanjutnya
kita akan segera berperang.”
Khalid menyarungkan pedangnya dan
berkata, “Hai Mahan! Akan kau apakan para tawananmu?.”
Mahan menjawab, “Akan saya lepaskan
sebagai penghormatan padamu, agar mereka memperkuat pasukanmu.”
Lima tawanan dilepas untuk bergabung lagi
dengan pasukan Khalid.
Ketika Khalid bergerak untuk
meninggalkan tempat,
Mahan berkata, “Hai Khalid! Sebetulnya saya ingin di antara saya dan kau tidak
ada peperangan. Bolehkan saya mengajukan permintaan?.”
Khalid menjawab, “Kau menginginkan
apa?.”
Mahan menjawab, “Saya senang tenda merah
yang dibawa oleh pelayanmu ini. Bagaimana kalau saya tukar dengan sejumlah
pasukanku yang kau pilih?.”
Khalid menjawab, “Saya senang kau
berterus terang mengenai ‘milikku’ yang kau sukai.
Silahkan ambil, tetapi saya tidak membutuhkan pasukanmu sedikitpun.”
Mahan berkata, “Kau hebat dan luar
biasa.”
Khalid menjawab, “Saya juga bersyukur
karena kau telah melepaskan lima sahabatku ini.”
Khalid dan pasukannya segera
meninggalkan Mahan dan pengawalnya, di
barak yang megah.
Khalid dan arak-arakan pasukannya
menaiki kuda dan berjalan. Diantar
oleh sejumlah pasukan Mahan, hingga sampai
tempat Abu Ubaidah dan pasukannya.
Abu Ubaidah dan pasukannya sangat
berbahagia, karena lima pahlawan
mereka yang ditahan,
telah pulang bersama rombongan Khalid.
Khalid menemui Abu Ubaidah RA, untuk melaporkan yang
telah terjadi di antara dia dan Mahan. Lalu berkata, “Demi Allah! Yang membuat Mahan mau
melepaskan kawan kita! Karena ‘takut pedang’ kami.”
Dulunya Syam, wilayah milik kaum Yahudi. Lalu diperangi dan
direbut oleh Raja Qusthanthin pada tahun 300 M.