Az-Zamakhsyari termasuk Mufassir (ahli tafsir Al-Qur’an terkenal) yang teliti. Dia membahas kalimat
syubbiha lahum: تفسير الزمخشري = الكشاف عن
حقائق غوامض التنزيل (1/ 587)
فإن قلت: شُبِّهَ مسند إلى
ماذا؟ إن جعلته مسنداً إلى المسيح، فالمسيح مشبه به وليس بمشبه، وإن أسندته إلى المقتول
فالمقتول لم يجر له ذكر قلت: هو مسند إلى الجار والمجرور وهو قَوْلِهِمْ كقولك خيل
إليه، كأنه قيل: ولكن وقع لهم التشبيه
Artinya:
Jika
kau berkata lafal شُبّهَ dialamatkan ke
mana? Jika dialamatkan pada Al-Masih, justru dia AS yang dibuat master:
bukannya dibuat serupa, namun jika kau alamatkan pada orang yang dibunuh, dia mutlak
tidak disebutkan dalam kisah ini?.
Saya
menjawab, "Dialamatkan pada jar-majrur (لَهُمْ), seperti ucapanmu خيل
إليه yang
artinya dikhayalkan padanya (artinya dia diberi khayalan). Sungguh sepertinya,
penyerupaan telah terjadi untuk (mengecoh) mereka.
Al-Alusi (ahli
tafsir Al-Qur’an yang tak kalah mashur dibanding
Az-Zamakhsyari), juga menjelaskan seperti itu.
بَلْ di
sini, dan dalam ayat 155, sebelumnya, diartikan yang benar atau justru, berdasarkan:
جَلَسْتُ إِلَى سَعِيدِ بْنِ المُسَيِّبِ، فَحَدَّثَنِي: أَنَّ جَدَّهُ
حَزْنًا قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «مَا اسْمُكَ»
قَالَ: اسْمِي حَزْنٌ، قَالَ: «بَلْ أَنْتَ سَهْلٌ» قَالَ: مَا أَنَا بِمُغَيِّرٍ اسْمًا
سَمَّانِيهِ أَبِي قَالَ ابْنُ المُسَيِّبِ: «فَمَا زَالَتْ فِينَا الحُزُونَةُ بَعْدُ»
Artinya:
Saya pernah duduk di dekat Sa’id bin Al-Musayyab. Dia bercerita
padaku bahwa, kakeknya bernama Hazn, pernah datang pada Nabi SAW. Nabi SAW
bertanya, “Siapa namamu?”
Dia menjawab, “Nama saya Hazn (artinya susah).”
Nabi SAW bersabda, “Bal (justru atau yang
benar) kau ini Sahl (artinya mudah atau senang).”
Dia menjawab, “Saya takkan merubah nama pemberian ayahku.”
Ibnul-Musayyab berkata, “Akhirnya kesusahan terus-menerus melanda
kami.”
جَاءَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ، - وَهِيَ جَدَّةُ إِسْحَاقَ -، إِلَى رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ لَهُ، وَعَائِشَةُ عِنْدَهُ: يَا
رَسُولَ اللهِ، الْمَرْأَةُ تَرَى مَا يَرَى الرَّجُلُ فِي الْمَنَامِ، فَتَرَى مِنْ
نَفْسِهَا مَا يَرَى الرَّجُلُ مِنْ نَفْسِهِ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ: يَا أُمَّ سُلَيْمٍ،
فَضَحْتِ النِّسَاءَ، تَرِبَتْ يَمِينُكِ، فَقَالَ لِعَائِشَةَ: «بَلْ أَنْتِ، فَتَرِبَتْ
يَمِينُكِ، نَعَمْ، فَلْتَغْتَسِلْ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ، إِذَا رَأَتْ ذَاكِ »
Artinya:
Ummu Sulaim (nenek Ishaq) datang pada Rasulillah SAW, untuk
berkata, “Ya Rasulallah (saat itu ‘Aisyah berada di sisi Nabi SAW), bagaimana
pendapat tuan, mengenai seorang wanita yang mimpi basah seperti lelaki, di waktu tidur?. Dia mengalami seperti yang
dialami oleh lelaki?.”
‘Aisyah langsung menegur dia, “Ya Umma Sulaim! Kau telah
mempermalukan kaum wanita! Jatuh tanganmu!.” Pada ‘Aisyah RA, nabi SAW menegur,
“Bal (Justru) kau yang jatuh tangannya. Betul! Wanita memang ada
juga yang mengalami mimpi basah. Kalau terjadi demikian, hendaklah dia mandi
junub seperti laki-laki yang mimpi basah.”