Lalu dia menoleh dan pergi dengan angkuh.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليك
Sungguh saya memuji Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Dan mendoakan shalawat untuk Nabi-Nya SAW. Ketahuilah ya Amiral Mukminiin, bahwa kami telah 4 bulan bertempat tinggal di Iliyak (إيلياء/Baitullah), menyerang penduduknya. Peperangan yang tak pernah berhenti ini membuat pasukan Muslimiin berat, karena terlalu dingin dan hujan mengguyur terus menerus. Syukurlah mereka tabah dalam perjuangan berat ini, karena mengandalkan Tuhan.
Di hari suarat ini saya tulis, pimpinan Baitul-Maqdisyang diagung-agungkan oleh rakyatnya muncul dan menjelaskan bahwa dia dan lainnya pernah membaca ‘yang mampu merebut negeri mereka, sahabat Nabi SAW bernama Umar’. Dia tahu tanda-tanda sahabat itu, karena tertulis di dalam kitab mereka. Dia minta agar pertumpahan darah dihentikan.
Dalam gencatan senjata sementara ini, hendaklah Baginda datang untuk membantu, menaklukkan negeri ini, dengan perjuangan nyata.
Maisarah bin Masruq menghadap untuk menyanggupi perintahnya, “Saya sanggup mengantar dan in syaa Allah,beliau akan datang kemari bersama saya.”
Abu Ubaidah memberikan surat dan berkata, “Ini suratnya, semoga Allah memberi kau Barakah!.”
Maisarah menerima surat lalu menaiki unta besar berkelasa besar, untuk berangkat ke Madinah, bersama teman-temannya.
Di malam indah itulah Maisarah memasuki kota Madinah. Dia berkata, “Demi Allah saya tidak akan mampir dulu pada seorang.”
Dia menambatkan untanya di pintu gerbang Masjid, lalu masuk untuk mengucapkan salam pada Rasulallah SAW danAbu Bakr RA yang telah terkubur.
Maisarah yang telah beberapa malam terhalang tidurnya, berbaring di Masjid dan tidur sangat pulas.
Maisarah bangun untuk berwudhu dan mengikuti shalat berjamaah subuh, di belakang Umar RA. Ketika Umar berdiri untuk meninggalkan mihrab, Maisarah menjumpai dan mengucapkan salam.
Umar menerima jabat-tangan sambil mengamati Maisarah, lalu wajahnya cerah karena bahagia. Dan bertanya, “Bagaimana khabar Muslimiin di sana?.”
Maisarah menjawab, “Baik-baik, semuanya aman" Dan memberikan surat.
Kaum Muslimiin mendengarkan Umar membaca surat, lalu bahagia, namun hati mereka berdebar-debar.
Umar bertanya pada jamaah, “Sebaiknya saya harus bagaimana, semoga Allah menyayang Kalian?.”
Semua Muslimiin diam untuk berpikir. Yang pertama kali menjawab Utsman bin Affan RA, “Ya Amiral Mukminiin, sungguh Allah telah merendahkan dan mengusir Kaum Romawi dari negeri-negeri Syam, dan menolong kaum Muslimiin yang telah mengepung mereka di Iliyak, dengan perjuangan yang berat. Semakin lama kaum Romawi semakin ketakutan. Jika Baginda tidak segera datang ke sana, kaum Romawi akan menganggap Baginda meremehkan mereka yang telah terang-terangan minta, agar Baginda datang. Mereka telah berjanji jika melihat Baginda, akan menyerahkan negeri mereka, dan membayar pajak.”
Umar menjawab, “Jazaakalloohu khoiro (semoga Allah membalas kebaikan padamu).”
Lalu bertanya, “Siapa yang mempunyai pandangan lain?.”
Umar bertanya, “Bagaimana menurutmu, hai Ayah Chasan?.”
Ali RA berkata, “Pasukan Muslimiin yang telah berjuang dengan berat, minta agar Baginda datang untuk membantu menaklukkan negeri Baitul-Maqdis. Saya yakin jika Baginda mau pergi ke sana, Allah segera memberi Kemenangan. Berarti kedatangan Baginda yang akan mengalami haus dan lapar di dalam menyusuri jurang dan gunung untuk ke sana, berpahala besar. Yang pasti kedatangan Baginda kesana akan berbuah ganda: Kemenangan, Muslimiin segera istirahat dari perang, dan perdamaian. Sebaiknya segera kesana mumpung pasukan Muslimiin belum berputus-asa. Mumpung bala bantuan lawan belum datang. In syaa Allah Taala itu yang tepat.”
Dengan berwajah cerah Umar berkata, “Utsman telah menyumbang pandangan baik mengenai siasat menaklukkan lawan, demi kebaikan Muslimiin. Jazaakumalloohu khoiro.Namun yang akan saya laksanakan, usulan Ali yang bagus, yang serangannya dibarokahi.”
Beberapa orang meneteskan air mata karena melihat kekompakan tokoh-tokoh mereka, dan karena mendengar berita perjuangan para pejuang Muslimiin sangat gigih.
Umar perintah agar dipersiapkan perbekalan untuk perjalanannya ke Baitul-Maqdis.
Beberapa Muslimiin sibuk mempersiapkan keberangkatan Umar dan pasukannya. Umar shalat 4 rakaat di dalam Masjid Nabawi, lalu mendekati kuburan untuk mengucapkan salam pada nabi SAW dan Abu Bakr RA. Yang diserahi agar mewakili Umar di Madinah, Ali RA.
Muslimiin yang melepaskan pemberangkatan Umar dan rombongannya, banyak sekali. Banyak di antara mereka yang berdoa untuk rombongan Umar RA sambil meneteskan air mata.
Umar mengendarai unta merah berbekal tepung, kurma, satu gereba air bersih. Di antara rombongan itu banyak veteran Perang Yarmuk. Yang terpenting di antara mereka Zubair, Ubadah bin As-Shamit dan Amer bin Malik RA.
Jika istirahat untuk shalat, Umar RA menyampaikan nasehat, “Segala Puji bagi Allah yang telah menjayakan Kita dengan Islam, dan memuliakan Kita dengan Iman, dan memberi Nabi Istimewa SAW. Dan memberi Hidayah (Petunjuk) dari kesesatan, mengumpulkan kita dari perpecahan dengan Kalimat Taqwa. Dan menyatukan Hati kita, menolong mengalahkan Musuh kita, memberi Tempat Layak di Bumi-Nya, menjadikan Kita bersaudara saling mencinta. Oleh karena itu pujilah Allah! Karena Nikmat yang sempurna ini semua, hai Hamba-Hamba Allah! Karena Allah akan menambah dan menyempurnakan Nikmat pada orang yang minta ditambah, yang cinta dan yang bersyukur pada-Nya.”
Umar mengeluarkan tepung dan kurma untuk persiapan makan bersama pasukannya. Setelah siap, berkata, “Ayo silahkan makan dengan leluasa!.”
Mereka makan bersama-sama.
Umar melanjutkan perjalanan.
Jika telah lelah, istirahat dan shalat berjamaah, lalu menyampaikan nasehat pada pasukannya.
Umar dan pasukannya memasuki perairan bernama Dzatul-Manar wilayah kota Judzam.
Ketika Umar dan pasukannya datang, banyak orang berada di perairan itu. Tiba-tiba datang beberapa orang untuk berkata, “Ya Amiral Mukminiin, ada lelaki yang memperistri kakak-beradik saudara kandung.”
Sontak Umar marah, “Bawa kemari orangnya!.”
Lelaki itu didatangkan dan ditanya, “Siapakah dua wanita ini?” oleh Umar.
Lelaki itu menjawab, “Istri saya.”
Umar bertanya, “Apakah hubungan antara duanya?.”
Dia menjawab, “Kakak-beradik.”
Umar bertanya, “Agamamu apa? Islam kan?.”
Dia menjawab, “Betul.”
Umar bertanya, “Apa kau tak tahu bahwa ini hukumnya haram? Allah berfirman di dalam Kitab-Nya ‘wa an tajma’uu bainal ukhtaini illaa maa qad salaf (dan yang diharamkan) jika kalian mengumpulkan dua saudara, kecuali yang telah berlalu)?’.”
Dia menjawab, “Saya tidak tahu, setahu saya itu halal.”
Umar membentak, “Bohong kau, demi Allah itu haram. Yang satu harus kau cerai! Jika membangkang! Lehermu saya potong!.”
Dia ketakutan dan bertanya, “Betulkan saya akan ditindak?.”
Umar menjawab dengan tegas, “Betul! Demi Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah.”
Dia berkata, “Berarti agama ini jelek.”
Umar membentak, “Mendekatlah kemari!” Lalu menekan leher lelaki itu dengan cambuk dua kali, lalu bertanya, “Kau berani menghina agama yang diridhoi oleh Allah, untuk Malaikat-Malaikat, Rasul-Rasul, dan Makhluq Pilihan-Nya?! Cerailah yang satu! Jika membangkang kau akan saya dera!” dengan geram.
Dia menjawab, “Saya cinta pada semuanya. Akan saya undi saja, yang undiannya keluar berarti istri saya, meskipun semua saya cintai.”
Setelah undian untuk satunya keluar, yang satu ditalak.
Umar berkata, “Hai Nak! Ingatlah perkataanku! Jika kau murtad dari Islam! Kau akan saya bunuh! Jika yang telah kau cerai ini kau jimak lagi! Kau akan saya rajam!.”
Umar dan pasukannya berjalan melewati desa Bani Murrah. Di desa itu ada kaum yang dipanggang di bawah matahari. Umar bertanya, “Kenapa mereka disiksa?.”
Beberapa orang menjawab, “Karena tidak melunasi pajak.”
Umar bertanya, “Mereka punya alasan nggak?.”
Beberapa orang menjawab, “Alasannya tidak mampu.”
Umar perintah, “Lepaskan jika tidak mampu, jangan dipaksa! Saya pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda ‘jangan menyiksa manusia. Barang siapa menyiksa manusia, maka Allah akan menyiksa dia di hari kiamat’.”
Sejenak kemudian orang-orang itu dibebaskan.
Umar dan pasukannya berjalan sampai kota Wadil-Qura (وادي القرى). Di kota itu, ada lelaki tua juru kunci telaga. Dia bersahabat karib dengan pemuda yang dicintai. Pada lelaki tua itu, si pemuda berkata, “Boleh nggak istrimu saya tiduri sehari semalam? Dengan imbalan untamu saya gembala, dan saya urusi hingga semuanya beres?.”
Lelaki tua menjawab, “Silahkan.”
Ternyata ada orang mendengar pembicaraan mereka berdua, yang lalu datang untuk melaporkan pada Umar.
Umar perintah, “Bawa kemari orang itu!.”
Lalu pada mereka berdua, bertanya, “Apa agama kalian berdua?.”
Mereka menjawab, “Islam.”
Umar bertanya, “Apa betul laporan yang disampaikan pada saya?.” Lalu menuturkan laporan yang telah diterima, pada mereka berdua.
Orang tua itu berkata, “Laporan itu betul, ya Amiral Mukminiin.”
Umar bertanya, “Apakah kalian berdua tidak tahu bahwa ini haram di dalam Islam?.”
Mereka berdua menjawab, “Demi Allah kami tidak tahu bahwa hukumnya haram.”
Pada lelaki tua, Umar bertanya, “Kenapa kau rela menyerahkan istrimu padanya?.”
Dia menjawab, “Karena saya tak punya keluarga yang bisa menolong, sehingga saya berkata padanya, “Kamu mau kan, menggembala dan memberi minum binatang? Dengan imbalan meniduri istriku? Sekarang saya telah tahu bahwa demikian itu haram, dan takkan saya ulangi lagi.”
Umar perintah, “Bawa pulang istrimu! Dia takkan ditindak!.”
Lalu melarang pada pemuda, “Jangan kau dekati wanita itu! Jika kau mengulangi lagi! Lehermu saya penggal!.”
Umar RA dan pasukannya berjalan menuju Syam. Mantan budak Umar bernama Aslam bin Burqan ikut dalam perjalanan.
Pasukan Muslimiin di Baitul-Maqdis sangat berbahagia, ketika menyaksikan dari jauh, pada Umar dan pasukannya yang berdatangan.
Umar perintah agar Zubair mendekati arak-arakan pasukan Muslimiin yang bergerak mendekat.
Setelah didekati oleh Zubair, ternyata mereka pasukan Muslimiin dari Yaman yang diutus oleh Abu Ubaidah, agar mengecek kebenaran berita Kedatangan Umar dan Pasukannya.