SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

Tampilkan postingan dengan label Cerita Islami : Khalid bin Al-Walid. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita Islami : Khalid bin Al-Walid. Tampilkan semua postingan

2015/07/21

Khalid Cerita Islami Ponpes Mulya





Tidak berlebihan jika mengenai Khalid bin Al-Walid, Rasulullah SAW bersabda, “Saifun min Suyufillah (سَيْفٌ مِنْ سُيُوفِ اللهِ).”  Artinya ‘dia termasuk Pedang Allah’. Ketangkasan dan keberanian dia di dalam berperang, benar-benar sempurna. Karena :
1.     Telah mendapatkan doa dari nabi SAW.
2.     Di pecinya terselib jambul Rasulillah SAW yang barokah.
3.      Dan ingin menebus dosa dan kesalahannya sewaktu masih kafir, dengan cara membela Allah, melalui Perang Sabilillah. Ambisinya ingin mati-syahid benar-benar telah bulat, sehingga keberaniannya di hadapan lawan, sempurna.

Gambaran kemasyhuran nama Khalid di kalangan kaum Romawi:

Sekitar akhir tahun 17 Hijiyah, kaum Romawi berduyun-duyun memenuhi  medan perang sangat luas, menonton pertempuran sengit tokoh besar mereka, bernama Nastharus bin Rubil melawan Addhochak yang wajah, suara, busana, dan kudanya, mirip yang dimiliki oleh Khalid bin Al-Walid.
Nama Khalid sangat sohor di negeri Anthakiyah wilayah Romawi Timur, tempat peperangan tersebut. Hingga kaum yang berjubel menonton perkelahian, makin melaut. Bahkan pasukan berkuda Anthakiyah terhalang oleh penonton yang makin banyak. Tali-tali panggung kehormatan Nastharus sama putus, oleh arus lautan penonton. Bahkan kursi kehormatan Nastarus juga rusak, karena terinjak-injak oleh penonton yang tidak bisa dikendalikan. Panggung tinggi itu hampir runtuh, yang pasti akan menewaskan penonton. Perhatian mereka tertuju pada Addhachak dan Nastarus yang berkelahi dengan pedang.
Mereka berharap Nastarus menaklukkan Addhachak yang dikira Khalid.

Panggung tinggi besar runtuh oleh penonton berjumlah ribuan
, yang memanjat atap. Dan menewaskan kaum berjumlah sangat banyak.

Sejak sebelum itu nama Khalid telah masyhur, sehingga Umar justru menurunkan dari jabatan Panglima-Besar. Karena takut jika suatu saat nanti, Khalid dikultuskan oleh manusia.


Semoga Cerita Islami berikutnya dipastikan “Paling bermanfaat” oleh Allah. Allaahumma aamiiiin.

2015/01/28

PS 13: Pembebasan Syam



Cerbung (Cerita Bersambung)


Penduduk Damaskus marah. Lautan pasukan mereka berbaris-baris memanjang sejauh satu farsakh (tiga mil). Mereka mengira yang akan datang, Abu Ubaidah dan pasukannya. Ternyata yang muncul Khalid dan pasukannya.

Saat itu, Rifaah bin Muslim sebagai pasukan Khalid.
Pasukan Damaskus yang berjumlah sangat banyak, mendekati Khalid dan pasukannya. Perisai Khalid bernama Maslamah telah diangkat. 
Pada pasukannya, Khalid berteriak, “Inilah hari istimewa yang takkan ada lagi yang menandingi! Pasukan berkuda mereka akan segera melancarkan serangan! Ayo kita berjihad! Tolonglah Allah! Agar Allah menolong kita! Bergabunglah pada kaum yang menyerahkan diri pada Allah! Sepertinya bala-bantuan untuk kalian di bawah pimpinan Abu Ubaidah, akan segera datang kemari!.”

Banyak pasukan Damaskus yang terkejut, saat Khalid berteriak keras, menggerakkan pasukan. Mereka makin terkejut ketika tiba-tiba Syurachbil, Abdur Rohman, dan Dhirar bin Al-Azwar, melancarkan serangan ganas bertubi-tubi.

Dalam waktu cepat Dhirar telah membunuh lima pasukan berkuda di kanannya, dan lima pasukan berkuda di kirinya.
Serangan selanjutnya, oleh Dhirar diarahkan pada enam orang di depannya. Perlawanan mereka dikalahkan dengan jurus-jurus mematikan. Dalam waktu cepat mereka tewas.
Sejumlah anak-panah dari pasukan Damaskus melesat bertubi-tubi, untuk menghentikan serangan Dhirar.

Setelah berhenti, Khalid mengucapkan rasa sukur pada Dhirar. Lalu perintah pada Abdur Rohman, “Serbulah mereka! Semoga Allah memberi Barakah padamu!.”
Abdur Rohman bergerak cepat mengayun-ayunkan pedang. 
Beberapa lawan berguguran karena amukannya yang terlalu dahsyat.

Khalid mempersiapkan serangan. Tombaknya telah diangkat lalu diayun-ayunkan. Ketangkasan dan keberanian dia yang luar-biasa, membuat pasukan Damaskus ketakutan.
Setelah melihat dia melancarkan serangan-mematikan, yang menewaskan sejumlah pasukan, Bathriq Kalus mengetahui Khalid yang dicari-cari

Kalus takut karena Khalid bergerak cepat mendekat. 
Kalus berlari ke belakang. Seorang bathriq bawahannya maju untuk menghalang-halangi serangan Khalid. Sejumlah anak-panah melesat bertubi-tubi ke arah Khalid. Subhanallah, Khalid tidak memperdulikan sejumlah anak-panah yang melukai. Dia justru meningkatkan serangan ganasnya hingga duapuluh pasukan tewas berserakan.

Khalid memacu kudanya agar berlari-cepat, di antara barisan kawan dan lawan. Kudanya loncat dan lari cepat mengikuti kemauannya, dan segera menantang perang satu lawan satu. 
Tak seorang pun dari mereka, berani mengabulkan tantangannya. Mereka berkata, “Yang akan kami hadapi selain dia!.”
Khalid menjawab, “Goblok! Masyak kalain takut pada saya yang hanya sendirian! Kami semua sama! Kalau berperang membahayakan!.”
Kebanyakan mereka tidak menjawab, karena tidak memahami bahasanya.

Azazir mendekati Kalus untuk berkata, “Bukankah kau telah diperintah oleh raja untuk memimpin pasukan yang dikirim kemari, untuk memerangi kaum Arab? Ayo maju! Lindungi negeri dan rakyat!.”
Kalus menjawab, “Kau yang lebih berhak memerangi mereka, karena kau telah lebih dulu memerangi. Semula kau berjanji takkan memerangi kaum Arab, kecuali jika Raja Hiraqla telah memberi ijin! Sekarang ijin telah turun dan suratnya sudah dibacakan! Ayo lawanlah mereka!.”

Pada mereka berdua, sejumlah pasukan Damaskus berkata, “Diundi saja! Yang berkewajiban memerangi pimpinan kaum Arab, yang undiannya keluar!.”
Kalus berkata, “Jangan begitu! Sebaiknya kita berdua bersatu melawan dia! Demikan itu lebih menakutkan dia!.”
Kalus takut jika perkataannya sampai ke telinga Raja Hiraqla, karena bisa berakibat dirinya dipecat atau dibunuh.

Dia dan Azazir berundi, namun yang keluar undian dia.
Azazir perintah, “Kau yang bertugas melawan dia! Majulah! Tunjukkan keahlianmu bermain pedang!.”

2012/01/17

KW 180: Perang Qabail (القبائل)

 (Bagian ke-180 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Khalid memegang panji dan memacu kuda secepat-cepatnya ke arah Maisarah yang sedang ditangkap oleh seorang bathriq. Gema takbir pasukan Muslimiin meledak membuat pasukan Romawi bergetar ketakutan. 
Tangan bathriq yang memegangi tangan Maisarah tiba-tiba lemas, karena terkejut dan takut. Bathriq ingin mengangkat Maisarah dari kudanya, namun tak mampu, karena tubuh Maisarah diikat dengan beberapa tali, pada pelana dan kudanya. Bathriq menarik Maisarah sekuat tenaga, namun tak mampu.

Khalid mendekat dengan menebaskan pedang sekuat tenaga, untuk memotong tangan kanan. Tetapi bathriq bergerak menyamping sehingga tangan kirinya tertebas pedang dan putus. Maisarah melepaskan diri dari bathriq. 
Bathriq melarikan kudanya menuju pasukan Romawi, dengan mengaduh kesakitan. Sejumlah opsir Romawi berlari cepat untuk menolong dan mengobati tangan bathriq yang putus.

Khalid dan Maisarah bersalaman lalu bebicara mengenai 'serangan pasukan Romawi' yang ganas. Pembicaraan berlanjut hingga mengenai 'Abdullah bin Chudzafah Assahmi ditangkap' untuk dihadapkan pada Hiraqla. 
Khalid terkejut dan bersedih, ketika mendengar khabar bahwa Abdullah ditangkap dan dihadapkan pada Hiraqla. Dan bersumpah, “Demi Allah, in syaa Allah saya akan memerangi mereka hingga kapanpun, hingga mereka melepaskan Abdullah.”

Kedatangan Khalid dan 3.000 pasukan Muslimiin membuat tenang pada Maisarah dan pasukannya. 

Pasukan Romawi sangat ketakutan pada Khalid yang datang bersama 3.000 pasukan berkuda. Saat itu nama Khalid di negeri Romawi sangat terkenal. Bahkan saking terkenalnya, Addhachak yang wajah dan gayanya mirip Khalid, pernah menjadi tontonan lautan pasukan dan rakyat Romawi, di negeri Anthakiyah. Saat itu Addhachak berperang melawan pengawal Raja Hiraqla, lalu ada yang berteriak, “Kurang ajar! Dialah Khalid yang telah megobrak-abrik tentara kita! Mampuslah kau! Ayo lawanlah jagoan kami yang ini!.” 
Ucapan itu membuat orang-orang berlarian ingin memandang Khalid dari jarak dekat. Semakin lama semakin banyak yang menonton, hingga mereka seperti lautan insan. Bahkan tenda utama yang tinggi besar, roboh karena terlalu banyak penonton yang memanjat atap dan tiang-tiangnya. Anehnya banyak yang tak peduli terhadap orang-orang yang tewas tertimpa reruntuhan tenda utama itu, karena terlalu asyik menonton dan berharap orang yang disangka Khalid itu 'tewas' oleh serangan pahlawan mereka.


Pasukan Muslimiin istirahat dari perang hingga pagi. Di pagi yang indah itu, seorang lelaki tua berpakaian warna hitam sangat sederhana, muncul dari celah pasukan Romawi, menghadap pada Khalid RA. Dengan tubuh bergetar dia bergerak untuk sujud, tetapi Khalid melarang, “Jangan bersujud padaku! Apa ujuanmu datang kemari?.” 
Lelaki itu menjawab, “Panglima perang kami mengajukan permohonan damai pada kalian, dan sanggup mengembalikan orang kalian yang ditawan. Beliau juga berjanji akan memberi yang kalian minta.”
Jawaban Khalid RA mengejutkan lelaki yang menghadap: “Kami takkan pulang kecuali peperangan telah berakhir! Kalau kalian tidak mau melepaskan orang kami yang kalian tawan, kalian akan kami perangi agar melepaskan dia!.” 
Dengan bergetar lelaki itu bertanya, “Apakah yang mulia pimpinan mereka ini?.” 
Khalid menjawab, “Betul!.” 
Dengan bergetar,  lelaki itu bertanya, “Maukah yang mulia mengundurkan peperangan ini selama sehari-semalam? Agar kami bisa mempersiapkan semuanya? Dan agar Bathriq yang mulia sembuh dari sakitnya? Kami akan berperang setelah itu.” 
Khalid menjawab, “Silahkan!.”

Lelaki itu kembali menghadap panglima perangnya. Pada seluruh pasukannya, sang panglima berkata, “Mereka telah menyetujui usulan kita bahwa 'peperangan sudah berakhir'. Mari kita pulang!.” 

Pasukan Romawi menyalakan obor-obor dan berkemas untuk pulang. Arak-arakan panjang itu berduyun-duyun pulang dengan mematikan obor, agar tidak kelihatan.

Di pagi yang menegangkan itu, arak-arakan pasukan Muslimiin telah bergerak mendekati perkemahan pasukan Romawi. Tetapi mereka terkejut karena tenda-tenda dan penghuninya yang dicari telah tiada, tinggal barang-barang yang tidak bisa dibawa dan sampah berjumlah banyak sekali. Puluhan ribu pasukan Romawi telah kabur semalam. 

Khalid marah karena rencana akan menyalamatkan Abdullah menemui jalan buntu, dan merasa tertipu. Dia telah menggerakkan tali kendali agar kudanya berlari, tetapi Maisarah berteriak, “Jangan dikejar! Medannya terlalu sulit! Kita kembali saja.”
Barang-barang bermanfaat yang ditinggalkan oleh pasukan Romawi menjadi jarahan. Arak-arakan panjang pasukan Muslimiin memacu kuda untuk pulang ke Chalab (Aleppo). Derap kaki kuda mereka membahana membuat ayam-ayam berlarian sambil berkokok dan berkotek. Dan orang-orang yang melihat, sama terpukau dan ketakutan. 

Khalid dan teman-teman di pertengahan arak-arakan pasukan, pulang dengan perasaan susah. Karena memikirkan nasib Abdullah bin Chudzafah yang ditawan.

Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin di Chalab menyambut kedangan Khalid, Maisarah, dan pasukan Muslimiin, 'dengan sangat bahagia'. Maisarah dikerumuni oleh orang banyak untuk ditanya, mengenai kejadian di dalam Perang Qabail. Ketika Maisarah berkisah tentang Abdullah bin Chudzafah ditawan oleh lawan, Abu Ubaidah dan kaum Muslimiin sedih sekali. 
Abu Ubaidah berdoa, “Ya Allah, buatkanlah dia jalan keluar dari kesulitannya agar bisa lolos.”

Abu Ubaidah menulis surat untuk Umar RA, memberitakan bahwa pasukannya telah melaksanakan perintah Umar, agar ke Addurub (Gunung-Gunung). Perjalanan dilanjutkan ke Qabail hingga terjadi peperangan dan menang. Sayang, Abdullah ditawan oleh lawan.


Bersambung.

2012/01/16

KW 179: Perang Qabail (القبائل)

 (Bagian ke-179 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Tigaribu pasukan berkuda telah hilang dari pandangan. Pasukan lainnya kembali ke tenda-tenda mereka. Abu Ubaidah bersujud lama sekali dan berdoa: “Ya Allah, sungguh hamba mohon padaMu dengan berwasilah pada orang SAW yang namanya telah Kau letakkan di dekat NamaMu. Yang Kau pernah memberitahukan mengenai Kefadholan Beliau SAW,p Nabi-Nabi dan Rasul-RasulMu AS: Lipatlah perjalanan jauh, untuk mereka. Permudahkan semua yang sangat sulit untuk mereka. Susulkan mereka pada sahabat-sahabat mereka di medan perang. Ya yang Maha Dekat, ya yang Maha mengabulkan.”

Di medan perang di Qabail, Maisarah dan pasukannya dikepung dan diserang dengan garang, oleh lautan pasukan Romawi. Suara dentingan pedang, benturan perisai, teriakan, derap kaki kuda, bentakan, dan hiruk-pikuk, membisingkan telinga. 
Ketika pasukan Romawi telah capek dan gerak mereka mulai melambat, tokoh besar mereka Bathriq (Patriarch) muncul dengan berkuda, mengenakan baju perang dari besi, dan berhelm besi yang berkilauan. Di sisinya ada lelaki berkuda yang menaungkan Salib di atas kepala sang bathriq. Bathriq yang memimpin 10.000 pasukan itu memegang tongkat besi sebesar lengan unta. Dia memacu kudanya agar maju, dan menantang berkelahi dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh Maisarah dan pasukannya.
Pada penerjemahnya, Maisarah bertanya, “Apa yang dia katakan?.” 
Penerjemah menjawab, “Dia mengaku sebagai jagoan yang tak terkalahkan, dan menantang berkelahi pada kalian yang merasa jago.” 
Maisarah berteriak, “Siapa berani melawan?!.”
Seorang lelaki dari suku Annakha (النخع) bergegas memacu kuda untuk mendekat dan melayani berkelahi. Baju perang yang dikenakan bermodel Romawi. Beberapa Muslimiin berkata, “Dia dulu memang orang Nashrani, lalu masuk Islam.” 

Sang bathriq membentak-bentak dengan kasar, tetap lelaki dari Annakha itu hanya diam, meskipun tahu maksudnya. Sang bathriq marah dan mengayunkan tongkat besi sekuat tenaga, ke arahnya.  Tetapi yang terpukul hingga hancur justru kepala kuda, “Prak!   Grubyuk!.” 
Karena kuda ditarik dengan cepat. 
Kuda roboh dan tewas, otak dan darahnya berhamburan. Yang mengendarai bergerak cepat untuk berdiri.

Maisarah berteriak, “Mundurlah!.” 
Lelaki dari Annakha itu mundur teratur lalu lari cepat sekali, dikejar bathriq berkendaraan kuda. Abdullah bin Chudzafah muncul untuk melindungi lelaki yang sedang berlari, untuk bergabung pada pasukan Muslimiin. Abdullah bergerak cepat memukulkan pedang pada bathriq yang telah menyiapkan tangkisan dan serangan. Berkali-kali tusukan pedang Abdullah membentur baju besi sang bathriq. 
Sambaran tongkat besi sang bathriq berkali-kali ditangkis dengan perisai oleh Abdullah yang makin lama makin payah karena tongkat besi yang ditangkis sangat berat. Pedang Abdullah terayun menebas cepat sekali ke leher. Leher sang bathriq ditarik kebelakang, tetapi tetap saja putus dan terlempar bersama kepalanya yang terbungkus helm besi, bersimbah darah, ke arah pasukan Romawi. 
Abdullah bergerak menangkap, sebelum kepala berhelm perang jatuh ke tanah. 
Tubuh bathriq terbungkus baju besi terhuyung jatuh, “Bleg!”; Tongkat besinya juga jatuh, “Blang!.”

Pasukan Romawi marah karena tokoh besar mereka tewas. Apa lagi ketika mereka melihat kuda dan harta yang melekat pada bathriq itu, diambil oleh Abdullah. 
Dalam waktu cepat, berita kematian tokoh besar itu sampai ke telinga Raja Hiraqla.

Setelah Abdullah pergi, seorang bathriq lainnya maju untuk membentak, “Kurang ajar! Yang kau bunuh ini orang dekat Raja Hiraqla! Kau harus saya bunuh! Atau saya tangkap untuk saya serahkan pada raja, agar dihukum!.” 
Matanya berkaca-kaca, lalu menumpahkan air mata, bersama ledakan tangisan, ketika melihat kepala sahabatnya tergolek bermandi darah. Dia berteriak, “Hai kaum Arab! Kalian pasti akan ditindak oleh Allah, karena telah menganiaya pada kami! Yang telah membunuh teman saya ini kemarilah! Akan saya beri hukuman!.”

Pandangan seluruh pasukan terarah pada sang bathriq yang marah dan menantang perang. 
Abdullah telah memacu kuda untuk mendekati sang batriq. Tetapi Maisarah mencegah karena dia sudah lelah: “Jangan! Saya saja yang melawan!.” 
Abdullah memohon, “Yang mulia, yang ditantang adalah saya. Kalau anda yang melawan berarti saya dianggap tidak berani.” 
Maisarah berkata, “Kau sudah terlalu capek. Saya kasihan.” 
Abdullah memohon, “Masyak yang mulia mengasihani saya, justru karena terlalu capek, untuk menyelamatkan diri dari api neraka? Demi kehidupan yang pernah dijalani oleh Rasulillah SAW, siapapun tidak boleh melawan dia kecuali saya.” 
Abdullah memacu kuda rampasan untuk mendekati sang bathriq yang menantang berkelahi. 
Sang bathriq terkejut ketika melihat kuda, helm, dan pedang temannya yang tewas, telah dikuasai oleh Abdullah. “Berarti kau yang telah membunuh teman saya!” Geramnya. 
Pedang Abdullah berkali-kali mematuk dada sang bathriq yang dilindungi baju besi. 
Tangan sang bathriq bergerak cepat sekali untuk menangkap dan menarik tangan Abdullah. 
Pedang Abdullah lepas. Abdullah diringkus untuk diserahkan pada pasukan Romawi. “Ikatlah tanganya dengan rantai! Dan serahkan pada Raja Hiraqla sekarang juga!” perintah sang bathriq. 

Beberapa orang bergerak untuk mengikat tangan Abdullah dengan rantai, untuk dilarikan dan diserahkan pada Raja Hiraqla.

Sang bathriq belum puas. Dia kembali ke medan perang untuk menantang berkelahi lagi. 
Tiga orang Muslimiin telah bergerak untuk melawan bathriq, tetapi Maisarah berteriak, “Jangan! Yang akan melawan orang laknat ini saya sendiri.” 
Maisarah menyerahkan panjinya pada Said bin Zaid: “Peganglah panji ini! Saya akan melawan dia. Jika menang, panji ini akan saya pegang lagi! Jika kalah, saya justru akan mengambil Pahala Allah!.”

Said memegang panji; Maisarah keluar dari barisan sambil membaca syair:
Sungguh yang Maha mengintai dan Maha pemaksa
Tahu bahwa hati saya
Terbakar api ketika
Pemuda yang rutin shalat ketika
Senyum fajar menyapa
Ditangkap oleh musuhnya
Akulah yang akan membalaskannya

Maisarah menyerang dengan garang pada bathriq yang telah bersiap menangkis, menghindar, dan menyerang. Terkadang mereka berkelahi dengan jarak dekat, terkadang bergeser menjauh. Mereka berperang sambil bergeser menjauhi medan. 
Debu-debu beterbangan oleh hentakan sepatu kuda dua orang yang berperang mati-matian. 
Kaum Muslimimiin mengamati dan mendoakan kemenangan untuk Maisarah.
Kaum Romawi mengamati dan mendoakan kemenangan untuk sang bathriq. 

Bathriq terperanjat saat melihat kepulan debu di kejauhan makin mendekat. Dan bertanya, “Demi kebenaran agamamu, siapa yang berdatangan membawa panji itu?.” 
Maisarah tidak menoleh, tetapi menjawab, “Demikian itu bagi Allah hal yang remeh.”  
Bathriq bersumpah, “Demi agamaku, ucapanmu benar.” 
Sebetulnya bathriq berkata begitu dengan tidak tulus.
Derap kaki ribuan kuda yang makin mendekat membuat Maisarah berpaling karena berharap Pertolongan Allah datang. Tangan bathriq bergerak cepat sekali menangkap tangan Maisarah yang berpaling sekilas.

KW 178: Perang Qabail (القبائل)


Di pagi yang cerah itu, Maisarah mengimami shalat khauf pada pasukan Muslimiin, di barak pengungsian. Seusai shalat, dia berdiri untuk memuji dan menyanjung Allah, dan mendoakan shalawat untuk nabi SAW. Lalu berkata, “Saudara semuanya! Bersabarlah menghadapi musibah! Ini semua adalah Rahmat dari Allah untuk kita. Atas Pertolongan Allah kita telah menang di dalam peperangan ini, walau belum selesai. Yang mulia Abu Ubaidah telah berpesan padaku ‘mereka’ maksudnya ‘kalian jangan dibawa ke tempat yang jauh!’. Kita telah berpisah dengan beliau selama seminggu, namun beliau tidak tahu bahwa kita sedang menghadapi kesulitan menghadapi lawan.”
Said bin Zaid berkata, “Apa maksud yang mulia? Jika yang mulia ingin perintah agar kami bertempur, memang keinginan kami segera bertemu Allah 'melebihi' keinginan orang kehausan yang ingin meneguk air.” 
Maisarah menjawab, “Saya hanya ingin mendengarkan pendapat kalian. Saya juga ingin mengutus lelaki agar melaporkan keadaan kita pada yang mulia Abu Ubaidah, dan bahwa bala bantuan musuh berdatangan banyak sekali. Semoga yang mulia Abu Ubaidah segera mengirimi kita bala bantuan.” 
Said menjawab, “Yang mulia benar.”

Maisarah memanggil seorang dari empat orang dzimmi, untuk diperintah dan diberi imbalan yang menggiurkan. “Ajaklah satu temanmu untuk menemani kau pergi pada Abu Ubaidah. Laporkan pada beliau ‘bala bantuan dari dalam benteng, desa-desa, dan utusan seluruh negeri mereka, telah berdatangan untuk menggempur kami!’. Ceritakan pada beliau apa yang kau saksikan di sini!.”

Dua lelaki dzimmi itu memacu kuda secepat-cepatnya menuju kota Chalab (Aleppo). Sesampainya ke tujuan, mereka berdua jatuh pingsan karena terlalu capek. 
Kaum Muslimiin berkata, “Guyurlah air!” hampir serempak.
Mereka berdua sadar setelah diguyur air. Dan ditanya, “Siapa yang mengejar kalian berdua? Apa pasukan kami di sana berguguran?.” 
Mereka berdua menjawab, “Demi Allah tidak. Tetapi bala bantuan musuh yang akan dikerahkan agar memerangi Maisarah dan pasukannya 'berjumlah banyak' sekali, dan dari mana-mana.” 
Mereka berdua menjelaskan pada Abu Ubaidah mengenai apa saja yang telah disaksikan. Mengenai pasukan Muslimiin membuang sarung pedang untuk berperang mati-matian, Damis ditangkap musuh, tetapi berhasil meloloskan diri bersama 10 kawannya, juga dilaporkan

Abu Ubaidah dan kaum Muslimiin mendengarkan laporan itu, dengan tegang.
Abu Ubaidah gusar dan bergegas bersama dua orang dzimmi menuju tenda Khalid yang sedang membenahi baju perang. 
Khalid berdiri untuk berkata, “Selamat yang mulia,” dan menyalami. Lalu mempersilahkan Abu Ubaidah duduk di tempat sederhana. 
Abu Ubaidah perintah pada dua lelaki dzimmi itu: “Ceritakan pada Khalid mengenai yang telah kalian saksikan berkenaan kaum Muslimiin!.” 

Khalid menyimak dengan serius pada laporan dua lelaki itu hingga selesai. Lalu berkata dengan suara berwibawa, “Sungguh sejak menolong kita, Allah tak pernah lagi menghinakan kita. Segala puji syukur hanya untuk Allah yang telah perintah, agar kita bersabar menghadapi cobaan seberat apapun. Dia berfirman ‘hai orang-orang yang beriman, sabar! Selalu sabarlah! Selalu menyambunglah (pada amalan)! Dan bertakwalah! Agar kalian beruntung’.  Dia juga berfirman ‘sungguh Allah menyertai orang-orang yang sabar’.”  
Ucapan Khalid selanjutnya membuat kaum Muslimiin lebih tercengang: “Saya akan meneruskan berjihad di Jalan Allah. Apapun yang diperlukan oleh Allah dan RasulNya akan saya penuhi. Semoga Allah menyelamatkan dan memberi saya pahala mati syahid.”

Dengan gerak cepat, Khalid memasuki tenda untuk mengambil baju perang dan pecinya yang barakah. Lalu bergabung pada pasukan Muslimiin yang telah bersiap akan berjalan menuju Qabail, untuk membantu Maisarah dan pasukannya. Abu Ubaidah berteriak, “Jangan semuanya yang berangkat!.”

Awal yang diperbolehkan menyusul Maisarah dan pasukannya, hanya berjumlah 3.000 pasukan berkuda. 
Setelah arak-arakan itu pergi menjauh, 2.000 pasukan berkuda berikutnya diberangkatkan oleh Abu Ubaidah, agar menyusul.

Khalid mengangkat dua tangannya dan berdoa, “Ya Allah, buatkan jalan untuk kami menuju kesana. Lipatlah jarak yang jauh ini untuk kami, dan sesulit apapun buatlah mudah untuk kami.”

Di medan perang, Maisarah dan pasukannya dalam keadaan kesulitan, karena dikepung musuh yang jauh lebih banyak dari segala penjuru. Telah beberapa hari mereka berperang mati-matian mulai pagi hingga petang. Tiap hari bala bantuan pasukan Romawi yang berdatangan untuk menyerang semakin banyak. Tetapi Maisarah dan pasukannya pantang menyerah, meskipun telah berkali-kali tergores pedang, hingga tubuh mereka bermandi darah. Sepertinya mereka itu kaum yang tak bisa dibunuh oleh pasukan Romawi, karena Ijin Allah Taala. 

Seluruh kekuatan lautan pasukan Romawi telah ditumpahkan untuk menghabisi pasukan Muslimiin secepat-cepatnya. Namun justru dari mereka semakin banyak yang tewas. Itu sebagai bukti bahwa orang yang ditolong oleh Allah, pasti akan menang.

Bersambung.

2012/01/15

KW 177: Perang Qabail (القبائل)

 (Bagian ke-177 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Pasukan Muslimiin berjumlah 4.000 orang diserbu dengan sengit oleh 30.000 orang Romawi. Maisarah telah mencurahkan semua kekuatannya. Dia berkata, “Semuanya saja agar mementingkan kampung akhirat yang lebih dekat, dari keluarga kita! Datangilah akhirat seperti seorang ibu mendatangi anaknya! Jangan justru meninggalkan!.” L
berteriak, “Buanglah sarung pedang kalian agar kita lebih serius berperang!.”

Keributan membisingkan itu adalah suara dentingan pedang; teriakan; bentakan; jeritan; dan derap kaki kuda puluhan ribu pasukan. 
Kaum Muslimiin membuang sarung pedang; kaum Romawi juga membuang sarung pedang. Kaum Muslimiin sama berdoa agar Allah memberi kemenangan; kaum Musrik mengucapkan kalimat syirik. Kaum Muslimiin dari Sudan berperang mati-matian. 
Umumnya sandi kaum Muslimiin, “Annashr!.” Hanya Muslimiin dari Sudan yang bersandi, “Ya Muhammad!.”

Ada hiruk-pikuk keras orang banyak mengejutkan. Beberapa pasukan Romawi mundur kebelakang. Ada pekikan keras, “Laa Ilaaha illaa Allah, Muhammad Rasul Allah!,” di pertengahan pasukan Romawi, yang disangka teriakan malaikat, oleh sebagian kaum Muslimiin. 

Di titik pekikan itu, pasukan Romawi bercerai-berai. Tetapi akhirnya ketahuan bahwa pekikan itu dari Damis dan sepuluh temannya yang ditawan oleh lawan. Dengan perisai mereka menangkis tebasan pedang pasukan Romawi. Damis memasang perisainya dan mengamuk dengan membaca syair:

Aku diikat dengan rantai oleh mereka
Penolongku Tuhanku yang telah menghancurkan kaum Ad dan Tsamuda
Muhammad Thahir Rasyid SAW melepaskan rantai pengikat tangan saya
Yaitu Rasul Raja yang Maha Mulia
Yang selalu mendapat shalawat dari Penolong yang selalu dipuja  

Pengeroyokan pasukan Romawi atas Damis dan sepuluh temannya morat-marit, setelah dihajar oleh pasukan Muslimiin dengan serangan terganas. Damis dan teman-temannya selamat tetapi tubuh bermandi darah. 

Pasukan Muslimiin yang gugur kurang dari 50 orang; pasukan Romawi yang gugur sekitar 3.000 orang lebih. Mereka yang gugur oleh tebasan pedang Damis dan sepuluh temannya tidak dihitung, karena berada di pertengahan lawan. 
Maisarah yang bergerak untuk mendekat, ditolak oleh Damis: “Jangan yang mulia! Demi Allah, mestinya saya yang datang pada yang mulia.”

Setelah Damis mendekat dalam keadaan berlumuran darah, Maisarah memeluk dan mencium pertengahan dua matanya. Maisarah bertanya, “Bagaimana kalian?.” 
Damis menjawab, “Yang mulia! Pasukan Romawi mengeroyok dan membunuh kuda saya, lalu menawan saya. Saya dan teman-teman ditangkap dan tangan kami diikat dengan rantai, hingga kami berputus asa di dalam ikatan. 
Di pertengahan malam saya bermimpi melihat Rasulallah SAW bersabda ‘ya Damis, kau nggak perlu bersedih! Kedudukan saya di sisi Allah sangat tinggi’. Lalu beliau SAW mengusapkan tangannya yang mulia untuk melepaskan rantai pengikat tangan saya. Semua teman saya juga diperlakukan demikan oleh beliau SAW. Lalu beliau bersabda ‘berbahagialah atas petolongan besar dari Allah ini. Saya nabi kalian bernama Muhammad SAW. Sampaikan salam saya pada Maisarah! Dan katakan padanya jazakallohu khoiro!’, lalu menghilang.  
Ketika saya bangun ternyata pasukan yang menjaga kami sama tidur pulas karena terlalu capek. Kami mengambil pedang dan perisai untuk membunuh mereka yang tergolek. Berkat sabda nabi SAW di dalam mimpi itu, kami juga bisa membunuh pasukan berjumlah banyak selain mereka, dan bisa lolos kemari.”

Pasukan Muslimiin yang mengerumuni dan telah menyimak Damis bercerita, bertakbir, bertahlil, dan membaca shalawat untuk tuan besar manusia SAW. 

Dua kubu telah menarik diri menuju tenda mereka masing-masing. Hanya mayat-mayat bergelimpangan yang tergolek tak bergerak.  

Bathriq (Patriarch) Jaris, tokoh besar bagi pasukan Romawi. Dia sangat bersedih ketika menyaksikan pasukannya tewas banyak sekali. Dia bersumpah, “Demi Al-Masih, jika kalian tidak semangat pasti akan kalah.” 
Pasukan Romawi berkumpul untuk bersumpah, “Demi Al-Masih kami takkan lari meskipun harus tewas semuanya.”

Di malam yang kelam itu mereka diterangi oleh obor-obor menyala-nyala di atas gunung yang tinggi. Derap kaki kuda pasukan bantuan untuk mereka yang berdatangan, membahana. Jumlah arak-arakan bala-bantuan yang mengalir terus-menerus itu 20.000 orang. Gema suara derap kaki kuda dan hiruk-pikuk mereka sampai jarak yang jauh.   


Bersambung.

2012/01/14

KW 176: Perang Qabail (القبائل)

 (Bagian ke-176 dari seri tulisan Khalid bin Walid) 

Arak-arakan kaum Muslimiin memasuki wilayah subur yang banyak pepohonan dan berair melimpah. Tetapi pepohonannya lebih sedikit dibanding hutan belantara sebelumnya yang telah ditinggalkan. Dalam perlajalan panjang itu, mereka tak menemukan seorangpun. Wilayah itu ditinggalkan oleh penduduknya karena takut oleh arak-arakan Muslimiin yang derap kaki kuda mereka membahana.  

Di hari kelima angin-angin bertsabih, Allah berfirman tentang itu: “Langit tujuh, bumi, dan yang di dalamnya, bertasbih padaNya. Tiada sesutupun kecuali bertasbih dengan PujianNya, tetapi kalian tidak paham tasbih mereka. Sungguh Dia Maha penyantun Maha pengampun.”

Nun jauh di sana tampak sebuah kota yang makin lama makin dekat. Setelah kota itu dimasuki, ternyata semua penduduknya pergi. Yang ada hanya suara ayam berlarian berkokok dan berkotek; beberapa kambing mengembik. Setelah diteliti dengan cermat, memang penduduknya sama pergi untuk menyelamatkan diri. 
Kaum Muslimiin terkejut oleh teriakan Maisarah, “Hati-hati! Penduduknya sama kabur.”

Harta di dalam kota itu dijarah: ada yang mengambil makanan, ada yang mengambil pakaian, ada lagi yang mengambil selain itu. 
Damis mengambil tiga pakaian dan ditanya, “Apa ini?.” 
Dia menjawab, “Agar hangat dan untuk kenang-kenangan pernah kesini.”

Kota besar itu kini ramai oleh pasukan Muslimiin yang menjarah bahan makan, pakan kuda, dan lainnya yang bermanfaat. Lalu mereka meninggalkan tempat menuju hutan sangat luas bernama Qabail (القبائل). Di hutan itu, kuda-kuda mereka berbahagia karena banyak rumput hijau. Arak-arakan pasukan istirahat di situ. Kuda mereka ditambatkan pada pohon, agar berpesta rerumputan. Maisarah ingin sekali pulang ke Chalab (Aleppo) karena Abu Ubaidah berpesan: “Jangan pergi terlalu lama! Dan waspadalah!.”

Maisarah terkejut oleh datangnya seorang berkuda membawa tawanan. Maisarah bertanya, “Kenapa orang ini kau tangkap?.” 
Lelaki berkuda itu menjawab, “Yang mulia, saya melihat dia terkadang nongol, terkadang bersembunyi, hingga saya tangkap. Ini saya serahkan pada yang mulia.”
Seorang dzimmi datang untuk bertanya pada tawanan itu. Hanya pembicarannya berlangsung lama. Kaum Muslimiin sama mengamati dan mendengarkan pembicaraan mereka berdua yang serius. Maisarah membentak, “Ini berbicara apa?,” hingga sama terkejut.
Lelaki dzimmi melaporkan, “Yang mulia, orang ini mengatakan setelah Raja Hiraqla naik perahu menuju Qusthanthiniyah (قسطنطينية /Constantinople). Di sana dia mengumpulkan pasukannya yang berlari untuk 'menyerang' kita. Namun dia mendengar berita bahwa negeri Anthakiyah (أنطاكية /Antioch) telah diserahkan pada kaum Muslimiin. Dia syok ketika mendengar berita pasukan Romawi yang tewas sangat banyak. Dia menangis dan berkata, “Selamat tinggal negeri Suriyah, sampai bertemu lagi.” 

Para bathriq (البطارقة /Patriarchs), para pengawal, para pejabat, dan masyarakat, besedih saat melihat Hiraqla menangis. Hiraqla berkata, “Saya khawatir kaum Arab mengejar kita.” 
Lalu dia mengumpulkan 30.000 pasukan di bawah pimpinan 3 bathriq, untuk menjaga gunung-gunung, agar dia aman.” 

Maisarah berkata, “Berapa jauh mereka dari sini?.” 
Lelaki dzimmi bertanya pada tawanan, “Berapa jauh mereka dari sini?.”
Dia menjawab, “Dua farsakh.”
Maisarah menundukkan wajah ke bawah, tidak menjawab. 
Pada Maisarah, Abdullah bin Chudzafah Assahmi bertanya, “Kenapa yang mulia menundukkan wajah? Padahal di antara kita, ada lelaki yang sanggup melawan 1.000 pasukan?.” 
Abdullah yang sangat kuat menjadi pusat perhatian pasukan Muslimiin. Dia yang berwajah menakutkan itu bersenjata tongkat besi berat, yang tak seorangpun mampu membawanya kecuali dia.  
Maisarah menjawab, “Demi Allah ya Abdallah, saya bukannya takut menghadapi mereka. Yang saya khawatirkan jika banyak Muslimiin yang tewas, sehingga dalam pertama kali tugas saya ini, ditegur oleh Umar RA. Karena memang semua pemimpin bertanggung jawab pada pengikutnya.”
Kaum Muslimiin menjawab, “Kami ikhlas kalau memang harus mati sahid. Tujuan kami memang mengorbankan diri agar diberi imbalan 'Surga' oleh Allah. Semua yang sadar bahwa hidup di dunia hanya sementara, pasti akan mencari kehidupan yang abadi. Apapun yang akan terjadi, kami tak peduli.”
Maisarah bertanya, “Hai semuanya! Sebaiknya mereka kita lawan di sini atau kita yang datang kesana?.” 
Beberapa Muslimiin bertanya pada kaum dzimmi: “Kalau di sana lebih luas, sebaiknya kita kesana?.”
Mereka menjawab, “Di negeri ini tidak ada yang lebih luas daripada tempat ini. Kalau kalian keberatan datang kesana, tunggulah di sini saja. Namun kalau kalian pulang akan lebih baik, mumpung mereka belum datang kemari.” 

Si tawanan diajak memasuki agama Islam, namun menolak. Dalam waktu cepat tawanan itu tewas oleh siksaan Tuhan, melalui pedang yang ditebaskan oleh HambaNya.

Di sore yang menegangkan itu arak-arakan pasukan Romawi berdatangan bagaikan kawanan semut. Ketika hari mulai gelap, para pasukan menyalakan api penerangan malam. Tanah lapang yang semula sepi, kini menggemuruh bagaikan suara hujan lebat mengguyur bumi.

Di pagi cerah itu Maisarah mengimami shalat khauf pada Muslimiin. Seusai shalat dia berdiri untuk berkata, “Hai semuanya! Hari ini sangat istimewa. Sadarilah bahwa saudara kalian di sana, berdoa untuk kalian. Dan dunia ini hanyalah untuk lewat. Sedangkan kehidupan yang kekal adalah di akhirat. Nabi SAW pernah bersabda ‘surga di bawah kilauan pedang-pedang’. Yang kalian pikir jangan 'kalian hanya sedikit', semetara mereka berjumlah banyak sekali!. Allah berfirman ‘banyak golongan sangat sedikit 'telah mengalahkan' golongan sangat banyak, karena Ijin Allah. Dan Allah menyertai orang-orang Sabar’.”
Pasukan Muslimiin menjawab, “Bawalah kami kemana saja terserah anda, agar mendapakan Barakah Allah. Semoga Allah menolong kita mengalahkan mereka.”
Setelah mendengar pernyataan mereka, wajah Maisarah cerah. 
Arak-arakan pasukan membawa obor di bawah komando Maisarah telah berdiri dan siap sepenuhnya. Yang di bagian terdepan, pasukan yang dipimpin oleh Damis. 
Yang di sebelah kanan; pasukan yang dipimpin oleh Abdullah bin Chudzafah. 
Yang di sebelah kiri; pasukan yang dipimpin oleh Saed bin Abi Saed Al-Chanafi.

Arak-arakan tigapuluh ribu pasukan berkuda Romawi mengalir menjadi tiga golongan. Masing-masing golongan terdiri dari 10.000 pasukan berkuda. Mereka membawa Salib-Salib yang gemerlapan. 
Seorang lelaki dari mereka muncul dengan berkuda untuk berkata, “Orang rakus akan celaka! Kalian keterlaluan! Telah merebut wilayah Syam yang sangat luas, masih juga kurang puas! Hingga kalian datang kemari?. Bersiaplah untuk tewas oleh serangan pasukan kami berjumlah 30.000 orang berkuda. Kami semua telah bersumpah ‘demi Salib, kami takkan lari meskipun harus mati’. Kalau kalian ingin hidup, menyerahlah pada kami. Agar kalian diadili oleh Raja Hiraqla!.”

Damis muncul membawa panji untuk berkata, “Ucapanmu ‘orang rakus akan celaka’ betul. Tetapi kalau 'kami harus menyerah' pada kalian daripada tewas, 'salah'. Kau belum membuktikan kekuatan kami. Lawanlah saya yang sendirian! Niscaya kau akan segera tewas bermandi darah!.” 
Damis memacu kuda dan bergerak cepat sekali untuk membunuh dia, dan berhasil. 
Damis membelokkan dan memacu kuda sambil mengangkat panji dan berteriak, “Allahu Akbar! Allah akan menolong dan kami akan menang!.”

Pasukan Romawi terkejut dan marah ketika melihat jagoan mereka yang ahli perang tewas oleh tebasan pedang Damis. Seorang Romawi keluar untuk menantang Damis. Namun jurus-jurus Damis yang mematikan berhasil merobohkannya. Dia sakarat dan tewas bermandi darah, ketika pedang Damis menembus hingga punggungnya.

Ketika tidak ada dari mereka yang muncul lagi, Damis memacu kuda menuju barisan pasukan Romawi yang tengah, untuk membunuh seorang. Lalu memacu kuda secepat-cepatnya untuk bergabung pada pasukan Muslimiin. 
Damis dikejar oleh lautan pasukan Romawi, tetapi pasukan Damis bergerak cepat untuk melindunginya, dan melawan mereka. Perang berkecamuk dengan sengit.
Maisarah berteriak, “Lindungi Damis dari serangan mereka!.” 
Pasukan Damis menjawab, “Serangan kami bagaikan api yang berkobar untuk membunuh kaum Kufar!.” 

Peperangan berkecamuk hingga matahari di atas kepala menyengat mereka. Kaum Romawi yang tewas banyak sekali, sehingga kaum Muslimiin yakin pasti akan mengang, dan kaum Romawi yakin pasti akan kalah. 

Dua kubu menarik pasukan mereka masing-masing.
Pasukan Romawi yang tertawan berjumlah 900 orang, yang terbunuh sekitar 1.000 orang. 
Pasukan Muslimiin terkejut karena Damis dan sembilan orang lainnya tidak ada. Maisarah perintah, “Siapa yang sanggup mencari di mana mereka?.” 

Pasukan Muslimiin terkejut oleh datangnya pasukan Romawi yang mendadak, untuk menyerang dengan garang. Amukan mereka semakin mengerikan dan tiap seorang harus melawan sepuluh atau duapuluh. Bahkan ada yang hingga melawan limapuluh pasukan Romawi. Cukup banyak pasukan Muslimiin yang gugur dan tertawan.


Bersambung.



Tulisan ini bisa dicari di: http://www.mulungan.org/index.php/component/content/article/34-kholid-bin-walid/401-kw-176-perang-qabail-