Di Damaskus, Abu Ubaidah dan kaum Muslimiin, menyambut rombongan
Abdullan bin Ja’far, dengan bahagia. Rampasan perang dibagi lima, yang empat
bagian untuk semua pasukan. Kuda, pelana, dan semua perhiasan yang berada di
kuda, milik Bathriq Tharabulas, diberikan pada Dhirar.
Khaulah membagi-bagi perhiasan itu, pada kaum Muslimaat di
tempat.
Dengan berbahagia Abdullah menggandeng putri cantik, untuk
dimiliki. Di waktu senggang, terkadang Abdullah mengajari dia memasak, masakan
Arab. Tadinya wanita itu hanya bisa membuat masakan Persia dan Romawi.
Amir bin Rabi’ah mendapat jarahan ‘kain dari bahan sutra Dibaj’
bergambar, berjumlah sangat banyak. Gambarnya indah sekali, ‘Maryam dan Isa
AS’. Ketika dijual ke Yaman, ternyata kain-kain itu ‘laku tinggi’.
Di Madinah, Umar RA berbahagia, karena mendapat berita, “Meskipun
diturunkan dari jabatan, Khalid tetap taat pada pimpinan.” Bahkan
‘berkat perjuangan’ Khalid, kaum Romawi di Tharabulus ditaklukkan.
Umar membaca surat dari Abu Ubaidah, berisi:
1.
‘Minta idzin’, agar Khalid memimpin menyerang
Raja Hiraqla, atau menyerang Baitul-Maqdis.
2. Dan ‘sebagian kaum
Muslimiin’ ada yang minum arak.
Di Damaskus, Suraqah bin Amir berkata, “Hai Muslimiin!
Tinggalkan arak! Karena menghilangkan akal, dan mendorong pada perbuatan dosa!
Sungguh Rasulullah SAW telah melaknat peminum, pembawa, dan yang diberi arak.”
Umar membaca surat itu. Lalu berpikir sebentar. Dan berkata,
“Sesungguhnya Rasulallah SAW telah mendera orang yang telah minum arak.”
Ali RA menjawab, “Orang yang mabuk, mengigau. Jika mengigau
berani ‘menuduh orang’ berbuat zina.”
Umar langsung tahu arah pembicaraan Ali RA. Maka memutuskan agar
peminum arak didera 80 kali. Dan berkata, “Demi Allah! Mereka lebih baik
kesulitan makan dan menjadi orang faqir. Mestinya mereka sadar bahwa Allah Maha
mengintai, sehingga beribadah mereka lebih khusuk.” [1]
Orang-orang yang telah minum arak, mendera dirinya sendiri 80
kali.
Dengan semangat, Abu Ubaidah berkata, “Saya ingin pergi ke
Antokia (Antioch/انطاكيا), menembus jantung kerajaan Romawi Timur. Semoga Allah memberi
kita ‘kemenangan’.”
Mereka berkata, “Silahkan! Kami akan mendampingi tuan,
berperang!” Menggemuruh.
Abu Ubaidah berkata, “Saya akan mengajak kalian ke kota Halab (حلب/Aleppo) dulu. Setelah
berhasil menaklukkan, barulah kita ke Antokia, in syaa Allah.”
Mereka segera bersiap-siap ‘mengikuti Abu Ubaidah’. Setelah
semua berkumpul, Abu Ubaidah menyerahkan panji Iqab pada
Khalid. Zaman dulu, Panji Iqab disebut 'Rayatul iqab (رايةالعقاب)’. Panji ini
pemberian sewaktu Abu Bakr RA masih hidup, ketika menyuruh berperang.
Khalid dan pasukannya yang ‘disebut-sebut’ sebagai Jaisyuz-Zahf (جيش
الزحف),
diperintah agar berada di bagian depan.
Dhirar bin Al-Azwar, Rafi’ bin Umairoh, Al-Musayyab bin Najibah,
dan pasukan elit Khalid lainnya, tak ketinggalan.
Arak-arakan pasukan mengalir panjang sekali. Dalam rombongan
akbar itu, kaum Muslimiin dari Yaman dan Mesir bergabung.
Derap kaki kuda mereka menggemuruh; debu-debu beterbangan.
Mereka menyusuri jalan Biqa’ (البقاع), lalu berjalan terus, melewati jalan Labwah (اللبوة).
Mereka berhenti.
Pada Khalid, Abu Ubaidah perintah, “Hai ayah Sulaiman!
Bergeraklah kesana! Semoga mendapat Barokah dan Pertolongan Allah! Sebelumnya
dekati dulu mereka! Untuk melihat keadaan! Yang diserang duluan, penduduk
Awashim (العَواصم) dan Qinnasrin (قِنِّسْرين)! Saya akan pergi
menuju Ba’labak (Balbek/بعلبك)! Saya berharap semoga Allah ‘mempermudahkan’ kemenangan untuk
kita.”