Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/02/27

PS 81: Pembebasan Syam




Yang menjadi pusat perhatian ‘Panglima Perang’ Abu Ubaidah, yang berbicara dengan Khalid bin Al-Walid. Pada Khalid, Abu Ubaidah menyerahkan 4.000 pasukan berkuda terdiri dari kaum Judzam, Thay, Nabhan, Kahlan, dan Khaulan.
Pada Khalid, Abu Ubaidah berpesan, “Hai ayah Sulaiman! Ajaklah pasukanmu ini ke Ma’arroh (المَعَرَّةِ), untuk mempersiapkan serangan ke kota Awashim! Sebarlah mata-mata untuk mengamati, barangkali ‘ada bala-bantuan’ mereka yang datang.”

Khalid mempersiapkan pasukannya, melaksanakan perintah. Dia mengambil panji dan bergerak ke depan pasukan, lalu melantunkan syair memukau:

Panji telah kubawa; sementara sang raja....
Saya bertanggung jawab karena panji telah kubawa
Saya juga sahabat Ahmad yang sangat mulia
Saya akan bergerak bagai singa jantan yang tak peduli siapa saja
Ya Tuhan! Anugrahilah kami pahala memerangi Roma

Empatribu pasukan berkuda berarak-arak, menyusuri jalan sangat panjang. Cukup lama berjalan, hingga mereka sampai sungai Maqlub[1] Khalid memanggil untuk menyerahkan 500 pasukan berkuda pada Mush’ab bin Mucharib Al-Yasykuri. Lalu perintah pada Mush’ab agar 'penyerangan atas penduduk Awashim dan Qinasrin', segera dimulai. 

Mush’ab dan 500 pasukan berkudanya menaklukkan penduduk-penduduk kota, yang diserang dengan garang. Dia menawanan musuh, dan merampas harta kekayaan.

Saat menyaksikan harta rampasan disetorkan oleh Khalid ‘banyak sekali’, Abu Ubaidah sangat berbahagia.

Mereka terkejut oleh suara derap kaki kuda, hiruk pikuk, dan ricuh. Makin lama suara itu semakin keras dan membisingkan. Arak-arakan 500 pasukan berkuda, di bawah pimpinan Mush’ab, berdatangan. Berkali-kali dari bibir mereka, terlontar tahlil, takbir, dan sholawat, untuk nabi.
Pada Khalid, Abu Ubaidah bertanya, “Siapa mereka ini?.”
Khalid menjawab, “Mereka pasukan yang dipimpin Mush’ab bin Mucharib, yang telah saya perintah memimpin, terdiri dari kaumnya dan dari kaum Yaman. Mereka telah berhasil melumpuhkan penduduk Awashim dan Qinasrin, menawan dan merampas harta kekayaan.”  

Pasukan Mush’ab yang berdatangan, semakin banyak. Rampasan perang yang dibawa tidak hanya emas dan perak. Kawanan sapi, kawanan kambing, kawanan kuda jantan, banyak sekali, lengkap. Tawanan yang terdiri dari para wanita, pria, dan anak-anak, berjumlah banyak juga. Di celah suara bising dan ricuh itu, ada suara ‘tangisan dan jeritan’. 
Pantesan pasukan yang baru saja datang dibawa oleh Mush’ab, banyak sekali, karena membawa tawanan berjumlah 400 orang,  kawan sapi, kawanan kambing, dan kawanan kuda jantan. Ada sejumlah orang yang menangis pilu, membuat Abu Ubaidah iba.

In syaa Allah bersambung.

PS 80: Pembebasan Syam





Setelah membaca surat, Abu Ubaidah segera mengajak pasukannya, untuk pergi ke Chims (Homs). Khalid telah pergi ke sana membawa 1/3 dari seluruh pasukan.
Abu Ubaidah sampai tujuan pada hari Jumat tanggal 14 Syawal tahun 14 Hijriah. Penduduk Chims sedang berduka cita karena gubernur mereka, Bathriq Laqith wafat, sebelum Khalid dan pasukannya datang.

Beribu-ribu kaum Nashrani berkumpul di gereja besar. Pembesar mereka berkata, “Kaumku semuanya! Wakil raja yang di sini ‘baru saja wafat’. Sementara kebijakan raja mengeni kaum Arab yang datang kemari, tidak kita ketahui. Tadinya kami berpikir, kaum Arab takkan datang kemari, sebelum menaklukkan penduduk Ba’labak (Balbek/بعلبك). Jika kalian memerangi mereka, dan mengirimkan surat permohonan bantuan, pasukan pada raja, itu ‘tidak mungkin’. Karena pasti kaum Arab menghalang-halangi pasukan raja yang akan kemari. Selain itu persediaan makan kita juga tidak mencukupi, jika kita telah dikepung oleh mereka.”
Beberapa orang berkata, “Sebaiknya bagaimana tuan?.”
Dia menjawab, “Sebaiknya kita 'mengajukan permohonan damai' dengan resiko ‘mengabulkan permintaan mereka’. Pada mereka kita katakan ‘jika kalian mampu menaklukkan penduduk Chalab, Qinasrin, dan pasukan raja, kami akan menjadi pendukung kalian’. Jika mereka telah meninggalkan kita, kita memohon bala bantuan yang banyak sekali pada raja. Kita juga memohon ‘agar diberi gubernur’ pengganti, untuk memimpin kita, dan bahan makan yang cukup. Saat itulah, kaum Arab kita serang.”
Beberapa orang mengangguk-anggukkan kepala; beberapa yang lain berkata, “Tepat sekali! Kami akan mengikuti tuan.”

Tokoh besar berpangkat Bathriq itu, mengutus Jatsaliq (جَاثَلِيقِ), agar menghadap Abu Ubaidah RA, untuk mengajukan permohonan damai. [1]
Sang Jatsaliq telah menghadap, menyampaikan pesan Bathriq Laqith pada Abu Ubaidah, dengan harapan ‘pasukan Muslimiin segera pergi’ ke Chalab, Qinasrin, Awashim, dan Anthokiyah (Antioch).

Abu Ubidah mengabulkan ‘permohonan damai', dengan syarat, mereka menyerahkan uang 10.000 dinar dan 200 pakaian berbahan sutra Dibaj. Perdamaian akan berlangsung selama setahun penuh, mulai dari awal bulan Dzul-Qa’dah tahun 14 Hijriah, hingga akhir bulan Syawal tahun 15 Hijriyah.

Karena perjanjian damai itulah maka rakyat Chims bergaul dengan baik, pada kaum Muslimiin. Dalam hal jual beli, kaum Chims menilai, kaum Muslimiin ‘banyak mengalah dan bermurah hati’. Hal itu membuat mereka senang, karena mendapat laba yang banyak sekali.   






[1]  Dalam Qamusul-Muchith dijelaskan: الجاثَليقُ بفتح الثاءِ المُثَلَّثَةِ : رَئيسٌ للنَّصَارَى في بِلادِ الا سْلامِ بِمدينةِ السلامِ ويكونُ تحتَ يَدِ بِطْرِيقِ أنْطاكيَةَ ثم المَطْرانُ تحتَ يدِهِ ثم الأُسْقُفُّ يكونُ في كلِّ بَلَدٍ من تحتِ المَطْرانِ ثم القِسِّيسُ ثم الشَّمَّاسُ.
Artinya: Huruf ‘Tsa’ pada lafal Al-Jatsaliq ‘difathah’, yaitu tokoh kaum Nashrani yang berada di wilayah Islam yang tidak menyerang. Kedudukan dia, di bawah bathriq Anthakiyah. Yang di bawah dia, mithron yang membawahi uskup-uskup yang berada di tiap negeri. Di bawahnya lagi bernama qissis, lalu syamas.

2015/02/26

PS 79: Pembebasan Syam





Abu Ubaidah terkejut oleh datangnya seorang bathriq, membawa barang-barang berharga, berjumlah banyak. Bathriq mengajukan ‘permohonan damai’ untuk dirinya dan kaumnya, selama setahun penuh, agar tidak diserang.
Bathriq berkata, “Kalau kalian mampu menduduki kota Ba’labak, kami akan bergabung pada kalian, bahkan segala keinginan kalian akan kami laksanakan.”
Abu Ubaidah mengabulkan permohonan dengan syarat, bathriq menyerahkan uang 4.000 dirham, dan 50 kain sutra Dibaj.

Setelah urusan selesai, Abu Ubaidah membawa pasukan menuju Ba’labak (Balbek). Hanya, sebelum dia meninggalkan jauh dari Labwah, tiba-tiba muncul pasukan yang ternyata Usamah bin Zaid At-To’i.
Abu Ubaidah bertnya, “Hai Usamah! Kau datang dari mana?.”
Usamah menjawab, “Dari Madinah” Sambil memberikan surat dari Umar bin Al-Khatthab. Setelah surat dibuka, di dalamnya tertulis:

لا إله إلا الله محمد رسول الله بسم الله الرحمن الرحيم
Dari Hamba Allah: Umar Amirul Mu’miniin untuk Kepercayaan Umat
سلام عليك
Sungguh saya memuji Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Saya mendoakan sholawat untuk Nabi-Nya, Muhmmad. Ammaa ba’d:
Ketentuan dan Kodrat Allah, takkan dapat dihalang-halangi. Yang di Lauchil-Machfuzh  tertulis sebagai ‘orang kafir’ pasti takkan beriman. Raja Jabalah bin Al-Aiham Al-Ghassani bersama anak-anak pamannya, dan sejumlah tokoh masyarakat, telah datang padaku. Mereka telah saya beri tempat yang layak, dan saya muliakan sebagai tamu. Saya berbahagia karena ‘mereka masuk Islam’. Karena dengan mereka saya berharap, ‘Allah akan memperkuat’ Islam. Mengenai barang ghoib memang saya tidak tahu. Saya telah melakukan perjalanan menuju Makkah yang dijaga dan dimuliakan oleh Allah, untuk mengamalkan haji.
Jabalah melakukan thowaf di Baitillah. Tiba-tiba ada lelaki dari Fazaroh yang menginjak hingga kain Jabalah lepas dari pundaknya. Dia menoleh  dan marah, “Celaka kau! Membuat kainku lepas di Tanah Haram Allah Ta’ala!.”
Dia menjawab, “Demi Allah saya tidak sengaja.”
Jabalah menghantam sekeras-kerasnya pada lelaki itu. Hidung lelaki berdarah, dan empat gigi serinya lepas. Lelaki itu datang padaku untuk melaporkan tindakan Jabalah. Saya perintah agar Jabalah dihadirkan, untuk ditanya, “Apa yang mendorong kau ‘memukul dan melepaskan’ empat gigi seri saudaramu, di dalam Islam? Hidungnya juga berdarah?.”
Dengan marah, Jabalah menjawab, “Dia telah menginjak hingga kainku lepas! Demi Allah kalau tidak di Tanah Haram Allah, dia telah saya bunuh.”
Saya bertanya, “Kau setuju nggak? Jika dia memaafkan kau? Atau kau harus dikisos?.”
Dia menjawab, “Bagaimana mungkin saya dikisos? Sedangkan saya raja; dia hanya rakyat jelata?.”
Saya menjawab, “Kau dan dia sama-sama telah di dalam wadah Islam, yang membuat kau mengungguli dia, hanya kalau ‘mau memaafkan’ dia.”
Raja Jabalah berkata, “Ketentuannya besok pagi, saya akan dikisos, apa nggak.”
Saya bertanya pada lelaki yang giginya lepas, “Bagaimana kalau besok pagi saja?.”
Dia menjawab, “Ya.”
Namun ternyata di malam itu, Jabalah dan keluarganya, meninggalkan Madinah menuju Syam, menghadap kalbutthogiyah (anjing berhala). [1]
Saya berharap semoga ‘Allah memberi kau kemampuan’ menangkap Jabalah. Oleh karena itu datanglah ke Himsh (Homs)! Jika penduduknya mengajukan perdamaian, terimalah! Namun jika membandel, perangilah! Tugas selain itu, utuslah orang untuk memata-matai penguasa Anthokiah! Dan waspadalah pada kaum Nashrani.”  
والسلام عليك ورحمة الله وعلى جميع المسلمين






Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia


[1] فتوح الشام (1/ 100)
فقلت للفزاري: اتتركه إلى غد قال: نعم فلما كان الليل ركب في بني عمه وتوجه إلى الشام إلى كلب الطاغية.

2015/02/25

PS 78: Pembebasan Syam






Di Damaskus, Abu Ubaidah dan kaum Muslimiin, menyambut rombongan Abdullan bin Ja’far, dengan bahagia. Rampasan perang dibagi lima, yang empat bagian untuk semua pasukan. Kuda, pelana, dan semua perhiasan yang berada di kuda, milik Bathriq Tharabulas, diberikan pada Dhirar.
Dhirar memberikan semua perhiasan itu, pada saudara perempuannya, Khaulah RA.
Khaulah membagi-bagi perhiasan itu, pada kaum Muslimaat di tempat.
Ketika para tawanan didatangkan di hadapan Abu Ubaidah, Abdullah bin Ja’far minta ‘agar diberi putri’ sang bathriq. Abu Ubaidah berkata, “Akan saya tanyakan dulu pada Umar Amiral Mu’miniin.”

Di Madinah, Umar mengirimkan jawaban, “Wanita itu khusus untuk Abdullah bin Ja’far.”
Dengan berbahagia Abdullah menggandeng putri cantik, untuk dimiliki. Di waktu senggang, terkadang Abdullah mengajari dia memasak, masakan Arab. Tadinya wanita itu hanya bisa membuat masakan Persia dan Romawi.

Amir bin Rabi’ah mendapat jarahan ‘kain dari bahan sutra Dibaj’ bergambar, berjumlah sangat banyak. Gambarnya indah sekali, ‘Maryam dan Isa AS’. Ketika dijual ke Yaman, ternyata kain-kain itu ‘laku tinggi’.

Di Madinah, Umar RA berbahagia, karena mendapat berita, “Meskipun diturunkan dari jabatan, Khalid tetap taat pada pimpinan.” Bahkan ‘berkat perjuangan’ Khalid, kaum Romawi di Tharabulus ditaklukkan.
Umar membaca surat dari Abu Ubaidah, berisi:
1.     ‘Minta idzin’, agar Khalid memimpin menyerang Raja Hiraqla, atau menyerang   Baitul-Maqdis.
2.     Dan ‘sebagian kaum Muslimiin’ ada yang minum arak.

Di Damaskus, Suraqah bin Amir berkata, “Hai Muslimiin! Tinggalkan arak! Karena menghilangkan akal, dan mendorong pada perbuatan dosa! Sungguh Rasulullah SAW telah melaknat peminum, pembawa, dan yang diberi arak.”

Humaid bin Abdur Rohman bin Auf memberikan surat Abu Ubaidah, pada Umar, di Madinah. Saat itu, Umar sedang di Masjid Nabawi, di pertengahan para sahabatnya: Utsman, Ali, dan Abdur Rohman bin Auf RA. Sedang berbincang-bincang.
Umar membaca surat itu. Lalu berpikir sebentar. Dan berkata, “Sesungguhnya Rasulallah SAW telah mendera orang yang telah minum arak.”
Lalu bertanya pada Ali, tentang hukuman paling tepat, untuk peminum arak: “Bagaimana pendapatmu?.”
Ali RA menjawab, “Orang yang mabuk, mengigau. Jika mengigau berani ‘menuduh orang’ berbuat zina.”
Umar langsung tahu arah pembicaraan Ali RA. Maka memutuskan agar peminum arak didera 80 kali. Dan berkata, “Demi Allah! Mereka lebih baik kesulitan makan dan menjadi orang faqir. Mestinya mereka sadar bahwa Allah Maha mengintai, sehingga beribadah mereka lebih khusuk.” [1]

Setelah membaca surat balasan dari Umar, Abu Ubaidah menyeru,“Barang siapa telah melanggar aturan, yaitu ‘minum arak!’ Hendaklah mendera dirinya sendiri 80 kali! Lalu bertobat pada Allah!.”
Orang-orang yang telah minum arak, mendera dirinya sendiri 80 kali.
Dengan semangat, Abu Ubaidah berkata, “Saya ingin pergi ke Antokia (Antioch/انطاكيا), menembus jantung kerajaan Romawi Timur. Semoga Allah memberi kita ‘kemenangan’.”
Mereka berkata, “Silahkan! Kami akan mendampingi tuan, berperang!” Menggemuruh.
Abu Ubaidah berkata, “Saya akan mengajak kalian ke kota Halab (حلب/Aleppo) dulu. Setelah berhasil menaklukkan, barulah kita ke Antokia, in syaa Allah.”
Mereka segera bersiap-siap ‘mengikuti Abu Ubaidah’. Setelah semua berkumpul, Abu Ubaidah menyerahkan panji Iqab pada Khalid. Zaman dulu, Panji Iqab disebut 'Rayatul iqab (رايةالعقاب)’. Panji ini pemberian sewaktu Abu Bakr RA masih hidup, ketika menyuruh berperang.
Khalid dan pasukannya yang ‘disebut-sebut’ sebagai Jaisyuz-Zahf (جيش الزحف), diperintah agar berada di bagian depan. 

Dhirar bin Al-Azwar, Rafi’ bin Umairoh, Al-Musayyab bin Najibah, dan pasukan elit Khalid lainnya, tak ketinggalan.
Arak-arakan pasukan mengalir panjang sekali. Dalam rombongan akbar itu, kaum Muslimiin dari Yaman dan Mesir bergabung.

Derap kaki kuda mereka menggemuruh; debu-debu beterbangan. Mereka menyusuri jalan Biqa’ (البقاع), lalu berjalan terus, melewati jalan Labwah (اللبوة).

Mereka berhenti. 
Pada Khalid, Abu Ubaidah perintah, “Hai ayah Sulaiman! Bergeraklah kesana! Semoga mendapat Barokah dan Pertolongan Allah! Sebelumnya dekati dulu mereka! Untuk melihat keadaan! Yang diserang duluan, penduduk Awashim (العَواصم) dan Qinnasrin (قِنِّسْرين)! Saya akan pergi menuju Ba’labak (Balbek/بعلبك)! Saya berharap semoga Allah ‘mempermudahkan’ kemenangan untuk kita.”
Setelah Abu Ubaidah dan Khalid berbicara sebentar, pasukan dibagi dua. Sebagian ikut Khalid ke kota Chims (Homs), yaitu ke Awashim (العَواصم) dan Qinnasrin (قِنِّسْرين)[2] Sebagain lagi ikut Abu Ubaidah, menuju Ba’labak (Balbek/بعلبك).




In syaa Allah bersambug.


Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia


[1] فتوح الشام (1/ 99)
وحدثني اسامة بن زيد الليتي عن الزهري عن حميد بن عبد الرحمن بن عوف الغفاري قال كنت مع ابي عبيدة بالشام فكتب إلى عمر بن الخطاب رضي الله عنه يخبره بفتح الشام وفي الكتاب أن المسلمين يشربون الخمر واستقلوا الحد فقدمت المدينة فوجدت عمر رضي الله عنه في مسجد رسول الله صلى الله عليه وسلم جالسا وعنده نفر في الصحابة وهم عثمان وعلي وعبد الرحمن بن عوف يتحدثون فدفعت الكتاب إليه فلما قرأه جعل يفكر في ذلك ثم قال أن رسول الله صلى الله عليه وسلم جلد من شربها ثم سأل عمر عليا رضي الله عنه في ذلك وقال: ما ترى في هذا فقال علي رضي الله عنه أن السكران إذا سكر هذي وإذا هذي افترى فكتب إليه عمر أن من شرب الخمر فعليه ثمانون جلدة ولعمري ما يصلح لهم إلا الشدة والفقر ولقد كان حقهم يراقبوا ربهم عز وجل ويعبدوه ويؤمنوا به ويشكروه فمن عاد فأقم عليه الحد.
[2] Qinnasrin, samadengan ‘Guensrin’.