Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/02/27

PS 80: Pembebasan Syam





Setelah membaca surat, Abu Ubaidah segera mengajak pasukannya, untuk pergi ke Chims (Homs). Khalid telah pergi ke sana membawa 1/3 dari seluruh pasukan.
Abu Ubaidah sampai tujuan pada hari Jumat tanggal 14 Syawal tahun 14 Hijriah. Penduduk Chims sedang berduka cita karena gubernur mereka, Bathriq Laqith wafat, sebelum Khalid dan pasukannya datang.

Beribu-ribu kaum Nashrani berkumpul di gereja besar. Pembesar mereka berkata, “Kaumku semuanya! Wakil raja yang di sini ‘baru saja wafat’. Sementara kebijakan raja mengeni kaum Arab yang datang kemari, tidak kita ketahui. Tadinya kami berpikir, kaum Arab takkan datang kemari, sebelum menaklukkan penduduk Ba’labak (Balbek/بعلبك). Jika kalian memerangi mereka, dan mengirimkan surat permohonan bantuan, pasukan pada raja, itu ‘tidak mungkin’. Karena pasti kaum Arab menghalang-halangi pasukan raja yang akan kemari. Selain itu persediaan makan kita juga tidak mencukupi, jika kita telah dikepung oleh mereka.”
Beberapa orang berkata, “Sebaiknya bagaimana tuan?.”
Dia menjawab, “Sebaiknya kita 'mengajukan permohonan damai' dengan resiko ‘mengabulkan permintaan mereka’. Pada mereka kita katakan ‘jika kalian mampu menaklukkan penduduk Chalab, Qinasrin, dan pasukan raja, kami akan menjadi pendukung kalian’. Jika mereka telah meninggalkan kita, kita memohon bala bantuan yang banyak sekali pada raja. Kita juga memohon ‘agar diberi gubernur’ pengganti, untuk memimpin kita, dan bahan makan yang cukup. Saat itulah, kaum Arab kita serang.”
Beberapa orang mengangguk-anggukkan kepala; beberapa yang lain berkata, “Tepat sekali! Kami akan mengikuti tuan.”

Tokoh besar berpangkat Bathriq itu, mengutus Jatsaliq (جَاثَلِيقِ), agar menghadap Abu Ubaidah RA, untuk mengajukan permohonan damai. [1]
Sang Jatsaliq telah menghadap, menyampaikan pesan Bathriq Laqith pada Abu Ubaidah, dengan harapan ‘pasukan Muslimiin segera pergi’ ke Chalab, Qinasrin, Awashim, dan Anthokiyah (Antioch).

Abu Ubidah mengabulkan ‘permohonan damai', dengan syarat, mereka menyerahkan uang 10.000 dinar dan 200 pakaian berbahan sutra Dibaj. Perdamaian akan berlangsung selama setahun penuh, mulai dari awal bulan Dzul-Qa’dah tahun 14 Hijriah, hingga akhir bulan Syawal tahun 15 Hijriyah.

Karena perjanjian damai itulah maka rakyat Chims bergaul dengan baik, pada kaum Muslimiin. Dalam hal jual beli, kaum Chims menilai, kaum Muslimiin ‘banyak mengalah dan bermurah hati’. Hal itu membuat mereka senang, karena mendapat laba yang banyak sekali.   






[1]  Dalam Qamusul-Muchith dijelaskan: الجاثَليقُ بفتح الثاءِ المُثَلَّثَةِ : رَئيسٌ للنَّصَارَى في بِلادِ الا سْلامِ بِمدينةِ السلامِ ويكونُ تحتَ يَدِ بِطْرِيقِ أنْطاكيَةَ ثم المَطْرانُ تحتَ يدِهِ ثم الأُسْقُفُّ يكونُ في كلِّ بَلَدٍ من تحتِ المَطْرانِ ثم القِسِّيسُ ثم الشَّمَّاسُ.
Artinya: Huruf ‘Tsa’ pada lafal Al-Jatsaliq ‘difathah’, yaitu tokoh kaum Nashrani yang berada di wilayah Islam yang tidak menyerang. Kedudukan dia, di bawah bathriq Anthakiyah. Yang di bawah dia, mithron yang membawahi uskup-uskup yang berada di tiap negeri. Di bawahnya lagi bernama qissis, lalu syamas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar