(Bagian ke-124 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Ketika dua kaum, Al-Azd dan dan Daus mengamuk; pasukan Romawi kewalahan
menghadapi sehingga terpaksa mundur kebelakang.
Pasukan Romawi yang jumlahnya jauh lebih banyak, ganti
menyerang dengan garang. Pasukan Muslimiin terdesak lalu lari, kecuali Iyadh
bin Ghanam Al-Asy’ari (عياض
بن غنم الأشعري) pembawa
panji. Sejumlah Muslimiin berteriak, “Hai! Jika yang sama membawa panji berlari!
Pasukan kita bisa lari semua!.”
Amer bin Al-Ash (عمرو بن العاص)
dan Khalid berlari cepat sekali. Namun Amer yang duluan merebut panji, untuk
dibawa maju menyerang dengan garang bersama sejumlah pasukan Muslimiin. Pasukan
Romawi terdesak mundur ke belakang.
Perang terberat bagi pasukan Muslimiin adalah pada hari
ketiga. Mereka terdesak mundur dan berlari hingga tiga kali. Beruntung sekali para wanita Muslimaat berhasil memberi semangat lagi.
Kuda-kuda pasukan Muslimiin yang lari ke belakang disambut dengan pukulan kayu
dan lemparan batu. Sejumlah Muslimaat lainnya mengangkat anak-anak kecil sambil
berteriak, “Belalah anak dan istri kalian ini!.”
Pasukan Muslimiin kembali lagi memacu kuda mereka untuk menyerang.
Perang berkecamuk dengan sengit hingga malam makin kelam. Banyak yang bermandi darahnya sendiri; banyak pula yang
berguguran.
Dua kubu kembali ke barak mereka masing-masing; ketika pasukan yang
berguguran berserakan telah banyak sekali. Kebanyakan mayat-mayat itu adalah
pasukan Romawi. Namun pasukan Muslimiin sama menderita luka parah oleh panah.
Di malam yang telah larut itu lautan pasukan Romawi tidur dengan menyanding
pedang di atas kepala di dalam tenda-tenda.
Malam itu pasukan Muslimiin mengamalkan shalat lalu mengobati
luka. Setelah Abu Ubaidah shalat, nasehat, “Hai semuanya!. Kalau kalian
kesakitan, tunggulah pertolongan Tuhan selanjutnya. Nyalakan obor-obor kalian
untuk berjaga-jaga sambil membaca tahlil dan takbir.”
Abu Ubaidah bersama Khalid berdiri sambil memeriksa yang menderita
luka berat. Mereka berdua berkata, “Saudara sekalian!. Mereka juga luka seperti
kalian, tetapi kalian mempunyai harapan baik; tidak seperti mereka!.”
Pasukan Muslimiin tidur pulas; Abu Ubaidah dan Khalid berjaga
dengan sabar.
Arak-arakan panjang sekali dipimpin oleh Raja Mahan. Sejumlah
bathriq berkumpul di hadapan Mahan untuk mendengarkan pengarahan penting,
“Sungguh saya telah tahu bahwa akhirnya pasti akan begini. Kalian telah
terbukti takut menghadapi serangan orang-orang Arab yang lemah itu?.”
Para bathriq itu berjanji, “Besok pagi kami akan menyerang mereka.
Kita masih mempunyai cadangan pasukan berkuda yang sangat tangguh dan pemberani, yang belum serius di
dalam berperang. Besok kami akan perintah agar mereka mengamuk untuk
menyelesaikan peperangan ini.”
Mahan berkata, “Kalau begitu siapkanlah serangan yang besok dengan
lebih serius lagi!.”
Malam itu pasukan Romawi banyak sekali yang tidak pulang ke barak
karena tewas. Itu membuat mereka takut menghadapi pasukan Muslimiin hari
berikutnya.
Keyakinan pasukan Muslimiin ‘akan menang’ saat itu,
justru berkembang menguat, karena mereka menyaksikan jumlah musuh yang gugur
jauh lebih banyak. Bahkan di dalam Al-Qur’an yang mereka kaji juga dijelaskan
akan menang.
Setelah Abu Ubaidah shalat khauf, tiba-tiba muncul beberapa Salib
dan beberapa panji yang berkibar-kibar. Di belakang para pembawa Salib dan
panji itu, arak-arakan
lautan pasukan, berdatangan untuk
segera menyerang. Seluruh pasukan dibaris untuk disiapkan.
Singgasana Mahan dipasang
lagi di atas gunung seperti hari kemarin, agar dia bisa melihat pasukannya, dan
pasukan Muslimiin.
Seluruh pimpinan pasukan Muslimiin memanggil barisan untuk bersiap
menghadapi pasukan lawan. Pasukan Muslimiin bergegas mengambil senjata dan
mengendarai kuda untuk berkumpul. Seluruh pimpinan memberi pengarahan pada
pasukan agar berperang dengan giat dan tabah. “Allah akan menolong kita,”
terang mereka.
Abu Ubaidah maju ke depan untuk menjelaskan keutamaan berjihad,
dan janji Allah untuk mereka yang berjihad dengan tabah. Dia menugaskan agar
Amer bin Said bin Abdillah memimpin beberapa orang untuk menjaga harta,
anak-anak, dan wanita.
Lalu menunjuk 500 pasukan panah agar bertempat di sayap kanan; 500
pasukan panah yang lain agar di sayap kiri; 500 pasukan panah lagi, agar di
tengah pasukan.
Abu Ubaidah berpesan, “Hai pasukan berpanah!. Jangan meninggalkan
tempat kalian!. Tugas kalian mengujani panah pada pasukan yang mendesak pasukan
kita!. Memanahnya harus serempak seperti satu gerakan!. Kalau kalian yang
diserang, tidak boleh lari, sebelum saya perintah!.”
Abu Sufyan mendekati putranya bernama Yazid pembawa panji yang
sedang dikerumuni pasukannya dan akan segera melancarkan serangan. Dia berkata,
“Hai Nak, jika kau berbuat baik, Allah akan berbuat baik padamu. Bertaqwa dan
tabahlah yang maksimal! Tolonglah Agama Allah! Dan jangan menggerutu atas derita dan kesulitan yang menimpa,
karena yang terjadi adalah qadar yang telah tertulis. Contohlah para Rasul Ulul-Azmi
yang ketabahan mereka luar biasa! Jangan sampai
Allah melihatmu berlari dari perang, karena bisa berakibat mendapat murka
Allah.”
Yazid menjawab, “Saya akan berjihad dengan tabah, dan berdoa
semoga Allah menolongku.”
Lalu mengibarkan panji dan berteriak, “Ayo mereka kita serbu!.”
Yazid dan pasukannya memacu kuda dan menyerbu hingga pasukan
Romawi morat-marit dan berguguran. Serangan mereka yang melanda bagian tengah pasukan lawan itu
semakin sengit, hingga yang
berguguran semakin banyak.
Ada batriq Romawi membawa tombak dan Salib emas, yang marah dan
maju untuk mengamuk. Arak-arakan pasukan berkuda yang dibawa berjumlah sekitar
10.000 orang. Mereka mengamuk hingga Amer bin Al-Ash dan pasukannya mundur dan
berlari kebelakang. Mereka terus mengamuk menggila hingga masuk ke pertengahan
pasukan Muslimiin dengan titik sasaran Amer dan pasukannya.
Amer dan pasukannya surut ke belakang karena serangan mereka
terlalu ganas.
Ketika pasukan Muslimiin bergerak maju untuk membalas menyerang;
ternyata bala-bantuan Romawi yang berdatangan dengan marah dan mengamuk banyak
sekali. Pasukan Muslimiin mundur ke belakang hingga menaiki kaki gunung; tempat para para wanita
Muslimaat dan anak-anak.
Seorang Muslimah berteriak, “Mana penolong agama?! Mana pejuang Muslimiin?!.”
Zubair sedang duduk untuk mengobati matanya yang sakit di sisi
istrinya bernama Asma bintu Abi Bakr. Dia terkejut mendengar wanita berteriak,
“Mana penolong agama?! Mana pejuang
Muslimiin?!.”
Dia bertanya pada Asma, “Siapa yang berteriak ini?.”
Asma menjawab, “Afrah bintu Utsman! Pasukan sayap kanan Muslimiin terdesak ke belakang hingga kemari.
Dia berteriak agar para pembela agama peduli.”
Zubair berkata, “Saya pembela Agama Allah! Saya tak mau dilihat
oleh Allah hanya duduk, padahal Agama Allah sedang gawat seperti ini.”
Dia melemparkan
kain lalu bergerak cepat mengendrai kudanya dan memegang tombak. Dan berkata, “Sayalah
Zubair bin Al-Awwam putra bibi Rasulillah SAW!.”[1]
[1] Bibi
Rasulillah SAW bernama Shofiyyah. Di dalam: http://www.mulungan.org/index.php/component/content/article/45-cinta-berbuah-indah/92-2011-03-cinta-berbuah-indah-3-by-kh-shobirun
di jelaskan:
Gugurnya saudara Marchab bernama Yasir juga
menarik bagi para sejarawan. Dia juga ahli
main pedang. Dia marah setelah saudaranya meninggal bermandi darah.
Dia berkata, “Siapa berani melawanku?.”
Menurut Hisyam, “Kakek dia bernama Az-Zubair bin
Al-Awwam mengabulkan tantangannya.”
Ibu Az-Zubair bin Al-Awwam bernama Shafiyyah
ketakutan dan berkata, “Dia akan membunuh anakku ya Rasulallah SAW.”
Nabi menghibur, “Justru anakmu yang akan membunuh dia in syaa Allah.”
Nabi menghibur, “Justru anakmu yang akan membunuh dia in syaa Allah.”
Tak lama kemudian Az-Zubair bin Al-Awwam telah
berhadapan dengannya. Dan dalam beberapa jurus Yasir gugur menyusul saudaranya
ke alam baka.
Jika Az-Zubair bin Al-Awwam ditanya, “Demi Allah
apakah pedangmu sebelum kau gunakan menyerang Yasir telah patah.”
Dia menjawab, “Demi Allah sebetulnya tadinya belum patah, tetapi saya paksakan untuk membunuhnya hingga akhirnya patah.”
Dia menjawab, “Demi Allah sebetulnya tadinya belum patah, tetapi saya paksakan untuk membunuhnya hingga akhirnya patah.”
0 komentar:
Posting Komentar