Abu Ubaidah mendengarkan laporan Khalid. Lalu berkata, “Sebetulnya Mahan pandai dalam bidang Hukum dan Hikmah. Tetapi disesatkan oleh
syaitan. Apa janji yang kalian sepakati dengan dia?.”
Dengan bergetar, Khalid menjawab, “Kita akan segera bertempur dengan mereka,
sambil menunggu Allah memberi Pertolongan pada kaum yang Allah kehendaki.”
Abu Ubaidah mengumpulkan pasukan, untuk memuji dan menyanjung
Allah, dan menjelaskan perjuangan nabi SAW. Lalu menjelaskan, "Besok lusa kita berperang."
Mereka diperintah agar bersiap-siap. Khusus kepada pasukan berkuda, dia perintah agar bersemangat dan tabah dalam berperang.
Mereka diperintah agar bersiap-siap. Khusus kepada pasukan berkuda, dia perintah agar bersemangat dan tabah dalam berperang.
Khalid mengumpulkan Jaisyuz-Zachfi (Pasukan Pengobrak-abrik) yang terdiri
dari 4.000 pasukan berkuda. Pada
mereka, dia berpesan, “Ketahuilah bahwa pasukan Kafir yang berkali-kali kalian kalahkan di
mana-mana itu! Kini telah berkumpul lebih banyak! Saya telah memasuki
pertengahan mereka yang jumlahnya banyak sekali, bagai lautan semut! Kaum bersenjata
lengkap itu tak punya perasaan! Dan tak mempunyai Tuhan yang menolong! Mungkin besok lusa kita akan bertempur dengan mereka! Kalian yang telah
terbukti sebagai pasukan pengobrak-abrik ini besok akan berbuat apa?!.”
Dengan semangat, beberapa orang menjawab, “Yang mulia! Justru berperang, yang
kita tunggu-tunggu! Syukur bila bisa mati syahid! Itu harapan kami paling
tinggi! Kami akan tabah dalam peperangan besok! Hingga Allah menentukan Kemenangan
untuk kita! Allah lah sebaik-baik Penentu.”
Khalid tersenyum bahagia dan berkata, “Semoga Allah memberi Taufiq dan Petunjuk pada kalian.”
Berkat pengarahan Abu Ubaidah, Khalid, dan lainnya, semua pasukan malam itu, mempersiapkan
senjata. Perasaan mereka justru berbahagia, karena
akan bertempur. Mereka justru takut jika Allah mengadzab, karena tidak mau memerangi lawan.
Di pagi buta itu sinar fajar menyingsing di ufuk timur. Para Muadzin menyerukan adzan dengan suara nyaring, bersaut-sautan menggetarkan perasaan. [1] Mereka mencari air untuk berwudhu, lalu mengikuti shalat subuh di belakang Abu Ubaidah RA.
Pasukan Muslimiin telah berkumpul di atas kuda. Mereka yang berjumlah banyak dibagi menjadi tiga. Barisan pertama karena panjang sekali,
maka yang paling kiri tidak melihat yang paling kanan.
Khalid sibuk sekali, menghadap Abu Ubaidah untuk berkata, “Yang
mulia! Siapa yang akan kau tunjuk sebagai komandan pasukan sebelah kiri?.”
Kinanah segera ditunjuk agar memimpin pasukan sebelah kiri,
didampingi oleh Qais. Kinanah lelaki pandai berperang yang sangat pemberani.
Karena keberanian dan ketangkasannya, dia
pernah sendirian melabrak penduduk desa Arab. Kepada mereka, dia berkata, “Saya
lah Kinanah!.”
Penduduk desa berdatangan dengan berkuda untuk menyerangan dia.
Dia melawan dengan membabi buta, dengan
tekat harus menang. Karena kalah, maka dia loncat dari kuda untuk berlari secepat-cepatnya.
Mereka mengejar dia, tetapi yang didapati hanya debu yang beterbangan karena
larinya melampaui kecepatan lari kuda mereka.
Abu Ubaidah berpaling untuk berkata, “Hai Ayah
Sulaiman! Yang saya tunjuk agar memimpin seluruh pasukan berkuda dan pasukan
berjalan kaki semuanya, ‘kau!’ Sekarang
tunjuklah orang yang akan memimpin pasukan berjalan kaki!" pada Khalid.
Khalid menjawab, “Akan saya tunjuk orang yang berbeda dengan sebelumnya.
‘Hasyim bin Utbah!’.”
Pada Hasyim yang datang, Khalid berkata, “Melalui saya, yang mulia menunjuk agar kau membantu
saya, memimpin pasukan berjalan kaki!.”
Abu Ubaidah berkata, “Turunlah dari kudamu untuk
bergabung dan memimpin mereka! Semoga Allah menyayang kau! Dan saya merasa
cocok denganmu" pada Hasyim.
Kepada Abu Ubaidah yang sedang sibuk, Khalid memohon, “Para
pembawa panji agar disiapkan, untuk mendengarkan pengarahan saya.”
Abu Ubaidah memanggil Dhachak bin Qais (الضحاك بن قيس) untuk diperintah,
“Suruhlah semua yang membawa panji! Katakan pada mereka ‘Abu Ubaidah yang
mulia perintah, agar kalian bersiap mendengarkan dan mentaati pengarahan dan
perintah Khalid!’.”
Dhachak memacu kuda untuk mendatangi deretan pembawa panji. Agar pekerjaannya
menjadi ringan dan cepat, dia
menjumpai Muadz bin Jabal, pemimpin
para pembawa panji.
Muadz mendengar pesan Dhachak dan menjawab, “Saya paham dan
taat” Lalu berteriak, “Hai semua pembawa panji! Sebentar lagi kalian
diperintah agar mendengar dan mentaati orang yang serbuan dan siasatnya
barokah! Jangan menentang perintahnya yang bermanfaat untuk kalian! Yang akan
memberi upah kalian mengenai
amalan ini, Tuhan seluruh alam!.”
Ada orang yang menegur, “Kau terlalu menyanjung Khalid" pada Muadz.
Sanjungan Muadz ditanggapi oleh Khalid, “Dia saudaraku karena
Allah! Yang sebetulnya jauh ‘lebih unggul’ daripada saya! Orang-orang selain
Khalid juga tidak mampu menandingi kehebatan dia dalam amalan.”
Si pelapor heran karena Muadz menyanjung Khalid; Khalid
menyanjung Muadz. Setelah dia laporan mengenai pernyataan Khalid,
Muadz berkata, “Demi Allah saya cinta dia karena Allah! Saya yakin dia akan mendapat pahala
karena niatnya yang tulus! Dan bertujuan demi kebaikan kaum Muslimiin.”
Para pembawa panji telah berkumpul dan siap menerima pengarahan.
Khalid muncul di hadapan mereka untuk berkata, “Hai pasukan Islam! Tabah di
dalam peperangan nanti ‘hukumnya wajib!’ Tidak kompak dan penakut, bisa
mengakibatkan hina dan kalah! Barang siapa tabah di dalam berperang! Maka Allah
menyertai dan menolong dia mengalahkan musuhnya! Barang siapa tabah ketika
melihat pedang musuh berkilau! Jika telah datang pada Allah, dimuliakan dan
dibalas pahala luar biasa! Dan Allah senang orang-orang yang mensyukuri
Anugrah-Nya!.”
Semua pembawa panji diberi pengarahan yang sama. Setelah
selesai, Khalid berkuda, mengelilingi pasukan Muslimiin.
Sejumlah pasukan berkuda yang gagah berani dipanggil oleh Khalid, untuk dibagi
menjadi empat golongan:
1.
Qais bin Hubairah Al-Muradi (قيس
بن هبيرة المرادي) ditunjuk agar memimpin satu golongan.
Khalid berpesan, “Tugasmu memimpin ini semua, dan menyerbu seperti saya
nanti!.”
2.
Maisarah
bin Msruq Al-Absi (ميسرة
بن مسروق العبسي) ditugaskan memimpin golongan kedua.
Khalid berpesan padanya seperti pesannya pada Qais.
3.
Amir
bin At-Thufail (عامر
بن الطفيل) ditugaskan agar memimpin golongan ketiga.
Khalid berpesan pada Amir dan
4.
pimpinan
yang keempat, seperti pesannya pada dua pimpinan sebelumnya.
Khalid bergerak menuju pasukan khususnya yang disebut Jaisyuz-Zachfi (pasukan
pengobrak-abrik).
Pagi Indah di
Yarmuk
Di pagi yang indah itu matahari hampir terbit; pasukan Muslimiin
telah bersiap perang sepenuhnya.
Di tempat beda, Mahan perintah agar pasukan Romawi bersiap
melakukan serangan. Di tengah
pasukannya yang melaut itu, persiapan perang menghabiskan waktu cukup lama.
Sebagian pasukan Romawi telah mengalir ke arah pasukan Muslimiin
yang berbaris rapat menyerupai dinding. Karena rapatnya barisan, seakan-akan
mereka berdesak-desak untuk berteduh di bawah naungan kawanan burung terbang.
Pasukan Romawi grogi dan takut, saat melihat barisan pasukan
Muslimiin rapat sekali.
Mahan mengatur mereka yang jumlahnya di atas 800.000 pasukan berkuda. Di bawah 20 panji yang
berkibar-kibar, di belakang Salib-Salib gemerlapan.
Barisan terdepan yang ditugaskan pertama kali menyerang, Raja Jabalah
dan pasukannya. Jabalah dinaungi Salib dari perak seberat lima rathl (رَطْلٌ), yang empat sudutnya dihiasi jauhari gemerlapan. [2]
Kisah Adi
Adi bin Charits Al-Hamdani (عدي بن الحارث الهمذاني) veteran perang Pembebasan Kota-Kota Syam, berkisah:
“Mahan membagi pasukannya menjadi tigapuluh bagian. Di medan yang luasnya seperti lautan itu, tigapuluh bagian dari seluruh
pasukannya, berbaris rapi seperti pasukan Muslimiin yang hanya sedikit. Sejumlah ulama dan
pendeta Nashrani diperintah agar membacakan Ayat Pemacu Semangat Perang dari kitab
Injil.
Di antara celah-celah Salib dan panji, para ulama dan pendeta
Nashrani membacakan Injil, dan berkhotbah, agar
mereka bersemangat dan tabah, di dalam berperang.
Seorang bathriq bertubuh tinggi besar berkendaraan kuda, keluar
dari barisan, datang dan menantang perang satu lawan satu. Baju perangnya
berlapis emas. Salib emas bermata
jauhari gemerlapan menggelayut di lehernya. Kudanya besar tampan berwarna
putih. Dia pahlawan Romawi yang berkedudukan sangat dekat dengan raja.
Bentakannya dengan bahasa Romawi keras seperti petir meledak.
Pasukan Muslimiin yakin bahwa maksud dia menantang perang satu
lawan satu. Khalid berteriak ‘hai para sahabat Rasulillah! Orang kafir tidak
khitan itu menantang berkelahi! Kenapa tidak ada yang melayani?! Masyak harus
Khalid yang menghadapi?!’.
Tiba-tiba seorang lelaki bertubuh tinggi besar berkuda, muncul
dari celah barisan Muslimiin. Kudanya juga tinggi besar berwarna putih, mirip
kuda batriq dari Romawi itu. Model baju perangnya bagus. Kebanyakan pasukan
Muslimiin belum kenal lelaki itu. Khalid perintah pelayannya bernama Hamam ‘kejarlah
orang itu dan tanyai! Siapa dia! Dan berasal dari mana?!’.
Lelaki berkuda yang telah berlari mendekati bathriq itu dikejar
dan ditanya dengan keras ‘siapakah kau? Semoga Allah menyayangmu?’.
Lelaki itu menjawab ‘saya lah Rumas (روماس) penguasa kota
Bushra’.
Hamam memacu kuda menuju Khalid, untuk laporan. Khalid berdoa untuk Rumas ‘ya Allah
berilah dia barokah, dan teguhkanlah tekatnya’.
Pada bathriq, Rumas berhadap-hadapan dan berbicara dengan bahasa
Romawi.
Bathriq menegur ‘hai Rumas!? Kenapa kau justru murtad dari
agamamu untuk memasuki agama kaum itu?!’
Rumas menjawab ‘agama yang saya ikuti ini agung dan mulia! Yang
mau memasuki pasti beruntung! Yang menyelisihi, pasti tersesat!’.
Perkelahian bersenjata mereka berdua, seru. Hingga menyita
perhatian dua kubu. Pedang bathriq menggores cepat hingga wajah Rumas berdarah, hingga merasa kesakitan, lalu memacu kudanya menuju pasukan
Muslimiin. Bathriq mengejar Rumas yang berlari cepat dengan kudanya. KetikaRumas hampir sampai barisan Muslimiin; pasukan Muslimiin yang berada di
barisan kanan dan kiri menggertak serempak hingga bathriq ketakutan.
Rumas merasa lega dan aman. Dan memasuki barisan Muslimiin.
Bathriq memutar dan memacu kudanya yang gagah menuju arena
tempur.
Sejumlah Muslimiin menyambut dan mengucapkan salam pada Rumas
yang datang. Mengobati lukanya, dan mengucapkan syukur atas keberanian dan
serangannya. Serta mendoakan agar dia mendapat Ampunan Tuhan.
Bathriq semakin sombong karena bisa mengalahkan Rumas. Dadanya
semakin lebar dan suaranya semakin besar. Dia menantang-nantang lagi pada
Muslimiin untuk berkelahi satu lawan satu.
Maisarah yang keluar dari barisan, dibentak oleh Khalid ‘hai Maisarah! Saya lebih senang kau diam ditempat, daripada
melayani berkelahi dia! Usiamu sudah tua! Sedangkan orang buas itu tinggi
besar! Orang tua jangan melawan
pemuda! Saya yakin! Sehelai
rambut seorang Muslim seperti kau menurut Allah, lebih berharga daripada orang kafir
seluruh dunia!’.
Maisarah kembali memasuki barisan pasukan Muslimiin.
Amir keluar dari barisan dan berkata pada Khalid ‘yang mulia!
Kau terlalu berlebihan menilai kemampuan bathriq hina itu! Membuat pasukan
kita, takut melawan dia’.
Khalid menjawab ‘orang yang sudah berpengalaman perang, bisa
memperkirakan kekuatan lawan! Saya tahu serangan dia dahsyat. Kau bukan
tandingannya! Mundurlah!’.
Amir mundur memasuki barisan lagi, mentaati Khalid.
Dari jauh, Bathriq
berteriak menantang perang.
Khalid bin Al-Charits (خالد الحارث) keluar dari barisan,
untuk menghadap, dan berkata pada Khalid bin Al-Walid ‘yang mulia! Bolehkah
saya melawan dia?’.
Khalid bin Al-Walid menjawab ‘demi Allah! Memang kau perkasa! Kalau mau silahkan! Namun bacalah bismillah!’.
Khalid bin Al-Charits telah bersiap penuh, dan kudanya telah digerakkan agar
berlari. Tiba-tiba teriakan Khalid bin Al-Walid menghentikan lari kudanya:
‘tunggu! Saya mau bertanya!’.
Khalid bin Al-Charits menghentikan kudanya, dan menjawab
‘silahkan’.
Khalid bertanya ‘apa kau pernah berperang satu lawan satu
sebelum ini?’.
Khalid bin Al-Charits menjawab ‘belum’.
Khalid perintah ‘mundur hai Putra Saudaraku!’ Dia telah berpengalaman perang satu
lawan satu! Saya ingin yang
melawan dia‘ lelaki berpengalaman seperti dia!’.
Khalid bin Al-Charits mumutar kudanya untuk kembali.
Khalid bin Al-Walid mengamati Qais, hingga yang lalu maju untuk bertanya
‘wahai Ayah Sulaiman! Apakah kau akan perintah saya melawan dia?’.
Khalid perintah ‘lawanlah dengan membaca bismillah! Semoga Allah menolong kau mengalahkan
dia!’.
Qais mempersiapkan diri untuk melawan bathriq. Dia memacu
kudanya sambil berdoa ‘bismillahi wa alaa barokati Rasulillah SAW’. [3]
Ketika melihat Qais mendekati, jantung bathriq berdebar dan tahu bahwa, yang akan melawan adalah
seorang jagoan.
Mereka berdua saling menyerang dan menangkis. Tiba-tiba pedang
Qais terayun cepat sekali membelah perisai dan helm pelindung kepala bathriq.
Pedang Qais bersatu dengan helm perang hingga sulit dicabut. Ayunan senjata
bathriq melukai pundak Qais. Bathriq memeluk Qais yang rajin berpuasa dan
shalat sunnah itu. Qais merenggangkan pelukan bathriq dan berusaha mengambil
pedang yang bersatu dengan helm perang bathriq. Ketika usahanya sia-sia, Qais bergerak cepat menjauh dan memacu kudanya, menuju pasukan Muslimiin. Untuk
mengambil pedang, sebagai senjata.
Bathriq berteriak dan mengejar
dengan kuda yang kecepatan larinya melebihi kecepatan lari kuda Qais.
Qais membelokkan kudanya sambil
berkata dalam hati ‘cita-citamu tertinggi mati syahid, kenapa kau justu lari?’.
Qais terkejut oleh teriakan Khalid bin Al-Walid ‘hai Qais! Saya
bersumpah demi Allah dan Rasulnya! Biarkan saya melawan dia!’. [4]
Qais menjawab ‘ya Khalid! Kau telah bersumpah padaku dengan dua
yang agung! Kalau saya mundur
apakah kau bisa mengundurkan ajal kematianku?!’.
Khalid bin Al-Walid menjawab ‘tidak!’.
Dengan berlumuran
darah Qais berkata ‘saya takut jika lari akan
berakibat masuk neraka! Peperangan
akan saya lanjutkan untuk merebut Ampunan Allah Taala!’
Niatnya mengambil pedang dibatalkan, dan dia menghunus
belatinya.
Khalid bin Al-Walid terperangah melihat Qais memacu kuda tanpa
membawa pedang. Lalu berteriak ‘ayo ambilkan dia pedang! Agar mendapat Bagian Pahala
dari Allah!’.
Abdur Rohman bin Abi Bakr Asshiddiq muncul dan berteriak ‘saya yang akan mengambilkan pedang dia!’.
Khalid bin Al-Walid menjawab ‘silahkan hai Putra Asshiddiq!’.
Abdur Rohman mengambil pedang untuk diberikan pada Qais.
Ketika Abdur Rohman memacu kudanya untuk mendekati Qais; pasukan
Romawi menyangka dia akan membantu Qais melawan bathriq mereka. Seorang bathriq memacu kuda mendekati lawan Qais yang kepalanya luka dan bercucuran
darah.
Bathriq yang baru datang itu mencaci-maki dengan bahasa Romawi
yang tidak dipahami oleh Abdur Rohman. Abdur Rohman membentak ‘hai keparat! Kau
berbicara apa? Saya tidak tahu!’.
Seorang penerjemah Romawi berlari untuk memberi tahu Abdur
Rohman ‘hai orang Arab! Kata dia peperangan ini satu lawan satu? Kenapa kau
akan membantu kawanmu?!’.
Abdur Rohman menjawab ‘kalian salah sangka! Saya hanya akan memberi dia pedang! Kalian jangan bodoh! Kalau seorang
kami dikeroyok oleh seratus pasukan kalian! Hal yang remeh! Coba lihat! Saya
sanggup melawan kalian bertiga!’.
Bathriq itu bertambah marah dan matanya melotot, setelah diberi
tahu oleh penerjemah, mengenai
ucapan Abdur Rohman.
Abdur Rohman berkata pada Qais ‘hai Qais! Istirahat dulu karena
kau telah capek! Saksikan dulu
serangan saya pada mereka!’.
Abdur Rohman menusukkan tombak
secepat kilat, hingga menembus
leher. Tombak muncul dari punggung musuh di dekatnya, yang sekarat dengan
bermandi darah.
Dua lelaki Romawi akan menyerang Abdur Rohman. Qais bergerak untuk membantu, tetapi
Abdur Rohman justru berkata ‘demi Rasulillah dan kebenaran Abi Bakr! Biarkan
Abdur Rohman melawan dua orang ini! Kalau saya tewas kau bergabung
dalam pahala mati syahid! Dan sampaikan salamku pada Aisyah! Katakan pula, demi
Ayahmu saudaramu bergabung pada pasukan Muslimiin di Syam!’. [5]
Qais
menyaksikan Abdur Rohman bergerak sangat cepat menyerang bathriq yang helm
perangnya pecah oleh tebasan pedang. Tombak Abdur Rohman menembus dan bersatu
dengan baju perang bathriq. Abdur Rohman mengayunkan pedang sekuat tenaga
hingga tubuh bathriq itu terbelah menjadi dua. Dan darahnya tumpah.
Bathriq satunya terperangah ketakutan, dan
terkejut oleh suara Abdur Rohman ‘hai Qais! Kenapa diam saja!?’.
Bathriq
yang ketakutan, terlambat
menghindari tebasan pedang Abdur Rohman yang membelah
kepalanya. Pasukan Romawi marah ketika melihat tiga pahlawan mereka tewas bersimbah darah, dalam
keadaan memilukan. Mereka berkata ‘syaitan-syaitan Arab itu keparat!’.”
Mahan mendapat laporan mengenai tiga orangnya
yang tewas. Dia berkata, “Sungguh raja telah memberi tahu saya tentang Kehebatan Pasukan Arab itu. Jalan satu-satunya kita harus menyerang mereka
dengan serempak.”
Seorang bathriq mendekati untuk berbisik-bisik
pada Mahan. Dengan wajah pucat, Mahan mendekatkan bibir untuk berbisik-bisik
ke telinga bathriq, dalam waktu cukup lama. Selanjutnya dia diam membisu dalam
waktu yang lama, dengan wajah
tegang.
Beberapa pejabat tinggi militer bertanya pada
Raja Mahan tentang yang telah dibisikkan, namun tidak ditanggapi. Seorang yang
di dekat Mahan memberi tahukan bahwa:
‘Mereka
membawa pedang istimewa, mengelilingi kaum Arab itu. Kami menyaksikan seorang
pasukan kita yang maju, dikeroyok untuk dibunuh. Hingga kebanyakan pasukan kita gugur. Saya yakin
orang-orang di dalam mimpi itu telah bergabung dengan mereka, karena yang telah
membunuh tiga orang kita itu, orang yang saya lihat di dalam mimpi semalam.
Mereka pasti akan segera mengalahkan pasukan kita.”
Mahan sangat sedih dan nafasnya terasa berat.
Wajahnya makin memucat dan semangatnya menurun.
Meskipun para tokoh militer yang memberanikan
diri bertanya makin banyak, namun Mahan tetap membisu dan berwajah menakutkan.
Mereka berbahagia ketika Raja Mahan
berbicara di pertengahan mereka:
“Hai
pemeluk agama Nashrani! Jika kalian tidak bersemangat dalam peperangan ini!
Kalian akan tergolong kaum yang merugi! Dan Al-Masih akan murka pada kalian!
Allah telah dan akan selalu menolong agama kalian! Sebetulnya ketika Allah
mengutus seorang rasul! Bertujuan meletakkan ‘alasan menyiksa’ atas yang tidak
taat ‘karena terbius dunia!’ Jangan tertipu oleh gemerlapnya dunia! Di dalam kitab tertulis ‘jangan berbuat aniaya! Sungguh Allah tidak suka penganiayaan, maupun orang yang aniaya’. Ketika kalian telah tenggelam dalam kenikmatan dunia! Telah berbuat aniaya! Dan
telah meninggalkan jihad melawan lawan! Seharusnya kalian mempersiapkan
jawaban pada Tuhan mengenai:
1.
Kalian
menyelisihi nabi kalian.
2.
Telah
menyelisihi Firman yang di dalam Kitab Tuhan kalian.
Kaum Arab telah berada di sini, untuk membunuh pasukan berkuda
kalian! Dan menawan anak-cucu dan wanita kalian! Apakah kalian masih tetap akan
melakukan kemaksiatan? Dan tidak takut pada yang Maha Tahu barang-barang ghoib? Jika
nanti kekuasaan kalian telah dicabut oleh-Nya! Dan musuh-musuh kalian telah
dibuat menang! Berarti Dia telah menindak tepat dan adil! Karena kalian telah
meninggalkan ‘perintah
kebaikan, mencegah kemungkaran’.”
Berita ‘Mimpi seorang’ bathriq yang dilaporkan pada Mahan, tidak
bocor. Karena sang bathriq disuruh tutup mulut oleh Raja Mahan.
Qais dan Abdur Rohman membawa pedang, mengambil harta
peninggalan milik tiga mayat yang terkapar. Untuk diserahan pada Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah berkata, “Ini semua untuk kalian berdua. ‘Yang
membunuh prajurit berkuda! Berhak mengabil milik
yang dibunuh!’ Ini keputusan Umar bin Khatthab RA yang disampaikan pada saya.”
Qais dan Abdur Rohman mengambil rampasan perang dengan
berbahagia. Qais kembali ke tempat yang telah ditentukan oleh Khalid, untuk
mendampingi Kinanah memimpin pasukan.
Abdur Rohman memacu kuda untuk kembali lagi ke medan perang,
melawan pasukan yang sudah mulai berdatangan. Kuda kelabu rampasan dari bathriq
ditinggalkan oleh Abdur Rohman, karena membandel.
Abdur Rohman memacu kudanya ke tengah dua barisan, lalu
mengobrak-abrik dan membunuh sejumlah pasukan berkuda Romawi sebelah kanan barisan.
Kuda Abdur Rohman dipacu lagi agar membelah pasukan lawan sebelah tengah. Untuk mengamuk dan membunuh sejumlah lawan.
Ketika Abdur Rohman memacu kudanya ke pasukan Romawi sebelah
kiri, sejumlah anak panah melesat bertubi-tubi menyerang.
Seorang bathriq datang untuk melawan, namun jurus-jurus Abdur Rohman
berhasil menewaskan dia. Bathriq lainnya menyerang, tetapi justru tewas oleh
tebasan pedang Abdur Rohman yang mematikan.
Khalid berdoa, “Ya Allah! Lindungilah dia dengan Mata-Mu dan jagalah dia. ‘Sungguh hari ini
Abdur Rohman seorang diri telah mengobrak-abrik musuh’.” [6]
Khalid berteriak keras, “Hai Abdur Rohman! Demi uban dan
pembaiatan ayahmu! Kau harus mundur ke tempatmu semula!.” [7]
Abdur Rohman memacu kudanya menuju tempatnya semula.
Dalam perang akbar itu para wanita Muslimaat juga ikut
berperang. Di antara mereka yang penting ialah:
2.
Khaulah
bintul-Azwar.
3.
Nusaibah
bintu Kaeb.
4.
Ummu
Abban, istri Ikrimah bin Abi Jahl.
5.
Azzah
bintu Amir (عزة بنت
عامر), istri Maslamah bin Auf Addhamri (مسلمة بن عوف الضمري).
6.
Ramlah
bintu Thulaichah (رملة
بنت طليحة).
7.
Ralah.
8.
Umamah.
9.
Zainab.
10. Hind.
11. Yamur (يعمر).
12. Dan sejumlah wanita lainnya.
Mereka juga berperang
mati-matian, hingga membuat Allah ridho.
[1] Ketika itu adzan diserukan oleh beberapa orang. Al-Waqidi
menulis: ‘فلما أصبح القوم ولاح
الفجر أذن المؤذنون’.
[3] Al-waqidi menulis: بسم الله وعلى بركة رسول الله صلى الله عليه
وسلم.
Artinya: Dengan Nama Allah dan barokah Rasulillah SAW.
[4] Mungkin Khalid tidak tahu bahwa bersumpah dengan selain
Nama Allah, terlarang. Al-Waqidi menulis tentang sumpahnya: فصاح به خالد يا قيس سألتك بالله ورسوله إلا رجعت وتركت حدتها علي.
[5] Mungkin Abdur Rohman tidak tahu bahwa bersumpah dengan
selain Nama Allah, terlarang. Karena setelah nabi SAW wafat hidupnya hanya
untuk berjihad.
[6] Al-Waqidi menulis doa itu: اللهم ارعه بعينك واحفظه فإن عبد الرحمن قد اصطلى اليوم الحرب
بنفسه.
Baca:Allaahummar ‘ihii bi ainiKa wachfadlhu fa inna Abdar Rohmani
qadishthalaal yaumal charba binafsih.
[7] Mungkin Khalid tidak tahu bahwa sumpah dengan selain Nama
Allah terlarang, karena hidupnya hanya untuk berjihad.
Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
0 komentar:
Posting Komentar