SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2015/05/02

PS 120: Pembebasan Syam






Terkadang Mahan membetak, terkadang merayu, agar Khalid mau berdamai. Khalid hanya diam mendengarkan hingga dia selesai berbicara.
Setelah selesai, dia memperhatikan Khalid berkata, “Sungguh raja telah mengutarakan pernyataan dengan baik, dan kami telah memperhatikan. Sekarang kami yang berbicara dan diperhatikan.”[1]
Khalid berkata lagi, “Segala Puji bagi Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah.”
Mahan terkejut dan mengangkat tangannya ke arah langit, lalu berkata, “Ini sebaik-baik perkataan yang kau tuturkan! Hai orang Arab!.”
Khalid melanjutkan, “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, dan Muhammad Utusan Allah yang diridhoi, juga Nabi-Nya yang dipilih SAW.”
Mahan menyela, “Saya tidak tahu apakah Muhammad Utusan Allah? Tapi mungkin perkataanmu benar.”
Khalid berkata, “Amalan dan perkataan seorang akan dinilai.” 
Lalu berkata lagi, “Waktu paling utama, ketika Allah, Tuhan seluruh alam muncul.”

Mahan terkejut, berpaling dan berkata, “Ternyata dia orang pintar yang memahami hikmah!.”
Khalid ingin tahu“Apa maksudmu?!” maksud ucapan yang diucapkan dengan bahasa Romawi, oleh Mahan, pada bawahannya.
Setelah Mahan menjelaskan, Khalid berkata, “Kalau saya dianggap pandai, Al-Hamdu lillah. Kami pernah mendengar Muhammad Nabi SAW kami, bersabda ‘ketika Allah mencipta Akal yang membuat orang pandai. Maksudnya telah membentuk dan merancang’, perintah ‘menghadaplah!’.
Akal menghadap pada Allah.
Akal pun berpikir.
Allah berfirman ‘demi Kedahsyatan dan KeagunganKu! Aku tidak mencipta Ciptaan yang lebih menyenangkan Aku daripada kau! Sebab engkau, kau taat dan memasuki SurgaKu’.”
Dengan heran, Mahan bertanya, “Jika kau sepandai ini? Kenapa membawa orang sebanyak ini?.”
Khalid menjawab, “Mereka akan saya ajak bermusyawarah, untuk memutuskan perkara.”
Mahan bertanya, “Orang sepandai kau masih membutuhkan bermusyawarah dengan orang lain?.”
Khalid menjawab, “Iya! Karena Allah perintah agar Nabi-Nya melakukan demikian:
‘Dan ajaklah mereka, untuk memusyawarahkan perkara! Jika kau telah memutuskan! Maka bertawakkallah pada Allah!’. [2]
Nabi SAW juga bersabda ‘orang yang tahu keterbatasannya, takkan merugi. Orang yang bermusyawarah takkan sia-sia’. Meskipun kau mengatakan saya pandai, namun saya tetap membutuhkan mereka, untuk bermusyawarah.”
Mahan berkata, “Apa pasukanmu ada yang pandai seperti kau?.”
Khalid berkata, “Ada lebih dari seribu orang.”
Mahan berkata, “Tadinya saya tidak menyangka kaummu ada yang pandai. Saya kira kalian hanya kaum Rakus dan Bodoh, yang suka berselisih sesama kalian, dan suka merampok.”
Khalid berkata, “Dulu kebanyakan kami memang demikian. Lalu Allah mengutus Muhammad nabi kami agar menunjukkan kami ‘Jalan yang benar. Kami pun memahami perbedaan baik dan jelek, sesat dan benar.
Mahan berkata, “Hai Khalid! Sungguh saya kagum pada kepandaianmu! Saya ingin kita bersaudara.”
Khalid menjawab, “Betapa bahagianya diriku jika ucapanmu kau lanjutkan, agar kau sempurna dan beruntung, dan kita menjadi sahabat karib.”
Mahan bertanya, “Bagaimana caranya?.”
Khalid menjawab, “Katakan ‘saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah-sembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad SAW Hamba dan Utusan Allah, yang dulu pernah diberitakan oleh Isa bin Maryam AS’. Jika kau mau mengucapkan, kau menjadi saudara dan orang pilihanku. Kita pun takkan berpisah kecuali ada sesuatu.”
Mahan berkata, “Mengenai saya meniggalkan agama saya untuk memasuki agamamu, itu tak mungkin.”
Khalid menjawab, “Berarti kita juga tak mungkin menjadi saudara, karena kau beragama sesat.”
Mahan berkata, “Walau begitu saya ingin pembicaraan kita seperti saudara pada saudara. Jawablah khutbah yang telah saya sampaikan tadi!.”

Khalid menjawab, “Amma badu, yang kau katakan ‘kaummu makmur dan berkecukupan’  memang benar. Begitu pula ‘pertahanan kalian untuk menghadapi musuhkuat’. Kami juga tahu hal itu. Mengenai ‘kalian berbuat baik dengan negeri tetangga’ juga kami ketahui. Tetapi itu hanya siasat agar kerajaan kalian abadi dan bertambah kokoh. Ujungnya agar kalian mampu menaklukkan lawan. Mengenai ‘kami hanya orang miskin yang menggembala unta dan kambing’ memang benar. Bahkan kami beranggapan yang menjadi penggembala justru lebih utama. Mengenai ‘tanah kami yang tandus’ juga benar. Di sana tidak ada pohon dan sungai seperti di sini. Dulunya kami memang kaum yang bodoh dan miskin, hartanya hanya pedang, kuda, unta, dan kambing. Dan kami suka berperang. Waktu aman bagi kami selama setahun, hanya empat bulan haram. Dulu yang kami sembah berhala-berhala yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak bermanfaat. Kalau saat itu kami meninggal pasti masuk neraka. Beruntung sekali, Allah mengutus nabi yang telah kami ketahui nasabnya. Melalui perjuangannya, Islam makin berjaya dan kekafiran sirna. Ini berkat Mukjizat berbentuk Al-Qur’an yang diturunkan pada terakhirnya para nabi AS. Yang pasti ‘syirik hukumnya dosa besar. Allah tak beristri dan tak berputra. Kepada-Nya lah kita harus menyembah. Menyembah matahari, bulan, sinar, salib, dan api, adalah haram’. Muhammad SAW yang kami ikuti dan kami taati perintah ‘agar kami memerangi kaum yang tidak beragama seperti kami. Tepatnya orang yang tidak menyembah Allah, yang tak pernah mengantuk maupun tidur’. Kalau kau mau Islam, berarti kau saudara kami yang mempunyai hak dan kewajiban seperti kami. Kalau tidak mau Islam, kau harus membayar pajak pada kami dengan hina, agar tidak kami serang. Ajakan kami adalah salah satu dari tiga:
2.     Atau membayarlah pajak tiap tahun pada kami, bagi yang telah dewasa. Wanita dan rahib di dalam biaranya, dikecualikan dari pembayaran pajak.” Mahan bertanya, “Setelah berkata ‘laa Ilaaha illaa Allah apa masih ada kewajiban?’.” Khalid menjawab, “Betul! Melakukan shalat, memberikan zakat, haji ke Baitullah, memerangi orang yang mengkufuri Allah, memerintahkan kebaikan, dan mencegah kemungkaran. Jika kalian tidak menerima dua pilihan di atas, yang nomer tiga:
3.     Kita harus berperang sebagai jalan, agar Allah memberikan Bumi-Nya pada yang Dia kehendaki. Dan kejayaan akan diberikan secara khusus, pada kaum taqwa.”   

Mahan menggertak, “Silahkan berperang dengan kami! Terus terang kami tidak mau murtad dari agama kami! Dan tidak mau membayar pajak sebagai pertanda hina! Memang bumi ini akan diberikan oleh Allah pada kaum yang Dia kehendaki! Bumi ini dulunya juga bukan milik kami! Karena dulu kami menetapi kebenaran, maka Allah memberikan Bumi ini untuk kami, melalui jalan perang. Kini kita harus berperang! Bersiaplah!.” [3]
Khalid menggertak, “Dalam peperangan ini kau akan tertawan dan dihadapkan pada Umar bin Khatthab RA, diikat dan hina. Selanjutnya lehermu akan dipotong!.”
Mahan tersinggung dan kemarahannya meledak. Sejumlah pengawalnya, para bathriq, menghunus pedang, bersiap-siap menyerang Khalid dan lainnya. Mereka menunggu perintah Mahan.
Dengan suara tinggi, Mahan bersumpah pada Khalid, “Demi kebenaran Al-Masih! Lima sahabatmu akan saya hadirkan kemari untuk saya potong leher mereka di depanmu!.”
Khalid menggertak, “Hai Mahan! Justru kau hina yang akan lebih duluan putus lehernya! Kau harus tahu! Kami dengan lima orang yang kau tawan itu satu kesatuan! Kalau kau berani membunuh lima orang tawananmu itu! Pasti kau saya bunuh dengan pedangku ini! Dan kawan-kawanku ini akan mengamuk untuk memporak-porandakan pasukanmu!.”

Suasana sangat tegang.
Khalid dan seratus sahabatnya menghunus pedang sambil membaca, “Laa Ilaah illaa Allah, Muhammadun Rasulullah”  Lalu bersiap-siap menyerang. Tekat mereka harus membunuh lawan sebanyak-banyaknya, meskipun harus berakhir dengan mati syahid. Mahan bergetar ketakutan.

Rafi bin Mazin (رافع بن مازن) termasuk seratus pasukan Khalid, berkata:
“Ketika menghunus pedang mengikuti Khalid, kami khawatir akan dikeroyok dan dipotong-potong oleh mereka yang jumlahnya melaut. Barang kali kami nantinya berkumpul di alam machsyar, dari tempat itu.”

Ketika tahu bahwa Khalid serius akan membunuh dengan pedangnya, Mahan memohon, “Sebentar! Jangan marah dulu! Kalau kau mengamuk bisa jadi dikeroyok lautan pasukanku! Padahal saya tahu kau sebagai utusan Abu Ubaidah yang tidak boleh dibunuh, bahkan harus dihormati! Saya menggertak kau tadi hanya ingin menguji sampai di mana keteguhan kalian. Sekarang silahkan pulang menuju pasukan kalian! Selanjutnya kita akan segera berperang.”
Khalid menyarungkan pedangnya dan berkata, “Hai Mahan! Akan kau apakan para tawananmu?.”
Mahan menjawab, “Akan saya lepaskan sebagai penghormatan padamu, agar mereka memperkuat pasukanmu.”

Lima tawanan dilepas untuk bergabung lagi dengan pasukan Khalid.

Ketika Khalid bergerak untuk meninggalkan tempat, Mahan berkata, “Hai Khalid! Sebetulnya saya ingin di antara saya dan kau tidak ada peperangan. Bolehkan saya mengajukan permintaan?.”
Khalid menjawab, “Kau menginginkan apa?.”
Mahan menjawab, “Saya senang tenda merah yang dibawa oleh pelayanmu ini. Bagaimana kalau saya tukar dengan sejumlah pasukanku yang kau pilih?.”
Khalid menjawab, “Saya senang kau berterus terang mengenai milikku yang kau sukai. Silahkan ambil, tetapi saya tidak membutuhkan pasukanmu sedikitpun.”
Mahan berkata, “Kau hebat dan luar biasa.”
Khalid menjawab, “Saya juga bersyukur karena kau telah melepaskan lima sahabatku ini.”

Khalid dan pasukannya segera meninggalkan Mahan dan pengawalnya, di barak yang megah.
Khalid dan arak-arakan pasukannya menaiki kuda dan berjalan. Diantar oleh sejumlah pasukan Mahan, hingga sampai tempat Abu Ubaidah dan pasukannya.

Abu Ubaidah dan pasukannya sangat berbahagia, karena lima pahlawan mereka yang ditahan, telah pulang bersama rombongan Khalid.
Khalid menemui Abu Ubaidah RA, untuk melaporkan yang telah terjadi di antara dia dan Mahan. Lalu berkata, “Demi Allah! Yang membuat Mahan mau melepaskan kawan kita! Karena ‘takut pedang’ kami.” [4]







[1] Mahan raja bawahan Hiraqla.
[2] Allah berfirman: وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ  [آل عمران/159]. Baca: Wasyaawirhum fil amri fa idzaa azamta fatawakkal alaa Allah.
[3] Dulunya Syam, wilayah milik kaum Yahudi. Lalu diperangi dan direbut oleh Raja Qusthanthin pada tahun 300 M.

وأمر ماهان أصحابه وحجابه أن يسيروا معهم حتى يبلغوهم قال ففعل القوم ذلك ووصل خالد وأصحابه إلى الأمير أبي عبيدة رضي الله عنهم أجمعين وسلموا عليه وفرح المسلمون بخلاص أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم وحدث خالد أبا عبيدة بكل ما جرى لهم ثم قال خالد: وحق المنبر والروضة ما كان ماهان ليطلق لنا أصحابنا إلا فزعا من سيوفنا.

0 komentar:

Posting Komentar