SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2015/05/27

PS 126: Pembebasan Syam





Hind bintu Utbah menyaksikan pasukan berkuda Muslimiin, lari kencang ke belakang ‘menghindari’ serangan. Dalam rombongan itu ada suaminya bernama Abu Sufyan.
Hind berteriak, “Kalian akan lari ke mana?! Akan meninggalkan Allah dan Surga-Nya kah? Padahal saat ini Allah justru sedang melihat kalian?.”
Hind bergerak cepat, memukul wajah kuda suami, dengan tongkat. Lalu berteriak, “Hai putra Shakhr! Mau ke mana? Berperanglah untuk melebur dosa ketika kau dulu menggerakkan kaum untuk menyerang Rasulallah SAW!.”

Zubair bin Al-Awwam (الزبير بن العوام) berkisah, “Begitu mendengar ucapan Hind, saya ingat peristiwa Perang Uhud, saat saya di hadapan Rasulillah SAW.”
Abu Sufyan dan pasukan lainnya kembali maju lagi. Bahkan para wanita Muslimaat, banyak yang turun untuk berperang. 
Beberapa wanita maju ke depan, membawa tongkat dan mengamuk, di antara kaki-kaki kuda. Bahkan ada wanita yang menyerang musuh tinggi besar berkendaraan kuda. Wanita itu memegangi dengan erat, dan menyerang dengan garang, hingga musuh jatuh dari kudanya. Lalu dihajar hingga tewas. Wanita itu berkata, “Ini bukti bahwa Allah menolong kaum Muslimiin.”  [1]

Dengan garang, pasukan Muslimiin menyerang pasukan Romawi, dengan tekat mencari Ridho Allah dan Rasul-Nya SAW. Dentingan pedang dan hiruk-pikuk menghapus sepi.  

Suku Al-Azdi berperang bersama Abu Hurairah RA. Suku inilah yang paling banyak meninggal menjadi Syuhada, karena yang pertama kali diserang dengan ganas, oleh pasukan Romawi yang melaut.
Peperangan paling seru di bagian sayap kanan. Terkadang mereka mundur karena terdesak, terkadang maju untuk menyerang. 
Khalid terkejut karena pasukan telah terdesak mundur ke tengah, oleh serangan yang membabi-buta. Dia berteriak agar pasukan khususnya yang berjumlah sekitar 6.000 menyerang
Serangan pasukan Khalid membabi-buta bertubi-tubi, membuat pasukan Romawi berhamburan, kecuali yang tewas oleh tebasan pedang atau tusukan tombak.
Khalid berteriak, hingga serangan pasukannya yang ganas, membuat sisa-sisa pasukan Romawi kabur, bergabung pada pasukan induk.
Dengan semangat, Khalid berteriak, “Hai orang Iman dan Islam! Hai penganut Al-Qur’an! Hai para sahabat Rasulillah SAW! Kalian telah menyaksikan pasukan Romawi morat-marit berkat Pertolongan Allah! Ayo serbu lagi! Semoga Allah menyayang kalian! Demi Penguasa Khalid! Saya yakin kalian akan mampu mengalahkan mereka!.”
Pasukan hiruk-pikuk dari segala penjuru, meminta, “Menyeranglah! Kami akan mendampingi” agar Khalid memimpin lagi.
Khalid mengayunkan pedang. Lalu bergerak maju untuk menyerang dengan garang. Sejumlah pasukan mendampingi dia, menyerang. 

Pasukan Romawi yang diserbu, berantakan berhamburan bagai kawanan kambing takut singa jantan. Serangan utama Khalid ditujukan pada bagian sayap kanan, yang tak lama kemudian sama tewas berserakan. Yang lain kabur.
Pasukan Romawi yang disatukan dengan rantai lah yang tidak berlari. Mereka melindungi pasukan, dengan anak panah.
Beruntung sekali, saat itu Jarjir dan Qanathir; dua raja Romawi berselisih dan bersitegang. Raja Jarjir pemimpin pasukan sayap kanan, membawahi kaum Armenia. Raja Qanathir bawahan Raja Jarjir, memimpin pasukan sayap kiri.
Jarjir membentak Qanathir, “Serbulah kaum Arab itu! Jangan tenang-tenang!.”
Qanathir membalas bentakan, “Kau perintah saya!? Kau juga hanya tenang-tenang?!.”
Bentakan Jarjir, “Kau saya perintah karena bawahanku!” lebih keras.
Qanathir menentang, “Kau salah! Saya lah yang berhak memimpin! Justru kau yang harus taat saya!.”
Dua raja itu berdebat keras. Walau begitu Jarjir segera menggerakkan pasukan untuk menyerang pasukan Muslimiin yang terdiri dari kaum Kinanah, Qais, Khatsam, Judzam, Qudhoah, Amilah, dan Ghassan.

Pasukan Muslimiin sayap kiri dan tengah itu, terdesak mundur jauh. Hanya pasukan pembawa bendera yang bertahan melawan dengan membabi-buta. Yang berlari, dikejar oleh pasukan Romawi. 

Di belakang, mereka disambut oleh para wanita Muslimat, dengan pukulan tongkat yang mendarat pada wajah kuda, dan dengan lemparan batu. Para wanita itu berteriak, “Hai umat Islam! Kalian akan lari kemana? Apakah ibu-ibu! Saudara-saudara perempuan! Anak-anak lelaki dan perempuan ini! Akan kalian serahkan pada kaum Kafir?!.”
Bentakan wanita Muslimaat itu berpengaruh besar sekali, pada pasukan berkuda yang tadinya berlari ke belakang.
Mereka memutar kuda dan berembuk untuk menyerang lagi. Dan memacu kuda untuk menyerbu lagi.

Qatamah bin Asy-yam Al-Kinani (قتامة بن أيشم الكناني) tergolong pimpinan pasukan. Dia mengamuk hingga dua pedangnya patah.
Ketika lawan bergerak mundur, dia menyerang dengan tombaknya.
Tiga tombak di tangannya telah dipatahkan oleh musuh, namun semangat juangnya tak surut. Tombak pasukannya dipinjam untuk mengamuk lagi.
Ketika lawan sama kabur, dia membaca syair:

Saya akan menyerang anjing-anjing jalang
Akan kupukul dengan pedang
Saya ingin membuat Rasulallah SAW ridha
Nabi SAW pembawa Al-Huda

Qatamah mengamuk bagai orang kesetanan, hingga kawanan lawan berhamburan tewas berserakan. Serangannya sangat ganas. Tetapi pedang ganasnya dipatahkan “Tang!” oleh pedang musuh yang jauh lebih kuat.
Tiap kali pedangnya patah, berkata pada temannya, “Beri saya  pedang! Agar kau diberi Pahala oleh Allah!.”
Keringatnya bercucuran, dan semangatnya tidak surut.
Dengan nafas memburu, Qatamah berteriak, “Hai kaum Qais! Rebutlah pahala dan semangatlah! Semangat akan membuahkan kejayaan dan kemuliaan di dunia! Dan membuahkan rahmat serta keutamaan di akhirat! ‘Semangat dan selalulah semangat! Dan terus-meneruslah dalam beramal! Dan bertaqwalah pada Allah! Agar kalian berbahagia’.” [2]
Kaumnya mentaati perintah Qatamah. Menyerang dengan garang, atas pasukan Romawi yang dipimpinan oleh Raja Qanathir. Peperangan berkecamuk menggila; dentingan pedang; tusukan tombak; tangkisan perisai; teriakan; bentakan; jeritan, riuh; membisingkan.

Khalid dan 2.000 pasukan berkuda meninggalakan ribuan mayat berserakan. Dia mendengar seorang Muslim berteriak, “Semoga Allah membalas baik dan mensyukuri kebaikan Qatamah bin Asy-yam (قتامة بن الأيشم)! Yang telah berjuang untuk Islam!.” [3]

Dzirah bintu Al-Charits (ذرعة ابنة الحارث) mengira ‘Khalid lari’ ke belakang, takut serangan lawan. Dzirah turun dari gunung untuk menghadap Khalid, dan nasehat, “Hai Putra Al-Walid! Kau lelaki Arab pemberani!? Kenapa berlari? Pasukan pasti akan mengikuti pimpinan! Jika pemimpin tabah! Pasti mereka juga tabah! Jika kau berlari! Pasti mereka juga berlari!.”
Khalid menjawab, “Saya tidak berlari meningalkan lawan, sama sekali.”
Dengan malu, Dzirah berteriak, “Hai orang-orang yang berlari meninggalkan pimpinan! Allah akan mempermalukan kalian!.” 
Abdur Rohman putra Abu Bakr RA, berkata, “Ketika Khalid menyerang di depan, kami berada di belakangnya. Sandi kami saat itu kalimat ‘ya Muhammad, ya manshur, ummatuk’
Serangan Khalid yang dahsyat, membelah dan menewaskan sejumlah lawan. Serangan yang bertubi-tubi itu tak dihentikan, hingga kami maju terus sampai pertengahan lawan. Bertemu Raja Dirjan

Dirjan membawa Salib gemerlapan dari jauhar, menempati tempat yang telah ditentukan oleh Raja Mahan. Mereka menunggu ‘perintah menyerang’ atas pasukan Muslimiin.” 
Sejumlah bathriq bawahan Dirjan terkejut, saat melihat Khalid dan pasukannya mengamuk dan maju terus, hingga mendesak ke petengahan mereka. Dirjan dimohon, “Yang mulia! Marilah kita menyerang mereka bersama-sama.”
Dirjan perintah, “Seranglah mereka!” Lalu perintah agar seorang ‘membalut’ kepalanya dengan sutra Dibaj, agar tidak melihat peperangan itu. “Ngeri! Saya tak mau melihat” Katanya.

Pasukan  Dirjan terdesak dan tewas beserakan. Dhirar bergerak cepat untuk membunuh Dirjan.

Pimpinan tertinggi pasukan Romawi bernama Raja Mahan, menyadari, keadaan ‘sayap kanan dari pasukannya’ terancam. Dia berteriak, “Serbu!.”
Sejumlah pasukan Romawi menyerbu pasukan Muslimiin. Seorang lelaki tinggi besar dari Romawi, berkuda putih tinggi, muncul. Dia berjalan ke tempat yang luas, untuk menantang perang satu lawan satu. 

Seorang pemuda dari suku Al-Azdi muncul, mengabulkan tantangannya. Namun pemuda itu gugur setelah diserang dengan beberapa jurus. 
Ketika lelaki berkuda itu menantang perang lagi, Muadz bin Jabal bergerak, mengabulkan tantangannya. Langkah kuda Muadz terhenti oleh teriakan Abu Ubaidah, “Hai Muadz! Demi Kebenaran Rasulillah SAW! Saya minta agar kau bertempat di situ saja! Saya lebih bangga kau di situ membawa panji! Daripada berkelahi melawan dia!.” [4]
Muadz mundur dan berteriak, “Siapa berani melawan dia! Silahkan mengendarai kuda dan mempergunakan pedang saya!.”
Putra remaja Muadz yang belum baligh bernama Abdur Rohman, maju dan berkata, “Ayah! Saya yang akan melawan.”

Abdur Rohman menerima pedang dan mengendarai kuda, lalu berkata, “Saya akan berjuang untuk membunuh dia, agar mendapat Anugrah dari Allah. Jika saya nanti tewas, semoga Ayah mendapat keselamatan. Kalau Ayah ingin menyampaikan pesan pada Rasulillah SAW, akan saya sampaikan pada beliau.”
Dengan berlinang air mata, Muadz berkata, “Sampaikan salam saya pada baginda. Katakan pada baginda ‘semoga Allah membalas kebaikan dan jasa baginda pada umat baginda!’.” [5] Lalu berkata, “Hai anakku! Semoga Allah memberi kau Bimbingan, menuju yang Dia ridhoi dan Dia senangi.”

Abdur Rohman bin Muadz berangkat, mengendarai kuda ayahnya. 
Beberapa orang terkejut saat melihat pedang Abdur Rohman bergerak cepat menebas musuhnya. Musuhnya menghindar lalu mendekat dan menebaskan pedangnya pada kepala Abdur Rohman yang menghindar tapi terlambat. Surban dan kepalanya robek hingga darahnya mengucur. Abdur Rohman sempoyongan dikira akan tewas, sehingga dibiarkan saja. Ternyata Abdur Rohman yang bermandi darah itu, membelokkan dan memacu kudanya menuju ayahnya.
Dengan sedih, Muadz bertanya, “Bagaimana lukamu, Nak?.”
Abdur Rohman menjawab, “Orang kafir itu kurangajar! Telah menyerang saya.”
Sambil mengobati luka putranya, Muadz bertanya, “Apa yang kau harapkan dari dunia yang hina ini, Nak?.”
Abdur Rohman akan menyerang lagi, namun keluarga besar Al-Azdi melarang.
Muadz bertanya, “Siapa yang akan meneruskan melawan dia?.”
Amir bin Atthufail Addausi (عامر بن الطفيل الدوسي) muncul. Dia tergolong kaum pembawa panji, yang pernah mendampingi Khalid dalam Perang Yamamah.

Di dalam perang Yamamah, dia bermimpi melihat wanita menjumpai dirinya, agar farji di celah dua pahanya ‘dimasuki’ olehnya. Anak laki-laki Amir akan mengikuti masuk. Amir bangun dari tidurnya. 
Ketika dia menceritakan dan menanyakan takwil mimpi itu, tak seorang pasukan Muslimiin pun bisa menjawab.
Amir berkata, “Saya sendiri yang akan menakwilkan mimpi ini.”
Orang-orang bertanya, “Apa artinya?.”
Amir bertanya, “Berarti saya akan gugur. Saya memasuki farji wanita, artinya memasuki bumi. Anak laki-laki saya akan mengikuti saya masuk, artinya anak saya akan terkena musibah hingga gugur dan menyusul saya.”
Namun begitu, pada waktu Perang Yamamah berlangsung, Amir tidak menyandang luka, meskipun telah berperang mati-matian. 
Di dalam Perang Yarmuk, dia ikut berperang lagi. Bahkan bertekat membunuh bathriq yang telah melukai kepala putra Muadz, bernama Abdur Rohman. 
Kudanya dipacu mendekati bathriq yang diincar. Tombak kesayangan yang telah dibawa perang berkali-kali itu patah, oleh tebasan pedang sang bathriq. Amir menghunus pedang untuk ditebaskan sekuat tenaga, pada pundak sang bathriq: “Crak!” Tahu-tahu pundak itu terbelah ke bawah. Isi perut sang batriq berhamburan bersama darah yang tumpah. Bathriq roboh dari kudanya, bermandi darah.
Amir mengambil dan melemparkan mayat sang bathriq pada putranya. Lalu kembali lagi ke tengah medan pertempuran, untuk mengamuk ke kanan dan ke tengah. Lalu ke arah kiri.
Amukan diteruskan hingga Amir berhasil memporak-porandakan lawan, dan menewaskan seorang berkuda. Dialah tokoh besar pasukan Romawi.
Langkah kaki kuda Amir terhenti oleh datangnya Raja Jabalah bin Aiham, berkendaraan kuda tampan besar. Busana perang Jabalah bagian luar, sutra Dibaj yang gemerlapan karena dihias emas. Di balik baju gemerlapan itu, terdapat baju perang kebanggaan yang diwaris turun-temurun, sejak dari raja-raja Tubak (Yaman) yang mashur. Tampak sangat agung.

Bagi kaum Arab Nashrani Ghassan, munculnya Raja Jabalah berhelm perang gemerlapan, sangat menarik perhatian. Kuda gagah milik Jabalah itu, dibeli dengan ‘harga berapapun’ takkan dilepaskan. Karena bersilsilah jelas, sebagai keturunan kuda kaum Ad, kaum Nabi Hud AS
Pada Amir, Jabalah bertanya, “Siapakah kau?.”
Amir menjawab, “Orang Daus.”
Jabalah berkata, “Berari kita masih kerabat. Mundurlah jangan membunuh saya!.”
Amir menjawab, “Saya telah mengenalkan diri! Kau siapa?.”
Jabalah berkata, “Saya pimpinan tertinggi kaum Ghassan! Nama saya Jabalah bin Aiham Al-Ghassani (جبلة بن الأيهم الغساني)! Saya kemari karena melihat kau telah membunuh bathriq bertubuh besar dan hebat ini. Kehebatan dia dalam urusan tempur, sebanding dengan Raja Mahan dan Raja Jarjir. Karena kehebatanmu itulah maka saya geregetan ingin membunuh. Mayatmu akan kupersembahkan pada Raja Mahan dan Raja Hiraqla.” 
Amir berkata, “Mengenai besarnya tubuh dan kehebatan bathriq itu, dalam ‘urusan’ perang, sebetulnya sangat remeh, dibanding Kehebatan Allah, yang telah dan akan menumpas raja-raja aniaya. Mengenai rencanamu akan membunuh saya, untuk dipersembahkan pada Hiraqla dan Mahan. Saya juga berencana membunuh kau, untuk saya persembahkan pada Tuhan seluruh alam.”
Amir bergerak cepat menyerang Jabalah yang telah siap menangkis dan menyerang. Tebasan pedang Amir meleset karena dihindari. Tebasan pedang Jabalah, “Crak!.” Memotong ujung kepala hingga membelah belikat Amir.
Amir roboh bersimbah darah, lalu diinjak-injak oleh Jabalah. 
Jabalah membusungkan dadanya. Dan menantang perang pada Muslimiin lainnya. 

Putra Amir bernama Jundab muncul, untuk membalaskan kematian ayahnya. Jundab menghadap untuk menyerahkan panji pada Abu Ubaidah, dan berkata, “Yang mulia! Ayah saya telah dibunuh! Saya ingin membalaskan kematiannya! Serahkanlah panji ini pada kepercayan kau dari kaum Daus.”
Abu Ubaidah menerima panji untuk diberikan pada lelaki dari kaum Daus.
Jundab bergegas mendatangi Jabalah, sambil membaca syair tantangan perang:

Kubertekat diriku kuserahkan untuk berjihad selamanya
Karna berharap Ampunan Tuhan yang Mulia
Pedangku akan saya tebaskan pada lawan yang ada
Tuk memberantas penguasa aniaya hina
Karena keabadian surga adalah nyata
Untuk semua yang bertaqwa

Jundab menggertak Jabalah, “Hai yang telah membunuh ayahku! Jangan lari! Kau akan saya bunuh!.”
Jabalah bertanya, “Hubunganmu dengan dia sebagai apanya?.”
Jundab membentak, “Anaknya!.”
Jabalah bertanya, “Kenapa kaummu membunuh bangsa dan kelurga kalian sendiri yang hukumnya ‘haram?’.”
Jundab menjawab, “Berperang di Jalan Allah, ‘terpuji’ menurut Allah, dan akan mendapatkan derajat surga yang tinggi.”
Jabalah mencibir dan berkata, “Saya tidak sudi berkelahi denganmu.”
Jundab membentak, “Tetapi saya takkan kembali karena marah atas gugurnya ayah! Saya akan membalaskan kematiannya! Meskipun harus mati!“ Lalu bergerak cepat menyerang Jabalah yang siap dengan tangkisan dan serangan balasan.
Jundab dan Jabalah berwajah dan bermata merah, melotot. Hati Jabalah berdebar saat menyaksikan serangan Jundab yang ganas sekali, membuat dirinya terdesak.
Kawan-kawan Jundab berteriak; para pasukan Jabalah juga berteriak. 

Luar biasa, amukan Jundab menggila, membuat Jabalah kewalahan dan mundur ke belakang lagi. Para pasukan Jabalah berkata, “Pemuda yang menyerang raja kita ini luar biasa. Agar raja kita tidak kalah, kita harus segera menolongnya.”
Kaum Ghassan telah bersiap-siap membantu Jabalah, raja mereka yang kuwalahan menghadapi serangan Jundab. 

Pasukan Muslimiin senang. Abu Ubaidah menangis dan berdoa, “Inilah orang yang menyerahkan diri di Jalan Allah. Ya Allah terimalah Perjuangannya.” 
Pedang Jundab menebas Jabalah yang pedangnya juga menebas keras, hingga membuat Jundab ‘gugur’. 
Jabalah menginjak-injak mayat Jundab, dan membusungkan dada, sambil menantang perang. Namun pasukannya memohon agar dia mundur.
Jabalah mundur dengan sombong, menuju naungan Salibnya. 
Lalu datang pada Raja Mahan untuk menerima penghargaan. 

Gugurnya Amir dan putranya bernama Jundab, membuat pasukanMuslimiin, terutama kaum Daus, marah. Mereka berteriak, “Surga! Surga! Balaskan kematian pimpinan kita.”
Kaum Al-Azdi juga mendukung, “Betul! Ayo kita balaskan!.”
Dua kaum dari pasukan Muslimiin itu, menyerbu kaum Nashrani Ghassan, Lakhm, dan Judzam. 
Abu Ubaidah berteriak, “Hai semuanya! Bergegaslah menuju Ampunan dari Tuhan kalian dan surga! [6] Dan agar kalian bisa memeluk bidadari bermata indah di dalam surga Naim! Tidak ada tempat yang lebih menyenangkan bagi Allah untuk kalian, daripada ini tempat! Dan sungguh ‘kaum Semangat’ diutamakan oleh Allah, mengalahkan yang lainnya!.” 

Setelah Abu Ubaidah menyampaikan nasehat, kaum Al-Azdi dan Daus, semakin kompak, dalam melancarkan serangan mematikan. Agar tidak keliru mengenai teman atau lawan, mereka menyepakati sandi lafal, “Surga!.”
Sandi dari 41.000 pasukan berkuda Muslimiin ada tujuh macam:
·        Abu Ubaidah, “Amit.”
·        Jamaah Abs, “Ya lal Abs.”
·        Jamaah Yaman, “Ya Anshar Allah.”
·        Khalid dan pasukannya, “Ya Chizba Allah.”
·        Jamaah Chimyar, “Al-Fatch.”
·        Jamaah Darim dan Sakasik, “Asshabr.”
·        Jamaah Murad, “Ya Nashr Allahanzil.”

Ketika diserbu dengan sengit oleh pasukan dari Daus dan Al-Azd, kaum Nashrani Ghassan, Lakhm, dan Judzam, ‘morat-marit’. Mereka lari terbirit-birit menuju Salib, agar selamat. 

Seorang lelaki Muslim menyerang lelaki berkuda pembawa Salib. Serangannya yang ganas berhasil menewaskan dan menjungkalkan dari kudanya.

Ketika pasukan Nashrani Ghassan berlarian menuju Salib, pasukan Muslimiin menyerbu dengan sengit, hingga berhasil menewaskan mereka ‘banyak’.


In syaa Allah bersambung.





[1] Saat itu, nama Zubair bin Al-Awwam sangat masyhur, karena 1), pada zaman Perang Uhud; dia diperintah oleh Rasulallah SAW untuk ‘menggerakkan pasukan’ berkuda Muslimiin melawan Khalid bin Al-Walid. 2, dia juga termasuk 10 orang yang dipastikan masuk surga, berdasarkan Sabda Rasulillah SAW. Abu Dawud meriwayatkan: سنن أبي داود - (ج 12 / ص 254)
4031 - حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ النَّمَرِيُّ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحُرِّ بْنِ الصَّيَّاحِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَخْنَسِ
أَنَّهُ كَانَ فِي الْمَسْجِدِ فَذَكَرَ رَجُلٌ عَلِيًّا عَلَيْهِ السَّلَام فَقَامَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ فَقَالَ أَشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي سَمِعْتُهُ وَهُوَ يَقُولُ عَشْرَةٌ فِي الْجَنَّةِ النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدُ بْنُ مَالِكٍ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَلَوْ شِئْتُ لَسَمَّيْتُ الْعَاشِرَ قَالَ فَقَالُوا مَنْ هُوَ فَسَكَتَ قَالَ فَقَالُوا مَنْ هُوَ فَقَالَ هُوَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ
Arti (selain isnad)nya:
Dari Abdur Rohman bin Al-Akhnas (عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَخْنَسِ). Sungguh dia pernah di dalam Masjid. Ternyata di dalamnya ada lelaki menggunjing Ali AS. Sontak Said bin Zaid berdiri untuk berkata, “Saya bersaksi atas Rasulillah SAW bahwa sungguh saya pernah mendengar beliau bersabda ‘sepuluh orang di dalam surga: 1), Nabi di dalam surga. 2), Abu Bakr di dalam surga. 3), Umar di dalam surga. 4), Utsman di dalam surga. 5), Ali di dalam surga. 6), Thalchah (طَلْحَةُ) di dalam surga. 7), Zubair bin Al-Awwam di dalam surga. 8), Saed bin Malik di dalam surga. 9), Abdur Rohman bin Auf di dalam surga’. Kalau saya mau, bisa saja menyebutkan orang yang kesepuluh.”
Orang-orang bertanya, “Siapa dia?.”
Said diam.
Mereka bertanya, “Siapa dia?.”
Said menjawab, “Dialah Said bin Zaid.”

[2] اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [آل عمران/200].
[3] Dalam Futuchus-Syam dijelaskan: فتوح الشام - (ج 1 / ص 160)
فرأى الناس يقولون جزى الله قتامة بن الأيشم خيراً عن الإسلام شكره وجزاه خيراً.

[4] Mungkin Abu Ubaidah tidak tahu bahwa bersumpah menggunakan selain Nama Allah ‘terlarang’.
[5] Dalam Futuchus-Syam dijelaskan: فتوح الشام - (ج 1 / ص 161)
فقال له معاذ: يا بني أقرئه مني السلام وقل له: جزاك الله عن أمتك خيرا.

[6]  سَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ [آل عمران/133].

0 komentar:

Posting Komentar