SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2015/05/20

PS 123: Pembebasan Syam





Mahan kembali menuju lautan pasukan yang telah bertambah banyak. Dalam dewan perang itu, sejumlah bathriq, para rahib, dan para ulama Nasrani, berkumpul, menemani Mahan makan-makan.
Di pesta yang dihadiri oleh pejabat tinggi itu, Mahan tak menyentuh makanan sama sekali. Hatinya gundah karena mimpi yang dialami dan disampaikan dengan berbisik oleh bathriq itu, terus hadir dalam benaknya.
Sebetulnya sejak awal, Mahan lebih senang jika tidak ditunjuk sebagai Panglima Besar, yang harus memimpin perang lebih dari sejuta pasukan berkuda itu. Dia lebih senang berdamai dengan kaum Arab, meskipun harus membayar pajak dan hina. Tetapi hampir semua batriq memohon agar peperangan melawan kaum Arab dilaksanakan.

Sejumlah petinggi militer dan tokoh besar agama, memberanikan diri mendekati, untuk bertanya “Apa yang membuat yang mulia tidak berselera makan? Kalau karena tewasnya pasukan tuan yang berjumlah banyak, besok kita akan mengamuk agar menang. Memang terkadang perang dimulai kalah. Kalau pasukan kita telah menyerbu mereka dengan serempak, pasti mereka akan tewas semuanya” pada Raja Mahan. 
Perkataan Mahan, “Saya juga yakin kalian bisa menang. Karena di antara kalian ada yang tidak memurnikan agama dan berbuat aniaya, maka pasukan Arab bisa mengalahkan pasukan kita” sangat berwibawa.

Dengan marah, menangis dan mengejutkan, lelaki bertangan buntung menyela, “Yang mulia! Saya telah hidup lama, beragama seperti tuan! Saya pemilik 100 ekor kambing yang digembala oleh anak laki-laki saya! Seorang bathriq bawahan tuan telah memukulkan tiang dari pagar rumahnya, pada seekor kambing saya. Untuk memenuhi kebutuhannya. Pasukan bathriq itu menyerang sisa-sisa kawanan kambing saya yang sedang merumput. Istri saya mengadukan pada anak laki-laki saya, bahwa semua kambing saya dirampas oleh pasukan bathriq. Bathriq aniaya itu marah, dan menangkap istri saya, untuk dipaksa masuk ke rumahnya. Karena lama tidak keluar, anak laki-laki saya mendekati rumah itu. Ternyata  bathriq itu memperkosa istri saya. Anak saya berteriak minta tolong, namun justru dihajar untuk dibunuh. Saya datang untuk menyelamatkan anak dan istri, namun justu ditebas pedang. Tangan saya ini putus ketika menangkis pedang itu. Lihat ini potongan tangan saya!.”
Lelaki itu menunjukkan potongan tangannya pada Raja Mahan.
Kemarahan Mahan meledak menakutkan hadirin. Pada lelaki dari kaum taklukan yang telah beragama Nashrani itu, Mahan bertanya, “Kau tahu bathriq yang mana yang telah menganiaya kau?.”  
Lelaki itu berkata, “Ini orangnya” Sambil menunjuk seorang.
Mata Mahan melotot, mengamati si bathriq dengan marah. Si Bathriq marah karena dilaporkan pada atasannya. Sejumlah bathriq juga marah membela pimpinan, dan karena dilaporkan.
Lelaki malang bertangan buntung  itu dihajar oleh kawanan bathriq. Meskipun telah terkulai dan bermandi darah, lelaki itu ditebas dengan pedang. Bahkan dipotong-potong, oleh kawanan bahriq yang kesetanan.  

Mahan menyaksikan kekejaman itu dengan matanya. Kemarahannya memuncak dan meledak, “Kalian hina! Demi kebenaran Al-Masih! Kalian akan rusak! Kalian ingin mengalahkan pasukan Arab! Namun perbuatan kalian memalukan! Tak takutkah kalian jika besok di hari kiamat, dikisos?! Allah juga akan menindak dan mengambil kebaikan kalian untuk diberikan pada kaum yang memerintahkan kebaikan dan menghalang-halangi kemungkaran?! Demi Allah, kedudukan kalian di hadapanku seperti anjing! Kalian akan merasakan akibat penganiayaan kalian ini semuanya! Hingga kalian akan mendapatkan kehinaan!.”
Dia berpaling dari mereka dengan wajah dan mata merah.

Majlis itu telah sepi.

Seorang bathriq mendekat dan berbicara pada Mahan, “Yang mulia! Demi Allah, pasukan ini akan bernasib seperti yang tuan katakan! Kita akan kalah! Sungguh semalam saya telah bermimpi, melihat sejumlah lelaki turun dari langit, berkendaraan kuda kelabu! Mereka mengelilingi pasukan Arab dengan membawa pedang istimewa yang terhunus! Kita berada di dekat mereka! Pasukan kita yang keluar dari barisan, ditebas pedang oleh mereka! Hingga kebanyakan pasukan kita gugur.”
Mahan terperangah, karena sebelumnya juga ada bahriq yang bermimpi seperti itu. Sejak itu hingga malam kelam, Mahan kesulitan tidur, karena berpikir keras mengenai yang harus dilakukan atas pasukan Muslimiin.

Di pagi yang gelap itu barisan Muslimiin telah rapi. Mereka melihat pasukan Romawi bimbang dan grogi. Membuat keyakinan mereka akan menang semakin besar menguat. Walau begitu Abu Ubaidah mengingatkan, “Biarkan! Jangan diserang! Menyerang orang lemah ‘kelakuan orang rendah’.”

1.     Raja Qanathir.
2.     Raja Jarjir.
3.     Raja Dirjan.
4.     Raja Qurin.

Empat raja itulah yang diperintah oleh Raja Mahan agar segera memimpin pasukan berjumlah lebih sejuta. Mereka berempat menunggu kehadiran Raja Mahan yang akan dimintai ‘Idzin’ memulai menyerang pasukan Arab.
Jawaban Mahan, “Bagaimana mungkin saya akan menyerang kaum dengan pasukan yang aniaya? Jika kalian hebat! Seranglah mereka! Untuk membela kerajaan dan menyelamatkan wanita kalian!” mengejutkan.
Mereka menjawab, “Hari ini kami bertekat akan menyerang mereka! Demi kebenaran Al-Masih! Mereka semua akan kami sapu dari kota Syam! Meskipun untuk itu, kami harus mati! Sumpah dan utuslah kami sekarang juga ‘agar menyerang mereka!’ Jika tuan ingin melihat mana kami berempat yang lebih lihai dalam memimpin perang! Utuslah kami bergantian! Agar bisa dinilai! Jika pasukan Arab kalah! Harta mereka akan kami rampas untuk dikembalikan lagi pada tempat semula! Hanya saja untuk sementara peperangan diistirahatkan yang lama! Biar pasukan Arab sengsara dulu!.”  
Mahan berkata, “Ya! Permohonan kalian saya terima! Sekarang istirahatlah, hingga saya kirim surat pada Raja Hiraqla, mengenai rencana ini!.”

Amma ba’du:
Yang mulia, saya berdoa semoga Allah menolong dan memberi kejayaan tuan. Tuan telah mengutus agar saya memimpin pasukan yang jumlahnya tidak bisa dihitung. Saya telah bergerak menuju halaman pasukan Arab untuk memberi makanan, namun mereka tidak mau menerima. Saya telah minta damai, namun mereka tidak mau. Saya telah menyuap agar mereka pergi, namun mereka bersikeras. Sungguh pasukan Raja sangat grogi, saat melihat mereka. Saya takut jika rasa grogi ini akan berkembang pada kekalahan. Karena pasukan kami telah melakukan sejumlah penganiayaan. Saya telah mengumpulkan orang-orang pandai, demi abadinya kerajaan Tuan, untuk menyatukan tekat. Akhirnya kami para raja dan lainnya, sepakat:
1.     Akan menyerbu mereka dengan serempak, dengan serbuan bertubi-tubi, selama sehari penuh.
2.     Kami tidak boleh lari meskipun harus mati, menerima Keputusan Allah. Jika Allah nanti membuat musuh mengalahkan kami, maka terimalah Keputusan Allah itu. Sadarilah bahwa dunia pasti akan menjauhi tuan. Jangan menyesali yang lepas dari kekuasaan tuan. Jangan merasa memiliki pada yang tuan kuasai. Sekarang silahkan tuan mengungsi ke istana dan negeri tuan yang di Qusthanthiniyah (القسطنطينية / Konstantinopel). Lindungilah rakyat tuan dengan baik, niscaya Allah berbuat baik pada tuan. Sayangilah rakyat tuan, niscaya Allah menyayang tuan. Merendahlah karena Allah, niscaya Allah mengangkat tuan. Allah tidak senang orang-orang yang sombong. Sebetulnya pimpinan Arab bernama Khalid telah saya panggil untuk dibunuh, tapi akhirnya saya menyadari bahwa pelaku kecurangan justru akan celaka. Akhirnya saya menyadari bahwa pasukan Arab telah menang. karena menegakkan keadilan dan kebenaran. والسلام


Surat dilipat, lalu diberikan pada sejumlah orang, agar diantarkan pada Raja Hiraqla.

Telah seminggu peperangan istirahat. Abu Ubaidah menyuruh sejumlah mata-mata, agar mempelajari penyebab pasukan Romawi tidak melancarkan serangan. Selama sehari semalam, mata-matanya pergi ke kubu Romawi.

Mata-mata melaporkan, “Karena Raja Mahan telah kirim surat pada Raja Hirqla, dan sedang menunggu jawabannya.”
Khalid berkata, “Itu berarti Mahan takut kita! Sekarang mari kita serbu!.”
Pasukan Muslimiin menyaksikan Abu Ubaidah menjawab, “Jangan tergesa-gesa! Tergesa-gesa pengaruh syaitan.”

Setelah istirahat perang telah delapan hari, Mahan memanggil lelaki dari Lakhm (لَخْم) untuk diperintah, “Menyusuplah pada kaum Arab itu! Untuk mengumpulkan berita penting yang harus kau laporkan padaku!.”

Mata-mata telah masuk ke pertengahan pasukan Muslimiin, untuk mengumpulkan berita, selama sehari semalam. Tugas bisa dilakukan dengan baik, karena tidak ada yang mencurigai. Ternyata Jamaah itu mementingkan kedamaian. Yang mereka amalkan: shalat, membaca Al-Qur’an, dan bertasbih. Tidak ada pertikaian maupun penganiayaan.
Dia memberanikan diri mendekati Abu Ubaidah RA. Ternyata panglima perang itu justru kelihatan lemah. Terkadang Abu Ubaidah duduk, terkadang berbaring. Jika waktu shalat tiba, dia berwudhu; para Muadzin mengumandangkan adzan. Dia mengimami shalat mereka.
Mata-mata heran ketika melihat gerakan shalat Abu Ubaidah, diikuti oleh jamaah. Lalu berkata dalam hati, “Ini ketaatan baik yang akan berdampak kemenangan.”

Mata-mata kembali menghadap Mahan, untuk melaporkan semua yang disaksikan: “Yang mulia! Ternyata mereka berpuasa di siang hari, shalat di malam hari! Memerintahkan kebaikan! Dan melarang perbuatan mungkar! Kalau malam seperti rahib! Kalau siang seperti singa jantan! Mereka menegakkan hukum. Seandainya seorang tokoh mencuri, pasti telah dipotong tangannya! Kalau ada yang zina pasti telah dirajam! Nafsu mereka dipaksa agar mengikuti kebenaran! Panglima mereka justru seperti orang yang tak berdaya! Tapi sangat ditaati! Yang menarik perhatian, ketika mereka shalat! Jika pimpinannya berdiri; semua berdiri! Jika duduk; semua duduk! Hobi mereka justru berperang! Cita-cita mereka mati syahid! Ternyata mereka tidak menyerbu karena menunggu serangan kita.”
Mahan berkata, “Mereka ada kemungkinan menang! Namun saya akan melancarkan tipu muslihat atas mereka.”
Mata-mata bertanya, “Apa rencana tuan?.”
Mahan menjawab, “Bukankah kau sendiri yang telah berkata ‘mereka takkan mendahului menyerang kita?’. Agar kita berbuat aniaya?.”
Mata-mata menjawab, “Betul.”
Mahan berkata, “Saya takkan menyerang mereka untuk mengulur waktu, agar mereka lengah. Saat itulah kita akan meyerang mendadak.”

Mahan mengumpulkan para pejabat tinggi, untuk membagikan panji-panji dan Salib-Salib.
Membagi panji berjumlah banyak, dan Salib sejumlah 120, memakan waktu lama. Tiap orang yang diberi Salib, memimpin 10.000 pasukan yang berderet memanjang ke belakang.
§  Qanathir raja yang pangkatnya sama dengan Raja Mahan, menerima Salib pertama kali. Dia ditugaskan memimpin pasukan sebelah kanan.
§  Salib kedua diberikan pada Raja Dirjan, yang diperintah agar memimpin kaum Armenia, Najed, Nubia, Rusia, dan Shaqaliqah.
§  Salib ketiga diberikan pada putra saudara perempuan Mahan yang diperintah memimpin kaum Perancis, Hiraqliyah, Qayashirah, Yarful, dan Dauqas.
§  Kepada Raja Jablah pemimpin kaum Nashrani dari Lakhm, Judzam, Ghassan, dan Dhabbah, Raja Mahan memberi panji dan Salib, dan perintah jika terjadi peperangan ‘agar menyerang pertama kali’.

Pada Jabalah, Mahan berpesan, “Kalian kaum Arab! Musuh kita kaum Arab! Yang mematahkan besi, besi yang lebih kuat.”
Lalu Mahan membagi panji-panji pada masing-masing barisan.

Ketika fajar telah menyingsing, dan ufuk timur memerah, tugas Mahan telah selesai. Selanjutnya Mahan perintah agar dibuatkan bangunan darurat yang diletakkan di atas gunung, untuk mengawasi pasukan Muslimiin dan pasukannya sendiri.
Tempat itu dijaga oleh 1.000 pasukan berkuda di kanannya, memanggul pedang terhunus.
Di sebelah kiri tempat itu, juga dijaga oleh pasukan berkuda, berjumlah sama dengan yang sebelah kanan, juga berpedang terhunus. Hanya pasukan berkuda yang di sebelah kiri dari bangunan itu, para pejabat militer yang duduk di atas kursi.  

Mahan berkata, “Pasti pasukan Arab! Benci melihat kehebatan kita ini! Persiapan kita lengkap! Sedangkan mereka tak memiliki yang patut dibanggakan! Jika kalian melihat mereka lengah! Seranglah dengan serempak dari segala penjuru! Jumlah mereka sangat sedikit dibanding jumlah pasukan kita!.”

Pagi indah datang lagi. Ufuk timur disinari oleh sang fajar. Seorang lelaki menyerukan iqamat. Abu Ubaidah yang tak tahu bahwa keamanannya terancam itu, mengimami shalat subuh. Setelah membaca Al-Fatichah, orang yang selalu menyerahkan urusannya pada Allah itu, membaca surat Al-Fajr.
Dalam surat Al-Fajr yang agung itu Allah menanyakan pada nabi SAW:
1.     Apakah beliau pernah mengerti kisah kaum Ad (Iram) yang (saat itu) kekuatannya mutlak tak ada manusia yang membandingi.
2.     Kaum Tsamud yang mampu memotong batu besar di jurang.
3.     Kaum Firaun yang memiliki pasak-pasak penyiksa.
Kejahatan tiga kaum itu telah membuat menderita pada sejumlah penduduk negara. Akhirnya Tuhan nabi SAW, menuangkan Cambuk Siksa, atas mereka.
Lalu Allah menjelaskan, “Sungguh Tuhanmu benar-benar mengawasi.”
Dan seterusnya.

Bacaan indah menggetarkan itu aneh sekali. Dalam kekhusukan Abu Ubaidah dan pasukannya yang penuh itu, ada suara:
“Kalian akan menaklukkan lawan! Demi Tuhan Kejayaan! Siasat yang mereka lancarkan takkan bermanfaat sedikikitpun! Allah memberi kabar gembira ‘kalian akan menang’ melalui Surat yang dibaca oleh Imam kalian ini!.”

Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin menjalankan shalat dengan merinding dan kekhusukan maksimal.
Di rakaat kedua Abu Ubaidah membaca Al-Fatichah dan surat As-Syams. Pembacaan yang dilantunkan dengan memukau itu menggetarkan semua Jamaah shalat subuh. Surat As-Syams berisi Sumpah Allah:


Lagi-lagi, Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin yang sedang bergetar khusuk di dalam shalat subuh, terkejut oleh suara:
“Kalimat harapan itu sempurna! Dan tindakan akan segera terwujud! Ini sebagai pertanda yang pasti!.”

Seusai shalat subuh, pasukan Muslimiin riuh. Abu Ubaidah bertanya, “Apa kalian mendengar kalimat tadi?.”
Dengan serempak, mereka menjawab, “Mendengar!”
Ada yang berkata, “Kami mendengar perkataan dalam dua rekaat (‘begini begini’).”
Abu Ubaidah berkata, “Ini bisikan kemenangan! Berbahagialah dalam menyambut Petolongan Allah! Demi Allah! Allah akan menolong kalian dengan menghujankan Cambuk Adzab atas mereka! Sebagaimana dulu Allah pernah mengadzab bangsa kuno yang durhaka.”

Pasukan Muslimiin memperhatikan Abu Ubaidah berkata, “Semalam saya bermimpi yang saya takwilkan; perang ini akan kita menangkan, karena kita akan dibantu oleh para malaikat.”
Muslimiin sama bertanya, “Mimpi itu bagaimana? Semoga Allah berbuat baik pada tuan.”
Abu Ubaidah berkata, “Dalam mimpi itu saya melihat kita di dekat musuh. Tiba-tiba kita didatangi oleh sejumlah pasukan berwajah tampan berbusana putih. Busana mereka membiaskan cahaya menyilaukan mata. Mereka bersurban hijau, membawa panji-panji berwarna kuning, berkuda kelabu. Mereka berkata ‘kalian mampu mengalahkan mereka! Allah akan menolong kalian’.
Sejumlah pasukan kita dipanggil untuk diberi minum dengan gelas yang mereka bawa. Begitu pasukan kita menggempur; pasukan Romawi porak-poranda dan berlarian.”







[1] بسم الله الرحمن الرحيم
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا (1) وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا (2) وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا (3) وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا (4) وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا (5) وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا (6) وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10) كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَاهَا (11) إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا (12) فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْيَاهَا (13) فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا (14) وَلَا يَخَافُ عُقْبَاهَا (15).

0 komentar:

Posting Komentar