Berita ‘Sepuluh Pasukan Muslimiin Gugur’ sebagai Syuhada, dan ‘Lima Lainnya Tertawan’, telah tersebar di
kalangan Muslimiin di mana-mana. Termasuk yang mendorong Said dan 7.000
pasukannya berduyun-duyun dari Madinah menuju Syam, untuk bergabung pada Abu
Ubaidah pun, juga karena berita itu.
Mereka
berkabung besar atas peristiwa itu. Apa lagi Abu Ubaidah dan
pasukannya. Tertawannya lima pasukan pilihan:
1. Rafi
bin Umairah (رافع بن عميرة).
2. Rabiah
bin Amir (ربيعة بن عامر).
3. Dhirar
bin Al-Azwar (ضرار بن الأزور).
4. Ashim
bin Amer (عاصم بن عمرو).
5. Yazid bin Abi Sufyan (يزيد بن أبي سفيان), benar-benar membuat sedih.
Abu Ubaidah yang paling lama menangisi
mereka di hadapan Allah. Dia berdoa semoga Allah Menyelamatkan mereka.
Mereka berlima telah dibawa oleh Jabalah
ke hadirat Raja Mahan laknat, untuk dibunuh dan dipotong-potong.
Lima sahabat nabi SAW itu hampir dibunuh
dan dipotong-potong.
Pada Jabalah, Mahan bertanya, "Siapa
mereka itu?!.”
Jabalah menjawab, “Yang mulia! Mereka
termasuk pasukan Arab berjumlah 60 pria
pemberani itu. Yang sepuluh telah saya bunuh, dan yang lima mereka itu. Kini tokoh
mereka yang sangat mengkhawatirkan tinggal satu orang, yaitu yang menggerakkan
ribuan pasukan dengan gagah berani ke beberapa wilayah. Yaitu yang telah
merebut kota Arakah, Tadmur, Chauran, Bushra, dan Dimasyqa (Damaskus). Yang telah
memporak-porandakan 90.000 pasukan Ajnadin, pasukan tuan Tuma, dan pasukan
Harbis. Pasukan Tuma terakhir dihabisi oleh mereka, di dalam perang Marjud-Dibaj. Dan saat itu permaisuri
Tuma, putri Raja Hiraqla ditawan. Dia
yang bernama Khalid bin Al-Walid.”
Mahan bergetar takut dan berkata, “Kalau
begitu saya harus melancarkan makar untuk membunuh dia! Agar
yang saya potong-potong nanti lengkap menjadi enam orang.”
Mahan memanggil orang bijak yang pandai berbahasa Arab, bernama Jurjah (جُرْجَةَ): “Hai Jurjah! Pergilah menuju pasukan Arab! Untuk berkata
‘datanglah kemari! Wakil kalian! Maksud
saya orang yang bernama Khalid bin Al-Walid!’.”
Jurjah memacu kudanya agar berlari kencang menuju pasukan
Muslimiin. Untuk menemui Khalid.
Jurjah berteriak, “Hai orang-orang Arab! Keluarkan menuju kemari! Orang kalian yang
bernama Khalid!.”
Khalid muncul dari pertengahan pasukan, untuk bertanya, “Apa
tujuanmu?.”
Jurjah menjawab, “Raja Mahan perintah agar saya memanggil kau! Untuk membicarakan
perdamaian! Dan menghentikan
pertumpahan darah.”
Khalid berpamitan akan segera berangkat, untuk menemui Mahan.
Abu Ubaidah berkata, “Silahkan berangkat!
Semoga Allah menyelamatkan kau!
Semoga Allah Taala memberi mereka petunjuk! Atau semoga mereka mengajak damai dengan
syarat memberikan pajak! Agar peperangan segera berakhir. Menghalangi tewasnya
seorang lelaki Muslim,
lebih menyenangkan bagi Allah,
daripada semua kaum Musyrik
sedunia.”
Khalid menjawab, “Saya juga berharap
Allah menolong kita.”
Khalid bergegas memasuki tenda, untuk mengenakan
sarung kaki dari kulit, dan bersurban hitam. Ikat pinggang dari kulit dikenakan dan
pedang rampasan dari Musailimah Al-Kadzzab (مُسَيْلِمَةُ
الكذَّابُ)
dibawa. Dia perintah pelayannya bernama Hamam, agar membawakan tenda dari kulit
berwarna merah, sebagai perlengkapan. Hamam membawa tenda itu dengan kuda bagal.
Khalid mengendarai kudanya.
Ketika Khalid hampir berangkat, Abu Ubaidah perintah, “Ajaklah beberapa
Muslimiin agar mengawal kau!.”
Khalid menjawab, “Yang mulia! Itu menyenangkan saya! Tapi saya tidak bisa
memaksa mereka! Selain itu saya juga tidak berhak perintah mereka! Kau saja
yang perintah.”
Pembicaraan Abu Ubaidah dan Khalid diperhatikan oleh sejumlah
pasukan.
Muadz bin Jabal berteriak, “Hai Ayah Sulaiman! Kau pimpinan!
Kalau perintah, pasti kami taati! Karena hidupmu untuk mentaati Allah
dan Rasul-Nya.”
Seratus orang dari Muhajiriin dan Anshar
telah naik kuda, untuk mengikuti
Khalid. Mereka yang terpenting:
1. Al-Marqal
bin Utbah (المرقال بن عتبة).
2. Syurachbil
bin Chasanah (شرحبيل بن حسنة).
3. Said
bin Zaid (سعيد بن زيد).
4. Amer
bin Nufail (عمرو بن نفيل).
5. Maisarah
bin Masruq (ميسرة بن مسروق).
6. Qais
bin Hubairah (قيس بن هبيرة).
7.
Sahl bin Amer (سهل بن عمرو).
8. Jarir
bin Abdillah Al-Bajali (جرير بن عبد الله
البجلي).
9.
Qaqa bin Amer (القعقاع بن عمرو).
10.
Jabir bin Abdillah (جابر بن عبد الله).
11.
Ubadah bin Asshamit (عبادة بن الصامت).
12.
Aswad bin Suwaid (الأسود بن سويد).
13. Dzu
Kala Al-Chimyari (ذو الكلاع الحميري).
14. Al-Miqdad
bin Al-Aswad (المقداد بن الأسود).
15.
Amer bin Madikarib (عمرو بن معد يكرب) dan lainnya.
Tiap seorang harus siap melawan satu Jaisy (himpunan
pasukan berjumlah banyak). Mereka telah mengenakan baju perang,
mengenakan pelindung leher, mengenakan surban, dan mengenakan ikat pinggang
besar yang digantungi golok dan pedang. Lalu sama mengendarai kuda atau unta.
Khalid yang gagah berani berangkat,
dikawal oleh Muadz di kanan dan Al-Miqdad di kirinya.
Di belakang mereka bertiga arak-arakan seratus
pasukan berkuda yang mengikuti sambil bertahlil dan bertakbir dengan suara
keras.
Abu Ubaidah melepaskan mereka dengan membaca Ayat Al-Qur’an pemacu semangat jihad, sambil menangis. Hingga air mata membasahi pipinya.
Salah seorang dari seratus pasukan yang bernama Nashr bin Salim,
(نصر بن سالم) berkata, “Apa yang membuat yang mulia menangis?.”
Dengan menangis, Abu Ubaidah menjawab, “Hai Putra Salim! Demi Allah
mereka ini penolong agama! Jika
nantinya ada yang menjadi korban di bawah pemerintahanku! Bagaimana aku akan beralasan di sisi
Tuhan seluruh alam dan di sisi Umar RA?.”
Tangisan itu membuat orang-orang yang
menyaksikan ‘sama menangis’.
Pasukan Romawi melaut, memenuhi kawasan
sepanjang 5 farsakh (فَرْسَخٌ)
atau 15 mil. Riuh dan gemuruh suara mereka bagai hujan lebat mengguyur bumi.
Khalid dan pasukannya mendekat dan
memasuki lautan pasukan, dengan
gagah berani. Mereka memberi jalan.
Barak megah yang ditempati oleh Raja
Mahan itu, tidak semua orang
berani mendekati dan memasuki. Namun
dengan langkah pasti,
Khalid
dan pasukannnya memasuki.
Mahan berbusana mewah gemerlapan, duduk di atas
singgasana. Busana Mahan gemerlapan itu,
bukannya membuat Khalid dan pasukannya grogi, tetapi justru membuat mereka
semakin mengagungkan Allah.
Pelayan Mahan meletakkan beberapa kursi
untuk mereka yang tidak mau menduduki.
Bahkan mereka menyingkirkan kursi-kursi dan alas permardani yang mewah. Mahan mengamati
mereka, lalu tersenyum
dan berkata, “Hai kaum
Arab! Kalian tidak mau menduduki kursi penghormatan kami! Kenapa kalian menyingkirkan lalu
justru duduk di tanah? Kalian duduk di bawah, tidak sopan!.”
Khalid menjawab, “Sopan di hadapan Allah
lebih utama, daripada sopan di
hadapan kalian! Alas Allah lebih Suci daripada alas kalian! Nabi kami pernah
bersabda ‘bumi dijadikan sebagai Masjid dan alat bersuci untukku’.”
Khalid juga membaca Firman Allah ‘Dari tanah itu Kami
telah mencipta kalian,
akan mengembalikan kalian, dan akan mengeluarkan kalian, pada ulangan lain’.” [1]
Mahan akan berbicara langsung dengan
Khalid. Penerjamah di sisinya
disuruh diam. Khalid berkata, “Hai Mahan! Saya tidak mau memulai berbicara!
Berbicaralah tersererah kau! Pertanyaan atau tawaranmu akan saya jawab! Kalau
tidak mau memulai berbicara! Saya yang akan memulai.”
Mahan berkata, “Saya yang akan memulai.
‘Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan:
1. Tuan
besar Ar-Ruch, Al-Masih, sebagai Kalimat-Nya.
2. Kerajaan
kami sebagai kerajaan paling utama.
3. Umat
kami sebaik-baik umat’.”
Khalid menentang dan memotong pernyataan
Mahan.
Penerjemah
Mahan mengingatkan Khalid, “Saudara Arab! Sopanlah! Jangan memutus ucapan yang
mulia!.”
Khalid bersikeras menjawab, “Segala puji
bagi Allah, yang membuat kami beriman pada nabi kami, nabi kalian, dan seluruh
nabi AS. Yang telah menjadikan
pimpinan yang kami hormati, berkedudukan
seperti kami. Kalau dia merasa
derajatnya di atas kami, niscaya kami tidak terima. Kami menganggap pimpinan
kami hebat ‘ketika bertaqwa kepada
Allah azza wa jalla’. Allah membuat umat
kami memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Mau mengakui dosa dan beristighfar. Dan menyembah hanya
kepada Allah Taala semata.”
Setelah mendengarkan ucapan
Khalid, Mahan pucat dan diam.
Dia berpikir sejenak lalu berkata,
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami, ujian hidup yang paling indah. Telah membebaskan kami
dari kemiskinan. Telah menolong kami mengalahkan
semua umat, serta menghindarkan kami dari hina. Dan telah mendatangkan
kenikmatan dunia pada kami,
dengan mudah. Hai orang-orang Arab! Kalian telah memerangi dan merampas harta
kami! Padahal kami kaum
yang baik! Kalau kalian datang dengan baik-baik! Pasti kami menyambut kalian
dengan hangat! Setahu kami ‘orang-orang Arab tahu’ mengenai kebaikan kami.
Terus terang, kami terkejut oleh kedatangan kalian ke wilayah kami. Awalnya
kami menyangka tujuan kalian akan bersahabat. Ternyata justru sebaliknya.
Kalian datang untuk membunuh pasukan kami, mengambil perempuan kami, dan
merampas harta kami. Bangunan-bangunan kami kalian robohkan, bahkan kalian
ingin mengusir kami dan merebut wilayah kami. Kalian terlalu sombong dan kurang
perhitungan. Kaum hebat sebelum kalian
yang jumlah pasukan, perbekalan, dan persenjataan
mereka, jauh lebih banyak saja,
tidak mampu melawan kami. Mereka porak-poranda dan menderita kekalahan besar,
pulang ke negeri mereka dengan hina, karena serangan kami.
Banyak sekali yang tewas dan luka berat. Yang pertama kali mencoba kekuatan kami, raja Persia, lalu
Turki, lalu Jaramiqah (الجَرامِقَةُ),
dan lainnya. Kalian semua,
dibanding dengan mereka yang telah saya sebutkan, sangat remeh dan hina, karena
kalian hanya berbusana dari wool dan miskin. Saya ingatkan bahwa ‘kalian telah berbuat
aniaya’ di negeri kalian dan negeri kami. Jumlah pasukan
kami banyak sekali dan senjata kami sangat tajam. Itu belum pasukan yang kami
simpan di belakang sebagai cadangan. Kalian datang ke mari karena meninggalkan
tanah pekarangan kalian yang gersang. Kalian telah melakukan sejumlah
kejahatan. Kendaraan yang kalian kendarai dan busana yang kalian kenakan, rampasan dari kami.
Perempuan-perempuan kami telah kalian ambil untuk bersenang-senang dan
dijadikan pelayan. Makanan kalian di sini lebih lezat. Emas, perak, dan harta
kami yang kalian rampas,
berjumlah sangat banyak. Dengan ini saya menyatakan bahwa ‘semua yang telah kalian ambil’ silahkan dimiliki. Namun segeralah keluar
dari wilayah kami! Jika kalian membangkang, kami akan membuat kalian hina lagi, seperti dulu sebelum
ini! Kalau kalian
ingin berdamai dengan kami, setiap seorang kalian justru akan kami beri uang
seratus dinar dan satu busana. Khusus untuk Abu Ubaidah pimpinan kalian, diberi uang seribu
dinar. Yang lebih khusus lagi untuk Umar bin Khatthab, sepuluhribu dinar.
Dengan syarat kalian harus segera meninggalkan tempat ini, dan takkan ‘memerangi’ kami untuk selamanya.”
[1] مِنْهَا
خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى [طه/55]. Baca: Minhaa
khalaqnaakum wa fiihaa Nuiidukum wa minhaa Nukhrijukum taaratan ukhraa.
Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
0 komentar:
Posting Komentar