Di Sabtu pagi yang indah, Umar mengimami shalat subuh. Mereka dikejutkan oleh derap
kaki kawanan kuda membawa kaum berjumlah banyak. Mereka berdatangan
terus, tak henti-henti.
Setelah dicek ternyata mereka jamaah
dari kota Shadwan, Sabak, dan Hadhramaut wilayah Yaman. Mereka berjumlah 6.000 orang, mendengar berita bahwa ‘pasukan Muslimiin di
Yarmuk’ terancam. Sehingga
datang ke Madinah, untuk minta idzin bergabung pada pasukan Muslimiin di sana.
Suara mereka yang dipimpin oleh Jabir bin Khaul Ar-Rabi (جابر بن خول الربعي), riuh menggemuruh, bagai hujan lebat mengguyur bumi.
Jabir dan tokoh lainnya menghadap, mengucapkan salam pada Umar sebagai Amiral
Mukminiin RA. Umar perintah
agar para tamu dijamu dan diberi tempat yang layak.
Bila sore telah pergi dan malam telah datang, 1.000 pasukan
Muslimiin dari kota Makkah, Thaif, Nakhla, dan Tsaqif, mengalir menuju Madinah,
di bawah pimpinan Said bin Amir (سعيد
بن عامر).
Said dan sejumlah tokoh menghadap, menyampaikan salam pada
Umar. Lalu menempatkan
pasukannya, di sisi pasukan Yaman.
Di hari Ahad yang riuh itu, Umar RA mempersiapkan perbekalan 7.000 pasukan Muslimiin. Di depan hadirin, Umar
memasang panji pada tongkat,
untuk diserahkan pada Said bin Amir,
sebagai pimpimpinan yang membawahi mereka semua.
Ribuan orang telah bergerak, mengikuti Said. Tetapi Umar berteriak,
“Tunggu! Saya akan menyampaikan pesan!.”
Umar didampingi oleh tokoh-tokoh besar:
Utsman bin Affan, Abbas, Ali bin Abi Thalib, dan Abdur Rohman RA. Dia berjalan mendekat untuk
berkata, “Hai Said! Saya menunjuk
agar kau memimpin mereka
semuanya. Namun begitu,
kau bukan orang yang paling baik di antara mereka, kecuali jika kau bertaqwa. Pesanku
padamu:
1. Sayangilah mereka
semuanya semampumu.
2. Yang melakukan kesalahan
jangan kau hina.
3. Yang lemah jangan kau
remehkan.
4.
Jangan mengutamakan yang kuat.
5. Jangan menuruti hawa
nafsu.
6.
Hindarilah jalan yang sulit.
7. Jangan mengistirahatkan
mereka di tengah jalan raya.
8. Allah
Pengganti saya mengawasi kau
dalam
memimpin.”
Ali RA juga menyampaikan pesan,
“Ingat-ingatlah pesan Amiiral
Mukminiin, pimpinanmu yang karena
hebatnya; nabi pernah
bersabda:
‘Taatilah dia! Niscaya
kalian mendapat petunjuk dan kebenaran!
Silahkan berangkat! Jika kalian bertemu lawan yang sulit dikalahkan! Suratilah Umar sebagai
Amiral Mukminiin! Jika saya
telah diperintah ke sana! Gunung Syam akan saya angkat untuk menimbun mereka
dan kaum Musyrikiin, in syaa
Allah.” [1]
Mereka
senang mendapat pengarahan Umar
dan Ali RA. Dan terkesima oleh syair
pemacu semangat yang dilantunkan oleh Said bin Amir:
Kami akan berjalan
membawa pasukan agung
Berjalan dan berkuda
menuju Abu Ubaidah sahabat nabi agung
Menolong dia dan Agama
Allah Taala
Menaklukkan kaum Kafir
laknat hina
Said yang sudah terbiasa pergi ke Syam, setahun dua kali
itu, mengajak agar pasukan berjalan cepat.
Dia sengaja melewati Jalan Bushra yang sangat panjang.
Dia tersesat hingga kebingungan mencari
jalan yang nyaman untuk pasukannya. Sebisa mungkin dia mencari jalan datar, agar nyaman dilalui
oleh arak-arakan pasukannya yang panjang sekali.
Semakin lama dia semakin yakin bahwa
dirinya tersesat jalan, sehingga
berhenti dengan kebingungan. Sejumlah Muslimiin berdatangan untuk bertanya,
“Lalu kita akan ke mana?.”
Said diam tidak bisa menjawab, kecuali, “Laa chaula wa laa quwwata illaa billaahil Aliyyil Azhiim.”
Selama dua hari bingung, namun Said berjalan terus, ke arah Bushra.
Orang-orang yang bertanya dijawab, “Tenang! Kita akan sampai ke sana.”
Di hari kesepuluh, Said menyaksikan gunung
tinggi dari kejauhan. Dia mengingat-ingat gunung apakah itu? Namun tidak
terjawab. Hatinya berkata, “Jangan-jangan saya telah menyengsarakan pasukan.”
Setelah mengamati gunung yang menjulang makin dekat, hati Said
berkata, “Betulkan ini gunung Balbek (Balabak/بعلبك)?.”
Gunung yang siangnya tampak dari jauh itu, sorenya telah mulai didaki,
melalui jalan paling nyaman. Arak-arakan itu menyusuri jalan yang di
sisinya jurang luas. Di
tengah jurang ada pohon sangat besar
dan tinggi sekali. Setelah mengamati, Said ingat: ternyata pohon itu yang
pernah dilihat dari jauh jika sedang lewat.
Said berkata, “Berbahagialah! Kita akan
segera sampai kota Syam.”
Said dan pasukannya menuruni jurang yang
medannya sangat sulit. Kebanyakan pasukan yang dibawa, berjalan kaki. Kuda-kuda
dan unta-unta hanya dipergunakan membawa perbekalan. Ada beberapa orang yang mengusung
perbekalan bergantian.
[1] Mungkin Ali RA yakin
bahwa dirinya mampu membawa gunung (maksudnya batu-gunung yang besar) karena
pernah mendapat doa nabi SAW yang luar biasa. Pintu gerbang kastil Khaibar yang
takkan terbawa oleh 40 lelaki perkasa, diangkat dengan satu tangan dengan
sangat ringan, dan di ayun-ayun hingga perang usai. Ketika pintu gerbang
dilemparkan dan berdebam, orang-orang terkejut dan terheran-heran oleh kekuatan Ali RA yang luar biasa, berkat doa nabi SAW untuknya.
Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
0 komentar:
Posting Komentar