(Bagian ke-94 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Keributan
berdarah yang menggila di kota Balbek itu berlangsung lama. Rakyat tak mau lagi
mengalah pada punggawa raja yang semena-mena. Korban kematian dari dua belah
fihak makin banyak. Raja Harbis tewas karena diserang dengan garang oleh rakyat
yang mestinya menghormati dan mentaatinya. Raja terkulai tak bergerak,
dikerumuni dan ditangisi oleh keluarga dan orang-orang khususnya.
Tangisan,
jeritan dan teriakan bersaut-sautan; sejumlah rakyat Balbek membuka pintu
gerbang untuk keluar dan menjumpai Rafi bin Abdillah. Semakin lama jumlah
mereka yang keluar dari beteng, semakin banyak sekali. Di hadapan Rafi, mereka
berkata, “Kami memohon pertolongan Allah dan kepedulian tuan yang mulia.”
Rafi
mendengarkan mereka berkisah mengenai perlakuan raja mereka dan keributan yang
telah terjadi di dalam beteng. Rafi berkata, “Kami tak mungkin menyerang Harbis
karena perjanjian damai yang telah kita sepakati bersama.”
Mereka
menjawab, “Kami telah membunuh dia dan semua punggawanya.”
Rafi
dan pasukan Muslimiin terperangah dan terheran-heran saat mendengar kaum Balbek
berkisah tragedi berdarah dan mutilasi gila-gilaan itu. Rafi bertanya, “Lalu
apa yang kalian kehendaki?.”
Mereka
berkata, “Silahkan masuk ke kota kami! Kami telah memperbolehkan tuan dan
pasukan tuan memasuki kota kami.”
Rafi
menjawab, “Kami tidak berani masuk tanpa seidzin yang mulia Abu Ubaidah.”
Rafi
menulis surat permohonan idzin memasuki kota Balbek pada Abu Ubaidah, dan
memberitakan tragedi berdarah itu dengan lengkap. Abu Ubaidah mengirimkan surat
idzin memasuki kota Balbek untuk Rafi bin Abdillah dan pasukannya. Rafi bin
Abdillah dan pasukannya memasuki kota Balbek.
Arak-arakan
Abu Ubaidah dan pasukannya yang panjang sekali telah mendekati kota Chimsh
(Homs). Tepat di kota Az-Zarra’ah (الزراعة), Abu Ubaidah berhenti untuk istirahat.
Dia perintah agar Maisarah bin Masruq Al-Absi (ميسرة
بن مسروق العبسي) memimpin
barisan paling depan berjumlah 5.000 berkendaraan kuda. Panji yang dibawa
berwarna hitam diberi gambar berwarna putih.
Mereka
memacu kuda menuju kota Chimsh untuk bergabung lagi pada Khalid bin
Al-Walid.
Khalid
dan pasukannya menyambut kedatangan rombongan pertama yang dipimpin oleh
Maisarah bin Masruq, dengan cara mengucapkan salam, bersalaman dan
berpelukan.
Abu
Ubaidah perintah Dhirar bin Al-Azwar agar memimpin 5.000 pasukan berkuda,
rombongan kedua. Arak-arakan panjang itu berlari kencang menuju kota Chimsh.
Di
belakang mereka Amer bin Ma’dikarib dan pasukan berkudanya yang panjang sekali.
Paling
belakang Abu Ubaidah dan pasukannya yang derap kaki kuda mereka membahana.
Sebelum
Abu Ubaidah memasuki kota Chimsh berdoa, “Ya Allah, cepatkanlah penaklukan kota
ini untuk kami, dan hinakanlah kaum musyrik di dalamnya. Aamiin.”
Abu
Ubaidah telah bergabung lagi dengan Khalid di kota Chimsh. Pekerjaan pertama,
memperbaharui surat perjanjian damai dengan penduduk Chimsh yang penguasanya
juga bernama Harbis. Kalimat surat itu berbunyi:
بسم الله الرحمن الرحيم
Dari
Abu Ubaidah di Syam: wakil Umar bin Al-Khatthab Amirul mu’miniin RA
Adapun
selanjutnya: Sungguh Allah Ta’ala telah menaklukkan negri-negri kalian untuk
kami. Kalian jangan bangga oleh besarnya kota kalian dan kokohnya beteng kalian
ataupun jumlah pasukan kalian yang banyak sekali. Jika serangan kami telah
melanda, kota kalian ini hanyalah seperti periuk berisi daging untuk disantap
beramai-ramai oleh sejumlah pasukan. Pasukan yang kelaparan itu telah
menunggu-nunggu masaknya. Kami mengajak kalian menuju agama yang diridhoi oleh
Tuhan kami. Jika kalian mau mengabulkan ajakan kami, kami akan segera memberi
guru yang akan mengajar agama pada kalian, lalu kami pergi meninggalkan kalian.
Kalau kalian membangakang tidak mau masuk Islam, kami mewajibkan kalian
membayar pajak. Jika kalian membangkang berarti kita harus berperang untuk
menentukan keputusan Tuhan. Dialah sebaik-baik yang menentukan tindakan.
Surat
dilipat lalu diserahkan pada lelaki Nashrani yang pandai berbahasa Arab.
“Bawalah ke kota Chimsh untuk diserahkan pada penguasanya, dan suruhlah agar
menjawab saya secepatnya!” Perintah Abu baidah.
Lelaki
itu membawa surat dan berlari dengan kuda secepat-cepatnya. Ketika telah
mendekai beteng kota Chimsh; beberapa pasukan Chims di atas beteng menodongkan
anak panah dan batu-batuan ke arahnya. Dia ketakutan dan berteriak dengan
bahasa Romawi, “Tahanlah panah dan batu kalian! Saya lelaki ditaklukkan yang
membawa surat penting dari kaum Arab itu!.”
Beberapa
orang menurunkan tali agar diikatkan pada tubuh lelaki pembawa surat. Mereka
mengangkat lelaki ke atas agar dia memberikan surat itu pada bathriq mereka.
0 komentar:
Posting Komentar