Liti menjawab, “Menurut bisikan Syaitan, untuk menyesatkan kekasihnya, begitu?.”
Dila menyela, “Kok bisa-bisanya kau bilang bisikan Syetan?.”
Titik menjawab, “Buktinya 'bertentangan' dengan Firman Tuhan.”
Tengah menambah, “Teori itu mendorong seorang mengkufuri Tuhan.”
Ela bertanya, “Apa ada dalil yang menjelaskan bahwa manusia bukan dari kera?.”
Yu Sane dan Titik menjawab serempak, “Banyak.”
Ela bertanya, “Tunjukkan!.”
Tengah membaca, “وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ.”
Dila juga menuliskan: Wa idz qaala Robbuka lil malaa’ikati innii jaa’ilun fil ardhi kholiifah. Qaaluuu ataj’alu fiihaa man yufsidu fiihaa wa yasfikud dimaaa’a wa nachnu nusabbichu bichamdiKa wa nuqaddisulaK. Qaala inniii a’lamu maa laa ta’lamuun. Wa ‘allama Aadamal asmaaa’a kullahaa tsumma ‘arodhohum ‘alal malaaikati faqaala anbi’uunii bi asmaaa’i haaa’ulaaa’i in kuntum shoodiqiiin.
Tengah perintah, “Artikan Dil!.”
Dila mengartikan, “Dan ketika Tuhanmu berfirman pada para malaikat ‘sungguh Aku akan membuat kholifah di bumi’.
Mereka berkata ‘kenapa Tuhan menjadikan orang yang akan membuat kerusakan dan mengalirkan darah di dalamnya? Padahal kami akan bertasbih dengan Pujian-Mu? Dan akan mengkuduskan Kau?’.
Tuhan berfirman ‘sungguh Aku tahu yang tidak kalian ketahui’.
Tuhan mengajarkan nama benda semuanya pada Adam. Lalu menunjukkan benda-benda itu pada para malaikat, untuk perintah ‘ceritakanlah nama-nama ini semua pada-Ku! Jika kalian benar (pendapatnya)’.”
Mereka berkata ‘kenapa Tuhan menjadikan orang yang akan membuat kerusakan dan mengalirkan darah di dalamnya? Padahal kami akan bertasbih dengan Pujian-Mu? Dan akan mengkuduskan Kau?’.
Tuhan berfirman ‘sungguh Aku tahu yang tidak kalian ketahui’.
Tuhan mengajarkan nama benda semuanya pada Adam. Lalu menunjukkan benda-benda itu pada para malaikat, untuk perintah ‘ceritakanlah nama-nama ini semua pada-Ku! Jika kalian benar (pendapatnya)’.”
Titik berkata, “Dalam surat Yasin, jusru ada dalil mengenai orang 'yang mengkufuri Kekuasaan Allah' menghidupkan makhluq setelah mati dan setelah menjadi tanah. Tapi jawaban Allah di sana menjurus ke 'Asal Manusia dari Nuthfah (Sperma)' dan seterusnya, yakni bukan dari kera:
أَوَلَمْ يَرَ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الْأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ بَلَى وَهُوَ الْخَلَّاقُ الْعَلِيمُ إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ فَسُبْحَانَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ [يس/77-83].
Baca:
Awalam yarol insaanu annaa kholaqnaahu min nuthfatin fa idzaa huwa khoshiimun mubiin. Wa dhoroba lanaa matsalan wanasiya kholqohuu qoola man yuchyil ‘idlooma wa hiya romiim. Qul yuchyiihalladziii ansya’ahaaa awwala marrotin wa Huwa bikulli kholqin ‘aliim. Alladzii ja’ala lakum minassyajaril akhdhori naaron fa idzaa antum minhu tuuqiduun. Awalaisalladii kholaqos samaawaati wal ardo bi qoodirin ‘alaa an yakhluqo mitslahum. Balaa wa Huwal Khollaaqul ‘Aliim. Innamaaa amruhuu idzaa arooda syai’an an yaquula lahuu kun fayakuun. Fa subchaanal ladzii bi yadihii malakuutu kulli syai’in wa ilaihi turja’uun.
Artinya:
Masyak manusia itu tidak mengerti bahwa 'sungguh Kami' telah membut dia dari nuthfah (sperma)?. Tahu-tahu dia justru menjadi pembantah yang nyata. Dia membuat gambaran 'dialamatkan' pada Kami, namun melupakan pada dirinya. Dia berkata ‘siapa yang akan menghidupkan tulang-belulang yang dalam keadaan keropos ini?’'.
Katakan 'yang akan menghidupkan' yang telah membuatnya pertama kali, memang Dia Maha Tahu pada segala mahkluq. Yaitu yang telah menjadikan api dari pohon-pohon hijau, untuk kalian. Tahu-tahu darinya, kalian menyalakan (api). Masyak yang telah membuat beberapa langit dan bumi 'tidak mampu' membuat pada yang semisal mereka? Tentu bisa, karena Dialah Al-Khollaq (Maha Pencipta) yang Maha Tahu. Sungguh ketika menghendaki sesuatu, PerintahNya (hanya) ‘jadi!’, maka jadi. Maha Suci yang di TanganNya kerajaan segala sesuatu, dan kalian akan dikembalikan kepada-Nya.”
Ela bertanya, “Kenapa wa (وَ) dalam awalam (أَوَلَمْ) tidak diartikan?.”
Titik dan Yu Sane menjawab, “Karena hanya menunjukkan 'kalimat sebelumnya' belum berakhir (wawu athof).”
Liti dan Tengah bertanya, “Kenapa idzaa (إِذَا) dalam kalimat fa idzaa (فَإِذَا) diartikan tahu-tahu?.”
Titik dan Yu Sane menjawab, “Karena untuk menyatakan 'di luar dugaan' (charful fuj’ah).”
Beberapa orang bertanya, “Maksud kalimat 'membuatkan gambaran dialamatkan pada Kami' bagaimana?.”
Titik dan Yu Sane menjawab, “Menyodorkan pernyataan 'dialamatkan' pada Allah.”
Dila bertanya, “Kenapa lanaa (لَنَا) diartikan ‘dialamatkan pada Kami?’.”
Liti menjawab, “Karena lam-nya untuk menyatakan ‘dialamatkan’ (ta’lil).”
Ada yang bertanya, “Kok kalimat وَهِيَ (wahiya) diartikan ‘yang dalam keadaan?’.”
Liti menjawab, “Karena wa (وَ)nya untuk menyatakan keadaan (chaliyyah).”
Ela bertanya, “Kenapa wa Huwa (وَهُوَ) diartikan ‘memang Dia?’.”
Yu Sane menjawab, “Karena wa (وَ)nya 'penghubung' kalimat sebelumnya (wawu athof).”
Ela bertanya, “Kenapa ‘alladzii (الَّذِي) diartikan yaitu yang?’.”
Liti menjawab, “Karena 'memperjelas' kalimat sebelumnya (badal).”
Dila dan Titik bertanya, “Pernyataan ayat yang diartikan pohon hijau, tahu-tahu menjadi api, ini betul ada kah?.”
Ela menjawab, “Betul! Bahkan di dalam Al-Baghowi ditulis:
قال ابن عباس: هما شجرتان يقال لأحدهما: المَرْخ وللأخرى: العَفَارُ، فمن أراد منهم النار قطع منهما غصنين مثل السواكين وهما خضراوان يقطر منهما الماء، فيسحق المرخ على العفار فيخرج منهما النار بإذن الله عز وجل.
Artinya:
Ibnu Abbas berkata, "Dua pohon itu yang satu bernama Al-Markhu, yang lain disebut Al-Afar. Barang siapa menginginkan api, maka memotong ranting dari dua pohon yang berbentuk seperti siwak itu. Memang duanya masih meneteskan getah, namun jika Al-Markhu digesekkan pada Al-Afar, tiba-tiba keluar api, karena Ijin Allah azza wa jalla’.”
Titik bertanya, “Kenapa a (أَ) dalam kalimat أَوَلَيْسَ (awalaisa) diartikan 'masyak?'.”
Mas Liti menjawab, “Karena untuk 'menyatakan ingkar' (lil ingkar), pada orang yang menyodorkan pernyataan pada Allah itu.”
Beberapa orang bertanya, “Apa bedanya inna (إِنَّ) dan innamaa (إِنَّمَا)?.”
Yu Sane menjawab, “Artinya sama, hanya kalau innamaa (إِنَّمَا) untuk menjelaskan rahasia yang harus diketahui. Makanya kaum Jawa dulu, mengartikan, 'setuhune'."
Dila dan Titik bertanya, “Kenapa ada an (أَنْ) sebelum yaquula (يَقُولَ)?.”
Liti menjawab, “Kalau dalam bahasa English seperti to, kalau dalam bahasa Arab namanya mashdariyyah.
0 komentar:
Posting Komentar