(Bagian ke-22 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Khalid menjadi pusat perhatian pasukan. Dia berkata, “Jangan heran pada keberanian para wanita itu,” pada Rafi’. Khalid melanjutkan, “Mereka adalah wanita yang ahli berperang. Terkenal sebagai orang-orang yang pantang menyerah. Kalau laporanmu mengenai keberanian mereka benar, berarti mereka telah mengukir sejarah abadi sebagai pahlawan wanita. Berarti mereka telah menutup kekurangan wanita Arab.”
Ucapan Khalid mengenai Khaulah dan kawan-kawannya yang sedang berperang mati-matian melawan pasukan Petrus, menghilangkan kekhawatiran para pasukan. Wajah mereka menjadi berseri-seri.
Setelah Rafi’ melaporkan keadaan Khaulah dan teman-temannya; Dhirar bin Al-Azwar bergerak cepat untuk bersiap-siap perang. Khalid mencegah, “Sebentar hai Dhirar! Jangan tergesa-gesa!. Siapapun yang penuh perhitungan akan berhasil.”
Dhirar menjawab, “Wahai pemimpin! Saya sudah tidak sabar ingin segera menolong putri ayah dan ibu saya.”
Dengan bergerak cepat Khalid menjawab, “In syaa Allah pertolongan akan segera datang.”
Khalid dan pasukannya telah bergerak cepat menuju medan perang.
Arak-arakan pasukan berkuda panjang sekali. Khalid berpesan, “Jika telah sampai kesana berpencarlah untuk mengepung para perampok. Dengan itulah kita berharap Petrus melepaskan wanita kita.”
Arak-arakan pasukan berkuda panjang sekali. Khalid berpesan, “Jika telah sampai kesana berpencarlah untuk mengepung para perampok. Dengan itulah kita berharap Petrus melepaskan wanita kita.”
“Dengan senang hati dan berbahagia akan kami laksanakan,” jawab mereka.
Khalid menggiring arak-arakan panjang hingga kemedan perang. Saat itu pasukan Petrus sedang mengerubut Khaulah dan kawan-kawan wanitanya. Petrus dan pasukannya terkejut ketika melihat bala-bantuan Muslimiin berdatangan banyak sekali. Bala bantuan itu membawa gambar-gambar dan bendera-bendera.
Khaulah berteriak bahagia, “Hai putri-putri Tababi’ah! Demi Tuhan Ka’bah pertolongan telah datang!.”
Petrus mengamati pasukan Muslimiin yang berdatangan semakin mendekat. Dia grogi hingga seluruh tubuhnya bergetar. Pasukan dia pun sama terbengong-bengong. Petrus menggertak, “Hai para wanita! Sebetulnya saya ini kasihan pada kalian, karena kami juga memiliki saudara wanita, anak wanita, dan ibu wanita seperti kalian juga. Sebetulnya kalian ini telah kuserahkan pada Salib (maksudnya telah dimasukkan kedalam agama Nashrani). Jika kaum lelaki kalian telah datang beritahulah.”
Petrus telah mengaba kudanya agar bersiap lari, namun lalu terkejut oleh datangnya dua pria dari tengah-tengah pasukan Muslimiin. Yang satu mengacungkan pedang, yang lain telanjang dada. Dua orang bersenjata itu menakutkan bagaikan singa jantan marah yang berlari mendekat. Mereka adalah Khalid dan Dhirar.
Saat melihat saudara laki-lakinya datang, Khaulah menggertak menghina, “Hai kau tidak kesatria! Tadinya menyatakan cinta dan ingin berdekatan denganku! Kini menyatakan benci dan ingin lari?!,” pada Petrus.
Khaulah mendekati Petrus dengan garang.
Petrus menjawab, “Rasa cintaku padamu telah hilang.”
Khaulah berkata, “Kalau saya sampai kapanpun takkan sudi denganmu,” lalu bergerak cepat menghalangi Petrus.
Petrus berkata pada Dhirar yang telah mendekati: “Ambillah saudara perempuanmu ini! Semoga mendapat barokah. Inilah hadiah penghormatanku untukmu.”
Dhirar menjawab, “Hadiah sebagai penghormatanmu kuterima dan saya mensyukurinya, namun balasanmu yang pantas hanya ini. Terimalah sambutanku!.”
Dhirar menyerang sambil membaca, “Wa idzaa chuyyiitum bitachiyyatin fachayyuu bi achsana minhaa au rudduuhaa."[1] Artinya: Dan ketika kalian dihormati dengan penghormatan maka menghormatlah dengan yang lebih baik atau kembalikanlah penghormatan itu.
Dhirar telah menggerakkan tombak; namun Khaulah telah bergerak cepat mematahkan kaki-kaki kuda Petrus. Kuda roboh; Petrus terlempar. Tombak Dhirar menembus keluar perut sebelum Petrus jatuh ketanah bersimbah darah. Petrus gugur ketanah dan sakarat lalu tewas.
Khalid berteriak, “Hai Dhirar! Ulangi lagi tusukanmu agar kau beruntung!.”
Amukan pasukan Muslimiin memporak porandakan pasukan Petrus. Peperangan yang tak seimbang itu akhirnya menghabisi pasukan Petrus berjumlah 3.000 orang. Suasana sangat mencekam.
0 komentar:
Posting Komentar