(Bagian
ke-114 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Tujuh-Ribu
pasukan mengalir
Abdullah bin Qurth telah meninggalkan Madinah, menuju kota Yarmuk.
Di Sabtu pagi yang indah itu, Umar mengimami shalat subuh
berjamaah. Jamaah shalat dikejutkan oleh derap kaki kuda, yang dikendarai oleh Kaum berjumlah banyak sekali. Shalat subuh telah selesai; Kaum yang
berdatangan terus mengalir tak henti-henti.
Setelah dicek, ternyata mereka Jamaah Muslimiin dari kota Shadwan, Sabak, dan Hadhramaut, wilayah Yaman.
Setelah dicek, ternyata mereka Jamaah Muslimiin dari kota Shadwan, Sabak, dan Hadhramaut, wilayah Yaman.
Mereka
yang berjumlah 6.000 Orang itu, mendengar berita bahwa 'Pasukan Muslimiin di
Yarmuk' sedang terancam. Sehingga datang ke Madinah, untuk minta 'ijin bergabung'
pada Pasukan Muslimiin di sana. Suara Kaum yang dipimpin
oleh Jabir bin Khaul Ar-Rabi (جابر بن خول الربعي)
itu, riuh menggemuruh, bagai hujan lebat mengguyur bumi.
Jabir
dan Tokoh lainnya menghadap, untuk mengucapkan salam pada Umar, sebagai Amiral Mukminiin RA. Umar perintah agar para Tamu dijamu dan diberi tempat yang
layak.
Bila
sore telah pergi dan malam telah datang, 1.000 Pasukan Muslimiin dari kota
Makkah, Thaif, Nakhla, dan Tsaqif, mengalir menuju Madinah, di bawah pimpinan
Said bin Amir (سعيد
بن عامر). Said dan
sejumlah Tokoh menghadap, untuk menyampaikan salam pada Umar. Lalu menempatkan
1.000 Pasukannya di sisi Pasukan Yaman yang melaut.
Di
hari Ahad yang riuh itu, Umar RA mempersiapkan perbekalan 7.000 Pasukan
Muslimiin. Di depan hadirin, Umar memasang panji pada tiang, untuk diserahkan
pada Said bin Amir, sebagai pimpimpinan tertinggi mereka semua.
Ribuan
orang telah bergerak mengikuti Said pimpinan mereka. Tetapi Umar berteriak,
“Tunggu! Saya akan menyampaikan pesan dulu!.”
Umar
didampingi oleh beberapa Tokoh besar: Utsman bin Affan, Abbas, Ali bin Abi Thalib,
dan Abdur Rohman, berjalan mendekat untuk berkata, “Hai Said! Saya mengangkat
kau agar memimpin mereka semuanya! Namun begitu, kau bukan orang yang paling
baik di antara mereka, kecuali jika kau bertaqwa. Pesanku padamu:
1), sayangilah mereka semuanya semampumu.
2), mereka yang melakukan kesalahan jangan kau hina.
3), yang lemah jangan kau remehkan.
4), jangan mengutamakan yang kuat.
5), jangan menuruti hawa nafsu.
6), hindarilah jalan yang sulit.
7), jangan mengistirahatkan mereka di tengah jalan raya.
8), Allah sebagai gantiku mengawasi kau dalam memimpin Pasukan semua ini.”
1), sayangilah mereka semuanya semampumu.
2), mereka yang melakukan kesalahan jangan kau hina.
3), yang lemah jangan kau remehkan.
4), jangan mengutamakan yang kuat.
5), jangan menuruti hawa nafsu.
6), hindarilah jalan yang sulit.
7), jangan mengistirahatkan mereka di tengah jalan raya.
8), Allah sebagai gantiku mengawasi kau dalam memimpin Pasukan semua ini.”
Ali
RA juga menyampaikan pesan, “Ingat-ingatlah pesan Amiiral Mukminiin! Pimpinanmu
yang karena hebatnya! Nabi pernah bersabda ‘taatilah dia! Niscaya kalian mendapat
petunjuk dan kebenaran! Silahkan berangkat! Jika kalian menemui lawan yang
membuat kalian kesulitan mengalahkan! Suratilah Umar sebagai Amiiral Mukminiin!
Jika saya telah diperintah ke sana! Gunung Syam akan saya angkat! Untuk menimbun
mereka dan Kaum Musyrikiin, in syaa Allah.” [1]
Pasukan
Muslimiin senang pada pengarahan Umar dan Ali RA. Dan terkesima oleh syair
pemacu semangat, yang dilantunkan oleh Said bin Amir:
Kami
akan berjalan membawa Pasukan yang agung
Berjalan
dan berkuda menuju Abu Ubaidah dan Sahabat nabi agung
Menolong
dia dan Agama Allah Taala
Menaklukkan Kaum Kafir laknat yang hina
Penyembah
Salib penentang Allah Taala
Said
bin Amir yang sudah terbiasa pergi ke Syam, setahun dua kali itu, mengajak Pasukannya agar berjalan cepat. Dia sengaja melewati Jalan Bushra yang sangat
panjang.
Dia
tersesat hingga kebingungan mencari jalan nyaman, untuk Pasukannya. Sebisa
mungkin dia mencari jalan datar, agar nyaman dilalui, oleh arak-arakan Pasukannya yang panjang.
Semakin
lama dia semakin yakin bahwa dirinya tersesat. Sehingga akhirnya berhenti
dengan kebingungan. Sejumlah Muslimiin berdatangan untuk bertanya, “Lalu kita
akan ke mana?.”
Said
diam tidak bisa menjawab, kecuali, “Laa chaula wa laa quwwata illaa
billaahil Aliyyil Adliim.”
Selama
dua hari tersesat, namun Said berjalan terus ke arah Bushra. Orang-orang yang
bertanya, dijawab, “Tenang! Kita akan sampai ke sana.”
Di
hari kesepuluh, Said menyaksikan gunung tinggi dari kejauhan. Dia
mengingat-ingat 'gunung apakah' itu?. Namun tidak terjawab. Hatinya berkata,
“Jangan-jangan saya telah 'menyengsarakan' Kaumku.”
Setelah mengamati gunung yang menjulang makin dekat, hati Said berkata, “Betulkan
ini gunung Balbek (Balabak/بعلبك)?.”
Gunung
yang siangnya tampak dari jauh itu, sorenya telah mulai dinaiki. Arak-arakan itu menyusuri jalan yang di sisinya, terbentang jurang luas. Ada pohon sangat besar dan tinggi sekali. Setelah mengamati, Said ingat: ternyata pohon itu yang pernah dilihat dari jauh, jika sedang lewat.
Said
berkata, “Berbahagialah! Kita akan segera sampai kota Syam.”
Mereka menuruni jurang bermedan sangat sulit. Kebanyakan Pasukan
yang dibawa, berjalan kaki. Kuda-kuda dan unta-unta, hanya dipergunakan membawa
perbekalan. Ada beberapa orang yang mengusung perbekalan bergantian.
[1] Mungkin Ali
RA yakin bahwa dirinya mampu membawa gunung (maksudnya batu-gunung yang besar) karena
pernah mendapat doa nabi SAW yang luar biasa. Pintu gerbang kastil Khaibar yang
takkan terbawa oleh 40 lelaki perkasa, diangkat dengan satu tangan, dengan
sangat ringan, dan di ayun-ayun hingga perang usai. Ketika pintu gerbang
dilemparkan dan berdebam, orang-orang terkejut dan terheran-heran oleh kekuatan
Ali RA yang luar biasa, berkat doa nabi SAW untuknya.
0 komentar:
Posting Komentar