Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/08/17

KW 114: Perang Yarmuk (اليرموك)



(Bagian ke-114 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Tujuh-Ribu pasukan mengalir


Abdullah bin Qurth telah meninggalkan Madinah, menuju kota Yarmuk.

Di Sabtu pagi yang indah itu, Umar mengimami shalat subuh berjamaah. Jamaah shalat dikejutkan oleh derap kaki kuda, yang dikendarai oleh Kaum berjumlah banyak sekali. Shalat subuh telah selesai; Kaum yang berdatangan terus mengalir tak henti-henti. 

Setelah dicek, ternyata mereka Jamaah Muslimiin dari kota Shadwan, Sabak, dan Hadhramaut, wilayah Yaman.
Mereka yang berjumlah 6.000 Orang itu, mendengar berita bahwa 'Pasukan Muslimiin di Yarmuk' sedang terancam. Sehingga datang ke Madinah, untuk minta 'ijin bergabung' pada Pasukan Muslimiin di sana. Suara Kaum yang dipimpin oleh Jabir bin Khaul Ar-Rabi (جابر بن خول الربعي) itu, riuh menggemuruh, bagai hujan lebat mengguyur bumi.

Jabir dan Tokoh lainnya menghadap, untuk mengucapkan salam pada Umar, sebagai Amiral Mukminiin RA. Umar perintah agar para Tamu dijamu dan diberi tempat yang layak.

Bila sore telah pergi dan malam telah datang, 1.000 Pasukan Muslimiin dari kota Makkah, Thaif, Nakhla, dan Tsaqif, mengalir menuju Madinah, di bawah pimpinan Said bin Amir (سعيد بن عامر). Said dan sejumlah Tokoh menghadap, untuk menyampaikan salam pada Umar. Lalu menempatkan 1.000 Pasukannya di sisi Pasukan Yaman yang melaut.

Di hari Ahad yang riuh itu, Umar RA mempersiapkan perbekalan 7.000 Pasukan Muslimiin. Di depan hadirin, Umar memasang panji pada tiang, untuk diserahkan pada Said bin Amir, sebagai pimpimpinan tertinggi mereka semua.

Ribuan orang telah bergerak mengikuti Said pimpinan mereka. Tetapi Umar berteriak, “Tunggu! Saya akan menyampaikan pesan dulu!.”
Umar didampingi oleh beberapa Tokoh besar: Utsman bin Affan, Abbas, Ali bin Abi Thalib, dan Abdur Rohman, berjalan mendekat untuk berkata, “Hai Said! Saya mengangkat kau agar memimpin mereka semuanya! Namun begitu, kau bukan orang yang paling baik di antara mereka, kecuali jika kau bertaqwa. Pesanku padamu: 
1), sayangilah mereka semuanya semampumu. 
2), mereka yang melakukan kesalahan jangan kau hina. 
3), yang lemah jangan kau remehkan. 
4), jangan mengutamakan yang kuat. 
5), jangan menuruti hawa nafsu. 
6), hindarilah jalan yang sulit. 
7), jangan mengistirahatkan mereka di tengah jalan raya. 
8), Allah sebagai gantiku mengawasi kau dalam memimpin Pasukan semua ini.”

Ali RA juga menyampaikan pesan, “Ingat-ingatlah pesan Amiiral Mukminiin! Pimpinanmu yang karena hebatnya! Nabi pernah bersabda ‘taatilah dia! Niscaya kalian mendapat petunjuk dan kebenaran! Silahkan berangkat! Jika kalian menemui lawan yang membuat kalian kesulitan mengalahkan! Suratilah Umar sebagai Amiiral Mukminiin! Jika saya telah diperintah ke sana! Gunung Syam akan saya angkat! Untuk menimbun mereka dan Kaum Musyrikiin, in syaa Allah.”  [1]

Pasukan Muslimiin senang pada pengarahan Umar dan Ali RA. Dan terkesima oleh syair pemacu semangat, yang dilantunkan oleh Said bin Amir:
Kami akan berjalan membawa Pasukan yang agung
Berjalan dan berkuda menuju Abu Ubaidah dan Sahabat nabi agung
Menolong dia dan Agama Allah Taala
Menaklukkan Kaum Kafir laknat yang hina
Penyembah Salib penentang Allah Taala


Said bin Amir yang sudah terbiasa pergi ke Syam, setahun dua kali itu, mengajak Pasukannya agar berjalan cepat. Dia sengaja melewati Jalan Bushra yang sangat panjang.

Dia tersesat hingga kebingungan mencari jalan nyaman, untuk Pasukannya. Sebisa mungkin dia mencari jalan datar, agar nyaman dilalui, oleh arak-arakan Pasukannya yang panjang.
Semakin lama dia semakin yakin bahwa dirinya tersesat. Sehingga akhirnya berhenti dengan kebingungan. Sejumlah Muslimiin berdatangan untuk bertanya, “Lalu kita akan ke mana?.”
Said diam tidak bisa menjawab, kecuali, “Laa chaula wa laa quwwata illaa billaahil Aliyyil Adliim.”

Selama dua hari tersesat, namun Said berjalan terus ke arah Bushra. Orang-orang yang bertanya, dijawab, “Tenang! Kita akan sampai ke sana.”

Di hari kesepuluh, Said menyaksikan gunung tinggi dari kejauhan. Dia mengingat-ingat 'gunung apakah' itu?. Namun tidak terjawab. Hatinya berkata, “Jangan-jangan saya telah 'menyengsarakan' Kaumku.”
Setelah mengamati gunung yang menjulang makin dekat, hati Said berkata, “Betulkan ini gunung Balbek (Balabak/بعلبك)?.”

Gunung yang siangnya tampak dari jauh itu, sorenya telah mulai dinaiki. Arak-arakan itu menyusuri jalan yang di sisinya, terbentang jurang luas. Ada pohon sangat besar dan tinggi sekali. Setelah mengamati, Said ingat: ternyata pohon itu yang pernah dilihat dari jauh, jika sedang lewat.
Said berkata, “Berbahagialah! Kita akan segera sampai kota Syam.”

Mereka menuruni jurang bermedan sangat sulit. Kebanyakan Pasukan yang dibawa, berjalan kaki. Kuda-kuda dan unta-unta, hanya dipergunakan membawa perbekalan. Ada beberapa orang yang mengusung perbekalan bergantian.


[1] Mungkin Ali RA yakin bahwa dirinya mampu membawa gunung (maksudnya batu-gunung yang besar) karena pernah mendapat doa nabi SAW yang luar biasa. Pintu gerbang kastil Khaibar yang takkan terbawa oleh 40 lelaki perkasa, diangkat dengan satu tangan, dengan sangat ringan, dan di ayun-ayun hingga perang usai. Ketika pintu gerbang dilemparkan dan berdebam, orang-orang terkejut dan terheran-heran oleh kekuatan Ali RA yang luar biasa, berkat doa nabi SAW untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar