(Bagian
ke-113 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Doa
Ajaib Umar dan Ali
Umar RA berdoa, “Ya Allah, sayangi, selamatkan, dan lipatlah yang
jauh, untuk Abdullah bin Qurth. Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”[1]
Abdullah bin Qurth berkata, “Saya keluar dari Masjid Nabawi, melalui pintu gerbang Chabasyah (الحبشة). Hati saya berkata ‘jika saya tidak berziarah untuk mendoakan
salam, untuk Rasulallah di makamnya, merupakan kesalahan. Karena, siapa tahu saya
takkan melihat lagi makam itu untuk selamanya’.”
Abdullah bergegas memasuki makam Rasulallah SAW; Aisyah dan janda
nabi lainnya berada di sisi makam itu. Ali memangku Chusain (الحسين); Abbas memangku Chasan (الحسن) RA. [2]
Mereka membaca Surat Al-An’am; Ali RA membaca Surat Hud.
Setelah mendoakan salam pada Rasulallah, Abdullah ditanya oleh Ali, “Kau akan segera pulang ke Syam?.”
Setelah mendoakan salam pada Rasulallah, Abdullah ditanya oleh Ali, “Kau akan segera pulang ke Syam?.”
Abdullah menjawab, “Betul wahai putra paman Rasulallah. Saya yakin
jika telah sampai ke sana, pasukan kita telah berhadap-hadapan dengan Lawan.
Saya khawatir jika melihat saya tidak membawa bala bantuan, Pasukan Muslimiin akan merasa kecewa dan menggerutu. Saya tergesa-gesa karena ingin sampai ke
sana, sebelum Perang berkecamuk. Sehingga ada kesempatan nasehat, agar mereka
tabah.”
Ali bertanya, “Apa kau tadi tidak minta agar Umar mendoakan kau? Tak tahukah kau bahwa doa dia takkan ditolak oleh Allah? Dan Rasulullah SAW
pernah bersabda mengenai kehebatan dia: ‘kalau ada nabi lagi setelahku, niscaya
Umar bin Khatthab lah orangnya’. Umar pula orang yang hukumnya menyamai hukum
Al-Kitab (Al-Qur’an), hingga Al-Musthafa (nabi) SAW bersabda ‘kalau siksaan
tadi turun, tidak ada yang selamat kecuali Umar bin Khatthab’. Tak
tahukah kau bahwa Allah telah menunkan Ayat-Ayat yang jelas karena dia. Dialah
orang yang zuhud dan bertaqwa. Dialah orang yang menyamai Nabi Nuh AS. Jika dia
telah mendoakan kau, maka dikabulkan oleh Allah.”
Abdullah berkata, “Karena saya mempunyai ilham seperti kau, maka
itu telah saya lakukan. Tetapi saya ingin minta tambahan doa kau, doa Abbas
paman Rasulillah SAW.”
Abbas dan Ali RA mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah, sungguh
kami bertawassul dengan ini nabi Al-Mushthafa (pilihan), dan rasul Al-Mujtaba
(unggul), yang namanya pernah dipergunakan bertawassul oleh Nabi Adam AS. Hingga
Kau mengabulkan dan mengampuni dosanya:
- Permudahkan Perjalanan Abdullah.
- Lipatkan untuk dia, yang jauh menjadi dekat.
- Dan bantulah Sahabat-Sahabat nabiMu dengan pertolongan.
- Sungguh Engkau Maha mendengar doa.”[3]
Ali RA perintah, “Hai Abdullah! Berangkatlah! Saya yakin Allah
takkan menolak doa dari Umar, Abbas, Ali, Chasan, Chusain, dan para Istri
Rasulillah SAW. Doa yang ini tadi dengan tawassul, dengan lebih mulianya makhluq
SAW.”
Abdullah keluar dari kamar Rasulillah SAW, dalam keadaan
berbahagia. Dia bergerak cepat mengendarai dan memacu untanya, untuk menyusuri
jalan yang sangat panjang. Doa Umar, Ali, Abbas dan para Janda Rasulillah SAW, menjadi 'bekal perjalanan' paling dibanggakan, bagi Abdullah.
Abdullah di Madinah, hanya beberapa jam. Dia meninggalkan Madinah
setelah asar; malam dan dingin menyelimuti bumi. Tali kendali unta kendaraan
dilepas dari genggaman. Abdullah terkejut oleh 'kecepatan jalan' kendaraannya yang luar biasa, hampir seperti terbang. Perjalanan yang biasanya
ditempuh dalam waktu seminggu dengan kecepatan maksimal itu; hanya ditempuh
dalam waktu tiga hari. Suara terindah yang didengarkan, sewaktu
sampai kota Yarmuk, adzan asar yang menggema bersaut-sautan menggetarkan
sukma. [4]
Abdullah memasuki tenda untuk mengucapkan salam, pada Abu Ubaidah, panglima yang telah ditinggalkan selama 10 hari itu. Dia melaporkan
perjalanannya bisa cepat sekali berkat doa Umar, Ali, Abbas, Chusain dan Chasan
RA.
Abu Ubaidah mendengarkan laporan dengan takjub dan menjawab, “Kau
benar hai putra Qurth. Sungguh mereka Kaum yang dimuliakan oleh Allah.
Doa mereka makbul.”
Abu Ubaidah membuka dan membaca surat, di pertengahan Pasukan
Muslimiin. Pasukan Muslimiin berbahagia, mendengar surat Umar yang mereka cintai, dan mereka rindukan.
Suara riuh bersaut-sautan, “Yang mulia! Kami semua bertekat ingin mati syahid dan berdoa, semoga Allah mengabulkan.”
Suara riuh bersaut-sautan, “Yang mulia! Kami semua bertekat ingin mati syahid dan berdoa, semoga Allah mengabulkan.”
[1] اللهم ارحمه وسلمه واطو له البعيد إنك على كل شيء قدير. Baca: Allaahummar hamhu wa sallimhu wathwi lahul baiida
innaKa alaa kulli syai’in qadiir.
[2] Mungkin
Aisyah beranggapan 'pengharaman ziarah kubur' atas wanita, ada pengecualian, jika
yang dikubur tersebut suami dan ayah. Ibnu Chajar menjelaskan, “Setelah
Umar dikubur di kamar Rasulillah, maka Aisyah memasang korden penyekat.”
[3] اللهم إنا نتوسل بهذا النبي المصطفى والرسول المجتبى
الذي توسل به آدم فأجبت دعوته، وغفرت خطيئته إلا سهلت على عبد الله طريقه وطويت له البعيد وأيدت أصحاب نبيك بالنصر إنك سميع الدعاء. Baca: Allaahumma innaa natawassalu
bihaadzan nabiyyil mushthafaa warrasuulil mujtabal ladzii tawassala bihii
Aadamu fa ajabta da’watahu wa ghawafarta khathii’atahu illaa sahhalta alaa
Abdillahi thariiqahu wa thawwaita lahul ba’iida wa ayyadta ashchaaba nabiyyika
binnashri innaKa samii’ud duaa’.
[4] Saat itu
beberapa orang mengalunkan adzan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar