(Bagian ke-118 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Perkelahian satu lawan satu
Abu
Ubaidah mendengarkan laporan Khalid,
lalu berkata, “Sebetulnya Mahan pandai dalam bidang hukum dan hikmah. Tetapi
dipengaruhi oleh syaitan. Apa janji yang kalian sepakati dengan dia?.”
Khalid
menjawab, “Kita akan segera bertempur dengan mereka, sambil menunggu Allah
memberi pertolongan pada kaum yang Allah kehendaki.”
Abu
Ubaidah mengumpulkan pasukan Muslimiin untuk memuji dan menyanjung Allah, dan
menjelaskan perjuangan nabi SAW. Lalu menjelaskan bahwa besok lusa akan
berperang melawan pasukan Romawi. Mereka diperintah agar bersiap-siap. Khusus
kepada pasukan berkuda, Abu Ubaidah perintah agar bersemangat dan tabah dalam
berperang.
Khalid
mengumpulkan Jaisyuz-Zachfi (pasukan pengobrak-abrik) yang terdiri dari
4.000 pasukan berkuda. Dia berpesan pada mereka, “Ketahuilah bahwa orang-orang
kafir yang pasukan mereka berkali-kali kalian kalahkan di mana-mana itu, kini
telah mengumpulkan pasukan yang sangat banyak. Saya telah memasuki
pertengengahan pasukan mereka yang jumlahnya banyak sekali, bagaikan lautan
semut. Kaum yang persenjataannya lengkap itu tak punya perasaan, dan tak
mempunyai Tuhan yang akan menolong mereka. Mungkin besok lusa kita akan
bertempur dengan mereka. Kalian yang telah terbukti sebagai pasukan
pengobrak-abrik ini besok akan berbuat apa?.”
Beberapa
orang menjawab, “Yang mulia! Justru
berperang lah yang kita tunggu-tunggu, syukur bila bisa mati syahid. Itu
harapan kami paling tinggi. Kami akan tabah dalam peperangan besok,
hingga Allah menentukan kemenangan untuk kita!
Allah lah sebaik-baik penentu.”
Khalid
tersenyum bahagia dan berkata, “Semoga Allah memberi taufiq dan petunjuk pada
kalian.”
Berkat
pengarahan Abu Ubaidah, Khalid, dan lainnya;
semua pasukan Muslimiin malam itu mempersiapkan senjata. Perasaan mereka justru
berbahagia karena akan bertempur melawan musuh. Mereka justru takut jika Allah
mengadzab mereka, karena tidak mau memerangi lawan.
Di
pagi buta itu sinar fajar menyingsing di ufuk timur; para muadzin menyerukan
adzan dengan suara nyaring bersaut-sautan menggetarkan perasaan. [1]
Pasukan Muslimiin mencari air untuk berwudhu, lalu mengikuti shalat subuh Abu
Ubaidah RA.
Pasukan
Muslimiin telah berkumpul di atas kuda mereka. Pasukan yang berjumlah banyak
sekali itu dibagi menjadi tiga. Barisan pertama karena panjang sekali maka yang
paling kiri tidak melihat yang paling kanan. Khalid sibuk sekali, menghadap Abu
Ubaidah untuk berkata, “Yang mulia, siapa yang akan kau tunjuk sebagai komandan
pasukan sebelah kiri?.”
Abu
Ubaidah berkata, “Kinanah bin Mubarak Al-Kinani (كنانة بن مبارك الكناني).”
Kinanah
segera ditunjuk agar memimpin pasukan sebelah kiri didampingi
oleh Qais. Kinanah lelaki pandai berperang yang sangat pemberani. Karena
keberanian dan ketangkasannya dia pernah sendirian melabrak penduduk desa Arab.
Kepada kaum yang dilabrak itu, dia berkata, “Saya lah Kinanah!.”
Penduduk
desa berdatangan dengan berkuda untuk menyerangan dia. Dia melawan mereka
dengan membabi buta, dengan tekat harus menang. Karena
dia kalah, maka loncat dari kuda untuk berlari secepat-cepatnya. Mereka
mengejarnya, tetapi yang didapati hanya debu yang beterbangan karena larinya
melampaui kecepatan lari kuda mereka.
Abu Ubaidah berpaling untuk berkata pada Khalid, “Hai ayah Sulaiman! Yang
saya tunjuk agar memimpin seluruh pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki
semuanya adalah kau. Sekarang tunjuklah orang yang akan
memimpin pasukan berjalan kaki!.”
Khalid
menjawab, “Akan saya tunjuk orang yang berbeda dengan sebelumnya. ‘Hasyim bin
Utbah!’.” Seru Khalid.
Khalid
berkata pada Hasyim yang datang, “Melalui saya yang mulia menunjuk agar kau
mewakiliku memimpin pasukan berjalan kaki!.”
Abu
Ubaidah berkata pada Hasyim, “Turunlah dari kudamu untuk bergabung dan memimpin
mereka!. Semoga Allah menyayangmu, dan saya merasa cocok denganmu.”
Kepada
Abu Ubaidah yang sedang sibuk, Khalid memohon, “Para pembawa panji agar
disiapkan untuk mendengarkan pengarahan saya.”
Abu
Ubaidah memanggil Dhachak bin Qais (الضحاك بن قيس) untuk diperintah, “Suruhlah semua yang membawa panji! Katakan
pada mereka ‘Abu Ubaidah yang mulia perintah agar kalian bersiap mendengarkan
dan mentaati pengarahan dan perintah Khalid!’.”
Dhachak
memacu kuda untuk mendatangi para pembawa panji. Agar pekerjaannya menjadi
ringan dan cepat, dia menjumpai Muadz bin Jabal
pemimpin para pembawa panji.
Muadz
mendengar pesan Dhachak dan menjawab, “Saya paham dan taat,” lalu berteriak,
“Hai yang sama membawa panji! Sebentar lagi kalian diperintah agar mendengar
dan mentaati orang yang serbuan dan siasatnya barokah! Jangan menentang
perintahnya yang bermanfaat untuk kalian! Yang akan memberi upah kalian mengenai amalan ini, Tuhan seluruh alam!.”
Ada
orang yang menegur Muadz, “Kau terlalu menyanjung Khalid.”
Muadz
menjawab, “Setahu saya Khalid memang begitu.”
Khalid
menanggapi sanjungan Muadz untuk dirinya,
“Dia saudaraku karena Allah, yang sebetulnya jauh lebih unggul daripada saya.
Orang-orang selain Khalid juga tidak mampu menandingi kehebatan dia dalam
amalan.”
Si
pelapor heran karena Muadz menyanjung Khalid; Khalid menyanjung Muadz. Setelah
dia laporan pada Muadz mengenai pernyataan Khalid, Muadz berkata, “Demi Allah
saya cinta dia karena Allah. Saya yakin dia akan mendapat pahala karena niatnya
yang tulus, dan bertujuan demi kebaikan kaum Muslimiin.”
Para
pembawa panji telah berkumpul dan bersiap menerima pengarahan Khalid. Khalid
muncul di hadapan mereka untuk berkata, “Hai pasukan Islam! Tabah di dalam peperangan kalian nanti hukumnya wajib! Tidak kompak dan
penakut, bisa mengakibatkan hina dan kalah! Barang siapa tabah di dalam
berperang, maka Allah menyertai dan menolong dia mengalahkan musuhnya. Barang
siapa tabah ketika melihat pedang musuh berkilau, jika telah datang pada Allah
dimuliakan dan dibalas pahala luar biasa. Dan Allah
senang orang-orang yang mensyukuri anugrah-Nya.”
Semua
pembawa panji diberi pengarahan yang sama. Setelah selesai, Khalid berkuda mengelilingi
pasukan Muslimiin. Sejumlah pasukan berkuda yang gagah berani dipanggil oleh
Khalid untuk dibagi menjadi empat golongan.
Qais bin Hubairah Al-Muradi (قيس بن هبيرة المرادي) ditunjuk agar memimpin satu golongan. Khalid
berpesan, “Tugasmu memimpin ini semua dan menyerbu seperti saya nanti!.”
Maisarah bin Msruq Al-Absi (ميسرة بن مسروق العبسي) ditugaskan memimpin golongan kedua. Khalid berpesan
padanya seperti pesannya pada Qais.
Amir bin At-Thufail (عامر
بن الطفيل)
ditugaskan agar memimpin golongan ketiga. Khalid berpesan pada Amir dan
pimpinan yang keempat seperti pesannya pada dua pimpinan sebelumnya.
Khalid
bergerak menuju pasukan khususnya yang disebut Jaisyuz-Zachfi (pasukan
pengobrak-abrik).
Pagi
indah di Yarmuk
Di
pagi yang indah itu matahari hampir terbit; pasukan Muslimiin telah bersiap
perang sepenuhnya. Di tempat yang beda, Mahan perintah pada pasukan Romawi agar
bersiap melakukan serangan. Di tengah pasukannya
yang banyaknya melaut itu, menghabiskan waktu lama untuk
mempersiapkan perang.
Sebagian
pasukan Romawi telah mengalir menuju pasukan Muslimiin yang berbaris rapat
menyerupai dinding. Karena rapatnya barisan Muslimiin itu seakan-akan mereka
berdesak-desak untuk berteduh di bawah naungan kawanan burung di atas mereka.
Pasukan Romawi grogi dan takut saat melihat barisan pasukan Muslimiin yang
rapat sekali.
Mahan
mengatur lautan pasukan yang jumlahnya di atas 800.000 pasukan berkuda, di
bawah 20 panji yang berkibar-kibar, di belakang Salib-salib yang gemerlapan.
Barisan
terdepan yang ditugaskan pertama kali menyerang pasukan Muslimiin,
adalah Raja Jabalah dan pasukannya. Jabalah dinaungi Salib dari perak seberat
lima rathl (رَطْلٌ), yang empat sudutnya dihiasi
jauhari gemerlapan. [2]
Kisah
dari Adi veteran perang
Adi
bin Charits Al-Hamdani (عدي
بن الحارث الهمذاني) veteran perang yang mengikuti perebutan kota-kota Syam mulai
awal hingga akhir, berkisah:
“Mahan
membagi lautan pasukannya menjadi tigapuluh bagian. Di tanah lapang yang
luasnya seperti lautan itu, tigapuluh bagian dari seluruh pasukannya berbaris
rapi seperti pasukan Muslimiin yang tampak hanya sedikit.
Sejumlah ulama dan pendeta Nashrani diperintah agar membacakan ayat
pemacu semangat perang dari kitab Injil.
Di
antara celah-celah Salib dan panji, para ulama dan pendeta Nashrani membacakan
Injil dan berkhutbah agar para pasukan bersemangat dan tabah di dalam
berperang.
Ada
seorang bathriq bertubuh tinggi besar berkendaraan kuda, keluar dari barisan
untuk datang dan menantang perang satu lawan satu pada pasukan Muslimiin. Baju
perangnya berlapis emas; Salib emas bermata jauhari gemerlapan menggelayut di
lehernya. Kudanya besar tampan berwarna putih.
Dia lah pahlawan Romawi yang berkedudukan sangat dekat dengan raja. Bentakannya
dengan bahasa Romawi keras seperti petir meledak.
Pasukan
Muslimiin yakin bahwa maksud dia menantang perang satu lawan satu. Khalid
berteriak ‘hai para sahabat Rasulillah! Orang
kafir belum khitan itu menantang berkelahi! Kenapa tidak
ada yang melayaninya?! Masyak harus Khalid yang menghadapinya?!’.
Tiba-tiba seorang lelaki bertubuh tinggi besar berkuda, muncul dari celah
barisan Muslimiin. Kudanya juga tinggi besar berwarna putih, mirip
kuda batriq dari Romawi itu. Model baju
perangnya bagus. Kebanyakan pasukan Muslimiin belum kenal lelaki yang akan
melayani perang melawan bathriq itu. Khalid perintah pelayannya bernama Hamam
‘kejarlah orang itu dan tanyailah siapa dia, dan berasal dari mana?!’.
Lelaki
berkuda yang telah berlari mendekati bathriq itu dikejar dan ditanya dengan
keras ‘siapakah kau? Semoga Allah menyayangmu?’.
Lelaki tinggi besar itu menjawab ‘saya lah Rumas (روماس) penguasa kota Bushra’.
Hamam memacu kuda menuju Khalid untuk laporan. Khalid berdoa
untuk Rumas ‘ya Allah berilah dia barokah dan teguhkanlah tekatnya’. Rumas
berhadap-hadapan dan berbicara dengan bahasa Romawi pada bathriq.
Bathriq
menegur ‘hai Rumas!? Kenapa kau justru murtad dari agamamu untuk
memasuki agama kaum itu?!’ Rumas menjawab ‘agama yang saya
ikuti ini agung dan mulia, yang mau memasukinya pasti beruntung; sementara yang
menyelisihinya pasti tersesat’.
Perkelahian
bersenjata mereka berdua seru hingga menyita perhatian dua kubu. Pedang bathriq
menggores cepat hingga wajah Rumas bercucuran darahnya. Rumas merasa kesakitan
lalu memacu kudanya menuju pasukan Muslimiin. Bathriq mengejar Rumas yang
berlari cepat dengan kudanya. Ketika Rumas hampir sampai pada barisan Muslimiin;
pasukan Muslimiin yang berada di barisan kanan dan kiri menggertak serempak
hingga bathriq ketakutan.
Rumas
merasa lega dan aman. Rumas memasuki barisan Muslimiin; bathriq memutar dan
memacu kudanya yang gagah menuju arena tempur.
Sejumlah
Muslimiin menyambut dan mengucapkan salam pada Rumas yang datang, dan mengobati
lukanya, dan mengucapkan syukur atas keberanian dan serangannya. Serta
mendoakan agar dia mendapat ampunan Tuhan.
Bathriq
semakin sombong karena bisa mengalahkan Rumas. Dadanya semakin lebar dan
suaranya semakin besar. Dia menantang-nantang lagi pada Muslimiin untuk
berkelahi satu lawan satu.
Maisarah
yang keluar dari barisan dibentak oleh Khalid ‘hai Maisarah! Saya lebih senang kau diam ditempat
daripada melayani berkelahi padanya! Usiamu sudah tua; sedangkan orang buas itu
tinggi besar. Orang tua jangan melawan pemuda!
Saya yakin, sehelai rambut seorang Muslim sepertimu menurut Allah;
lebih berharga daripada orang kafir seluruh dunia’.
Maisarah
kembali memasuki barisan Muslimiin.
Amir
keluar dari barisan dan berkata pada Khalid ‘yang mulia, kau terlalu berlebihan
menilai kemampuan bathriq hina itu, membuat pasukan Muslimiin takut melawan
dia’.
Khalid
menjawab ‘orang yang sudah berpengalaman perang bisa memperkirakan kekuatan
lawan. Saya tahu serangan dia dahsyat dan kau juga bukan tandingannya!
Mundurlah!’.
Amir
mundur memasuki barisan lagi mentaati Khalid.
Dari
jauh Bathriq berteriak menantang perang satu lawan satu. Khalid bin Al-Charits
(خالد الحارث) keluar dari barisan,
untuk menghadap dan berkata pada Khalid bin Al-Walid ‘yang mulia, bolehkah saya
melawan dia?’.
Khalid
bin Al-Walid menjawab ‘demi Allah, memang kau sangat perkasa. Kalau mau
silahkan saja, namun membacalah bismillah!’.
Khalid
bin Al-Charits telah bersiap penuh dan kudanya telah digerakkan agar berlari.
Tiba-tiba teriakan Khalid bin Al-Walid menghentikan lari kudanya: ‘tunggu! Saya
mau bertanya!’.
Khalid
bin Al-Charits menghentikan kudanya dan menjawab ‘silahkan’.
Khalid
bertanya ‘apa kau pernah berperang satu lawan satu sebelum ini?’.
Khalid
bin Al-Charits menjawab ‘belum’.
Khalid
perintah ‘mundurlah hai putra saudaraku! Dia itu telah berpengalaman perang
satu lawan satu! Saya ingin yang melawan dia lelaki
yang juga berpengalaman seperti dia!’.
Khalid
bin Al-Charits mumutar kudanya untuk kembali; Khalid bin Al-Walid mengamati
Qais, hingga Qais maju untuk bertanya pada
Khalid bin Al-Walid ‘wahai ayah Sulaiman, apakah kau akan perintah saya melawan
dia?’.
Khalid
perintah ‘lawanlah dengan membaca bismillah! Semoga Allah menolongmu
mengalahkan dia!’.
Qais
mempersiapkan diri untuk melawan bathriq. Dia memacu kudanya sambil berdoa ‘bismillahi
wa alaa barokati Rasulillah SAW’. [3]
Ketika
bathriq melihat Qais mendekatinya, jantungnya
berdebar dan tahu
bahwa yang akan melawan dirinya adalah seorang jagoan.
Mereka
berdua saling menyerang dan menangkis. Tiba-tiba
pedang Qais terayun cepat sekali membelah perisai dan helm pelindung kepala
bathriq. Pedang Qais bersatu dengan helm perang hingga sulit dicabut. Ayunan
senjata bathriq melukai pundak Qais. Bathriq memeluk Qais yang rajin berpuasa
dan shalat sunnah itu. Qais merenggangkan pelukan bathriq dan berusaha
mengambil pedang yang bersatu dengan helm perang bathriq. Ketika usaha Qais
sia-sia, Qais bergerak cepat memacu kudanya menuju pasukan
Muslimiin, untuk mengambil pedang sebagai
senjata.
Bathriq
berteriak dan mengejar dengan kuda yang kecepatan larinya melebihi kecepatan
lari kuda Qais. Qais membelokkan kudanya sambil berkata dalam hati ‘cita-citamu
tertinggi mati syahid, kenapa kau justu lari?’.
Qais
terkejut oleh teriakan Khalid bin Al-Walid ‘hai Qais!. Saya bersumpah demi
Allah dan Rasulnya, biarkan saya melawan dia!’.[4]
Qais
menjawab ‘ya Khalid! Kau telah bersumpah padaku dengan dua
yang agung. Kalau saya mundur apakah kau bisa mengundurkan ajal kematianku?’.
Khalid
bin Al-Walid menjawab ‘tidak!’.
Qais
yang berlumuran darah berkata ‘saya takut jika lari akan berakibat masuk
neraka. Peperangan akan saya lanjutkan untuk merebut ampunan Allah Taala’.
Niatnya mengambil pedang dibatalkan, dan dia menghunus belatinya. Khalid bin
Al-Walid terperangah melihat Qais memacu kuda tanpa membawa pedang. Lalu
berteriak ‘ayo ambilkan dia pedang dengan niat agar mendapat bagian pahala dari
Allah!’.
Abdur
Rohman bin Abi Bakr Asshiddiq muncul dan berteriak ‘saya yang akan mengambilkan
pedang untuknya!’.
Khalid
bin Al-Walid menjawab ‘siahkan hai putra Asshiddiq!’.
Abdur
Rohman mengambil pedang untuk diberikan pada Qais. Ketika Abdur Rohman memacu
kudanya untuk mendekati Qais; pasukan Romawi menyangka Abdur Rohman akan
membantu Qais melawan bathriq. Seorang bathriq memacu kuda mendekati bathriq
yang kepalanya luka dan bercucuran darah. Bathriq yang baru datang itu
mencaci-maki Abdur Rohman dengan bahasa Romawi yang tidak dipahami oleh Abdur
Rohman. Abdur Rohman membentak ‘hai keparat! Kau berbicara apa saya tidak
tahu!’.
Seorang
penerjemah Romawi berlari untuk memberi tahu Abdur Rohman ‘hai orang Arab!
Katanya peperangan ini satu lawan satu?. Kenapa kau akan membantu kawanmu?!’.
Abdur
Rohman menjawab ‘kalian salah sangka!
Saya hanya akan memberi dia pedang!
Kalian jangan bodoh! Kalau seorang kami dikeroyok oleh
seratus pasukan kalian, adalah hal yang remeh. Coba lihat! Saya sanggup melawan
kalian bertiga!’.
Bathriq
itu bertambah marah dan matanya melotot, setelah diberi tahu oleh penerjemah
mengenai arti ucapan Abdur Rohman.
Abdur
Rohman berkata pada Qais ‘hai Qais, istirahat dulu karena kau telah capek!
Saksikan dulu serangan saya pada mereka’.
Abdur
Rohman menusukkan tombak secepat kilat hingga tahu-tahu menembus leher dan
muncul dari punggung musuh di dekatnya. Dia sekarat
dengan bermandi darah; dua lelaki Romawi akan menyerang Abdur Rohman; Qais
bergerak untuk membantu. Tetapi Abdur Rohman justru berkata
‘demi Rasulillah dan kebenaran Abi Bakr! Biarkan Abdur
Rohman melawan dua orang ini! Kalau saya tewas kau tetap akan bergabung dalam
pahala mati syahid! Dan sampaikan salamku pada Aisyah. Katakan pula demi ayahmu
saudaramu bergabung pada pasukan Muslimiin di Syam!’.[5]
Qais
menyaksikan Abdur Rohman bergerak sangat cepat menyerang bathriq yang helm
perangnya robek oleh tebasan pedang. Tombak Abdur Rohman menembus dan bersatu
dengan baju perang bathriq. Abdur Rohman mengayunkan pedang sekuat tenaga
hingga tubuh bathriq itu terbelah menjadi dua, dan darahnya tumpah.
Bathriq
satunya terperangah ketakutan, dan terkejut oleh suara Abdur Rohman ‘hai Qais! Kenapa
diam saja!?’.
Bathriq
yang ketakutan terlambat menghindari tebasan pedang Abdur Rohman yang membelah
kepalanya. Pasukan Romawi marah ketika melihat tiga kawan mereka tewas
bersimbah darah dalam keadaan yang memilukan. Mereka berkata ‘syaitan-syaitan
Arab itu keparat!’.”
Mahan
mendapat laporan mengenai tiga orangnya yang tewas. Dia berkata, “Sungguh raja
telah memberi tahu saya tentang kehebatan pasukan Arab itu. Jalan satu-satunya
kita harus menyerang mereka dengan serempak.”
Seorang
bathriq mendekati untuk berbisik-bisik pada Mahan. Mahan wajahnya memucat,
mendekatkan bibir untuk berbisik-bisik ke telinga bathriq dalam waktu yang
cukup lama. Selanjutnya dia diam membisu dalam waktu yang lama dengan wajah
tegang.
Beberapa
pejabat tinggi militer bertanya pada Raja Mahan tentang yang telah dibisikkan,
namun tidak ditanggapi. Seorang yang di dekat Mahan memberi tahukan bahwa:
Mahan telah
menanyakan pada bathriq tentang Jabalah, lalu berbisik ‘sungguh kaum Arab itu akan segera
menaklukkan pasukan kita’.
Bathriq
menjawab Mahan dengan berbisik ‘yang
mulia, yang kau katakan benar. Semalam saya bermimpi melihat sejumlah lelaki
turun dari langit ke bumi, berkendaraan kuda berwarna hitam,
putih, dan kelabu’.
‘Mereka
membawa pedang istimewa mengelilingi kaum Arab itu. Kami menyaksikan seorang
pasukan kita yang maju, dikeroyok untuk dibunuh, hingga akhirnya kebanyakan
pasukan kita tewas terbunuh. Saya yakin orang-orang di
dalam mimpi itu telah bergabung dengan mereka, karena yang telah membunuh tiga
orang kita itu, orang yang saya lihat di dalam mimpi semalam. Mereka pasti akan
segera mengalahkan pasukan kita.”
Mahan
sangat susah dan nafasnya terasa berat. Wajahnya
makin memucat dan semangat perangnya menurun.
Meskipun
para tokoh militer yang memberanikan diri bertanya Mahan makin banyak, namun
Mahan tetap membisu dan bermuka menakutkan.
Para tokoh milier berbahagia karena Raja Mahan berbicara di pertengahan
mereka: “Hai pemeluk agama Nashrani! Jika kalian tidak bersemangat dalam
peperangan ini, kalian akan tergolong orang-orang yang merugi, dan Al-Masih
akan murka pada kalian. Allah telah dan akan selalu menolong
agama kalian. Sebetulnya ketika Allah mengutus seorang rasul, bertujuan
meletakkan alasan menyiksa atas yang tidak mentaatinya karena terbius dunia.
Jangan tertipu oleh gebyarnya dunia. Di dalam kitab tertulis ‘jangan berbuat
aniaya!. Sungguh Allah tidak suka penganiayaan maupun orang yang sama aniaya’.
Ketika kalian telah tenggelam dalam kenikmatan dunia, telah berbuat aniaya, dan
telah meninggalkan berjihad melawan para lawan, seharusnya kalian mempersiapkan
jawaban pada Tuhan mengenai: 1), Jika kalian menyelisihi nabi kalian. 2),
Menyelisihi Firman yang di dalam Kitab Tuhan kalian.
Kaum
Arab telah berada di sini untuk membunuh pasukan berkuda kalian, dan menawan
anak-cucu dan wanita kalian. Apakah kalian masih tetap akan melakukan kemaksiatan
dan tidak takut pada yang Maha Tahu
barang-barang ghoib?. Jika nanti kekuasaan kalian telah dicabut oleh-Nya, dan
musuh-musuh kalian telah dibuat menang, berarti Dia telah menindak tepat dan
adil. Karena kalian telah meninggalkan ‘perintah kebaikan; mencegah
kemungkaran’.”
Berita
mimpi seorang bathriq itu tidak bocor karena bathriq disuruh tutup mulut oleh
Raja Mahan.
Qais
dan Abdur Rohman membawa pedang sambil mengambil harta peninggalan milik tiga
mayat yang terkapar, untuk diberikan pada Abu Ubaidah.
Abu
Ubaidah berkata, “Ini semua untuk kalian berdua. ‘Yang membunuh pasukan
berkuda, berhak merampas milik yang dibunuh’. Ini keputusan hukum Umar bin
Khatthab RA yang disampaikan pada saya.”
Qais
dan Abdur Rohman mengambil rampasan perang dengan berbahagia. Qais kembali ke
tempat yang telah ditentukan oleh Khalid, untuk mendampingi Kinanah memimpin
pasukan.
Abdur
Rohman memacu kudanya untuk kembali lagi ke medan perang melawan lawan yang
sudah mulai berdatangan. Kuda kelabu rampasan dari bathriq ditinggalkan oleh
Abdur Rohman karena tidak taat dan membandel.
Abdur
Rohman memacu kudanya ke tengah dua barisan, lalu mengobrak-abrik dan membunuh
sejumlah pasukan berkuda Romawi sebelah kanan barisan.
Kuda
Abdur Rohman dipacu lagi agar membelah pasukan Romawi sebelah
tengah, untuk membunuh sejumlah lawan.
Ketika
Abdur Rohman memacu kudanya ke pasukan Romawi sebelah kiri; sejumlah anak panah
melesat bertubi-tubi menyerang. Seorang bathriq datang untuk melawan, namun
jurus-jurus Abdur Rohman berhasil menewaskannya. Bathriq lainnya menyerang,
tetapi justru tewas oleh tebasan pedang mematikan Abdur Rohman.
Khalid
berdoa dan berkata, “Ya Allah, lindungilah dia dengan Mata-Mu dan jagalah
dia. ‘Sungguh hari ini Abdur Rohman seorang diri telah mengobrak-abrik
musuh’.” [6]
Khalid
berteriak keras, “Hai Abdur Rohman! Demi uban dan pembaiatan ayahmu! Kau
harus mundur ke tempatmu semula!.”[7]
Abdur
Rohman memacu kudanya menuju tempatnya semula.
Dalam
peperangan akbar itu para wanita Muslimaat juga ikut berperang. Di antara
mereka yang penting ialah: 1), Asma bintu Abu Bakr, istri Zubair Al-Awwam. 2),
Khaulah bintul-Azwar. 3), Nusaibah bintu Kaeb. 4), Ummu Abban, istri Ikrimah
bin Abi Jahl. 5), Azzah bintu Amir (عزة بنت عامر), istri Maslamah bin Auf Addhamri (مسلمة بن عوف الضمري). 6), Ramlah bintu Thulaichah (رملة بنت طليحة). 7), Ralah. 8), Umamah. 9), Zainab. 10), Hind. 11), Yamur (يعمر). 12), Dan sejumlah wanita lainnya.
Mereka
juga berperang mati-matian hingga membuat Allah dan Rasul-Nya ridho.
[1] Ketika itu adzan
diserukan oleh beberapa orang. Dalam kitab aslinya ditulis: ‘فلما أصبح
القوم ولاح الفجر أذن المؤذنون’.
[3] بسم الله وعلى بركة رسول الله صلى الله عليه
وسلم.
Artinya: Dengan Nama Allah dan barokah Rasulillah SAW.
[4]
Mungkin Khalid tidak tahu bahwa bersumpah dengan selain Allah adalah terlarang.
Al-Waqidi menulis tentang itu: فصاح به خالد:
يا قيس سألتك بالله ورسوله إلا وجعت وتركت حدتها علي.
[5] Mungkin
Abdur Rohman tidak tahu bahwa bersumpah menggunakan selain Nama Allah adalah
terlarang, karena setelah nabi SAW wafat hidupnya hanya untuk berjihad,
sehingga kurang mengajinya.
[6] Al-Waqidi
menulis doa itu: اللهم ارعه بعينك واحفظه فإن عبد
الرحمن قد اصطلى اليوم الحرب بنفسه. Baca: Allaahummar ‘ihii bi ainiKa wachfadlhu fa inna
Abdar Rohmani qadishthalaal yaumal charba binafsih.
[7] Mungkin
Khalid tidak tahu bahwa sumpah dengan selain Nama Allah terlarang, karena
hidupnya hanya untuk berjihad sehingga kurang mengajinya.
0 komentar:
Posting Komentar