(Bagian ke-82 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Umu Taim istri Khalid bin Al-Walid bersama sejumlah wanita Arab berlari dengan kuda kencang sekali. Mereka mendekati medan perang yang tertutup debu-debu beterbangan. Tombak-tombak dan pedang-pedang di medang perang itu berkilaun bergerak-gerak mencari sasaran. Mereka kesulitan mencari regu Khalid yang jumlahnya hanya sedikit, tertutup oleh lautan pasukan lawan.
Abu Ubaidah bertakbir dan melancarkan serangan bersama pasukannya; regu Khalid terkejut senang mendengar bala-bantuan datang. Abu Ubaidah dan pasukannya mengepung kaum kafir. Kaum kafir semakin kewalahan menghadapi serangan Muslimiin yang jumlahnya bertambah banyak. Sebagian mereka berlari tungang-langgang, menyelamatkan diri.
Khalid bin Al-Walid di atas pelana kuda menyaksikan kaum Muslimiin berdatangan dengan bertakbir. Seorang berkuda memporak-porandakan pasukan Romawi, lalu berlari cepat menghadap Khalid; Khalid menyambut kedatangannya untuk bertanya, “Siapa kau?.”
Orang berkuda yang tertutup wajahnya itu menjawab, “Saya Umu Taim istrimu! Datang kemari untuk memberikan pecimu yang dibarokahi. In syaa Allah! Kau akan segera mengalahkan para lawan! Pakailah! Demi Allah kau tidak melupakannya kecuali karena agar mendapat qodrat seperti ini.[1]
Begitu peci itu dipegang oleh Khalid, ada sambaran sinar bagaikan kilat. Khalid mengenakan peci dan bergegas menyerang dan mengobrak-abrik pasukan Romawi. Lautan pasukan lawan itu berlarian bagai ombak. Pasukan Muslimiin mengejar dan membunuh mereka yang berjumlah banyak sekali, membuat pasukan Muslimiin lainnya tambah bersemangat menyerang mereka. Pasukan Romawi yang lain lari semuanya, kecuali yang tertawan atau luka parah atau tewas.
Barisan pasukan Romawi yang berlari di depan sendiri, Jabalah dan kaum Nashrani Arab. Karena amukan Khalid dan Muslimiin lainnya terlalu dahsyat.
Kaum Nashrani telah kalah; kaum Muslimiin berkumpul mengelilingi panji Abu Ubaidah bin Al-Jarrach, untuk mengucapkan salam dan bersalaman dengan Abu Ubaidah. Yang paling mendapat perhatian adalah Abu Ubaidah. Dia mengucapkan selamat pada Khalid, “Ya ayah Sulaiman! Kau telah membuat lega dan membuat ridho pada yang Maha Agung.”
Di hadapan pasukan Muslimiin Abu Ubaidah RA berkata, “Saudara semuanya! Saya berpandangan sebaiknya kita segera pergi untuk memerangi penduduk Qinasrin (Guensrin) dan Awashim.”
Pasukan Muslimiin menjawab, “Setuju!” dengan serempak.
Sebagian mereka menambahi kalimat jawaban, “Ya kepercayaan ini umat.”
Abu Ubaidah menunjuk Iyadh bin Ghonim Al-Asyari (عياض بن غانم الاشعري), agar memimpin beberapa komandan untuk membawa ribuan pasukan Muslimiin ke Qinasrin dan Awashim. Arak-arakan pasukan yang panjang sekali itu berjalan terus hingga mendekati kota Qinasrin dan Awashim.
Di hadapan para sahabat Rasulillah, Iyadh bin Ghonim berkata, “Kita dulu telah memberi tahu bahwa mereka berkewajiban Islam. Sekarang bersiaplah menyerang mereka.”
Pasukan Iyadh telah mendekati pintu gerbang kota; penduduk Qinasrin menutup pintu gerbang penghalang dari pasukan Muslimiin. Beberapa tokoh penduduk kota itu, datang menghadap pada Abu Ubaidah yang telah hadir di situ. Dalam pertemuan menegangkan itu tokoh-tokoh penting kota Qinasrin mengajukan permohonan damai pada Abu Ubaidah RA. Abu Ubaidah mengabulkan permohonan dengan syarat setiap rakyat Qinasrin dan Awashim memberikan 4 dinar, merujuk perintah Umar.
[1] Dalam Futuchus-Syam dijelaskan: وقد أتيتك بالقلنسوة المباركة التي تنصر بها على أعدائك فخذها إليك فوالله .ما نسيتها إلا لهذا الأمر المقدر
0 komentar:
Posting Komentar