(Bagian ke-77 dari seri tulisan Khalid bin Walid)[1]
Raja Jabalah bertanya, “Masyak dia tahu saya sehingga membuat syair yang indah ini?.”
Sa’id menjawab, “Betul.”
Raja Jabalah memberi bungkusan dari kain katan berisi perak, sambil berkata pada Sa’id, “Pemberianku ini kenakanlah jangan kau tolak.” Lalu bertanya, “Demi benarnya tanggungan kaum Arab! Sebetulnya apa yang telah kau lakukan ketika kau ditangkap oleh pasukanku?.”
Sa’id berkata, “Lelaki sebaiknya jujur: saya pasukan Abu Ubaidah bin Al-Jarrach. Saat itu kami sedang merencanakan pergi ke Chalab (Aleppo) dan Anthakiyah.”
Raja Jabalah berkata, “Ketahuilah bahwa sungguh Raja Hiraqla telah mengutus saya dan bathriq penguasa kota Amuriyah (عَمُّورِيَّةُ) untuk membantu bathriq Luqa penguasa kota Qinasrin. Sesungguhnya bathriq Luqa membuat surat perdamaian dengan kalian hanyalah tipu muslihat. Kami di sini menunggu kedatangan dia. Sekarang pergilah pada Abu Ubaidah pimpinanmu! Dan takut-takutilah dia dengan pedang kami! Suruhlah dia agar kembali lagi! Jangan sekali-kali berani berkeliaran di tanah kekuasaan Raja Hiraqla, yang akan merampas semua kota Syam yang telah kalian rebut!.”
Sa’id bin Amir pulang membawa pelayannya dengan kudanya, menuju kaum Muslimiin. Sejumlah Muslimiin bergegas menyambut kedatangannya dan menanyakan, “Selama ini ke mana saja kau hai putra Amir (عامر)?.”
Sa’id menjawab sambil menyeberangi kumpulan kaumnya, menuju Abu Ubaidah. Sa’id melaporkan pertemuan dan perbincangannya dengan Jabalah, pada Abu Ubaidah. Abu Ubaidah mendengar Sa’id menyatakan, telah dilepaskan oleh Jabalah, karena menjelaskan tentang Chasan bin Tsabit Al-Anshari (حسان بن ثابت الأنصاري), yang dikagumi oleh Jabalah.
[1] Kelanjutan dari: http://mulya-abadi.blogspot.com/2011/06/said-dan-raja-jabalah.html
0 komentar:
Posting Komentar