(Bagian ke-60 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Setelah pulang dari Perang Marjud Dibaj, Khalid mengirimkan surat pada Abu Bakr RA. Isinya tentang Penaklukan Damaskus, Pertolongan Allah dalam Peperangan, Kemenangan di Marjud Dibaj, dan Menawan Putri Hiraqla.
Surat diserahkan agar dihantar oleh Abdullah bin Qurth, kepada Abu Bakr di Madinah.
Umar terkejut ketika membaca surat berjudul: Dari Khalid bin Al-Walid untuk Abu Bakr As-Shiddiq RA. Wajah dia memerah bibirnya melafalkan, “Hai putra Qurth! Masyak orang-orang di sana, tidak tahu bahwa Abu Bakr telah wafat? Dan saya telah mengangkat Abu Ubaidah bin Al-Jarrach sebagai Pemimpin mereka?.”
Abdullah bin Qurth terkejut dan menjawab, “Tidak tahu.”
Sontak Umar marah lalu mengumpulkan Jamaah.
Di Masjid Nabawi itulah, Umar naik mimbar, menyampaikan khutbah, “Hai Jamaah semuanya! Sungguh saya telah mengangkat pemimpin pada Abu Ubaidah yang sangat terpercaya. Saya yakin dia orang yang sangat tepat mendapat amanat itu. Jabatan Khalid sebagai Panglima telah saya lepas.”
Di Masjid Nabawi itulah, Umar naik mimbar, menyampaikan khutbah, “Hai Jamaah semuanya! Sungguh saya telah mengangkat pemimpin pada Abu Ubaidah yang sangat terpercaya. Saya yakin dia orang yang sangat tepat mendapat amanat itu. Jabatan Khalid sebagai Panglima telah saya lepas.”
Sejumlah jamaah terkejut pada pernyataan Umar. Terutama seorang pemuda dari keluarga besar Makhzum. Dia berkata dengan keras, “Kenapa kau justru melepas jabatan lelaki yang melalui tangannya, Allah menghunus Pedang yang Tajam?! Melalui dia pula, Allah menolong Agama-Nya!? Sungguh Allah takkan mengampuni kecerobohan kau maupun Muslimiin, yang mendukung kebijakan kau! Pedang terhunus itu justru kau sarungkan lagi, jika kau mengangkat pimpinan selain Khalid. Dengan ini, kau juga telah memutus hubungan kerabat.”
Banyak orang yang merasa terwakili keinginannya, oleh lelaki itu. Umar mengecek dengan cermat status pemuda yang barusan berbicara. Ternyata pemuda itu usianya belum matang.
Umar berkata, “Pantesan! Masih sangat muda. Dia membela anak pamannya.”
Umar berkata, “Pantesan! Masih sangat muda. Dia membela anak pamannya.”
Umar turun dari mimbar untuk mengambil surat yang telah ditulis. Dan mempertimbangkan lagi keputusannya melepas Khalid 'dengan cermat'.
Di pagi itu, Umar mengimami sholat subuh. Lalu berdiri dan naik mimbar untuk berkhutbah. Khutbah dimulai dengan pujian dan sanjungan pada Allah, lalu menjelaskan tentang Rasulallah dan membaca sholawat untuknya SAW. Lalu mendoakan rahmat untuk Abu Bakr As-Shiddiq RA.
Inti khutbah, “Hai Jamaah semuanya! Saya telah menanggung amanat besar! Saya penggembala! Semua penggembala akan ditanya tentang gembalaannya! Saya datang kemari untuk berbuat kedamaikan, dan memikirkan kehidupan kalian! Selain itu, saya juga berupaya agar kalian semuanya di negeri ini 'Dekat pada Tuhan'. Saya pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda ‘barang siapa bersabar pada kesulitan di Madinah, saya akan memberi syafaat dia di hari Kiamat nanti’. Tanah kalian ini, tanah yang tidak bisa dicocoki gandum, juga tidak cocok untuk beternak, karena tidak berair, sehingga unta pun sulit gemuk. Yang mendasari pikiran saya dalam kebijakan adalah: Allah telah menjanjikan rampasan perang yang banyak untuk kenyamanan kita. Oleh karena itu kekayaan itu akan saya peruntukkan pada orang-orang khusus dan semua orang pada umumnya, dengan tujuan menegakkan amanat, dan agar kaum Muslimiin hidup berkecukupan. Jadi tujuan saya melepas jabatan Khalid bukan karena saya dengki atau benci pada Khalid. Saya sangat menyayangkan pada tindakan Khalid yang boros dalam kehidupannya. Yang dipentingkan dalam kehidupannya adalah para penyair yang menyanjung kehebatannya dan pasukan elitnya. Mereka diberi hadiah besar-besaran hingga melampaui batas. Kaum faqir miskin yang kehidupannya serba sulit justru terabaikan. Terus terang saya melepas jabatannya dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai penggantinya. Allah lah yang tahu bahwa saya mengangkat Abu Ubaidah demi amanat. Oleh karena itu jangan sampai ada yang berkata ‘orang yang sangat perkasa justru diganti dengan orang terpercaya namun lentur terhadap kaum Muslimiin’. Allah lah yang akan memperkuat dan menolong Abu Ubaidah.”
Inti khutbah, “Hai Jamaah semuanya! Saya telah menanggung amanat besar! Saya penggembala! Semua penggembala akan ditanya tentang gembalaannya! Saya datang kemari untuk berbuat kedamaikan, dan memikirkan kehidupan kalian! Selain itu, saya juga berupaya agar kalian semuanya di negeri ini 'Dekat pada Tuhan'. Saya pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda ‘barang siapa bersabar pada kesulitan di Madinah, saya akan memberi syafaat dia di hari Kiamat nanti’. Tanah kalian ini, tanah yang tidak bisa dicocoki gandum, juga tidak cocok untuk beternak, karena tidak berair, sehingga unta pun sulit gemuk. Yang mendasari pikiran saya dalam kebijakan adalah: Allah telah menjanjikan rampasan perang yang banyak untuk kenyamanan kita. Oleh karena itu kekayaan itu akan saya peruntukkan pada orang-orang khusus dan semua orang pada umumnya, dengan tujuan menegakkan amanat, dan agar kaum Muslimiin hidup berkecukupan. Jadi tujuan saya melepas jabatan Khalid bukan karena saya dengki atau benci pada Khalid. Saya sangat menyayangkan pada tindakan Khalid yang boros dalam kehidupannya. Yang dipentingkan dalam kehidupannya adalah para penyair yang menyanjung kehebatannya dan pasukan elitnya. Mereka diberi hadiah besar-besaran hingga melampaui batas. Kaum faqir miskin yang kehidupannya serba sulit justru terabaikan. Terus terang saya melepas jabatannya dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai penggantinya. Allah lah yang tahu bahwa saya mengangkat Abu Ubaidah demi amanat. Oleh karena itu jangan sampai ada yang berkata ‘orang yang sangat perkasa justru diganti dengan orang terpercaya namun lentur terhadap kaum Muslimiin’. Allah lah yang akan memperkuat dan menolong Abu Ubaidah.”
Banyak yang menangis terharu setelah mendengar pernyataan Umar yang agung.
Umar RA turun dari mimbar untuk mengambil kulit merah yang akan ditulisi untuk dikirimkan pada Abu Ubaidah:
بسم الله الرحمن الرحيم
Dari Hamba Allah, Umar bin Al-Khatthab Amirul Mu’miniin untuk Abu Ubaidah
سلام عليك
Sungguh saya memuji pada Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Saya mendoakan sholawat untuk Nabi-Nya, Muhammad SAW. Selanjutnya, saya memutuskan kau saya angkat sebagai Penggembala Muslimiin. Jangan malu atau sungkan dalam mengambil kebijakan, karena Allah tidak malu pada kebenaran. Pesan saya padamu, “Bertaqwalah pada Allah yang kekal; selain Allah akan rusak semuanya. Allah lah yang telah mengelurkan kau dari kekafiran dan kesesatan menuju hidayah. Pasukan yang dipimpin oleh Khalid adalah bawahanmu yang kau perintah. Lepaslah jabatan Khalid agar kaum Muslimiin tidak hanya mengharapkan kemenangan dan rampasan perang doang! Jangan berkata ‘bagaimana mungkin saya akan menang!?’, karena kemenangan selalu menyertai keyakinan dan tawakkal pada Allah. Jangan membiarkan kum Muslimiin terjerumus pada kerusakan! Pejamkan matamu dari indahnya duniawi agar tidak rusak seperti orang yang telah rusak sebelummu! Saya tahu musuh akan segera berguguran tewas. Batas antara dunia dan akhirat sangat tipis. Ikutilah jalan tokoh yang telah mendahuluimu. Saat ini kau telah mendekati akhirat yang gemerlapan indah. Ajaklan orang-orangmu menuju ke sana dengan berbekal taqwa! Aturlah kaum Muslimiin dengan sebaik-baiknya. Adapun mengeni hasil sawah yang kau perselisihkan dengan Khalid yang benar hasil sawah itu hak kaum Muslimiin. Mengenai yang harus kau setorkan ke sini hanya rampasan berupa emas dan perak atau perkakas saja. Mengenai kebijakan dalam hal damai atau berperang yang kau perselisihkan dengan Khalid, kau lah yang berhak memutuskan, karena perdamaianmu adalah perdamaian yang sesungguhnya. Sawah yang kau perselisihkan dengan Khalid adalah hak kaum Romawi, maka serahkanlah pada mereka!.”
والسلام ورحمة الله وبركاته عليك وعلى جميع المسلمين
NB: Putri Raja Hiraqla yang kau kembalikan pada ayahnya adalah salah, karena mestinya harus ditebus, agar tebusannya untuk kesejahteraan kaum Muslimiin. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
Surat dilipat dan diberikan pada Amir bin Abi Waqqash dengan pesan, “Datanglah ke Damaskus untuk menghantar surat saya pada Abu Ubaidah! Mintalah agar Abu Ubaidah mengumpulkan Jamaah agar mendengarkan kau membaca suratku ini! Katakan pada mereka ‘Abu Bakr telah wafat’.”
Umar perintah pada Syaddad bin Aus, “Dampingilah Amir ini ke Syam! Jika pembacaan surat telah selesai, perintahlah Jamaah di sana agar berbai’at padamu untuk mewakili bai’at padaku!.”
Dua orang itu segera meninggalkan Madinah menuju Damaskus. Kaum Muslimiin di Damaskus menunggu-nunggu berita jawaban Abu Bakr dengan penuh rindu. Orang teragung setelah Rasulullah itu menjadi pengayom yang sangat dicintai oleh seluruh kaum Muslimiin.
Ketika dua orang itu muncul ke Damaskus; kaum Muslimiin yang membungkuk, duduk tegak dan tersenyum atau tertawa karna bahagia.
Dua utusan masuk ke rumah kediaman Khalid. Jamaah mendengarkan Amir berkata, “Umar di sana dalam keadaan baik-baik. Dalam surat ini dia perintah agar saya membacakan pada semua Jamaah di sini.”
Khalid curiga ‘ada apa ini?’. Setelah semua kaum Muslimiin berkumpul, Amir bin Abi Waqqash berdiri untuk membacakan surat dari Umar. Berita wafatnya Abu Bakr dibaca; tangisan seluruh kaum Muslimiin sontak meledak. Khalid juga menangis sedih karena musibah besar itu. Di pertengahan tangisan kaum Muslimiin itu Khalid berkata, “Kalau Abu Bakr telah wafat, dan Umar telah menjadi Khalifah, perintahnya saya dengar dan saya taati.”
Pembacaan surat berlangsung hingga memasuki penjelasan agar Jamaah berbai’at pada Syaddad bin Aus untuk mewakili bai’at mereka pada Umar.
Pembai’atan untuk Umar dari seluruh Jamaah Muslimiin di Damaskus diwakili oleh Syaddd pada tanggal 3 Sya’ban tahun 13 Hijriyyah.
Al-Waqidi sejarawan Islam terkenal menulis, “Meskipun dilepas dari jabatannya, namun semangat juang Khalid, tidak turun. Bahkan lebih berkobar-kobar.”[1]
[1] Beliau menulis: قد بلغني إنه كان على العدو بعد عزله اشد فظاعة وأصعب جهادا لا سيما في حصن أبي القدس.
0 komentar:
Posting Komentar