SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

2011/08/25

KW 119: Perang Yarmuk (اليرموك)


 (Bagian ke-119 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Ditengok bidadari bermata indah

Awal Perang Yarmuk itu hanya bagai api kecil, namun akhirnya membesar mengerikan bagai api yang berkobar-kobar menjulang tinggi sekali. Makin lama peperangan itu semakin berat menegangkan.
Di awal hari dari peperangan itu Mahan hanya menurunkan sepuluh barisan pasukan berkuda untuk menyerbu pasukan Muslimiin.
Abu Ubaidah mengamati gerak-gerik Mahan dari kejauhan. Ketika perjuangan Muslimiin makin berat, Abu Ubaidah membaca, “Laa chaula walaa quwwata illaa bi Allah Al-Aliyyi Al-Adliim.[1] Lalu membaca, “Alladziina qaala lahumunnaasu innannaasa qad jamauu lakum fakhsyauhum fazaadahum iimaanan wa qaaluu chasbunaa Allaahu wa nikmal wakiil.[2]

Kalimat dan ayat yang dibaca oleh Abu Ubaidah itu, membuat pasukan Muslimiin bertawakkal dan berdoa pada Allah.
Perang mulai dari ketika matahari di tengah langit hingga hampir terbenam di barat. Di malam yang gelap itu pasukan Muslimiin menggunakan sandi untuk membedakan teman dan lawan. Apabila malam makin kelam dan dingin; pasukan dua kubu yang masih hidup meninggalkan medan perang untuk istirahat.
Pasukan Muslimiin yang pulang disambut dan diusap wajah mereka dengan selendang, oleh istri-istri mereka. Wanita-wanita itu berkata indah, “Berbahagialah untuk memasuki surga hai kekasih Allah!.”

Pasukan Muslimiin bemalam dalam keadaan berbahagia, menikmati hidangan malam bersama istri tercinta yang mempesona.
Di awal peperangan itu pasukan Romawi gugur yang hanya sedikit. Tetapi pasukan Muslimiin yang gugur jauh lebih sedikit dari mereka. Hanya sepuluh orang: 1), Mazin. 2), Sharim. 3), Rafi. 4), Mujli. 5), Ali (dari kota Usfan). 6), Abdullah bin Al-Akhram. 7), Suwaid (kemenakan Qais bin Hubairah). 8),9),10), tiga pria dari kota Bajilah.

Qais wakil Kinanah sangat susah karena kemenakannya bernama Suwaid tidak pulang. Qais bertekat akan mencarinya di antara mayat-mayat yang berserakan di medan perang yang gelap itu. Dia ditemani oleh tujuh lelaki.
Di malam itu mereka meneliti satu persatu pada mayat-mayat yang tergolek bermandi darah. Ketika mereka telah capek, belum juga berhasil menemukannya. Mereka memutuskan untuk pulang lagi ke barak pengungsian.
Mereka terkejut oleh obor-obor menyala dari kejauhan, dibawa sejumlah pasukan Romawi, menuju medan perang yang telah sepi. Ternyata mereka mencari mayat bathriq yang mereka agung-agungkan yang tewas oleh pedang Abdur Rohman.
Qais perintah teman-temannya, “Padamkan api kalian! Demi Allah ini kesempatan baik untuk membalaskan kematian kemenakanku!.”   
Qais dan teman-temannya memadamkan api lalu berbaring di celah-celah mayat yang berbau anyir, sambil bersiap-siap menyerang. Setelah dihitung, ternyata rombongan orang berceloteh yang makin mendekat itu berjumlah seratus, bersenjata dan berbusana mewah.

Teman-teman Qais berkata, “Jumlah mereka banyak, sedangkan kita hanya sedikit. Dan kita sudah terlalu capek.”
Qais perintah, “Kalian silahkan pulang! Demi Allah saya justru lebih senang bila bisa mati syahid karena berjihad.”
Teman-teman Qais heran pada tekat dan keberanian Qais yang besar. Mereka pun bertekat akan membantu Qais melawan mereka.
Yang ditunggu-tunggu telah mulai mencari-cari mayat bathriq; di antara celah-celah mayat yang berserakan. Mereka telah menemukan dan telah mengangkat yang dicari-cari, untuk dibawa ke barak mereka.

Qais berteriak, “Serbu!.”
Teman-temannya juga berteriak, “Ya!” Hampir serempak.
Seratus orang itu ketakutan dan berlari. Mayat yang dibawa ditinggalkan lagi agar lari mereka lebih cepat. Tetapi serangan Qais dan teman-temannya jauh lebih cepat melanda mereka. Tiap kali Qais membunuh seorang, berkata, “Ini balasan dari kematian kemenakanku!.”
Dengan membabi-buta Qais membunuh 17 orang. Sisa-sisa mereka dihabisi oleh tujuh teman Qais, kecuali yang lari mereka cepat sekali.
Qais mencoba lagi mencari kemenakan yang dikira telah tewas. Namun lalu terkejut oleh suara rintihan yang samar. Dia mencari arah suara itu lalu terkejut: ternyata orang merintih itu kemenakan yang dicari-cari bernama Suwaid. Qais menghampiri Suwaid yang dadanya luka parah bersimbah darah. Qais  bertanya, “Kenapa kau menangis, Nak?.”
Suwaid menjawab, “Paman. Tadi siang saya mengejar rombongan lawan. Tiba-tiba yang belakang berbalik untuk menusuk dadaku. Luka saya sangat parah. Namun tiba-tiba sejumlah bidadari bermata indah menengokku sambil menunggu-nunggu ruhku keluar.”
Qais menangis di sisi Suwaid dan berkata, “Nak, ajal semua makhluq telah ditentukan. Semoga saja kau masih bisa disembuhkan.”
Suwaid menjawab, “Sepertinya tak mungkin. Demi Allah saya memohon diusung menuju pertengahan pasukan Muslimiin, agar saya mati di sana.”
Qais menjawab, “Akan saya laksanakan.”

Qais menggendong Suwaid di atas punggunya menuju barak pengungsian Suwaid, untuk ditidurkan dan diselimuti. Dalam waktu cepat Abu Ubaidah mendengar berita Suwaid telah ditemukan dan dibawa pulang ke barak oleh Qais.
Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin bergegas menengok Suwaid. Tangisan Abu Ubaidah di situ membuat penjenguk semuanya menangis untuk Qais. Abu Ubaidah bertanya pada Suwaid yang tergolek lunglai, “Bagaimana keadaanmu?.”
Mereka terharu oleh jawaban Suwaid, “Saya baik-baik saja demi Allah, bahkan diampuni oleh Allah. Semoga Allah membalas kebaikan pada Muhamad SAW yang berjasa pada kita. Sabda beliau ternyata benar: ini ada bidadari bermata indah yang hadir, memandang dan memanggil namaku.” Lalu Suwaid wafat.

Pasukan Muslimiin mengurusi pemakaman jenazah Suwaid hingga selesai. Abu Ubaidah sangat berbahagia ketika mendapat laporan dari Qais sebelum wafat, bahwa Qais dan tujuh temannya telah membunuh hampir seratus orang. Abu Ubaidah yakin bahwa itu pertanda pasukan Muslimiin akan mendapat kemenangan yang lebih besar lagi.
Malam itu pasukan Muslimiin istirahat; sebagian mereka membaca Al-Qur’an; sebagian yang lain melakukan shalat. Kebanyakan mereka berdoa agar Allah memberi mereka lagi pertolongan yang lebih besar.


[1] لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم. Artinya: Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Allah yang Maha Tinggi Maha Agung.
[2] Dalam Al-Qur’an ditulis: الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ [آل عمران/173]. Artinya: Yaitu orang-orang yang manusia berkata pada mereka, “Sungguh manusia telah berkumpul untuk kalian, maka takutlah pada mereka.” Namun itu jutru menambahi mereka imannya, dan berkata, “Semoga Allah mencukupi kita, dan sebaik-baiknya yang diserahi (adalah Allah).”

KW 118: Perang Yarmuk (اليرموك)



 (Bagian ke-118 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Perkelahian satu lawan satu

Abu Ubaidah mendengarkan laporan Khalid, lalu berkata, “Sebetulnya Mahan pandai dalam bidang hukum dan hikmah. Tetapi dipengaruhi oleh syaitan. Apa janji yang kalian sepakati dengan dia?.”
Khalid menjawab, “Kita akan segera bertempur dengan mereka, sambil menunggu Allah memberi pertolongan pada kaum yang Allah kehendaki.”

Abu Ubaidah mengumpulkan pasukan Muslimiin untuk memuji dan menyanjung Allah, dan menjelaskan perjuangan nabi SAW. Lalu menjelaskan bahwa besok lusa akan berperang melawan pasukan Romawi. Mereka diperintah agar bersiap-siap. Khusus kepada pasukan berkuda, Abu Ubaidah perintah agar bersemangat dan tabah dalam berperang.
Khalid mengumpulkan Jaisyuz-Zachfi (pasukan pengobrak-abrik) yang terdiri dari 4.000 pasukan berkuda. Dia berpesan pada mereka, “Ketahuilah bahwa orang-orang kafir yang pasukan mereka berkali-kali kalian kalahkan di mana-mana itu, kini telah mengumpulkan pasukan yang sangat banyak. Saya telah memasuki pertengengahan pasukan mereka yang jumlahnya banyak sekali, bagaikan lautan semut. Kaum yang persenjataannya lengkap itu tak punya perasaan, dan tak mempunyai Tuhan yang akan menolong mereka. Mungkin besok lusa kita akan bertempur dengan mereka. Kalian yang telah terbukti sebagai pasukan pengobrak-abrik ini besok akan berbuat apa?.”
Beberapa orang menjawab, “Yang mulia! Justru berperang lah yang kita tunggu-tunggu, syukur bila bisa mati syahid. Itu harapan kami paling tinggi. Kami akan tabah dalam peperangan besok, hingga Allah menentukan kemenangan untuk kita! Allah lah sebaik-baik penentu.”
Khalid tersenyum bahagia dan berkata, “Semoga Allah memberi taufiq dan petunjuk pada kalian.”

Berkat pengarahan Abu Ubaidah, Khalid, dan lainnya; semua pasukan Muslimiin malam itu mempersiapkan senjata. Perasaan mereka justru berbahagia karena akan bertempur melawan musuh. Mereka justru takut jika Allah mengadzab mereka, karena tidak mau memerangi lawan.
Di pagi buta itu sinar fajar menyingsing di ufuk timur; para muadzin menyerukan adzan dengan suara nyaring bersaut-sautan menggetarkan perasaan. [1] Pasukan Muslimiin mencari air untuk berwudhu, lalu mengikuti shalat subuh Abu Ubaidah RA.

Pasukan Muslimiin telah berkumpul di atas kuda mereka. Pasukan yang berjumlah banyak sekali itu dibagi menjadi tiga. Barisan pertama karena panjang sekali maka yang paling kiri tidak melihat yang paling kanan. Khalid sibuk sekali, menghadap Abu Ubaidah untuk berkata, “Yang mulia, siapa yang akan kau tunjuk sebagai komandan pasukan sebelah kiri?.”
Abu Ubaidah berkata, “Kinanah bin Mubarak Al-Kinani (كنانة بن مبارك الكناني).”

Kinanah segera ditunjuk agar memimpin pasukan sebelah kiri didampingi oleh Qais. Kinanah lelaki pandai berperang yang sangat pemberani. Karena keberanian dan ketangkasannya dia pernah sendirian melabrak penduduk desa Arab. Kepada kaum yang dilabrak itu, dia berkata, “Saya lah Kinanah!.”
Penduduk desa berdatangan dengan berkuda untuk menyerangan dia. Dia melawan mereka dengan membabi buta, dengan tekat harus menang. Karena dia kalah, maka loncat dari kuda untuk berlari secepat-cepatnya. Mereka mengejarnya, tetapi yang didapati hanya debu yang beterbangan karena larinya melampaui kecepatan lari kuda mereka.

Abu Ubaidah berpaling untuk berkata pada Khalid, “Hai ayah Sulaiman! Yang saya tunjuk agar memimpin seluruh pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki semuanya adalah kau. Sekarang tunjuklah orang yang akan memimpin pasukan berjalan kaki!.”
Khalid menjawab, “Akan saya tunjuk orang yang berbeda dengan sebelumnya. ‘Hasyim bin Utbah!’.” Seru Khalid.
Khalid berkata pada Hasyim yang datang, “Melalui saya yang mulia menunjuk agar kau mewakiliku memimpin pasukan berjalan kaki!.”
Abu Ubaidah berkata pada Hasyim, “Turunlah dari kudamu untuk bergabung dan memimpin mereka!. Semoga Allah menyayangmu, dan saya merasa cocok denganmu.”

Kepada Abu Ubaidah yang sedang sibuk, Khalid memohon, “Para pembawa panji agar disiapkan untuk mendengarkan pengarahan saya.”
Abu Ubaidah memanggil Dhachak bin Qais (الضحاك بن قيس) untuk diperintah, “Suruhlah semua yang membawa panji! Katakan pada mereka ‘Abu Ubaidah yang mulia perintah agar kalian bersiap mendengarkan dan mentaati pengarahan dan perintah Khalid!’.”  

Dhachak memacu kuda untuk mendatangi para pembawa panji. Agar pekerjaannya menjadi ringan dan cepat, dia menjumpai Muadz bin Jabal pemimpin para pembawa panji.
Muadz mendengar pesan Dhachak dan menjawab, “Saya paham dan taat,” lalu berteriak, “Hai yang sama membawa panji! Sebentar lagi kalian diperintah agar mendengar dan mentaati orang yang serbuan dan siasatnya barokah! Jangan menentang perintahnya yang bermanfaat untuk kalian! Yang akan memberi upah kalian mengenai amalan ini, Tuhan seluruh alam!.”
Ada orang yang menegur Muadz, “Kau terlalu menyanjung Khalid.”
Muadz menjawab, “Setahu saya Khalid memang begitu.”
Khalid menanggapi sanjungan Muadz untuk dirinya, “Dia saudaraku karena Allah, yang sebetulnya jauh lebih unggul daripada saya. Orang-orang selain Khalid juga tidak mampu menandingi kehebatan dia dalam amalan.”
Si pelapor heran karena Muadz menyanjung Khalid; Khalid menyanjung Muadz. Setelah dia laporan pada Muadz mengenai pernyataan Khalid, Muadz berkata, “Demi Allah saya cinta dia karena Allah. Saya yakin dia akan mendapat pahala karena niatnya yang tulus, dan bertujuan demi kebaikan kaum Muslimiin.”
Para pembawa panji telah berkumpul dan bersiap menerima pengarahan Khalid. Khalid muncul di hadapan mereka untuk berkata, “Hai pasukan Islam! Tabah di dalam peperangan kalian nanti hukumnya wajib! Tidak kompak dan penakut, bisa mengakibatkan hina dan kalah! Barang siapa tabah di dalam berperang, maka Allah menyertai dan menolong dia mengalahkan musuhnya. Barang siapa tabah ketika melihat pedang musuh berkilau, jika telah datang pada Allah dimuliakan dan dibalas pahala luar biasa. Dan Allah senang orang-orang yang mensyukuri anugrah-Nya.”

Semua pembawa panji diberi pengarahan yang sama. Setelah selesai, Khalid berkuda mengelilingi pasukan Muslimiin. Sejumlah pasukan berkuda yang gagah berani dipanggil oleh Khalid untuk dibagi menjadi empat golongan.
Qais bin Hubairah Al-Muradi (قيس بن هبيرة المرادي) ditunjuk agar memimpin satu golongan. Khalid berpesan, “Tugasmu memimpin ini semua dan menyerbu seperti saya nanti!.”
Maisarah bin Msruq Al-Absi (ميسرة بن مسروق العبسي) ditugaskan memimpin golongan kedua. Khalid berpesan padanya seperti pesannya pada Qais.
Amir bin At-Thufail (عامر بن الطفيل) ditugaskan agar memimpin golongan ketiga. Khalid berpesan pada Amir dan pimpinan yang keempat seperti pesannya pada dua pimpinan sebelumnya.
Khalid bergerak menuju pasukan khususnya yang disebut Jaisyuz-Zachfi (pasukan pengobrak-abrik).

Pagi indah di Yarmuk
Di pagi yang indah itu matahari hampir terbit; pasukan Muslimiin telah bersiap perang sepenuhnya. Di tempat yang beda, Mahan perintah pada pasukan Romawi agar bersiap melakukan serangan. Di tengah pasukannya yang banyaknya melaut itu, menghabiskan waktu lama untuk mempersiapkan perang.
Sebagian pasukan Romawi telah mengalir menuju pasukan Muslimiin yang berbaris rapat menyerupai dinding. Karena rapatnya barisan Muslimiin itu seakan-akan mereka berdesak-desak untuk berteduh di bawah naungan kawanan burung di atas mereka. Pasukan Romawi grogi dan takut saat melihat barisan pasukan Muslimiin yang rapat sekali.

Mahan mengatur lautan pasukan yang jumlahnya di atas 800.000 pasukan berkuda, di bawah 20 panji yang berkibar-kibar, di belakang Salib-salib yang gemerlapan.
Barisan terdepan yang ditugaskan pertama kali menyerang pasukan Muslimiin, adalah Raja Jabalah dan pasukannya. Jabalah dinaungi Salib dari perak seberat lima rathl (رَطْلٌ), yang empat sudutnya dihiasi jauhari gemerlapan. [2]

Kisah dari Adi veteran perang
Adi bin Charits Al-Hamdani (عدي بن الحارث الهمذاني) veteran perang yang mengikuti perebutan kota-kota Syam mulai awal hingga akhir, berkisah:
“Mahan membagi lautan pasukannya menjadi tigapuluh bagian. Di tanah lapang yang luasnya seperti lautan itu, tigapuluh bagian dari seluruh pasukannya berbaris rapi seperti pasukan Muslimiin yang tampak hanya sedikit. Sejumlah ulama dan pendeta Nashrani diperintah agar membacakan ayat pemacu semangat perang dari kitab Injil.
Di antara celah-celah Salib dan panji, para ulama dan pendeta Nashrani membacakan Injil dan berkhutbah agar para pasukan bersemangat dan tabah di dalam berperang.

Ada seorang bathriq bertubuh tinggi besar berkendaraan kuda, keluar dari barisan untuk datang dan menantang perang satu lawan satu pada pasukan Muslimiin. Baju perangnya berlapis emas; Salib emas bermata jauhari gemerlapan menggelayut di lehernya. Kudanya besar tampan berwarna putih. Dia lah pahlawan Romawi yang berkedudukan sangat dekat dengan raja. Bentakannya dengan bahasa Romawi keras seperti petir meledak.
Pasukan Muslimiin yakin bahwa maksud dia menantang perang satu lawan satu. Khalid berteriak ‘hai para sahabat Rasulillah! Orang kafir belum khitan itu menantang berkelahi! Kenapa tidak ada yang melayaninya?! Masyak harus Khalid yang menghadapinya?!’.
Tiba-tiba seorang lelaki bertubuh tinggi besar berkuda, muncul dari celah barisan Muslimiin. Kudanya juga tinggi besar berwarna putih, mirip kuda batriq dari Romawi itu. Model baju perangnya bagus. Kebanyakan pasukan Muslimiin belum kenal lelaki yang akan melayani perang melawan bathriq itu. Khalid perintah pelayannya bernama Hamam ‘kejarlah orang itu dan tanyailah siapa dia, dan berasal dari mana?!’.
Lelaki berkuda yang telah berlari mendekati bathriq itu dikejar dan ditanya dengan keras ‘siapakah kau? Semoga Allah menyayangmu?’.
Lelaki tinggi besar itu menjawab ‘saya lah Rumas (روماس) penguasa kota Bushra’.
Hamam memacu kuda menuju Khalid untuk laporan. Khalid berdoa untuk Rumas ‘ya Allah berilah dia barokah dan teguhkanlah tekatnya’. Rumas berhadap-hadapan dan berbicara dengan bahasa Romawi pada bathriq.
Bathriq menegur ‘hai Rumas!? Kenapa kau justru murtad dari agamamu untuk memasuki agama kaum itu?!’ Rumas menjawab ‘agama yang saya ikuti ini agung dan mulia, yang mau memasukinya pasti beruntung; sementara yang menyelisihinya pasti tersesat’.

Perkelahian bersenjata mereka berdua seru hingga menyita perhatian dua kubu. Pedang bathriq menggores cepat hingga wajah Rumas bercucuran darahnya. Rumas merasa kesakitan lalu memacu kudanya menuju pasukan Muslimiin. Bathriq mengejar Rumas yang berlari cepat dengan kudanya. Ketika Rumas hampir sampai pada barisan Muslimiin; pasukan Muslimiin yang berada di barisan kanan dan kiri menggertak serempak hingga bathriq ketakutan.
Rumas merasa lega dan aman. Rumas memasuki barisan Muslimiin; bathriq memutar dan memacu kudanya yang gagah menuju arena tempur.
Sejumlah Muslimiin menyambut dan mengucapkan salam pada Rumas yang datang, dan mengobati lukanya, dan mengucapkan syukur atas keberanian dan serangannya. Serta mendoakan agar dia mendapat ampunan Tuhan. 

Bathriq semakin sombong karena bisa mengalahkan Rumas. Dadanya semakin lebar dan suaranya semakin besar. Dia menantang-nantang lagi pada Muslimiin untuk berkelahi satu lawan satu.
Maisarah yang keluar dari barisan dibentak oleh Khalid ‘hai Maisarah! Saya lebih senang kau diam ditempat daripada melayani berkelahi padanya! Usiamu sudah tua; sedangkan orang buas itu tinggi besar. Orang tua jangan melawan pemuda! Saya yakin, sehelai rambut seorang Muslim sepertimu menurut Allah; lebih berharga daripada orang kafir seluruh dunia’.
Maisarah kembali memasuki barisan Muslimiin.
Amir keluar dari barisan dan berkata pada Khalid ‘yang mulia, kau terlalu berlebihan menilai kemampuan bathriq hina itu, membuat pasukan Muslimiin takut melawan dia’.
Khalid menjawab ‘orang yang sudah berpengalaman perang bisa memperkirakan kekuatan lawan. Saya tahu serangan dia dahsyat dan kau juga bukan tandingannya! Mundurlah!’.   
Amir mundur memasuki barisan lagi mentaati Khalid.

Dari jauh Bathriq berteriak menantang perang satu lawan satu. Khalid bin Al-Charits (خالد الحارث) keluar dari barisan, untuk menghadap dan berkata pada Khalid bin Al-Walid ‘yang mulia, bolehkah saya melawan dia?’.
Khalid bin Al-Walid menjawab ‘demi Allah, memang kau sangat perkasa. Kalau mau silahkan saja, namun membacalah bismillah!’.
Khalid bin Al-Charits telah bersiap penuh dan kudanya telah digerakkan agar berlari. Tiba-tiba teriakan Khalid bin Al-Walid menghentikan lari kudanya: ‘tunggu! Saya mau bertanya!’.
Khalid bin Al-Charits menghentikan kudanya dan menjawab ‘silahkan’.
Khalid bertanya ‘apa kau pernah berperang satu lawan satu sebelum ini?’.
Khalid bin Al-Charits menjawab ‘belum’.
Khalid perintah ‘mundurlah hai putra saudaraku! Dia itu telah berpengalaman perang satu lawan satu! Saya ingin yang melawan dia lelaki yang juga berpengalaman seperti dia!’.
Khalid bin Al-Charits mumutar kudanya untuk kembali; Khalid bin Al-Walid mengamati Qais, hingga Qais maju untuk bertanya pada Khalid bin Al-Walid ‘wahai ayah Sulaiman, apakah kau akan perintah saya melawan dia?’.
Khalid perintah ‘lawanlah dengan membaca bismillah! Semoga Allah menolongmu mengalahkan dia!’.
Qais mempersiapkan diri untuk melawan bathriq. Dia memacu kudanya sambil berdoa ‘bismillahi wa alaa barokati Rasulillah SAW’. [3]

Ketika bathriq melihat Qais mendekatinya, jantungnya berdebar dan tahu bahwa yang akan melawan dirinya adalah seorang jagoan.
Mereka berdua saling menyerang dan menangkis. Tiba-tiba pedang Qais terayun cepat sekali membelah perisai dan helm pelindung kepala bathriq. Pedang Qais bersatu dengan helm perang hingga sulit dicabut. Ayunan senjata bathriq melukai pundak Qais. Bathriq memeluk Qais yang rajin berpuasa dan shalat sunnah itu. Qais merenggangkan pelukan bathriq dan berusaha mengambil pedang yang bersatu dengan helm perang bathriq. Ketika usaha Qais sia-sia, Qais bergerak cepat memacu kudanya menuju pasukan Muslimiin, untuk mengambil pedang sebagai senjata.
Bathriq berteriak dan mengejar dengan kuda yang kecepatan larinya melebihi kecepatan lari kuda Qais. Qais membelokkan kudanya sambil berkata dalam hati ‘cita-citamu tertinggi mati syahid, kenapa kau justu lari?’.
Qais terkejut oleh teriakan Khalid bin Al-Walid ‘hai Qais!. Saya bersumpah demi Allah dan Rasulnya, biarkan saya melawan dia!’.[4] 
Qais menjawab ‘ya Khalid! Kau telah bersumpah padaku dengan dua yang agung. Kalau saya mundur apakah kau bisa mengundurkan ajal kematianku?’.
Khalid bin Al-Walid menjawab ‘tidak!’.
Qais yang berlumuran darah berkata ‘saya takut jika lari akan berakibat masuk neraka. Peperangan akan saya lanjutkan untuk merebut ampunan Allah Taala’. Niatnya mengambil pedang dibatalkan, dan dia menghunus belatinya. Khalid bin Al-Walid terperangah melihat Qais memacu kuda tanpa membawa pedang. Lalu berteriak ‘ayo ambilkan dia pedang dengan niat agar mendapat bagian pahala dari Allah!’.
Abdur Rohman bin Abi Bakr Asshiddiq muncul dan berteriak ‘saya yang akan mengambilkan pedang untuknya!’. 
Khalid bin Al-Walid menjawab ‘siahkan hai putra Asshiddiq!’.

Abdur Rohman mengambil pedang untuk diberikan pada Qais. Ketika Abdur Rohman memacu kudanya untuk mendekati Qais; pasukan Romawi menyangka Abdur Rohman akan membantu Qais melawan bathriq. Seorang bathriq memacu kuda mendekati bathriq yang kepalanya luka dan bercucuran darah. Bathriq yang baru datang itu mencaci-maki Abdur Rohman dengan bahasa Romawi yang tidak dipahami oleh Abdur Rohman. Abdur Rohman membentak ‘hai keparat! Kau berbicara apa saya tidak tahu!’.
Seorang penerjemah Romawi berlari untuk memberi tahu Abdur Rohman ‘hai orang Arab! Katanya peperangan ini satu lawan satu?. Kenapa kau akan membantu kawanmu?!’.
Abdur Rohman menjawab ‘kalian salah sangka! Saya hanya akan memberi dia pedang! Kalian jangan bodoh! Kalau seorang kami dikeroyok oleh seratus pasukan kalian, adalah hal yang remeh. Coba lihat! Saya sanggup melawan kalian bertiga!’.

Bathriq itu bertambah marah dan matanya melotot, setelah diberi tahu oleh penerjemah mengenai arti ucapan Abdur Rohman.
Abdur Rohman berkata pada Qais ‘hai Qais, istirahat dulu karena kau telah capek! Saksikan dulu serangan saya pada mereka’. 
Abdur Rohman menusukkan tombak secepat kilat hingga tahu-tahu menembus leher dan muncul dari punggung musuh di dekatnya. Dia sekarat dengan bermandi darah; dua lelaki Romawi akan menyerang Abdur Rohman; Qais bergerak untuk membantu. Tetapi Abdur Rohman justru berkata ‘demi Rasulillah dan kebenaran Abi Bakr! Biarkan Abdur Rohman melawan dua orang ini! Kalau saya tewas kau tetap akan bergabung dalam pahala mati syahid! Dan sampaikan salamku pada Aisyah. Katakan pula demi ayahmu saudaramu bergabung pada pasukan Muslimiin di Syam!’.[5]
Qais menyaksikan Abdur Rohman bergerak sangat cepat menyerang bathriq yang helm perangnya robek oleh tebasan pedang. Tombak Abdur Rohman menembus dan bersatu dengan baju perang bathriq. Abdur Rohman mengayunkan pedang sekuat tenaga hingga tubuh bathriq itu terbelah menjadi dua, dan darahnya tumpah.
Bathriq satunya terperangah ketakutan, dan terkejut oleh suara Abdur Rohman ‘hai Qais! Kenapa diam saja!?’.
Bathriq yang ketakutan terlambat menghindari tebasan pedang Abdur Rohman yang membelah kepalanya. Pasukan Romawi marah ketika melihat tiga kawan mereka tewas bersimbah darah dalam keadaan yang memilukan. Mereka berkata ‘syaitan-syaitan Arab itu keparat!’.”


Mahan mendapat laporan mengenai tiga orangnya yang tewas. Dia berkata, “Sungguh raja telah memberi tahu saya tentang kehebatan pasukan Arab itu. Jalan satu-satunya kita harus menyerang mereka dengan serempak.”
Seorang bathriq mendekati untuk berbisik-bisik pada Mahan. Mahan wajahnya memucat, mendekatkan bibir untuk berbisik-bisik ke telinga bathriq dalam waktu yang cukup lama. Selanjutnya dia diam membisu dalam waktu yang lama dengan wajah tegang.

Beberapa pejabat tinggi militer bertanya pada Raja Mahan tentang yang telah dibisikkan, namun tidak ditanggapi. Seorang yang di dekat Mahan memberi tahukan bahwa:
Mahan telah menanyakan pada bathriq tentang Jabalah, lalu berbisik ‘sungguh kaum Arab itu akan segera menaklukkan pasukan kita’.
Bathriq menjawab Mahan dengan berbisik ‘yang mulia, yang kau katakan benar. Semalam saya bermimpi melihat sejumlah lelaki turun dari langit ke bumi, berkendaraan kuda berwarna hitam, putih, dan kelabu.
Mereka membawa pedang istimewa mengelilingi kaum Arab itu. Kami menyaksikan seorang pasukan kita yang maju, dikeroyok untuk dibunuh, hingga akhirnya kebanyakan pasukan kita tewas terbunuh. Saya yakin orang-orang di dalam mimpi itu telah bergabung dengan mereka, karena yang telah membunuh tiga orang kita itu, orang yang saya lihat di dalam mimpi semalam. Mereka pasti akan segera mengalahkan pasukan kita.”

Mahan sangat susah dan nafasnya terasa berat. Wajahnya makin memucat dan semangat perangnya menurun.
Meskipun para tokoh militer yang memberanikan diri bertanya Mahan makin banyak, namun Mahan tetap membisu dan bermuka menakutkan.

Para tokoh milier berbahagia karena Raja Mahan berbicara di pertengahan mereka: “Hai pemeluk agama Nashrani! Jika kalian tidak bersemangat dalam peperangan ini, kalian akan tergolong orang-orang yang merugi, dan Al-Masih akan murka pada kalian. Allah telah dan akan selalu menolong agama kalian. Sebetulnya ketika Allah mengutus seorang rasul, bertujuan meletakkan alasan menyiksa atas yang tidak mentaatinya karena terbius dunia. Jangan tertipu oleh gebyarnya dunia. Di dalam kitab tertulis ‘jangan berbuat aniaya!. Sungguh Allah tidak suka penganiayaan maupun orang yang sama aniaya’. Ketika kalian telah tenggelam dalam kenikmatan dunia, telah berbuat aniaya, dan telah meninggalkan berjihad melawan para lawan, seharusnya kalian mempersiapkan jawaban pada Tuhan mengenai: 1), Jika kalian menyelisihi nabi kalian. 2), Menyelisihi Firman yang di dalam Kitab Tuhan kalian.
Kaum Arab telah berada di sini untuk membunuh pasukan berkuda kalian, dan menawan anak-cucu dan wanita kalian. Apakah kalian masih tetap akan melakukan kemaksiatan dan tidak takut pada yang Maha Tahu barang-barang ghoib?. Jika nanti kekuasaan kalian telah dicabut oleh-Nya, dan musuh-musuh kalian telah dibuat menang, berarti Dia telah menindak tepat dan adil. Karena kalian telah meninggalkan ‘perintah kebaikan; mencegah kemungkaran’.”

Berita mimpi seorang bathriq itu tidak bocor karena bathriq disuruh tutup mulut oleh Raja Mahan. 


Qais dan Abdur Rohman membawa pedang sambil mengambil harta peninggalan milik tiga mayat yang terkapar, untuk diberikan pada Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah berkata, “Ini semua untuk kalian berdua. ‘Yang membunuh pasukan berkuda, berhak merampas milik yang dibunuh’. Ini keputusan hukum Umar bin Khatthab RA yang disampaikan pada saya.”
Qais dan Abdur Rohman mengambil rampasan perang dengan berbahagia. Qais kembali ke tempat yang telah ditentukan oleh Khalid, untuk mendampingi Kinanah memimpin pasukan.
Abdur Rohman memacu kudanya untuk kembali lagi ke medan perang melawan lawan yang sudah mulai berdatangan. Kuda kelabu rampasan dari bathriq ditinggalkan oleh Abdur Rohman karena tidak taat dan membandel. 
Abdur Rohman memacu kudanya ke tengah dua barisan, lalu mengobrak-abrik dan membunuh sejumlah pasukan berkuda Romawi sebelah kanan barisan.
Kuda Abdur Rohman dipacu lagi agar membelah pasukan Romawi sebelah tengah, untuk membunuh sejumlah lawan.
Ketika Abdur Rohman memacu kudanya ke pasukan Romawi sebelah kiri; sejumlah anak panah melesat bertubi-tubi menyerang. Seorang bathriq datang untuk melawan, namun jurus-jurus Abdur Rohman berhasil menewaskannya. Bathriq lainnya menyerang, tetapi justru tewas oleh tebasan pedang mematikan Abdur Rohman.

Khalid berdoa dan berkata, “Ya Allah, lindungilah dia dengan Mata-Mu dan jagalah dia. ‘Sungguh hari ini Abdur Rohman seorang diri telah mengobrak-abrik musuh’.” [6]  
Khalid berteriak keras, “Hai Abdur Rohman! Demi uban dan pembaiatan ayahmu! Kau harus mundur ke tempatmu semula!.”[7]
Abdur Rohman memacu kudanya menuju tempatnya semula.
Dalam peperangan akbar itu para wanita Muslimaat juga ikut berperang. Di antara mereka yang penting ialah: 1), Asma bintu Abu Bakr, istri Zubair Al-Awwam. 2), Khaulah bintul-Azwar. 3), Nusaibah bintu Kaeb. 4), Ummu Abban, istri Ikrimah bin Abi Jahl. 5), Azzah bintu Amir (عزة بنت عامر), istri Maslamah bin Auf Addhamri (مسلمة بن عوف الضمري). 6), Ramlah bintu Thulaichah (رملة بنت طليحة). 7), Ralah. 8), Umamah. 9), Zainab. 10), Hind. 11), Yamur (يعمر). 12), Dan sejumlah wanita lainnya.
Mereka  juga berperang mati-matian hingga membuat Allah dan Rasul-Nya ridho.


[1] Ketika itu adzan diserukan oleh beberapa orang. Dalam kitab aslinya ditulis:فلما أصبح القوم ولاح الفجر أذن المؤذنون’.
[2] Rathl (رَطْلٌ) nama satuan timbangan Arab.
[3] بسم الله وعلى بركة رسول الله صلى الله عليه وسلم. Artinya: Dengan Nama Allah dan barokah Rasulillah SAW.
[4] Mungkin Khalid tidak tahu bahwa bersumpah dengan selain Allah adalah terlarang. Al-Waqidi menulis tentang itu: فصاح به خالد: يا قيس سألتك بالله ورسوله إلا وجعت وتركت حدتها علي.
[5] Mungkin Abdur Rohman tidak tahu bahwa bersumpah menggunakan selain Nama Allah adalah terlarang, karena setelah nabi SAW wafat hidupnya hanya untuk berjihad, sehingga kurang mengajinya.
[6] Al-Waqidi menulis doa itu: اللهم ارعه بعينك واحفظه فإن عبد الرحمن قد اصطلى اليوم الحرب بنفسه. Baca: Allaahummar ‘ihii bi ainiKa wachfadlhu fa inna Abdar Rohmani qadishthalaal yaumal charba binafsih.
[7] Mungkin Khalid tidak tahu bahwa sumpah dengan selain Nama Allah terlarang, karena hidupnya hanya untuk berjihad sehingga kurang mengajinya.