SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

2011/12/24

KW 167: Dakwah di Negeri Anthakiyah



(Bagian ke-167 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Chazim bin Abdi Yaghuts (حازم بن عبد يغوث) anak paman Jabalah, termasuk pemimpin pasukan Nashrani Romawi. Dia, Jabalah, dan putranya, bergabung pada pasukan Raja Hiraqla
Pertempuran Nastarus melawan Addhachak berlangsung seru, ditonton lautan manusia. Pertempuran lama itu, membuat mereka berdua lelah, sehingga pertempuran dihentikan. 

Nastarus kembali menuju
panggung kehormatan yang ternyata telah roboh menewaskan orang banyak. Dalam kepanikan, dia mencari Damis tawanannya yang telah kabur dengan kuda, mendekati Chazim yang membawahi pasukan berjumlah banyak. 

Nastarus menghadap Hiraqla untuk melaporkan musibah yang menewaskan dan melukai rakyat berjumlah banyak. Dia berkata, “Demi Al-Masih, kaum Arab ini syaitan-syaitan.”

Pasukan Anthakiyah ribut mencari Damis yang kabur. Sebagian mereka memperhatikan Hiraqla berkata, “Dia pasti masih di sekitar kita! Mungkin menyusup di pasukan kita, yang sama-sama Arabnya.” 

Di beberapa tempat terjadi keributan mengenai tawanan Nastarus bernama Damis, yang kabur. Diperkirakan menyusup di pertengahan pasukan Nashrani Arab.

Damis menghunus pedang dan  mengayunkan sekuat tenaga ke leher
, hingga kepala Chazim putus bersimbah darah. Dan dilemparkan hingga pasukan Nashrani terkejut. Mata mereka terbelalak, tangan seakan-akan beku karena syok, ketika menyaksikan kepala pimpinan mereka terlempar. 

Damis memacu kuda secepat-cepatnya, menuju pasukan Muslimiin yang segera memekikkan tahlil dan takbir. Damis datang pada Abu Ubaidah, untuk menyampaikan laporan mengenai yang telah dia lakukan.

Jabalah marah ketika mendengar khabar bahwa anak pamannya bernama Chazim tewas dibunuh oleh Damis. Jabalah datang pada Hiraqla untuk berkata, “Pembesar negeri Romawi, saya tidak tahan menahan kesabaran atas tindakan kaum Arab. Kami akan segera menyerang mereka.” 
Hiraqla mempersilahkan Jabalah menggerakkan pasukan, untuk menyerang kaum Arab. Namun mereka terkejut oleh pasukan berkuda yang datang untuk menyampaikan laporan. 
Hiraqla bertanya, “Ada apa?.” 
Mereka menjawab, “Yang mulia, Tuan Filanthanus bin Sathaniulus bin Armunia (فلنطانوس بن سطانيولس بن أرمونيا) penguasa negeri Madain (المدائن) dan negeri Romawi, ingin menghadap untuk kepentingan yang mulia.” 
Filanthanus cucu raja yang membangun kuil besar 'Kuil Abu Sarfia'. Di dalamnya ada patung tembaga berlapis emas. Pintu kuil berjumlah tujuh, dari emas. Di tiap pintu kuil, ada patung separuh manusia, memegang beberapa lempengan emas yang diukiri beberapa kalimat. Tiap setahun sekali beberapa lempengan emas yang dibawa oleh patung itu, diambil satu. Untuk digantungkan di dalam kuil, dihadapkan ke matahari. Yang membaca beberapa lempengan tersebut, seorang paranormal. Tiap satu lempeng menjelaskan keadaan suatu wilayah terbesar di dunia. Bangsa Romawi tahu keadaan alam sekitar mereka, karena merujuk tulisan di lempengan-lempengan emas yang dibaca. Kubah kuil besar disangga dengan tiang emas. Dikelilingi tujuh kubah kecil yang juga berfungsi sebagai pintu masuk ke kuil induk tersebut. Kuil-kuil itu dikelilingi dinding tinggi yang di pintu gerbangnya berdiri patung dari batu, “Hajar Aswad,” kata mereka. [1] Keajaiban patung-patung di dalam kuil itu; bisa mengeluarkan suara menakutkan, ketika musim buah zaitun di Barat maupun di Timur. Jika telah begitu, burung-burung berdatangan dengan membawa tiga buah zaitun, dengan paruh dan cengkeraman dua kaki mereka. Untuk diletakkan di atas kepala patung itu. Jika tempat besar itu telah penuh buah zaitun, burung-burung baru berhenti mengantar. Buah-buahan itu diperas diambil sarinya untuk disimpan selama setahun, tidak boleh dimakan. Di dalam kuil (haikal/الهيكل) itu, ada rumah yang pintunya selalu terkunci, sejak negeri Romawi dibangun. 

Ketika akan pergi ke Anthakiyah, untuk menolong Raja Hiraqla
Raja Filanthanus membutuhkan harta berjumlah banyak. Untuk bekal para pasukannya. Dia akan memasuki rumah keramat di dalam kuil yang belum pernah dibuka itu.
Ketika dia akan membuka pintunya, para stafnya melarang. Ada yang berkata, “Raja yang mulia. Sejak pintu rumah ini dikunci yaitu 700 tahun yang lalu; 170 tahun sebelum Al-Masih muncul, hingga detik ini, belum pernah dibuka. Ayah dan kakek-kakek Tuan berpesan agar pintu rumah ini dikunci terus. Yang membangun kuil ini
, kakek Tuan bernama Siwi bin Qithus yang dinastinya bertahan selama 390 tahun. Beliau menyampaikan pesan sebagaimana ayahnya, dan mengangkat putranya sebagai penggantinya. Hingga akhirnya kerajaan berada di tangan Tuan. Kerajaan ini di tangan Tuan telah 100 tahun.”
Filanthanus memaksa agar pintu rumah itu dibuka. Setelah dibuka ternyata kosong, hanya ada relief di dinding, gambar kota Quds dan wilayah Syam, dan lukisan raja-raja Syam semuanya. Yang terakhir lukisan Raja Lithun (ليطن) nama Hiraqla sebenarnya. Hiraqla dilukiskan sedang mengamati tulisan di batu-tulis berbahasa Yunani:
Hai pencari ilmu! Rajinlah membaca! Karena membaca tulisan yang sulit kau pelajari, berulang-ulang, justru akan lebih teringat di dalam hati. Semua ilmu akan matang jika dipelajari dengan teliti, dan dicarikan kias (perbandingan)nya. Ilmu tumpuan berpikir. Berpikir adalah tempatnya ilmu. Kami telah melihat di dalam ilmu rahasia bahwa, "Jika kilat telah membelai bumi dan kesesatan telah pergi, lampu Hidayah (Petunjuk Allah) dari kota Tihamah (Makkah) akan bersinar menyapu kegelapan dan kebodohan.[2] Sinar (nabi SAW) itu akan menerangi, agar manusia mentauhidkan Pencipta mereka. Dialah nabi SAW, pengendara unta kelabu. Yang akan menghapus semua agama dan kerajaan. Para penghuni dataran rendah dan penghuni gunung akan menerima agamanya. Jika sinarnya telah menerangi gunung-gunung, maka ilmu rohani akan dipegang lelaki (Abu Bakar) yang berwajah khusuk. Yang hatinya menyinarkan kebenaran dan agamanya kokoh. Selanjutnya Negri Syam akan dilanda bencana oleh lelaki cerdas yang akan merebut kerajaan Qaishar (Kaisar). Lelaki adil (Umar) itu bejubah kebenaran berpedang cambuk. Jika rumah ini telah dibuka, maka yang akan beruntung, orang yang bisa menerima kebenaran yang menerangi akalnya. Beruntunglah orang yang mengikuti kebenaran dan menjauhi kebatilan.
Filanthanus (فلنطانوس) tertegun pada tulisan yang dia baca. Dia berkata “Bapa, bagaimana pendapatmu tentang tulisan ini?” pada penjaga kuil bernama Atmaus (عطماوس), yang segera menjawab, “Yang mulia. Itu tulisan orang-orang pandai. Mereka bisa menyumbangkan mutiara kebenaran karena akal mereka mendapatkan penerangan. Ini sebagai petunjuk bahwa Raja Romawi terbesar bernama Hiraqla, kekuasaannya akan berakhir. Kerajannya akan berpindah ke negeri Asthur yakni Qusthanthiniyah (Constantinople). Di dalam kitab ilmuan bernama Mahrayis berjudul Mutiara Himah juga diterangkan:
Jika sinar bersih dari orang yatim telah bersinar dari gunung-gunung Tsaran, segala kebusukan akan tersapu oleh sinar hikmahnya. Dan kegelapan yang menggelapi langit akan sirna oleh sinarnya yang terang benderang. [3] Iliya (إيليا) akan terlanda bencana oleh tindakan sahabat nabi yatim itu. Dia lelaki yang berjubah keagungan dan bermahkota akal cerdas. Dia pula yang akan merebut dunia dan mengalahkan raja-rajanya. Dia pula yang beristana keadilan dan berbusana kasih-sayang. Pada masa kekuasaannya, Salib akan hancur, dan air Amudiyah (المعمودية) akan morat-marit. Jalan selamat bagi musuhnya hanyalah tunduk dan patuh pada perintahnya.

Penjelasan penjaga kuil itu disimpan rapat di dalam hatinya. Lalu bibirnya bergumam, “Saya akan mengecek kaum Arab dan menolong Raja Hiraqla, yang telah mengirimi surat pada saya melalui seorang bathriq (patriarch). Agar saya membantu agama Al-Masih. Kalau saya terlambat datang, dia pasti memberi saya sangsi.”

In syaa Allah bersambung.



[1] Al-Waqidi menulis tentang ini: فتوح الشام - (ج 1 / ص 244)
وعلى رأسها صورة من حجر لا يعلم ما هو. بل الحجر أسود.

[2] Tihamah termasuk wilayah Yaman, hanya maksudnya Makkah dan Madinah, berdasarkan:النهاية في غريب الأثر - (ج 5 / ص 722)
إنما قال ذلك لأنَّ الإيمَان بَدَأ من مَكَّة وهي من تِهَامَةَ وتِهَامةُ من أرْضِ اليَمنِ ولهذا يُقال : الكَعْبَة اليَمانيَة وقيل : إنه قال هذا القَوْل وهو بِتَبُوك ومَكَّةُ والمدينَةُ يومئذ بينَه وبين اليمن فأشار إلى ناحيَة اليمن وهو يريد مكة والمدينة .

[3] Dalam Lisanul-Arab dijelaskan, “Faran,” bukan ‘Tsaran’: لسان العرب - (ج 5 / ص 42)
وفي الحديث ذكر فاران هو اسم عبراني لجبال مكة شرفها الله له ذكر في أَعلام النبوة قال وأَلفه الأُولى ليست همزة.

2011/12/22

KW 166: Dakwah ke Negeri Anthakiyah



 (Bagian ke-166 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Jabalah perintah, “Pergilah ke Yatsrib, untuk membunuh Umar![1] Jika bisa membunuh dia, kau akan saya beri yang kau minta” Pada Watsiq bin Musafir Al-Ghassani (واثق بن مسافر الغساني) yang sangat pemberani, yang berpengalaman perang di mana-mana.
Watsiq bergegas melaksanakan tugas, memacu kuda menuju Madinah.
Dia sampai di Madinah pada malam hari.

Pagi itu Umar RA mengimami shalat subuh lalu berdoa. Lalu keluar dari kota Madinah, mencari berita tentang Pasukannya yang Berjihad, di negeri Syam. 
Watsiq merasa beruntung karena tidak diketahui bahwa dia bersembunyi di atas pohon yang berada di kebun milik Ibnu Dachdach Al-Anshari (ابن الدحداح الأنصاري). Cabang pohon yang diinjak di bawahnya, berdaun lebat, dipergunakan bersembunyi. 

Ketika pagi menyingkir oleh datangnya siang yang panas, Umar pergi sendirian mendekati pohon yang dipanjat oleh Watsiq, lalu tidur di tempat teduh itu. Ketika tidur Umar makin lelap, Watsiq menghunus belati dari sarungnya, sambil turun untuk membunuh. 
Watsiq terkejut ketakutan oleh datangnya singa jantan sebesar sapi dewasa, melindungi Umar dari serangannya. Umar RA dijaga dan dijilati telapak kakinya, oleh singa-singa. Hingga dia bangun dari tidurnya. Watsiq ketakutan dengan mata terbelalak lalu turun, setelah singa besar itu pergi. 
Dengan penuh hormat Watsiq datang untuk mencium tangan Umar RA. Dia berkata, “Tuan telah menjadi pimpinan yang adil, oleh karena itu pasti aman. Demi Allah, Tuan dilindungi oleh singa besar dan para malaikat. Bahkan jin-jin pun mengenal Tuan.” 
Lalu bercerita tentang Yang Disaksikan, selama dia mengintai di atas pohon. Dan menyatakan masuk Islam. [2]


Di Biara Qisan, Hiraqla menyumpah dengan berteriak, agar pasukannya takkan berlari dalam memerangi kaum Arab. Mereka juga disumpah agar sanggup tewas di dalam perang yang dianggap Suci itu. Dengan suara menggemuruh mereka mengikarkan sumpah, “Kami akan melawan lawan, meskipun harus tewas.”

Arak-arakan pasukan sangat panjang itu meninggalkan Hiraqla untuk berperang. Salib-Salib gemerlapan dinaungkan di atas kepala tokoh-tokoh. Para rahib dan ulama Nashrani membaca Injil dengan khidmat. Derap kaki kuda mereka bergema memenuhi ruangan yang sangat luas.

Arak-arakan pasukan Muslimiin telah berbaris rapi mengikuti pimpian mereka masing-masing. Panji mereka berkibar-kibar seakan-akan menari dengan bahagia. Rabiah bin Mamar yang terkenal pandai menyusun syair, diperintah oleh Abu Ubaidah, “Hai Rabiah! Ucapanmu lebih tajam daripada anak panah! Mustajab untuk menggerakkan jihad kaum Muslimiin! Nasehatilah agar mereka berjihad!.” 
Rabiah maju ke depan untuk meneriakkan syairnya:
Hai semuanya! Kapan lagi kalian akan menunggu
Seranglah dengan senjatamu
Pembawa arwah telah beterbangan di atas kita
Dari Tuhan kita
Kemanapun kalian berlari takkan
Mampu menghindari kematian
Meskipun bersembunyi di dalam perlindungan


Pasukan Romawi yang pertama kali keluar dari barisan, menantang perang, Nastarus bin Rubil (نسطاروس بن روبيل). Di tengah medan perang, dia menantang perang dengan gagah berani. 
Yang menghadapi tantangannya, Damis Abul-Haul yang sangat pemberani, dan gagasan cemerlangnya telah berhasil membuat negeri Chalab (Aleppo) ditaklukkan oleh pasukan Arab. Sayang dalam perkelahian seru itu, kuda Damis jatuh dan Damis terpelanting, punggungnya membentur tanah. 
Nastarus melumpuhkan dan menangkap dia secepat-cepatnya, untuk diberikan pada orangnya.
Dalam peperangan seru, Nastarus melawan Addhachak itu, ada pasukan Anthakiyah yang telah berkali-kali melihat Khalid. Dia menyangka Addhachak adalah Khalid. 
Dia berkata, “Jagoan mereka yang telah merebut beberapa wilayah kita, telah muncul melawan jagoan kita.”

Kaum Anthakiyah berdatangan banyak sekali, untuk menyaksikan Addhachak yang dikira Khalid. Nama Khalid sangat terkenal di negeri Anthakiyah, hingga orang-orang yang berjubel menonton perkelahian berdarah itu makin melaut. Bahkan pasukan berkuda Anthakiyah terhalang oleh penonton yang berjubel makin banyak. Tali-tali panggung kehormatan Nastarus, putus oleh arus penonton. Bahkan kursi kehormatannya juga rusak, karena terinjak-injak. Panggung tinggi itu jika runtuh, bisa menewaskan orang banyak. 

Perhatian kaum Antakiyah tertuju pada Addhachak dan Nastarus yang berperang. Hanya mereka lebih memperhatikan dan berharap semoga Nastarus menang.

Ada tiga orang Anthakiyah yang tidak digubris oleh penonton; ketika minta tolong membenahi kayu penyangga, agar panggung kehormatan Nastarus tidak roboh. Penonton lebih senang bisa melihat Addhachak yang dikira Khalid; daripada menolong membenahi panggung tinggi yang hampir roboh. Jalan satu-satunya, mereka bertiga minta, “Tali yang mengikat kau, akan kami lepas sebentar, agar kau menolong membenahi letak kayu penyangga ini. Agar panggung ini tidak roboh dan menewaskan orang banyak? Mau kan? Tapi setelah itu, kau kami ikat lagi? Kalau yang mulia Tuan Nastarus telah datang, kami akan memohon agar kau dilepaskan” pada Damis yang segera menjawab, “Saya mau.”

Damis dilepaskan, lalu dua tangannya menumbukkan dua wajah orang yang telah melepaskan tali pengikatnya. Yang satu terkejut saat melihat dua temannya roboh dan sakarat, setelah wajah mereka berdua remuk. Dia makin terkejut oleh gerakan Damis yang tahu-tahu menyakitkan, membuat gelap dan menewaskan dirinya. 

Damis bergerak cepat mencari dan membuka peti, mengambil baju Nastarus. Dan bergerak cepat mencari dan menaiki kuda yang bagus. Lalu mengambil senjata dan memberi tailalat wajah. Dia mengambil pedang dan harta Nastarus, lalu memacu kuda, mendekati komandan pasukan Nashrani bernama Chazim bin Abdi Yaghuts (حازم بن عبد يغوث).



[1] Mereka menyebut Madinah, “Yatsrib.”
[2] Al-Waqidi berkata, “Ini terjadi sebelum pasukan Muslimiin memasuki negeri Anthakiyah (كانت هذه الفعلة قبل نزول المسلمين على أنطاكية).”