Ketika
para sahabat nabi SAW menyembah Allah, merujuk Al-Qur’an (Wahyu) dan Petunjuk Rasul
Allah; kaum Kafir yang benci mengatakan, “Mereka ini kaum Sesat,” dengan sinis.
Tentu
saja ucapan itu membuat para sahabat benci, susah, dan terhina. Allah
menurunkan Wahyu yang disebut Surat Al-Muthaffifiin, sebagai Kepedulian-Nya pada Hamba-Nya. Karena Kearifan, Kemurahan, dan Kealiman-Nya,
maka dalam Firman itu Allah tidak hanya menghibur kaum Iman, tetapi juga
mengajarkan bagaimana seharusnya seorang Adil dalam Menilai, meskipun pada
dirinya sendiri. Dan keberuntungan seorang, diukur dari Derajat Surganya, di
akhirat:
بسم
الله الرحمن الرحيم
وَيْلٌ
لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ
(2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3) أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ
أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (4) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (5) يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ
الْعَالَمِينَ (6) كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ (7) وَمَا
أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ (8) كِتَابٌ مَرْقُومٌ (9) وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ
لِلْمُكَذِّبِينَ (10) الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (11) وَمَا
يُكَذِّبُ بِهِ إِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (12) إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ
آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ (13) كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى
قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14) كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ
يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ (15) ثُمَّ إِنَّهُمْ لَصَالُو الْجَحِيمِ (16) ثُمَّ
يُقَالُ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ (17) كَلَّا إِنَّ كِتَابَ
الْأَبْرَارِ لَفِي عِلِّيِّينَ (18) وَمَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّونَ (19)
كِتَابٌ مَرْقُومٌ (20) يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُونَ (21) إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي
نَعِيمٍ (22) عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ (23) تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ
نَضْرَةَ النَّعِيمِ (24) يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ (25) خِتَامُهُ
مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ (26) وَمِزَاجُهُ مِنْ
تَسْنِيمٍ (27) عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ (28) إِنَّ الَّذِينَ
أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ (29) وَإِذَا مَرُّوا
بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ (30) وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا
فَكِهِينَ (31) وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلَاءِ لَضَالُّونَ (32)
وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ (33) فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آمَنُوا مِنَ
الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ (34) عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ (35) هَلْ ثُوِّبَ
الْكُفَّارُ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (36)
Artinya:
Celaka
bagi kaum Curang: yang ketika minta
takaran pada manusia,
minta ditepati, namun ketika menentukan
takaran atau timbangan pada kaum, mereka mengurangi (curang).
Apakah mereka tidak meyakini bahwa sungguh mereka akan dibangkitkan untuk hari yang Sangat Besar: Hari manusia berdiri untuk Tuhan
seluruh alam?.
Ingat! Sungguh catatan kaum Durhaka niscaya di dalam Sijjin.
Apa yang memberi tahu padamu tentang Sijjin? Yaitu Catatan yang diselesaikan
(tidak akan ditambah atu dikurangi). Celaka hari itu bagi kaum Mendustakan, yang sama mendustkan tentang Hari Pembalasan. Dan takkan mendustakan itu, kecuali semua orang yang melampau batas lagi suka berbuat dosa: jika Ayat-Ayat Kami dibacakan; mereka berkata, “Tulisan-tulisan kaum Awal
(Kuno).”
Ingat! Justru yang mereka
lakukan, telah mengotori beberapa hati mereka. Ingat! Sungguh mereka di hari
itu niscaya dihalang-halangi,
jauh dari Tuhan mereka. Lalu niscaya sungguh mereka masuk neraka Jachim.
Lalu dikatakan, “Ini yang dulu kalian dustakan!.”
Ingat! Sungguh catatan kaum
Abrar (Baik) niscaya di dalam Iliyyiin. Apa
yang memberi tahu padamu mengenai Iliyyiin? Yaitu catatan yang
diselesaikan (takkan ditambahi atau dikurangi). Yang akan disaksikan oleh kaum Didekatkan
(pada Tuhan). Sungguh kaum Abrar niscaya di dalam kenyamanan: di atas
kursi, mereka memandang. Kau
lihat sinar kebahagiaan di wajah-wajah mereka. Minuman yang dihidangkan pada
mereka berasal dari Rachiq yang disegel. Tutupnya Misik. [1] Mengeni itu, kaum
yang berlomba-lomba,
hendaklah tetap berlomba-lomba. Perisa (minuman itu), Tasnim: mata air (istimewa) yang
diminum oleh kaum Didekatkan (pada
Tuhan).
Sungguh dulunya, kaum Berdosa, menertawakan kaum Beriman. Ketika bertemu pada mereka, menunjuk-nunjuk. Ketika telah kembali pada ahli, mereka kembali dengan berbahagia. Dan ketika menyaksikan pada mereka, mereka berkata, “Sungguh mereka ini kaum Sesat.”
Sungguh dulunya, kaum Berdosa, menertawakan kaum Beriman. Ketika bertemu pada mereka, menunjuk-nunjuk. Ketika telah kembali pada ahli, mereka kembali dengan berbahagia. Dan ketika menyaksikan pada mereka, mereka berkata, “Sungguh mereka ini kaum Sesat.”
Padahal
mereka tidak diperintah menjadi penilai mereka.
Maka di hari itu kaum yang telah beriman, menertawakan pada kaum Kafir. Mereka memandang di atas kursi-kursi. Bukankah kaum Kafir dibalas sesuai yang telah mereka amalkan?.
Maka di hari itu kaum yang telah beriman, menertawakan pada kaum Kafir. Mereka memandang di atas kursi-kursi. Bukankah kaum Kafir dibalas sesuai yang telah mereka amalkan?.
Termasuk
mutiara yang diajarkan dalam surat di atas, bisa jadi
orang yang ‘menuding sesat’, justru orang tersesat. Yang di
dunia dihina bisa jadi di akhirat justru
berbahagia, berwajah ceria, bersuka-ria, tersenyum dan tertawa, di dalam surga
yang istimewa.
Dalam
Sunan Abi Dawud, juga diriwayatkan mengenai orang iman yang salah
menilai, karena lupa bahwa sebetulnya Allah lah yang berhak
menghukumi Hamba-Nya :
4903 -
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ بْنِ سُفْيَانَ أَخْبَرَنَا عَلِىُّ بْنُ
ثَابِتٍ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ قَالَ حَدَّثَنِى ضَمْضَمُ بْنُ جَوْسٍ
قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
يَقُولُ « كَانَ رَجُلاَنِ فِى بَنِى إِسْرَائِيلَ مُتَآخِيَيْنِ فَكَانَ
أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ وَالآخَرُ مُجْتَهِدٌ فِى الْعِبَادَةِ فَكَانَ لاَ يَزَالُ
الْمُجْتَهِدُ يَرَى الآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُولُ أَقْصِرْ. فَوَجَدَهُ
يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ فَقَالَ لَهُ أَقْصِرْ فَقَالَ خَلِّنِى وَرَبِّى أَبُعِثْتَ
عَلَىَّ رَقِيبًا فَقَالَ وَاللَّهِ لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَوْ لاَ
يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ. فَقُبِضَ أَرْوَاحُهُمَا فَاجْتَمَعَا عِنْدَ
رَبِّ الْعَالَمِينَ فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ أَكُنْتَ بِى عَالِمًا أَوْ
كُنْتَ عَلَى مَا فِى يَدِى قَادِرًا وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ اذْهَبْ فَادْخُلِ
الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِى وَقَالَ لِلآخَرِ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ ». قَالَ
أَبُو هُرَيْرَةَ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ
دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ..”
Arti (selain isnadnya):
Abu Hurairah RA berkata, “Saya pernah mendengar Rasulallah SAW
bersabda ‘dulu pernah ada dua lelaki bersaudara di kalangan Bani Isra’il. Yang
satu (sering) berbuat dosa; yang saudaranya rajin beribadah.
Yang rajin beribadah, tak henti-henti melihat saudarnya melakukan
dosa. Dia berkata ‘hentikan!’.
Suatu hari, saat melihat saudaranya melakukan dosa lagi, dia
berkata ‘hentikan’.
Saudaranya menjawab ‘biarkan saya, apa kau diperintah agar
meneliti perbutanku?’.
Dia bersumpah ‘demi Allah! Allah takkan mengampuni padamu’, atau ‘Allah
takkan memasukkan kamu ke surga’.
Ruh mereka berdua dicabut untuk dikumpulkan di sisi Tuhan seluruh Alam.
Allah berfirman pada yang rajin beribadah ini ‘masyak kau tahu mengenai Aku?’ Atau ‘masyak kau berkuasa pada yang di Tangan-Ku?’.
Allah berfirman pada yang rajin beribadah ini ‘masyak kau tahu mengenai Aku?’ Atau ‘masyak kau berkuasa pada yang di Tangan-Ku?’.
Lalu berfirman pada yang suka berbuat dosa ‘pergilah untuk memasuki
surga karena Rahmat-Ku!’.
Dan berfirman untuk lainnya ‘bawalah orang ini (yang rajin
beribadah), menuju neraka!’.”
Abu Hurairah berkomentar, “Demi Allah dia telah berbicara dengan
kalimat yang merusak dunia dan akhiratnya.” [2]
Ponpes Mulya Abadi Mulungan
Ponpes Mulya Abadi Mulungan
[1] Abud-Darda’ berkata, “Kalau seorang
penghuni bumi memasukkan jarinya lalu mengeluarkan dari Misik (surga) itu, niscaya semua makhluq hidup
menghirup harumnya.” [Ibnu Katsir].
[2] Ini bukan Dalil agar orang
berbuat dosa, tetapi Ajaran bahwa menghukumi seorang, “Kau pasti masuk surga,”
atau, “Neraka,” dengan melupakan bahwa sebetulnya yang berhak memasukkan surga
atau neraka adalah Allah, bisa jadi justru akan masuk neraka.
0 komentar:
Posting Komentar