Abu Ubaidah, Khalid bin Al-Walid, Zubair bin Al-Awwam, Abdur Rohman bin Abi Bakr, Fadhl bin Abbas, Yazid bin Abi Sufyan, Rabiah bin Amir, Maisarah bin Masruq, Maisarah bin Qais, Abdullah bin Unais, Shakhr bin Charb (mertua nabi SAW yang panggilannya Abu Sufyan), Umarah Addausi, Abdullah bin Sallam, Ghanim Al-Ghanawi, Miqdad bin Al-Aswad (veteran Perang Badar), Abu Dzarr Al-Ghifari, Amer bin Madikarib, Amar bin Yasir, Dhirar bin Al-Azwar, Amir bin At-Thufail, Aban bin Utsman bin Affan, adalah tokoh-tokoh besar dalam Perang Yarmuk yang namanya mashur pada abad pertama dari Hijriyah.
Melalui keberanian mereka yang gila-gilaan, Subhanallah, pasukan berkuda dari Romawi berjumlah satu juta emanmpuluh ribu itu kalah. Padahal pasukan Muslimiin yang mereka galang hanya 41.000 orang. Melalui http://mulya-abadi.blogspot.com/2011/08/kw-121-perang-yarmuk.html atau: http://www.mulungan.org/index.php/component/content/article/34-kholid-bin-walid/283-2011-08-kw-121-perang-yarmuk, kita akan tahu perjalanan perang akbar tersebut:
Seorang Muslim berkata pada Abu Ubaidah, “Yang mulia, semoga Allah berbuat baik pada tuan. Semalam saya juga bermimpi.”
Abu Ubaidah berkata, “Berarti in syaa Allah, kita akan bernasib baik. Semoga Allah menyayangmu, mimpi bagaimana?.”
Dia menjawab, “Saya bermimpi, kita pergi ke arah musuh untuk berperang. Sejumlah burung bersayap hijau berkuku tajam dari langit sama turun. Dengan kuku setajam kuku macan itu kawanan burung itu menyerbu bagai burung garuda mengamuk, pada mereka. Musuh yang diserang itu, berguguran.”
Setelah mendengarkan penuturan mimpi Abu Ubaidah dan lelaki Muslim itu, pasukan Muslimiin berbahagia. Sebagian mereka berkata pada yang lain, “Berbahagialah! Allah akan menyelamatkan dan menolong kita dengan mengerahkan para malaikat-Nya, seperti pada zaman Perang Badar dulu.”
Abu Ubaidah bahagia dan berkata, “Ini mimpi baik yang artinya kita akan segera mendapat pertolongan. Pemenang final akan direbut orang-orang taqwa.”
Seorang Muslim berdiri dan berkata, “Yang mulia, kenapa kita tidak segera menyerang mereka?. Padahal mereka mengulur waktu hanya untuk bersiasat mencari kelengahan kita?.”
Abu Ubaidah berkata, “Qadar baik lebih cepat bergerak daripada persangkaanmu.”
Tiba-tiba suara gaduh menggemuruh menyeruak; beberapa orang dari mereka memekikkan, “Serang!” dari jarak jauh.
Ternyata pasukan Romawi telah berdatangan untuk menggempur pasukan Muslimiin. Abu Ubaidah khawatir jangan-jangan sebagian Muslimiin ada yang telah terluka. Dia bergerak untuk meneliti keadaan. Tiba-tiba Said bin Zaid dan Amer bin Nufail muncul dari tempat penjagaan untuk laporan. Mereka berdua membawa tahanan lelaki Nashrani yang menyatakan Islam untuk dihadapkan pada Abu Ubaidah. Seorang dari mereka berdua berkata, “Yang mulia, ternyata Raja Mahan telah melancarkan siasat perang atas pasukan Muslimiin, dengan cara mengulur waktu. Sekarang dia datang mendadak menuju kemari dengan membawa pasukan untuk menyerang kita. Mereka tahu kita sedang lengah. Lelaki Nashrani yang kami tangkap ini telah menyatakan Islam dan melaporkan semua itu karena membela kita. Dia melaporkan bahwa Mahan telah mengutus seorang bathriq pilihannya agar memimpin serangan atas kita. Raja-raja Romawi telah bersepakat akan menyerang kita dengan pasukan mereka masing-masing. Ini berarti kita akan kesulitan mengatasi mereka.”
Pasukan Muslimiin mengulurkan wajah dan terkejut saat melihat sejumlah panji berkibar-kibar dan Salib-salib gemerlapan, dibawa oleh lautan pasukan Romawi yang berdatangan makin mendekat. Derap kaki kuda mereka membahana dan debu-debu beterbangan.
Abu Ubaidah membaca, “Laa chaula wa laa quwwata illaa bi Allah Al-Aliyy Al-Adlim.”
Lalu bertanya, “Di mana ayah Sulaiman, Khalid bin Al-Walid?.”
Khalid menjawab, “Ya, saya datang.”
Abu Ubaidah perintah, “Siapkan pasukan Muslimiin untuk melindungi para wanita! Aturlah agar semua pasukan siaga sepenuhnya!.”
Khalid menjawab, “Akan saya laksanakan dengan senang dan sebaik-baiknya.”
Khalid berteriak, “Mana Zubair bin Al-Awwam? Abdur Rohman bin Abi Bakr? Fadhl bin Abbas? Yazid bin Abi Sufyan? Rabiah bin Amir? Maisarah bin Masruq? Maisarah bin Qais? Abdullah bin Unais? Shakhr bin Charb? Umarah Addausi? Abdullah bin Sallam? Ghanim Al-Ghanawi? Miqdad bin Al-Aswad? Abu Dzarr Al-Ghifari? Amer bin Madikarib? Amar bin Yasir? Dhirar bin Al-Azwar? Amir bin At-Thufail? Aban bin Utsman bin Affan?.”
Mereka yang dipanggil oleh Khalid lah yang bergerak cepat untuk menyambut datangnya pasukan Romawi yang melaut. Dengan gagah-berani mereka bersiap melayani serangan lawan yang jumlahnya banyak sekali. Abu Ubaidah mempersiapkan pasukan Muslimiin yang lain. Abu Sufyan datang pada Abu Ubaidah untuk berkata, “Yang mulia, perintahlah wanita-wanita kita agar mendaki gunung ini.”
Abu Ubaidah menjawab, “Usulanmu akan saya laksanakan.”
Abu Ubaidah perintah para wanita agar mendaki gunung untuk berlindung dan melindungi anak-anak mereka. Abu Ubaidah berpesan pada para wanita itu, “Membawalah tongkat dan kumpulkanlah batu-batu untuk melempar! Berilah semangat para pasukan Muslimiin! Jika ada yang lari pukullah dengan tongkat dan lemparlah dengan batu! Angkatlh anak kalian sambil berkata ‘belalah anak istri dan agama kalian ini!’.”
Para wanita Muslimaat menjawab, “Yang mulia, berbahagialah! Kau akan segera mendapat kemenangan.”
Setelah Abu Ubaidah selesai memberi pengarahan pada wanita Muslimaat agar naik ke atas gunung, perintah agar pasukan Muslimiin mempersiapkan perlawanan.
Pasukan Muslimiin sebelah kiri, sebelah kanan, dan tengah, telah siap sepenuhnya. Kebanyakan panji-panji yang dibawa oleh pasukan Muhajirin berwarna kuning; ada yang berwarna putih, hijau, dan hitam.
Panji-panji yang dibawa oleh kabilah-kabilah (selain pasukan Muhajirin) berkibar-kibar dengan warna berbeda-beda. Pasukan yang bertempat pada barisan paling tengah adalah kaum Muhajirin dan Anshar.
Secara keseluruhan pasukan Muslimiin dibagi menjadi tiga:
· Pasukan berpanah terdiri dari kaum Yaman.
· Pasukan berkuda.
· Pasukan berunta.
Pasukan berkuda dibagi tiga. Sebagian dipimpin oleh Ghiyats bin Charmalah Al-Amiri (غياث بن حرملة العامري). Sebagian lagi dipimpin oleh Maslamah bin Saif Al-Yarbui (مسلمة بن سيف اليربوعي). Yang lainnya dipimpin oleh Qaqa bin Amer Attaimi (القعقاع بن عمرو التميمي).
Di belakang panji-panji berkibar itulah pasukan Muslimiin berbaris-baris. Panji yang paling dibanggakan oleh pasukan Muslimiin adalah yang dibawa oleh Abu Ubaidah. Panji itulah pemberian dari Abu Bakr Assiddiq Al-Marhum ketika Abu Ubaidah diperintah agar pergi ke Syam untuk berdakwah dengan pedang. Bahkan panji kuning itu pula yang dulu pernah dibawa oleh Rasulillah SAW di dalam Perang Khaibar tahun tujuh Hijriyah. Panji yang menarik setelah itu panji Khalid bernama Al-Iqab berwarna hitam.
Yang ditunjuk memimpin pasukan berjalan kaki, Syurachbil bin Chasanah. Yang memimpin pasukan sayap kanan, Yazid bin Abi Sufyan. Yang memimpin pasukan sayap kiri Qais bin Hubairah. Dan yang diserahi memimpin semuanya adalah Khalid, di bawah kendali Abu Ubaidah.
Cukup banyak pasukan Muslimiin yang menitikkan air mata karena melihat kebesaran Allah yang tampak dibalik kenyataan yang ada. Banyak juga yang berdoa sambil menangis karena ingin diperhatikan oleh Allah Subhanah.
Seluruh barisan telah disiapkan; Abu Ubaidah memasuki celah-celah barisan untuk memeriksa keadaan. Dan mengarahkan agar mereka bersemangat di dalam berperang, “In tanshuruu Allaha yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum.”
Artinya: Jika kalian menolong Allah, Allah akan menolong dan menetapkan tumit-tumit kalian.[1]
Abu Ubaidah berkata pada mereka, “Tabahlah dalam berperang! Agar kalian segera lepas dari kesusahan ini dan dirodhoi oleh Tuhan! Selain itu! Tabah lah yang akan mengalahkan musuh! Maka jangan meninggalkan barisan kalian! Jangan turun semangat! Selain itu kalian supaya selalu menyebut Nama Allah! Biarkan mereka memulai serangan! Tetapi panah dan perisai agar selalu siap di tangan! Jangan banyak bicara! Kecuali untuk menyebut Nama Allah! Jangan coba-coba melakukan yang membahayakan! Laporkan padaku sebelum melakukannya!.”
Abu Ubaidah kembali lagi pada tempatnya; Muadz bin Jabal muncul untuk mengelilingi pasukan dan menyampaikan pengarahan, “Hai umat Islam penegak Al-Huda dan kebenaran! Ketahuilah bahwa rahmat Allah takkan kalian raih kecuali dengan beramal! Tidak mungkin bisa diraih hanya dengan berangan-angan! Surga juga tak mungkin bisa dimasuki kecuali dengan beramal dan rahmat Allah! Dan orang-orang yang tabah lah yang akan diberi rahmat dan ampunan luas oleh Allah! Bukankah kalian sering mendengar Firman Allah ‘Allah telah menjanjikan pada sebagian orang-orang yang beriman dari kalian:
· Niscaya Dia akan menjadikan mereka sebagai khalifah di dalam bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah pada orang-orang sebelum mereka.
· Niscaya Dia akan memberi tempat sungguh pada agama mereka yang Dia ridhoi demi mereka.
· Niscaya Dia akan memberi ganti rasa aman dari setelah ketakutan mereka. Mereka akan menyembahKu tidak mensyirikkanKu pada sesuatu. Namun barang siapa kufur setelah itu, berarti mereka itu orang-orang fasiq?’.[2]
Sungkanlah pada Allah agar kalian tidak lari dari perang! Kita ini di dalam genggaman Allah! Jalan selamat kita justru berlindung pada Allah!.”
Muadz mengulang-ulang nasehatnya pada pasukan Muslimiin lalu kembali lagi pada tempatnya.
Sahl bin Amer muncul dan berjalan dengan kudanya di hadapan barisan dengan membawa pedang terhunus. Dia menyampaikan nasehat yang hampir sama dengan nasehat Muadz.
Abu Sufyan muncul berkendaraan kuda membawa pedang dan tombak, untuk berkata, “Hai orang-orang Arab yang hebat! Di wilayah kaum kafir ini demi Allah! Yang bisa menyelamatkan kalian hanyalah menyerang dan membelah kepala mereka! Dengan itulah kalian akan dekat pada Tuhan dan mendapatkan kebahaigaan! Ketahuilah bahwa ketabahan kalian dalam perang ini lah yang akan dipergunakan sebagai alasan oleh Allah, untuk memberi pertolongan pada kalian! Semangatlah dalam berjihad ini! Pertolongan akan turun jika kalian telah terbukti tabah! Bahkan jika kalian tabah, negri-negri dan kota-kota mereka akan kalian rebut! Anak lelaki dan anak perempuan mereka akan menjadi pelayan kalian! Kalau kalian lari justru akan sengsara! Karena harus menyusuri jalan sangat panjang yang tak mungkin bisa dilalui kecuali dengan perbekalan yang memadai! Dan itu berarti kalian justru takkan mungkin bisa merebut lagi rumah-rumah mewah dan istana-istana megah yang tadinya telah kalian kuasai! Lawanlah mereka dengan pedang untuk berjihad yang maksimal! Dan jangan sekali-kali mati kecuali dalam keadaan Islam!.”
Tidak semua pasukan Muslimiin ketakutan ketika menyadari harus berhadapan dengan lautan pasukan Romawi yang sangat ganas. Bahkan di antara mereka banyak yang justru menangis bahagia karena bisa berdekatan pada Allah dan bisa menumpahkan segala rasa syukur dan berdoa.
Abu Sufyan meninggalkan barisan untuk naik gunung. Pada para wanita Muhajiraat dan para anak perempuan Anshar, Abu Sufyan nasehat, “Sungguh Rasulullah SAW bersabda ‘sesungguhnya akal dan agama para wanita kurang’. Oleh karena itu kalian harus menjaga agama kalian, dan tekat kalian agar diteguhkan. Berilah semangat suami-suami kalian untuk berjihad! Jika ada seorang suami yang lari, lemparlah dengan batu! Pukullah kaki kudanya dengan tongkat! Angkatlah anak-anak kalian agar dia sadar harus kembali berperang untuk melindungi anak-istri!.”
Para wanita Muslimaat menyenandungkan syair pemacu semangat jihad; Abu Sufyan kembali ke barisan untuk mengucapkan, “Hai Muslimiin semuanya! Kalian telah menyaksikan lawan mendekat! Berjihad inilah jalan agar kita bisa berdekatan dengan Rasulallah SAW! Surga di depan kita! Syaitan dan neraka di belakang kita.”
Perkiraan Mahan dalam pertempuran itu, pasukan Muslimiin akan lari ketakutan, meleset. Bahkan banyak pasukan Romawi yang berlarian ke belakang, ketika Khalid dan 500 pasukan berkudanya mengamuk memulai serangaran.
Mahan menggertak, “Serbu!,” pada pasukannya yang diam tidak segera melancarkan serangan atas Muslimiin.
Tak lama kemudian lautan pasukan Romawi melancarkan serangan bertubi-tubi atas pasukan Muslimiin. Dalam peperangan akbar itu Mahan telah memilih 30.000 orang-orang penting untuk ditempatkan pada lobang-lobang yang baru saja digali berderet memanjang ke belakang, di sebelah kanan barisan pasukan. Tiap 10 orang dari mereka disatukan dengan rantai agar tidak bisa berlari meninggalkan tempat. Mereka ditugaskan melindungi pasukan dari sebelah kanan. Orang-orang itu telah disumpah, “Demi Isa bin Maryam! Demi Salib! Demi para ulama Nashrani! Demi para rahib Nashrani! Demi empat Gereja: mereka takkan lari meskipun semua pasukan Romawi tewas.”
Khalid berkata, “Sepertinya peperangan ini akan menjadi akbar,” lalu berdoa, “ya Allah, bantulah Muslimiin dengan pertolongan.”
[1] إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ [محمد/7].
[2] وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ [النور/55.
Ayo paaaaaak, dilanjutin ceritanyaaaa....
BalasHapusSeruuuuu...
اَلْحَمْدُلِلّهِ جَزَاك اللّهُ خيرا