(Bagian ke-182 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Di hari yang mendebarkan itu, Abu Ubaidah menunggu kembalinya Amer bin Al-Ash yang ditugaskan membawa 5.000 pasukan berkuda untuk berdakwah. Di antara 5.000 pasukan itu ada orang-orang penting bernama Ubadah bin Asshamit, Amer bin Rabiah, Bilal bin Chamamah, dan Rabiah bin Amir (ربيعة بن عامر).
Amer bin Al-Ash dan arak-arakan pasukan memasuki suatu kota di negri Qaisariyah (Caesarea/قيسارية). Kota yang sangat subur itu berudara sangat dingin. Pepohonannya berbuah melimpah besar-besar dan mudah dipetik. Banyak pasukan Muslimiin yang merasa kedinginan setelah makan buah-buahan yang sangat dingin.
Subai bin Dhamrah Al-Charrani (سبيع بن ضمرة الحراني) mengumpat, “Semoga Allah mempermalukan orang-orang laknat yang negri, air, dan buah-buahannya sangat dingin ini. Saya takut jangan-jangan kita bisa mati karena kedingan.”
Ada lelaki penghuni negri itu yang menjawab, “Hai orang Arab! Kalau kau kedinginan di sini, minumlah air anggurnya!.” Sambil menunjukkan air anggur di dalam wadah.
Ada lelaki penghuni negri itu yang menjawab, “Hai orang Arab! Kalau kau kedinginan di sini, minumlah air anggurnya!.” Sambil menunjukkan air anggur di dalam wadah.
Subaia dan teman-temannya dari Yaman bergegas mencicipi perasan anggur yang mengarak di dalam wadah itu.
Beberapa orang terkejut karena Subaia dan teman-temannya sama mabuk. Beberapa orang melaporkan pada Amer bin Al-Ash mengenai mereka. Melalui surat, Amer bin Al-Ash melaporkan kejadian itu pada Abu Ubaidah.
Beberapa orang terkejut karena Subaia dan teman-temannya sama mabuk. Beberapa orang melaporkan pada Amer bin Al-Ash mengenai mereka. Melalui surat, Amer bin Al-Ash melaporkan kejadian itu pada Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah mengirimkan jawaban: “Amma ba’d. Yang telah minum khomer hukumlah sebagaimana perintah Allah!. Jangan takut celaan orang yang mencela!.”
Amer membaca surat jawaban dari Abu Ubaidah. Lalu memanggil untuk mendera Subai dan kawan-kawannya.
Subai merasa kesakitan saat didera dengan cambuk, dan bersumpah, “Demi Allah orang yang menipu saya itu akan saya bunuh!.”
Dia menghunus pedang untuk mencari lelaki yang telah menipu. Lelaki itu ketakutan dan berlari menghindari kejaran Subai sambil menangis: “Apa dosaku?.”
Subai membentak, “Kau telah menjerumuskan saya pada amalan yang dimurkai oleh Tuhan!.”
Dia menangis, “Saya tidak tahu bahwa arak diharamkan di dalam agamamu.”
Ubadah bin Asshamit melerai, “Hai Subai! Jangan dibunuh! Dia dzimmi yang harus dilindungi.”
Dia menghunus pedang untuk mencari lelaki yang telah menipu. Lelaki itu ketakutan dan berlari menghindari kejaran Subai sambil menangis: “Apa dosaku?.”
Subai membentak, “Kau telah menjerumuskan saya pada amalan yang dimurkai oleh Tuhan!.”
Dia menangis, “Saya tidak tahu bahwa arak diharamkan di dalam agamamu.”
Ubadah bin Asshamit melerai, “Hai Subai! Jangan dibunuh! Dia dzimmi yang harus dilindungi.”
Dengan perasaan bersalah lelaki itu datang untuk menghantar buah tin dan anggur kering. “Makanlah ini untuk menghangatkan badan,” katanya.
Badan Subai terasa enak setelah makan buah tin dan anggur kering. Subai bertanya, “Kenapa saya tadi tidak diberi ini saja?.”
Amer membawa arak-arakan pasukan menuju Machl (محل).
Seorang mata-mata memacu kudanya agar lari kencang untuk laporan pada Raja Filasthin bin Hiraqla mengenai kedatangan Amer dan pasukannya ke wilayah kekuasaan Filasthin. Sebelum itu, sejumlah pasukan Hiraqla telah berlari ketakutan untuk berlindung pada Filasthin, sehingga jumlah pasukan berkuda Filasthin menjadi 80. 000 orang.
Seorang mata-mata memacu kudanya agar lari kencang untuk laporan pada Raja Filasthin bin Hiraqla mengenai kedatangan Amer dan pasukannya ke wilayah kekuasaan Filasthin. Sebelum itu, sejumlah pasukan Hiraqla telah berlari ketakutan untuk berlindung pada Filasthin, sehingga jumlah pasukan berkuda Filasthin menjadi 80. 000 orang.
Filasthin memanggil lelaki untuk diperintah agar memata-matai pasukan Muslimiin: “Datangilah mereka dan laporkan pada saya gerak-gerik mereka!.”
Lelaki itu memacu kudanya secepat-cepatnya untuk memata-matai pasukan Muslimiin dari Yaman yang sama menyalakan obor dan api unggun. Dia menyimak berbincangan mereka di malam itu. Kaum Muslimiin tidak mencurigai karena dia dikira seorang Muslim.
Setelah dia berdiri, ketahuan bahwa dia mata-mata. Karena sarungnya menjuntai ke tanah, dan berkata, “Dengan Nama Salib.”
Lelaki itu memacu kudanya secepat-cepatnya untuk memata-matai pasukan Muslimiin dari Yaman yang sama menyalakan obor dan api unggun. Dia menyimak berbincangan mereka di malam itu. Kaum Muslimiin tidak mencurigai karena dia dikira seorang Muslim.
Setelah dia berdiri, ketahuan bahwa dia mata-mata. Karena sarungnya menjuntai ke tanah, dan berkata, “Dengan Nama Salib.”
Ketika dia memacu kudanya, sejumlah pasukan Muslimiin mengejar untuk membunuhnya. Kegaduhan yang riuh dalam pembunuhan itu sampai ke telinga Amer. Amer bertanya, “Ada apa ini?.”
Beberapa orang menjawab, “Orang-orang Yaman sama menghajar orang yang memata-matai kita, hingga tewas.”
Amer terkejut dan bergerak cepat mendatangi tempat kejadian untuk menegur, “Kenapa kalian membunuh dia? Kenapa tidak kalian datangkan pada saya? Banyak mata-mata yang akhirnya justru masuk Islam, karena penguasa hati adalah Allah!.”
Dia berteriak, “Hai semuanya! Yang menangkap mata-mata, agar dihadapkan pada saya!.”
Filasthin yakin mata-matanya tewas, karena telah lama sekali ditunggu tidak juga datang. Dia perintah seorang agar memata-matai dan melaporkan mengenai pasukan Mslimiin. Lelaki itu memacu kuda secepat-cepatnya untuk mendaki puncak gunung. Di atas jauh, dia mengamati pasukan Muslimiin yang berada di bawahnya.
Lalu pulang untuk melaporkan pada Filasthin: “Mereka sekitar 5.000 pasukan berkuda. Tampaknya mereka kaum yang sangat ganas bagai singa. Mereka lebih menyenangi mati daripada hidup.”
Filasthin mengirup nafas panjang, lalu bersumpah, “Demi Al-Masih dan yang dikurbankan, kita harus memerangi mereka. Mungkin saya akan menang, mungkin justru akan tewas oleh amukan mereka.”
Filasthin mengumpulkan pasuka yang kuat-kuat berjumlah 10.000 orang. Yang diperintah untuk memimpin mereka adalah Bathriq Baklakun (بكلاكون). Baklakun diperintah, “Bawalah pasukan ini untuk mengamati gerak-gerik pasukan Arab!.”
Saat itu juga Baklakun menggiring arak-arakan 10.000 pasukan.
Beberapa jam setelah itu arak-arakan 10.000 pasukan berkuda di bawah pimpinan Jirjis bin Bakur menyusul mereka. Jirjis diperintah oleh Filasthin: “Susullah temanmu bernama Baklakun dan pasukannya!.”
Di hari kedua Filasthin menggiring arak-arakan 60.000 pasukan berkuda untuk menyusul 20.000 pasukan berkudanya. Derap kaki kuda mereka membahana membuat penduduk yang dilewati ketakutan.
Sesampai mereka di negri Qaisariyah, Filasthin meninggalkan putra pamannya bernama Qisthas (قسطاس) agar memimpin 10.000 pasukan berkuda.
Tulisan ini bisa dicari di: http://mulya-abadi.blogspot.com/2012/01/kw-182-dakwah-ke-qaisariayah.html atau:
0 komentar:
Posting Komentar