SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2015/04/02

PS 97: Pembebasan Syam





Sa’id bin Zaid perintah, “Hai Putra Ibnu Abi Waqqash! Berilah khabar gembira pada yang mulia Abu Ubaidah, mengenai yang telah kau dengar ini! Dan segeralah kemari untuk menyampaikan jawaban beliau, padaku!.”

Ibnu Abi Waqqash berlari dengan kuda yang kecepatannya luar biasa. Dalam waktu cepat dia telah sampai pada Abu Ubaidah, mengucapkan salam, dan berkata, “Semoga Allah berbuat baik dalam semua urusan yang kau lakukan. Saya datang untuk melaporkan bahwa Bathriq Harbis telah menyerah, dan memohon pada Sa’id bin Zaid ‘agar dijamin selamat’. Sa’id akan menghadap kemari membawa dia, agar dia ‘memohon damai’ untuk penduduk kota ini.”

Setelah mendengar laporan lengkap, Abu Ubaidah bersujud syukur. Lalu mengangkat kepala untuk berkata, “Hai semuanya! Segeralah memerangi penduduk kota ini! Dan bertakbirlah yang keras dan kompak! Agar mereka ketakutan!.”

Takbir bergema membahana, menakutkan penduduk. Meskipun begitu, pasukan di dalam kota Balbek mengangkat senjata, untuk persiapan melawan pasukan Muslimiin yang ada.

Pengepungan dari pasukan Muslimiin makin merapat. Marqal bin Utbah (المرقال ابن عتبة) yang barusan menyampaikan laporan pada Abu Ubaidah, berteriak, “Selamatkanlah diri! Anak! Dan harta kalian! Dengan cara ‘mengajukan permohonan damai’ pada kami! Jika kalian membangkang! Sungguh Allah telah menjanjikan kemampuan menaklukkan negeri-negeri dan kota-kota kalian, dan lainnya, melalui lisan Muhammad nabi kami SAW, ‘untuk kami!’.”

Teriakan yang sangat keras, membuat penduduk Balbek makin panik. Mereka mendebui wajah karena sedih dan ketakutan. Dengan sedih, sebagian mereka berkata, “Berarti tuan Harbis telah merusak keluarganya dan kita semua. Kalau sejak kemarin dia mengajukan ‘permohonan damai’ pada kaum Arab, tentu takkan terjadi seperti ini!.”

Serangan dari pasukan Muslimiin dimulai dengan menghujankan anak panah ke dalam beteng. Ketika menyaksikan peperangan berkobar-kobar, Abu Ubaidah menyampaikan perintah pada Sa’id bin Zaid, melalui utusan:
“Katakan pada Sa’id, agar dia segera membawa Harbis kemari! Saya memperkuat jaminan selamat dari Sa’id untuk Harbis! Dan kami takkan berkhianat.”

Setelah utusan datang dan menyampaikan pesan Abu Ubaidah, Sa’id menyuruh seorang wakil, agar memimpin penjagaan atas pasukan Harbis. Sa’id menemani Harbis, menghadap ‘Abu Ubaidah RA’ yang di mata pasukannya sangat agung, karena nabi pernah bersabda, “Kepercayaan ini umat adalah ‘Abu Ubaidah’.”

Bathriq Harbis menghadap Abu Ubaidah, dan menyaksikan pasukan Muslimiin bertempur sengit melawan pasukanya. Hatinya bergetar dan perasaannya takut, kepalanya bergerak-gerak sambil menggigit beberapa jari.
Pada penerjemah, Abu Ubaidah bertanya, “Kenapa dia menggerak-gerakkan kepala dan menggigit jari-jarinya, seperti orang yang sedih sekali?.”
Penerjemah bertanya pada Harbis, “Ada apa dengan kau?.”
Harbis menjawab, “Demi kebenaran Al-Masih dan yang pernah beliau sentuh, dan yang pernah disembelih, sungguh sebelum ini, setahu saya ‘jumlah pasukan kalian’ lebih banyak dari pada jutaan kerikil. Ketika kami berperang dengan kalian, jumlah kalian tampak seperti lautan pasir yang banyak sekali. Kami juga telah menyaksikan, seperti ada sejumlah pasukan berkuda membawa panji berwarna kuning. Namun setelah saya sampai di sini, ternyata jumlah kalian hanya sedikit. Apakah yang lain, kalian kirim ke kota Ainul-Jauz (عين الجوز), atau Jausiyah (جوسيه), atau kota lainnya?.”

Penerjemah menterjemahkan maksud pertanyaan Harbis tersebut, pada Abu Ubaidah, yang tercengang lalu perintah, “Katakan padanya ‘celaka kau! Kami ini umat Islam. Allah memperbanyak kami dengan pasukan malaikat, sehingga kalian melihat kami ‘banyak sekali’, seperti pada zaman Perang Badar. Dengan itulah, Allah menaklukkan negeri-negeri dan kota-kota, dan menghina raja-raja kalian, untuk membela kami.”
Harbis mendengarkan keterangan penerjemah. Lalu berkata pada Abu Ubaidah, melalui penerjemah, “Sungguh kalian telah menaklukkan sebuah kota di Syam yang belum pernah ditaklukkan oleh raja-raja Persia, Turki, dan Jaramiqah (الجرامقة). [1] Sebelumnya kami tak menyangka bahwa kalian ‘memiliki kekuatan’ sedahsyat ini. Kota kami dikelilingi beteng yang belum pernah dikepung suatu kaum, karena pertahanannya terlalu kuat. Beteng terkuat di negeri Syam ini, yang membangun Nabi Sulaiman AS, untuk tempat pribadinya. Kalau pasukan kami tidak terlanjur keluar menuju gunung, pasti kami takkan mengajukan permohonan damai pada kalian, meskipun kalian mengepung kami selama 100 tahun. Bukankah kalian mengabulkan permohonan damai kami? Saya berpikir damai akan lebih baik, karena jika pintu gerbang kota ini telah dibuka, akan mempermudahkan kalian menyerang dan menaklukkan negeri Syam semuanya.”

Dengan bahasa Arab, penerjamah menyampaikan pernyataan Harbis pada Abu Ubaidah. Setelah selesai mendengarkan, Abu Ubaidah berkata, “Katakan padanya ‘segala puji hak Allah yang telah memberikan negeri dan kota-kota kalian, pada kami. Kalian diwajibkan membayar upeti. Sebetulnya tadinya permohonan damaimu hanya siasat, namun akhirnya Allah merendahkan kau dari kemuliaanmu. In syaa Allah kami akan segera menguasai kota kalian, dan membunuh pasukan kalian, yang belum mengajukan permohonan damai. Untuk itu, siapa saja yang ingin melawan serangan kami, kami minta agar membatalkan permohonan damainya'. Dia melanjutkan ucapan 'Wa laa chaula wa laa quwwata illaa bi Allah Al-‘Aliyyil ‘Adliim (tiada upaya maupun kekuatan kecuali karena Allah yang Maha Tinggi Maha Agung).” [2]

Setelah diartikan oleh penerjemah, Bathriq Harbis tahu maksud kalimat itu. Pada Abu Ubaidah, dia berkata, “Aku yakin sepenuhnya bahwa Al-Masih telah murka pada penghuni kota ini, sehingga mengirim kalian kemari. Sebetulnya saya telah berusaha sekuat tenaga melawan kalian, namun segala usaha saya tak bermanfaat, karena kalian kaum yang diberi Kekuatan oleh Tuhan. Sungguh saya datang kemari untuk memohon damai pada kalian. Saya menyerahkan tangan saya pada kalian, karena saya telah kalah. Kerajaan saya akan berakhir, permohonan damai yang saya maksud adalah untuk seluruh rakyat saya, karena Allah tidak senang berbuat kerusakan. Bukankah sekarang kalian menerima permohonan damai kami ‘semua penduduk Balbek?’.”
Abu Ubaidah menjawab, “Lalu apa yang akan kau serahkan dalam perdamaian ini?.”
Bathriq Harbis menjawab, “Silahkan menentukan kebijakan dalam hal ini.”
Abu Ubaidah berkata, “Kalau Allah memberi kemenangan pada kami melalui perdamaian, yang membuahkan emas dan perak sepenuh kota ini untuk kami, saya tetap akan marah pada kalian ‘jika ada seorang pasukanku yang tewas menjadi korban perang’. Beruntung sekali bahwa orang-orangku yang mati syahid, akan deberi oleh Allah ‘yang jauh lebih baik’ dari pada itu semua.”
Bathriq Harbis berkata, “Dalam perdamaian ini saya sanggup menyerahkan 1.000 auqiyah perak putih (satu Auqiyah: 40 Dirham (mata uang dari perak), dan 1.000 pakaian dari sutra.” [3]

Setelah mendengar pernyataan Harbis, Abu Ubaidah tersenyum dan berkata pada pasukan Muslimiin, “Kalian mendengar sendiri pernyataan bathriq ini kan?.”
Mereka menjawab, “Betul,” menggemuruh.
Abu Ubaidah berkata, “Apa kalian setuju dengan pernyataannya?.”
Mereka menjawab, “Tambahilah jumlahnya, biar kita lega.”
Pada Bathriq Harbis, Abu Ubaidah berkata, “Saya tentukan uang perdamaian (upeti) yang harus kalian bayar 2.000 auqiyah emas merah, 2.000 auqiyah perak putih, 2.000 pakaian dari sutra Dibaj, 5.000 pedang dari kota kalian, senjata pasukanmu yang sekarang masih di ceruk-ceruk gunung. Dan ‘mulai tahun depan’ kalian menyetorkan hasil bumi dan pajak pada kami, setahun sekali. Selain itu ‘kalian dilarang membawa senjata’ ketika bertemu kami, dan tidak boleh menulis surat pada raja kalian. Dan tidak boleh membuat Gereja lagi.”
Bathriq Harbis berpikir sejenak, lalu berkata, “Saya akan mengabulkan permintaan kau, tapi saya juga mengajukan persyaratan: Tak seorang pun ‘sahabat kau’ kami perbolehkan memasuki kota kami. Kau harus menempatkan orangmu yang akan mengatur urusan kami, dari luar kota. Begitu pula semua pasukannya. Dia akan kami beri hasil bumi dan pajak (upeti), namun kami berada di dalam beteng. Atauran ini bisa berubah jika semua rakyatku telah menyetujui perdamaian ini. Adanya pasukan kau tidak boleh memasuki kota kami, karena agar tidak mempengaruhi tokoh-tokoh kami, karena hal itu ‘bisa membuat’ ada yang berkhinat.”
Abu Ubaidah berkata, “Kalau kalian telah berdamai dengan kami, kami akan memerangi musuh kalian, karena kalian sebagai dzimah (tanggungan) kami. Dan saya akan mengangkat seorang wakil, agar menjadi perantara antara kami dan kalian.”
Bathriq Harbis menjawab, “Tapi wakil kau itu, melindungi kami dari luar kota kami.”
Abu Ubaidah menjawab, “Kalau memang itu permintaanmu, silahkan! Karena wakil kami juga tidak membutuhkan masuk ke kota kalian.”
Harbis berkata, “Ini perjanjian yang kita sepakati loh” Lalu berjalan ke arah pintu gerbang kota, diikuti oleh Abu Ubaidah dan penerjemahnya.

Ketika telah sampai di depan pintu gerbang, Harbis membuka kerudung kepala, disambut oleh rakyatnya banyak sekali, yang telah lama menunggu kedatangannya.
Harbis dikerumuni oleh rakyatnya, dan celoteh mereka berbahasa Romawi membisingkan telinga. Banyak juga di antara mereka yang belum tahu bahwa yang datang adalah Harbis raja mereka, karena berpakaian sangat sederhana. Sejumlah pejabat bertanya, “Mana pasukan tuan?.”
Harbis bercerita mengenai kekalahan dan permohonan damainya, yang telah dikabulkan oleh Abu Ubaidah. Mereka mendengarkan dengan serius lalu menangis, karena telah tahu bahwa mereka telah ditaklukkan oleh kaum Muslimiin.
Mereka berkata, “Berarti kita akan hina dan harta kita akan berkurang banyak.”
Dengan sedih Harbis menghibur, “Ini demi perdamaian.”
Mereka menjawab, “Silahkan tuan berdamai dengan mereka! Kami takkan berdamai dengan mereka selama-lamanya. Negeri kita adalah negeri terkuat di Syam! Tidak boleh diserahkan pada lawan! Sampai kapanpun akan kami pertahankan!.”  

Penerjemah memberi tahu pada Abu Ubaidah, mengenai pembicaraan mereka dengan Harbis. Abu Ubaidah menggertak, “Bawa kemari upeti yang telah kau sanggupi tadi! Jika tidak! Perjanjian damai saya batalkan dan kita berperang lagi!” Pada Harbis.
Gertakan itu menghentikan kericuhan, dan tahu-tahu menjadi sepi. Dengan terperangah, mereka memandang Harbis menjawab Abu Ubaidah, dengan merendah, “Jangan marah dulu, demi kebenaran Injil yang shahih dan Isa Al-Masih, kalau rakyatku tidak taat, kalian semuanya akan saya persilahkan memasuki negeri kami. Baginda akan saya persilahkan membunuh pasukan, menawan wanita, dan merampas harta. Saya tahu betul seluruh rahasia kelemahan negeri ini, baik berupa  jalan-jalannya maupun yang lainnya.”  
Abu Ubaidah membaca, “مَا شَاءَ اللَّهُ كَانَ  (Maa syaa Allahu kaana / Yang dikehendaki oleh Allah telah terwujud).”

Banyak penduduk Balbek yang berada di atas beteng negeri, menyimak pembicaan Harbis dan Abu Ubaidah, dengan perasaan takut. Mereka memperhatikan Harbis berteriak, “Bagaimana pendapat kalian mengenai berdamai dengan kaum Arab?! Saya sudah terlanjur mengajukan permohonan damai, karena pasukan saya yang keluarga kalian, juga telah mereka kuasai sepenuhnya! Kalau kalian tidak menerima kebijakan saya! Mereka akan memerangi kita semuanya.”
Dengan takut, meringis dan terisak, rakyat Harbis menjawab, “Tetapi kami tak mampu menyetorkan harta sebanyak itu,”
Harbis menggertak, “Celaka kalian! Saya yang akan menanggung ¼ dari yang mereka minta!.”

Mereka menyetujui kebijakan Harbis, berdamai dengan kaum Muslimiin. Mereka berkata, “Tetapi pintu gerbang ini hanya akan kami bukakan untuk tuan seorang. Orang Arab tak boleh masuk satupun, kecuali jika kami telah membenahi kota kami, dan rumah kami, dan menyembunyikan perempuan kami.”
Harbis berkata, “Sayang sekali kalian ini. Saya justru telah melarang mereka jangan masuk negeri kita. Orang mereka yang mengurusi, kami haruskan berada di luar beteng, tidak boleh masuk. Kalian yang akan keluar untuk memberikan upeti pada mereka.”
Mereka menjawab, “Ooo, ya sudah,” dengan puas.

Pintu gerbang kota dibuka, Harbis masuk.

Abu Ubaidah perintah agar Sa’id melepaskan pasukan Balbek yang berada di ceruk-ceruk gunung, yang sedang dikepung oleh pasukan Muslimiin.

Sa’id melucuti senjata dan menggiring pasukan Balbek, menuju Abu Ubaidah, agar menjadi ‘jaminan’ dari yang harus diserahkan. Tawanan itu juga berfungsi agar kaum Balbek di dalam kota, tidak berani berkhianat atas kaum Muslimiin.

Telah 12 hari, Harbis tidak muncul, karena sedang mengumpulkan upeti yang akan diserahkan pada Abu Ubaidah. Dari mereka ada juga yang menyerahkan perbekalan, bahan makan, pakan kuda maupun pakan unta. Setelah semuanya terkumpul, Harbis akan segera menyerahkan.

Harbis keluar dan berkata pada Abu Ubaidah, “Saya akan segera menyerahkan upeti. Kemarilah untuk menunjuk orangmu yang akan menangani. Di hadapan kau, saya akan membuat syarat padanya ‘bahwa dia tidak boleh memaksa’ yang kami tak mampu melakukan. Dia juga ‘tidak boleh memasuki’ kota kami.”

Abu Ubaidah memanggil tokoh bangsa Quraisy bernama Rafi bin Abdillah As-Sahmi (رافع ابن عبد الله السهمي) untuk diperintah, “Hai Rafi bin Abdillah! Kau saya perintah agar mengurusi kota ini! Untuk itu kau kuserahi 500 pasukan berkuda dari putra-putra paman, kakek dan keluargamu, ditambah 400 pasukan berkuda campuran Muslimiin dari mana-mana! Perintahku padamu samadengan ‘yang diperintahkan oleh Allah’ padamu. Bertaqwalah pada Allah dengan benar! Jadilah golongan pengatur yang adil! Jangan menganiaya atau menyimpang, karena dengan itu kau akan dikumpulkan bersama-sama kaum aniaya! Ketahuilah bahwa ‘Allah Ta’ala akan bertanya padamu’ mengenai gembalaanmu, dan akan menuntut kau mengenai tindakanmu yang tidak benar. Ketahuilah bahwa saya pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda ‘sungguh Allah Tabaroka wa Ta’ala pernah memberi wahyu’ pada Musa bin Imran AS:

‘Hai Musa! Jangan menganiaya Hamba-Hamba-Ku! Karena Aku bisa merobohkan rumahmu!’.

Abu Ubaidah melanjutkan ‘jagalah sudut-sudut kota! Karena kau di pertengahan musuh! Waspadailah serangan yang datang dari pantai. Kalau melepaskan pasukan, batasilah jumlahnya 100 hingga 200 orang saja. Jangan sampai ada orang Balbek yang masuk ke kumpulan kalian, karena bisa-bisa membuat mereka berubah ‘menjadi berani’ melawan kalian. Berbuatlah baik dan berdamailah pada orang yang menolongmu. Perintahlah pasukanmu agar adil. Perlakukan mereka seperti kau melakukan pada dirimu sendiri. Perintahlah pasukanmu agar menahan diri dari kerusakan dan aniaya atas orang-orangnya. Allah Ta’ala yang menggantikan aku mengamati kau. Wassalaamu alaik’.”







[1] Kaum non Arab sangat kuat, yang tinggal di Mousul.
[2] فتوح الشام (1/ 129)
 قال أبو عبيدة للترجمان: قل له: الحمد لله تعالى الذي ملكنا أرضكم ودياركم فلا بد أن تؤدوا الجزية وقد ظننت لنفسك أمانا كاذبا حتى أراك الله الذل والصغار بعد العز والإقتدار ولا بد لنا أن نملك مدينتكم أن شاء الله تعالى ونقتل الرجال ونأسر الأبطال فمن أراد حربنا وقتالنا فلا يدخل في صلحنا أبدا ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم.
[3] فتوح الشام (1/ 129)
فقال الأمير أبو عبيدة لو أن الله فتح على المسلمين من الصلح على هذه المدينة بملئها ذهبا وفضة ما كان أحب الي من سفك دم رجل واحد لكن الله تعالى اعطى الشهداء في الآخرة أكثر من ذلك فقال البطريق أنا أصالحكم على ألف أوقية من الفضة البيضاء وألف ثوب من الديباج.  



Ponpes Mulya Abadi Mulungan Mlati Sleman Yogyakarta Indonesia 

0 komentar:

Posting Komentar