Semua pasukan Muslimiin telah berkuda, untuk segera pergi menuju
Chimsh. Tiba-tiba tampak debu berterbangan membumbung, dari seberang sungai Maqlub (المقلوب). Debu membumbung, muncul dari jalan Anthakiyah (انطاكية). Makin lama
debu-debu yang lari makin mendekat.
Setelah dicek, ternyata rombongan 100 orang berkuda
jantan, dipimpin seorang
alim besar dari Romawi.
Rombongan membawa barang-barang berjumlah
banyak, dijaga ketat oleh 100 pasukan pengawal. Orang alim Nashrani
pemimpin rombongan,
tidak tahu bahwa kota Syairaz ‘telah
diduduki’ oleh pasukan Muslimiin.
Mereka terkejut oleh gertakan Khalid bin Al-Walid.
Pasukan Khalid bertakbir dan mengepung mereka dengan pedang terhunus.
Rombongan pasukan dari Anthakiyah ditawan, dan kuda mereka dirampas.
Pasukan Khalid bertakbir dan mengepung mereka dengan pedang terhunus.
Rombongan pasukan dari Anthakiyah ditawan, dan kuda mereka dirampas.
Dia menjawab dengan bahasa Romawi yang
tidak difahami oleh Khalid. Seorang dari Syairaz menerjemahkan, “Yang mulia! Dia berkata ‘saya alim besar Nashrani
yang berkedudukan tinggi di sisi Raja Hiraqla. Raja telah mengutus agar saya mengirimkan barang-barang ini pada tuan
Harbis di Chimsh (Homs). Barang-barang ini, pakaian dari sutra
Dibaj merah dihias emas, dan sepuluh muatan yang penuh dengan uang dinar. Yang
lain berisi pakaian dan uang dinar juga’.”
Harta yang sangat banyak itu dirampas
oleh pasukan Muslimiin.
Di siang yang panas itu, Abu Ubaidah yang agung beralas dan
berkerudung pakaian Abaah (عباءة) dari katun, di
pinggir sungai Maqlub yang berair melimpah. [1]
Khalid membawa utusan Raja Hiraqla itu ke hadirat Abu Ubaidah.
Pada Khalid, Abu Ubaidah bertanya, “Ada apa ini hai
Aba Sulaiman?.”
Khalid menjawab, “Mereka kaum Anthakiyah yang diutus, agar
mengirimkan hadiyah pada raja bawahan Raja Hiraqla, bernama Harbis penguasa
kota Chimsh.”
Rampasan perang diserahkan hingga Abu
Ubadiah sangat berbahagia. Dia berkata, “Ya Aba Sulaiman! Sungguh kota Syairaz telah kita taklukkan
dengan penuh barokah.”
Pada penerjemah pribadinya, Abu Ubaidah memanggil untuk
perintah, “Tanyalah mereka ‘tentang Hiraqla’ raja Romawi! Betulkah dia sedang
mengumpulkan pasukan dalam jumlah banyak sekali?.”
Pimpinan rombongan itu mendengarkan pertanyaan. Lalu berkata
pada penerjemah, “Katakan pada beliu bahwa Raja Hiraqla telah mendengar berita
‘kalian merebut kota Damaskus, Balbek dan Jausiyah’. Usaha kalian
akan ‘merebut kota Chimsh’ juga telah
diketahui oleh Raja Hiraqla. Oleh karena itu, beliau perintah agar saya mengirimkan
hadiyah pada Bathriq Harbis, penguasa Chimsh. [2] Beliau juga berjanji akan mengirim bala
bantuan, dan perintah
agar Bathriq Harbis ‘melawan
kalian’. Beliau juga
mengkhabarkan bahwa telah minta tolong pada semua penyembah Salib yang
mempergunakan Injil sebagai rujukan ibadah,
agar ‘bergabung melawan’ kalian. Kaum yang
telah menyanggupi permintaan beliau ialah:
1.
Romawi (الرومية).
2.
Shaqalibah (الصقالبة).
4.
Armenia (الأرمن).
5.
Daqs (الدَّقْسُ).
6.
Mughlith (المغليط).
7.
Karaj (الكَرَجُ).
8.
Yunani (اليونان).
9.
Alaf (العَلَفُ).
10. Ghazanah
(الغزنة).
Mereka semua telah datang ke kerajaan
Hiraqla membawa Salib dan senjata.”
Penerjemah mengartikan jawaban, untuk Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah terkejut dengan berita tersebut. Lalu mengajak lelaki dari Anthaqiyah itu ‘agar
masuk Islam’. Melalui penerjemah, lelaki itu berkata, “Kebetulan semalam saya
berimpi bertemu Rasulallah SAW di dalam tidurku. Jadi saya ini
benar-benar telah menyatakan masuk Islam di hadapan Nabi SAW."
Dalam keadaan berbahagia, Abu Ubaidah
menganjurkan pada orang-orang dari Anthaqiyah agar masuk Islam. Namun mereka
membangkang, sehingga leher mereka ditebas.
Abu Ubaidah dan pasukannya berarak-arak
menuju kota Chimsh. Barisan
terdepan, pasukan berkuda
tanpa pelana.
Ketika telah sampai, mereka segera
menyerang.
Penduduk
Chimsh kabur menuju kota, melewati
pintu gerbang. Mereka menutup dan mengunci
pintu gerbang, sambil berteriak pada
pasukan Muslimiin, “Demi kebenaran Al-Masih! Kaum Arab curang!.”
Kota Chimsh dikepung oleh pasukan Muslimiin. Perbekalan kaum Chimsh yang sebelumnya telah dipersiapkan menghadapi serangan kaum Muslimiin ‘telah
habis’. Sebagian
penduduk kota itu, masih belum memasuki
kota mereka, karena berdagang dan
mencari makan.
Abu Ubaidah perintah pada semua hamba
sahaya, agar menyebar di
beberapa jalan dan pos penjagaan,
di luar beteng. Mereka dipesan, “Siapapun orang Chimsh yang akan masuk
kota, membawa perbekalan
atau dagangan! Bawalah kemari!.”
Semua hamba sahaya melaksanakan perintah
Abu Ubaidah.
Harbis penguasa Chimsh merasa ‘tidak mampu’, sehingga kirim
surat pada Abu Ubaidah:
“Hai
kaum Arab! Kami tidak tahu bahwa kalian ‘akan
mengkhianati’ perjanjian. Bukankah
kalian yang mengajak damai pada kami? Dengan
syarat ‘kalian kami bantu’ bahan makan.
Kalian ingin membeli bahan makan kami, kami juga telah mempersilahkan? Namun
kenapa kalian justru mengkhianati janji?.”
Abu Ubaidah menyampaikan jawaban:
“Utuslah
para ulama Nashrani dan para rahib! Agar
kemari! Melalui mereka saya akan berbicara bahwa ‘saya tidak berkhianat!’ In syaa Allah orang
seperti kami tidak pantas berkhianat.”
Seusai membaca surat, Harbis segera
perintah agar ulama dan rahib
Nashrani ‘datang’ ke hadirat Abu
Ubaidah. Pintu gerbang dibuka untuk keluar sejumlah orang penting itu.
Di hadapan Abu Ubaidah, rombongan itu
memberikan salam hormat lalu duduk. Mereka memperhatikan dengan serius ketika
Abu Ubaidah berkata, “Apa kalian lupa bahwa kami telah berjanji pada kalian
bahwa ‘akan pergi
meninggalkan kota ini’ untuk
merebut sejumlah kota Syam yang di dataran rendah maupun yang di dataran
tinggi? Selanjutnya ada kemungkinan ‘kami
kembali lagi’ kemari?.”
Mereka menjawab, “Betul, demi kebenaran
Al-Masih.”
Perkataan Abu Ubaidah, “Sungguh Allah telah memberikan kota Syairaz dan Rostan dengan perjuangan singkat. Harta
kekayaan Nakas bathriq mereka dan pejabat lainnya, telah kami rampas dengan mudah.
Sekarang ini sudah tidak ada perjanjian damai dengan kalian, kecuali jika kalian
mengajukan permohonan damai dengan syarat; serahkan kota kalian pada kami! Jika
kalian setuju berarti kalian menjadi dzimah (tanggungan) kami.” Disimak oleh mereka
dengan serius.
Ulama dan para rahib Nashrani menjawab,
“Tuan yang mulia telah benar! Kalian
telah menetapi janji. Kami juga telah mendengar bahwa kalian telah merebut kota
Syairaz dan Rostan. Yang salah justru kami, yang di dalam perjanjian itu ‘kurang teliti’. Kami akan bertanya
pada penguasa kami ‘sebaiknya bagaimana’.”
Rombongan utusan pergi meninggalkan Abu
Ubaidah, untuk menghadap
Bathriq Harbis.
Abu Ubaidah memanggil sejumlah pahlawan
pemberani untuk perintah, “Bersiaplah menyerang mereka! Bahan makan simpanan
mereka telah habis,
dan pasukan mereka banyak yang pergi meninggalkan kota! Berdoa dan tawakkallah! Agar Allah memberi Pertolongan!.”
Mereka
berkumpul dan mempersiapkan senjata. Lalu
berbondong-bondong menuju pintu-pintu gerbang. Di antara mereka, banyak yang
mendapatkan tempat di bawah beteng.
Pasukan Chimsh berkumpul di depan
Bathriq Harbis, untuk berkata,
“Bagaimana menurun tuan,
mengenai mereka itu?.”
Harbis berkata, “Sebaiknya mereka kita
serang, agar tidak meremehkan
kita.”
Mereka menjawab, “Persediaan bahan makan
di kota ini telah habis,
kita sumbangkan, dan dibeli oleh
mereka. Kami belum pernah menghadapi siasat perang yang seperti ini.”
Harbis berkata, “Jangan takut mereka!
Kalau mereka berhasil memasuki kota ini, pasti takkan mampu melawan kita. Saya
pikir pasukan kita yang berada di atas beteng ‘pasti akan menghajar’ mereka. Selain itu, bahan makan di bawah
istanaku masih banyak sekali, mencukupi
kebutuhan kalian dalam waktu lama. Ada lagi yang harus kalian ketahui, Raja Hiraqla ‘akan mengirim’ bala bantuan
untuk kita.”
Rasa takut pasukan Harbis telah hilang, dan mereka merasa
lega. Karena bahan makan
mereka akan dicukupi. Mereka berkemas-kemas mempersiapkan serangan atas kaum
Muslimiin. Sejumlah pemuda memasuki bangker luas, berada di bawah istana Harbis yang
megah. Di dalam bangker itu penuh bahan makan yang akan segera diberikan pada
pasukan dan rakyat.
Dalam waktu cepat, bahan makan dari bangker telah sampai
pada alamat. Hanya saja,
banyak orang tua dan anak-anak yang tidak kebagian. Padahal perlawanan pasukan
Chimsh yang berjaga,
atas kaum Arab, ‘berkecamuk terus’ dengan sengit. Suara
ribut karena pukulan, jeritan, dan teriakan, riuh menggemuruh. Baru setengah
hari, bahan makan di
bangker terkuras, tinggal setengah.
Harbis berpesan, “Bahan makan itu untuk
persediaan selama tiga hari! Selanjutnya
ayo kita segera menyerbu mereka!.”
[3] Perancis (الافرنج), dalam bahasa
English: Frank.
Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
0 komentar:
Posting Komentar