SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2015/04/01

PS 96: Pembebasan Syam





Sa’id menjawab, “Sampai kapanpun ‘dia akan hina’, hingga saya menerima kehadirannya untuk bebincang-bincang. Karena dia yang membutuhkan, maka biarlah datang kemari, dengan merendah. Saya berjanji akan mendengarkan permohonannya.”

Penerjemah datang pada Harbis untuk menyampaikan pernyataan Sa’id. Harbis mendengarkan penjelasan penerjemah lalu berkata, “Bagaimana mungkin saya yang datang pada dia, sedangkan kehidupanku terancam olehnya? Saya takut jika dia ‘tiba-tiba membunuh’ saya.”
Penerjemah berkata, “Saya yang menjamin keselamatanmu. Jika saya telah menjamin, mereka semua akan menghormati jaminanku.”
Bathriq Harbis menjawab, “Saya setuju! Mengeni hal itu saya juga pernah ‘diberi tahu’ oleh seorang. Hanya yang saya inginkan mengenai perdamaian di sini, ‘untuk saya dan seluruh kaum saya yang telah menderita kekalahan’ dan kerugian, berupa tewasnya pasukan dalam jumlah banyak sekali. Dan saya hanya akan mengutus seorang kepercayaan yang akan menyampaikan pesanku padanya.”
Penerjemah menjawab, “Mengenai kau tak sanggup datang sendiri ‘akan saya laporkan’ dulu pada beliau.”

Penerjemah memacu kuda menuju Sa’id, untuk melaporkan, “Sungguh Bathriq Harbis hanya ingin mengutus orang kepercayaannya. Dia memohon agar utusannya ‘dijamin selamat’.”
Sa’id menjawab, “Katakan padanya ‘silahkan mengutus utusannya! Dia dijamin aman dan selamat, hingga kembali lagi’.”

Penerjemah menyampaikan pesan Sa’id pada Harbis yang mendengarkan laporan, lalu memanggil seorang, untuk diberi tahu, “Kau tahu sendiri keadaan yang menimpa kota kita. Jalan menuju kota kita telah dihalang-halangi oleh pasukan Arab. Saat ini Al-Masih memberi ijin ‘negeri Syam dirusak’ oleh mereka. Kita telah dikalahkan, kita dalam kesulitan. Kalau kita tidak segera mengajukan permohonan damai, rakyat dan pasukan berkuda kita pasti akan dibantai. Dan setelah itu pasti penderitaan akan merembet pada anak-cucu dan istri kita. Harta kekayaan kita akan dijarah. Kita jelas takkan mampu melawan mereka. Negeri-negeri tetangga kita juga sedang disibukkan dengan urusan mereka masing-masing, sehingga tak mungkin menolong kita. Segeralah ke sana, untuk menyampaikan maksud saya, agar nantinya saya bisa ‘melancarkan makar dan tipu muslihat’ hingga kita bisa menguasai lagi kota kita. Saya berharap nantinya ‘pimpinan Arab itu’ pergi, sehingga kita punya kesempatan ‘memohon bantuan’ Raja Hiraqla.” 

Utusan Harbis telah menghadap Sa’id untuk bersujud hormat. Dia terkejut karena Sa’id menolak dihormat dengan sujud. Bahkan sejumlah pasukan bergegas menghampiri, menyuruh dia berdiri dari sujudnya. 
Dengan penuh heran dia bertanya, “Kenapa kalian justru melarang saya bersujud untuk menghormat pimpinan kalian?.”
Pasukan Muslimiin diam terbengong-bengong karena tidak memahami bahasa Romawi yang dia ucapkan. Sa’id dan pasukannya mendengarkan penerjemah berkata, “Beliau dan kau hanya Hamba Allah Ta’ala yang tidak berhak disujudi dan disembah. Hanya Allah Maha Raja yang belum pernah mengalami tiada, yang berhak disembah dengan sujud.”
Lelaki itu menjawab, “Pantesan kalian di mana saja diberi kemenangan oleh Tuhan.”
Sa’id bertanya, “Apa tujuanmu kemari?.”
Dia menjawab, “Memohonkan ‘jaminan selamat’ untuk pimpinan kami, jangan dikhianati.”  
Sa’id berkata, “Berkhianat bukanlah tabiat para pimpinan atau penguasa yang baik. Dan Alhamdu lillah kami bukan tergolong kaum pengkhianat. Jaminan selamat ‘saya berikan’ pada pimpinanmu, dan semua yang menyertai, dengan syarat ‘senjata diletakkan’.”
Lelaki itu berkata, “Yang kami mohon adalah jaminan selamat dari tuan dan pimpinan tuan, dan semua pasukan yang menyertai tuan semuanya.”
Sa’id menjawab, “Ya, permintaan kalian dikabulkan.”

Lelaki itu berlari cepat dengan kuda menuju Harbis, untuk melaporkan ucapan Sa’id. Lalu memohon pada Harbis, “Silahkan pulang ke kota, namun jangan berkhianat. Karena khianat akan mencelakai pelakunya sendiri. Kaum Arab tidak akan berkhianat pada kita.”   
Harbis mendengar laporan itu dengan berbahagia. Busana kebesaran dari sutra Dibaj dan senjatanya, dilepas. Lalu mengenakan pakaian sederhana. Bahkan dia berjalan dengan kaki telanjang, sangat sederhana. Dia dan pasukannya berjalan berarak-arak, menuju Sa’id.

Ketika menyaksikan Harbis dan pasukannya datang menghadap dengan hina, Sa’id bersujud kepada Allah dan berdoa, “Alhamdu lillaahil ladzii ‘azaala ‘annaa jababirota wa mallakanaa bathariqatahum wa mulukahum.” [1] Artinya: Segala puji bagi Allah, yang menggeser kedudukan para raja aniaya, dan memberi kami ‘kekuasaan menaklukkan’ para bathriq dan raja-raja, untuk kepentingan kami.
Pada Harbis, Sa’id perintah, “Mendekatlah kemari!.”   
Dengan penuh hormat, Harbis bergeser mendekat.
Sa’id bertanya, “Apakah pakaianmu sejak sebelum ini ‘juga demikian?’ Atau kau telah berganti pakaian?.”
Harbis menjawab, “Demi Allah dan yang dijadikan kurban, saya belum pernah mengenakan pakaian sejelek ini ‘sekalipun’, kecuali saat ini. Busana kebiasaan saya adalah sutra Harir atau Dibaj. Sungguh saya takkan melawan kalian lagi.”
Sejenak kemudian Harbis bertanya, “Betulkah tuan mengabulkan ‘permohonan damai’ kami semuanya, termasuk yang di dalam kota sana?.”
Sa’id menjawab, “Kau dan pasukanmu saya jamin aman, dengan catatan: yang mau memasuki agama kami, mendapat hak yang sama dengan kami. Yang bersikeras tetap menetapi agamanya dan melepaskan senjata, maka selamat dari tebasan pedang. Tetapi ada syarat ‘mereka tidak boleh’ membawa senjata, untuk memerangi kami ‘selamanya’. Adapun kota di sana, yang menentukan kebijakan, Abu Ubaidah RA. In syaa Allah beliau telah menaklukkan. Kalau kamu ingin berbicara langsung, mengenai ‘permohonan damai’ pada Abu Ubaidah, saya mau mengantarkan. Kalau beliau mengabulkan permohonan, berarti kau beruntung. Namun jika beliau tidak mengabulkan, kau akan saya kembalikan kemari lagi. Bagi yang setelah itu ‘ingin membatalkan perjanjian damai’, hingga Allah menindak kalian melalui tangan kami, kami persilahkan.”



In syaa Allah bersambung.



[1] فتوح الشام (1/ 127)
قال الواقدي: ولقد بلغني أن البطريق هربيس خلع ما كان عليه من الثياب والديباج والقى السلاح ولبس ثياب الصوف وخرج حافيا حاسرا ذليلا ومعه رجال من قومه حتى وقف بين يدي سعيد بن زيد فخر سعيد لله ساجدا وقال: الحمد لله الذي أزال عنا الجبابرة وملكنا بطارقتهم وملوكهم.   


Ponpes Mulya Abadi Mulungan Melati Sleman Yogyakarta Indonesia 

0 komentar:

Posting Komentar