Keributan membisingkan membuat Batriq Nakas ketakutan dan turun dari tempat tinggalnya yang megah. Dia bergegas
mendatangi dan memasuki biara agung,
untuk berkata pada sejumlah tokoh, “Hai kaum Syaizar! Kalian tahu bahwa Raja Hiraqla telah mengangkat saya sebagai penguasa kota ini! Tugas saya mengamankan
kota, istri, dan harta kalian.”
Batriq Nakas bergerak cepat, membuka dan mengeluarkan
senjata dari gudang, dibagi-bagikan pada mereka. “Lawanlah mereka!”
Perintahnya.
Khalid bin Al-Walid muncul bersama
teman-teman dan pasukan elitnya.
Tak lama kemudian Yazid bin Abi Sufyan
(saudara ipar nabi SAW) dan pasukannya,
juga muncul.
Bahkan Abu Ubaidah sang panglima bersama
pasukan yang jumlahnya banyak sekali,
juga muncul.
Di
saat kaum Syaizar telah jatuh mental,
Abu Ubaidah mengirimi surat pada mereka:
بسم الله الرحمن الرحيم
Adapun
selanjutnya, hai penduduk Syaizar! Beteng
kalian kalah kokoh dibanding beteng Balbek dan Rostan. Keberanian pasukan di
sana juga mengungguli keberanian kalian. Jika kalian telah membaca suratku,
segeralah tunduk padaku! Jangan
menentang! Karena akan merugikan diri kalian sendiri. Kalian tahu sendiri bahwa
‘kami kaum baik’ yang adil. Contohlah penduduk Syam selain kalian! Yang
telah tunduk padaku.
والسلام
Surat dilipat lalu diberikan pada seorang
dari Syaizar, agar diantar sampai tujuan.
Orang-orang dekat Bathriq Nakas menerima
lalu memberikan surat itu pada sang bathriq. Bathriq Nakas membaca surat dengan
keras, di pertengahan pasukan
dan rakyatnya. Lalu berteriak, “Sebaiknya mereka ini kita apakan?!.”
Mereka menjawab, “Yang mulia! Mereka benar
‘beteng kita remeh jika
dibanding beteng Rostan, Balbek, Damaskus, dan Bushro. [1] Sebetulnya tuan lebih tahu daripada kami,
bahwa keberanian dan kepandaian berperang
‘kaum Chimsh’ di atas kita.
Ternyata mereka semua telah tunduk pada kaum Arab. Bahkan penduduk Palestin dan Yordan (الْأُرْدُنّ) pun juga telah
tunduk pada mereka. Bagaimana mungkin kita mampu melawan mereka, sedangkan
beteng kita lemah? Jika tuan tidak mengabulkan permintaan mereka, berarti tuan
yang membuat sengsara pada kami,
dan yang akan memberi jalan rusaknya kota kita.”
Perselisihan antara pendukung raja negeri Syaizar dan yang
kontra, makin lama makin
memuncak, sehingga ribut dan
gaduh. Akhirnya suara mereka yang bisa ditangkap, hanya gertakan dan teriakan. Suara lain yang
jumlahnya melaut, hampir seperti suara hujan lebat mengguyur bumi.
Bathriq Nakas murka karena ditentang oleh rakyatnya. Dia perintah para punggawanya agar
menghajar siapa saja yang menentang kehendaknya. Orang-orang yang dihajar
kesakitan, marah, lalu mengamuk. Sejumlah
rakyat yang kemarahan mereka
telah memuncak, menghunus dan
menebaskan pedang pada para pegawai
raja yang semena-mena. Para pegawai
raja marah, karena luka dan
banyak teman mereka yang tewas. Terjadilah peperangan yang seru antara pelayan raja dengan rakyat.
Peperangan makin brutal hingga rakyat yang jauh lebih banyak, kesetanan. Rebahnya para pegawai raja yang bersimbah darah, tidak membuat rakyat
iba. Bahkan dengan membabi
buta, mereka membunuh para
pegawai yang masih hidup.
Bahkan membunuh pada Bathriq Nakas raja mereka.
Doa pasukan Muslimiin, “Ya Allah,
rusaklah mereka melalui saudara mereka” Dikabulkan
oleh yang Maha Kuasa.
Mutlak semua pendukung raja, tewas oleh amukan
rayat yang berjumlah sangat banyak.
Dengan tanpa membawa pedang, sejumlah
masyarakat berdatangan menghadap Abu Ubaidah RA. Mereka mengucapkan salam
hormat lalu berkata, “Yang mulia! Kami telah membunuh bathriq kami, karena kami lebih cinta pada
tuan.”
Abu Ubaidah berkata, “Hai penduduk Syaizar! Semoga Allah membuat wajah kalian menjadi cerah dan rizqi kalian
melimpah. Kalian telah membereskan pekerjaan kami dengan baik.”
Pada
pasukannya, dia berkata, “Sadarkah kalian bahwa
‘bangsa Romawi ini’ telah membunuh raja
dan pegawainya, karena salut dan tunduk pada
kalian? Saya berpandangan ‘sebaiknya
mereka kita beri’ imbalan dan anugrah.”
Mereka menjawab, “Bagus!
Semoga kebaikan kau melimpah pada selain mereka, dan semoga Allah segera
menaklukkan negeri-negeri yang belum takluk
untuk kita.”
Pada kaum Syaizar, Abu Ubaidah berkata, Berbahagialah! Saya takkan memaksa kalian memasuki agama kami. Namun barang
siapa memasuki agama kami, dia memiliki hak seperti kami, dan menanggung
kewajiban yang
sama seperti
kami. Mengenai hasil bumi yang harus kalian berikan pada kami, bisa diundur dua
tahun lagi, baru disetorkan. Bagi yang masih tetap menetapi agamanya (Nashrani)
berkewajiban membayar upeti, namun kewajiban menyetorkan hasil bumi mulai tahun
depan.”
Kaum Syaizar berbahagia dengan keputusan
itu. Mereka berkata, “Kami telah memahami dan akan mentaati tuan. Istana
bathriq kami, kami serahkan pada tuan, karena tuanlah yang lebih berhak menempati.
Semua pegawai bathriq kami yang ada
di sana, dan semua berabot maupun harta kekayaannya, kami serahkan pada tuan.”
Semua kekayaan yang di dalam istana itu,
oleh Abu Ubaidah dibagi lima. Yang seperlima diberikan untuk Sabilillah, selain
itu dibagi-bagi pada pasukan,
dengan rata.
Pada
pasukannya, Abu Ubaidah menyeru,
“Hai Muslimiin semuanya! Sungguh Allah telah menyerahkan kota ini pada kita, dengan jalan yang
sangat mudah. Hari ini tempo perjanjian kita dengan penduduk Chimsh juga telah
selesai. Sekarang marilah kita pergi lagi ke sana! Semoga Allah menyayang kita
semua.”
[1] Bushro dalam bahasa
English ‘Bosra’.
Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia
Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar