بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Seorang alim pengikut Ahlussunnah wal-jamaah yang sangat masyhur ini namanya makin harum, sampai-sampai penyarah Hadits Nasa’i bernama Imam Suyuthi menukil fatwanya: [1] [2]
“خُسُوْفُ الْقَمَرِ عِباَرَةٌ عَنِ انْمِحاَءِ ضَوْئِهِ
بِتَوَسُّطِ اْلأَرْضِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الشَّمْسِ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُ
يَقْتَبِسُ نُوْرُهُ مِنَ الشَّمْسِ وَاْلأَرْضِ كَرَّةً وَالسَّماَءُ مُحِيْطَةٌ
بِهاَ مِنَ الْجَواَنِبِ فَإِذاَ وَقَعَ الْقَمَرُ فِي ظِلِّ اْلأَرْضِ انْقَطَعَ عَنْهُ
نُوْرُ الشَّمْسِ.”
Artinya:
Gerhana
bulan adalah gejala hilangnya sinar-pantulan-bulan karena bumi bergerak
ke garis lurus antara bulan dan matahari. Karena sinar bulan adalah pantulan
dari sinar matahari. Terkadang juga pantulan sinar matahari ke bumi lalu ke bulan.
Sementara langit meliputi (matahari bumi dan bulan) dari berbagai arah. Ketika
bulan bergeser ketempat naungan bumi maka cahaya matahari yang dari bulan terputus.”
Bahkan
penyarah Hadits Bukhari yang sangat masyhur bernama Ibnu Hajar Al-Asqalani juga menukil ucapannya:
“حَرَكَة اللِّسَان بِالذِّكْرِ مَعَ الْغَفْلَة عَنْهُ
تُحَصِّل الثَّوَاب ؛ لِأَنَّهُ خَيْر مِنْ حَرَكَة اللِّسَان بِالْغِيبَةِ ، بَلْ
هُوَ خَيْر مِنْ السُّكُوت مُطْلَقًا ، أَيْ الْمُجَرَّد عَنْ التَّفَكُّر .
Artinya:
Menggerakkan
lisan untuk berdzikir namun lupa Allah akan mendapat pahala karena
nilainya lebih baik dari pada menggerakkan lisan untuk menggunjing, bahkan
lebih baik dari pada diam sama sekali, tidak melakukan tafakkur.” [3]
Kalau
dilihat dari zaman dan tulisannya, sepertinya Imam Al-Ghazali pengagum Bukhari, pengikut Ahus-Sunnah wal-Jama’ah. Hanya saja saat itu
kefahaman Muslimiin mengenai Ahus-Sunnah wal-Jama’ah telah meluntur. Dia
menulis di dalam Ihya’:
فِي تُرْجُمَةِ عَقِيْدَةِ أَهْلِ
السُّنَّةِ فِي كَلِمَتَيْ الشَّهاَدَةِ الَّتِيْ هِيَ أَحَدُ مَباَنِي
اْلإِسْلاَمِ فَنَقُوْلُ وَبِاللهِ التَّوْفِيْقُ: الْحَمْدُ للهِ الْمُبْدِىءِ
الْمُعِيْدِ الْفَعاَّلِ لِماَ يُرِيْدُ ذِي الْعَرْشِ الْمَجِيْدِ وَالْبَطْشِ
الشَّدِيْدِ الْهاَدِيْ صَفْوَةِ الْعَبِيْدِ إِلَى الْمَنْهَجِ الرَّشِيْدِ
وَالْمَسْلَكِ السَّدِيْدِ الْمُنْعِمِ عَلَيْهِمْ بَعْدَ شَهاَدَةِ التَّوْحِيْدِ
بِحِراَسَةِ عَقاَئِدهمْ عَنْ ظُلُماَتِ التَّشْكِيْكِ وَالتَّرْدِيْدِ السَّالِكِ
بِهِمْ إِلَى إِتْبَاعِ رَسُوْلِهِ الْمُصْطَفَى وَاِقْتِفاَءِ آثاَرِ صَحْبِهِ
اْلأَكْرَمِيْنَ الْمُكْرَمِيْنَ بِالتَّأْيِيْدِ وَالتَّسْدِيْدِ الْمُتَجَلِّيْ
لَهُمْ فِي ذاَتِهِ وَأَفْعاَلِهِ بِمَحَاسِنِ أَوْصاَفِهِ الَّتِيْ لاَ
يُدْرِكُهاَ إِلاَّ مَنْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيْدٌ الْمُعَرَّفُ
إِياَّهُمْ أَنَّهُ فِي ذاَتِهِ واَحِدٌ لاَ شَرِيْكَ لَهُ فَرْدٌ لاَ مَثِيْلَ
لَهُ صَمَدٌ لاَ ضِدَّ لَهُ مُنْفَرِدٌ لاَ نِدَّ لَهُ وَأَنَّهُ وَاحِدٌ قَدِيْمٌ
لاَ أَوَّلَ لَهُ أَزَلِيٌّ لاَ بِداَيَةَ لَهُ مُسْتَمِرُّ الْوُجُوْدِ لاَ آخِرَ
لَهُ أَبَدِي لاَ نِهاَيَةَ لَهُ قَيُّوْمٌ لاَ انْقِطاَعَ لَهُ لَمْ يَزَلْ وَلاَ
يَزاَلُ مَوْصُوْفاً بِنُعُوْتِ الْجَلاَلِ لاَ يُقْضَى عَلَيْهِ بِاْلاِنْقِضاَءِ
وَاْلاِنْفِصاَلِ بِتَصَرُّمِ اْلآباَدِ وَانْقِراَضِ اْلآجاَلِ بَلْ "هُوَ
الْأَوَّلُ وَالْآَخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ".
Artinya:
(Tulisan
ini membahas) mengenai Keterangan Aqidah Ahlus-Sunnah, khusus mengenai Dua Kalimat Syahadat, yang merupakan rukun Islam. Kami yang berkata;
semoga Allah memberi Taufiq 'Segala Puji bagi Allah yang memulai dan yang
mengulang. Yang selalu melakukan yang Dia kehendaki. Pemilik Arasy Sangat Agung dan Pukulan Sangat Dahsyat. Pembimbing Hamba-Hamba Pilihan, ke arah tepat dan jalan yang benar. Pemberi Nikmat mereka setelah mereka
bersyahadat Tauhid, dengan menjaga kaidah-kaidah, dari kegelapan-kegelapan yang
meragukan dan membuat murtad. Yang menggerakkan mereka agar mengikuti Rasul
Al-Mushthafa (Pilihan SAW) dan agar mengikuti langkah-langkah para sahabatnya RA yang lebih mulia yang dimuliakan. Dengan bukti mereka diperkuat dan diarahkan
(oleh Allah) pada yang benar. Yang berusaha menampakkan Diri pada mereka, melalui Dzat dan Perbuatan-Perbuatan-Nya, dengan cara memperindah Sifat-Sifat-Nya. Yang tak mungikin bisa ditangkap kecuali oleh orang yang أَلْقَى السَّمْعَ alqas-sam’a
(istilah dalam Al-Qur’an Surat Qaf 37, yang arti lughat-nya
meletakkan pendengaran, namun maksud-nya mempergunakan pendengarannya).
Namun ia bersaksi (bahwa Allah Esa). Yang mengenalkan pada
mereka bahwa Dia Esa di dalam Dzat-Nya, tak memiliki sekutu. Tunggal, mutlak
tak ada yang membandingi. Maha segala-galanya, tak ada yang menyamai-Nya.
Sendirian, tak ada yang membandingi-Nya. Yang Esa lagi terdahulu, tidak ada
yang mengawali-Nya. Yang Azali: telah dan akan selalu ada, selalu wujud takkan
pernah berakhir, abadi yang tiada batas. Yang قَيُّوْمٌ Maha merumat yang tak putus. Belum
dan takkan berhenti dijelas-jelaskan bahwa sifat Dia Maha Agung. Dia takkan
dihukumi atau dituntut oleh siapapun, karena Dialah yang bisa memotong
keabadian dan yang menghabisi ajal. Bahkan Dialah yang dalam Al-Qur’an ditulis “هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآَخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ.”
Yang
artinya “Dialah yang Awal dan Akhir, dan Lahir, dan Bathin. Dan Dia Maha Tahu
pada segala sesuatu’.”
Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah adalah
Islam yang diamalkan oleh Rasulillah صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , para Sahabat dan umat Islam setelah mereka.
·
Ahlus-Sunnah artinya ahli menetapi sunnah Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan sunnah para Khalifahnya yang rasyidiin. Rasulullah
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda “أُوصِيكُمْ
بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا
بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ
فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ .
Artinya:
Aku wasiat pada kalian agar bertaqwa pada Allah! Mendengar dan taat! Meskipun
hanya hamba-sahaya dari Habasyi (yang menjadi pimpinan). Sungguh barang siapa
dari kalian hidup setelahku, maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka
amalkanlah sunnahku dan sunnah para Khalifah Al-Mahdiyyiin (yang mendapat
petunjuk dari Allah) Ar-Rasyidiin (yang benar). Pegang-teguh dan gigitlah dia
dengan gigi geraham! Dan jauhilah barunya perkara (tentang agama)! Sebab semua
yang diperbaharui adalah bid’ah, dan semua bid’ah sesat.”
- Wal-Jama’ah artinya dan juga ahli menetapi jamaah, sebagai mengamalkan perintah Allah “وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا .
Artinya:
Dan berpegang teguhlah pada tali Allah dengan
berjamaah! Jangan berpecah belah!.”
[1] Dia memiliki
beberapa gelar:
- Syaikh.
- Imam.
- Alim.
- Allamah.
- Chujjatul-Islam. Yaitu orang yang menguasai kebanyakan sunnah atau Hadits, hanya sedikit yang tidak diketahui. Chafizh ialah Alim yang menguasai 100. 000 Hadits. Sedangkan Chakim ialah Alim yang menguasai 3.000 Hadits. Ada yang menjelaskan Chakim ialah Alim yang menguasai Sunnah. Nama panjang dia Zainuddin Abu Chamid Muhammad bin Muhammad. Beliau dilahirkan di daerah Thusi pada tahun 450 Hijriah, dan diwafatkan di sana pada hari Senin pagi tanggal 14 Jumadayil-Akhir tahun 505 Hijriah dalam umur 55 tahun. Pendahulu dia, guru Imam Bukhari, Imam Nasa’i dan Imam Abu Dawud, yang berasal dari kota tersebut, مُحَمَّدُ بْنُ مَنْصُورٍ الطُّوسِىُّ (Muhammad bin Manshur At-Thusi). Ada lagi guru besar pendahulu beliau yang bernama عَلِىُّ بْنُ مُسْلِمٍ الطُّوسِىُّ (Ali bin Muslim At-Thusi) yang dilahirkan pada tahun 160 Hijriah di kota yang sama, yang juga guru Imam Abu Dawud dan Imam Nasa’i.
- Barakatul-Anam.
[Al-Bidayatul
Hidayah juz 1 halaman 1].
[2] Berasal dari
kata syarah yang artinya lebar atau lapang, namun
maksudnya pembahas atau pengulas.
[3] Walau begitu
Ibnu Hajar dan ulama besar lainnya menganggap Kitab paling shahih setelah Al-Qur’an, Bukhari dan Muslim. Dia menulis:
أَوَّلُ مَنْ صَنَفَ فِي الصَّحِيْحِ
الْبُخاَرِيُّ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْماَعِيْلَ وَتَلاَهُ أَبُوْ
الْحُسَيْنِ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجاَّجِ الْقُشَيْرِيُّ وَمُسْلِمٌ مَعَ أَنَّهُ
أَخَذَ عَنِ الْبُخاَرِيِّ وَاسْتَفاَدَ مِنْهُ فَإِنَّهُ يُشاَرِكُ الْبُخاَرِيَّ
فِيْ كَثِيْرٍ مِنْ شُيُوْخِهِ وَكِتاَباَهُماَ أَصَحُّ الْكُتُبِ بَعْدَ كِتاَبِ
اللهِ الْعَزِيْزِ وَأَماَّ ماَ رَوَيْناَهُ عَنِ الشاَّفِعِيِّ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّهُ قاَلَ مَا أَعْلَمُ فِي اْلأَرْضِ كِتاَباً فِي الْعِلْمِ أَكْثَرَ
صَوَابًا مِنْ كِتَابِ ماَلِكٍ قاَلَ وَمِنْهُمْ مَنْ رَواَهُ بِغَيْرِ هَذاَ
اللَّفْظِ يَعْنِيْ بِلَفْظِ أَصَحَّ مِنَ الْمُوَطَّأِ فَإِنَّماَ قاَلَ ذَلِكَ
قَبْلَ وُجُوْدِ كِتاَبَيْ الْبُخاَرِيِّ وَمُسْلِمٍ ثُمَّ اِنَّ كِتاَبَ
الْبُخاَرِيِّ أَصَحُّ الْكِتاَبَيْنِ صَحِيْحاً وَاَكْثَرُهُماَ فَواَئِدَ
وَأَماَّ ماَ رَوَيْناَهُ عَنْ أَبِيْ عَلِى الْحاَفِظِ النَّيْساَبُوْرِيِّ
أُسْتاَذِ اْلحَاكِمٍ أَبِي عَبْدِ اللهِ الْحاَفِظِ مِنْ أَنَّهُ قاَلَ ماَ
تَحْتَ أَدِيْمِ الَّسمَاءِ كِتاَبٌ أَصَحُّ مِنْ كِتاَبِ مُسْلِمِ بْنِ الْحَجاَّجِ
فَهَذاَ وَقَوْلُ مَنْ فَضَّلَ مِنْ شُيُوْخِ الْمَغْرِبِ كِتاَبَ مُسْلِمٍ عَلَى
كِتاَبِ الْبُخاَرِيِّ إِنْ كَانَ اْلمُراَدُ بِهِ أَنَّ كِتاَبَ مُسْلِمٍ
يَتَرَجَّحُ بِأَنَّهُ لَمْ يُماَزِجُهُ غَيْرُ الصَّحِيْحِ فَإِنَّهُ لَيْسَ
فِيْهِ بَعْدَ خُطْبَتِهِ اِلاَّ اْلحَدِيْثُ الصَّحِيْحُ مَسْرُوْداً غَيْرَ
مَمْزُوْجٍ بِمِثْلِ ماَ فِي كِتاَبِ الْبُخاَرِيِّ فِي تَرَاجِمِ أَبْواَبِهِ
مِنَ اْلأَشْياَءِ الَّتِيْ لَمْ يُسْنِدْهاَ عَلَى الْوَصْفِ اْلمَشْرُوْطِ فِي
الصَّحِيْحِ فَهَذاَ لاَ بَأْسَ بِهِ وَلَيْسَ يَلْزَمُ مِنْهُ أَنَّ كِتاَبَ
مُسْلِمٍ أَرْجَحُ فِيْماَ يَرْجِعُ إِلَى نَفْسِ الصَّحِيْحِ عَلَى كِتاَبِ
الْبُخاَرِيِّ وَإِنْ كاَنَ الْمُراَدُ بِهِ أَنَّ كِتاَبَ مُسْلِمٍ أَصَحُّ
صَحِيْحاً فَهَذَا مَرْدُوْدٌ عَلَى مَنْ يَقُوْلُهُ وَاللهُ أَعْلَمُ .
Artinya:
Awal orang yang menyusun Hadits shahih adalah Al-Bukhari yang nama panjangnya Abu
Abdillah Muhammad bin Isma’il. Abul-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi
telah membaca kitab tersebut. Di samping Muslim telah berguru dan menerima faidah
dari Bukhari, dia juga menyamai Bukhari di dalam memilih Syaikh-Syaiknya. Kitab
mereka berdua adalah lebih shahihnya kitab setelah Kitab Allah yang mulia.
Adapun yang kami riwayatkan dari Syafi’i رَضِيَ اللّهُ
عَنْهُ, “Saya tidak
mengetahui kitab di dalam bumi yang lebih banyak benarnya dari pada kitab Imam
Maliki.”
Sebagian
ulama meriwayatkan dengan selain ini lafadl, yakni dengan lafadl, “Saya
(Syafi’i) tidak mengetahui kitab di dalam bumi yang lebih banyak benarnya dari
pada kitab Al-Muwattha’.”
Sungguh
Imam Syafi’i mengatakan demikian itu karena belum munculnya dua kitab Bukhari
dan Muslim. Setelah itu kitab Bukhari-lah lebih shahih dan lebih banyak
faidahnya dua kitab tersebut. Adapun yang kami riwayatkan dari Abi Ya’la
Al-Hafizh An-Naisaburi, Ustadznya Al-Hakim yang panggilannya Abi
Abdillah Al-Hafidl: “Di bawah langit tidak ada kitab yang lebih shahih
daripada kitab Muslim bin Hajjaj (Hadits Muslim).”
Perkataan
ini dan perkataan para Syaikh dari Al-Maghribi yang menilai 'Kitab Muslim lebih
utama mengungguli Kitab Bukhari. Jika yang dimaksud:
“Kitab Muslim lebih berbobot karena tidak
tercampur Hadits yang tidak shahih, yakni setelah khuthbah muqaddimah Muslim,
tidak ada lagi Hadits kecuali shahih yang terus-menerus yang tidak keruh
semisal yang di dalam Bukhari: di dalam menjelaskan bab-bab Bukhari terdapat
riwayat-riwayat yang tidak di-isnad-kan dengan persyaratan shahih,” maka
penilaian demikian boleh-boleh saja. Namun dalam hal ini seharusnya dia
tidak melazimkan bahwa kitab Muslim lebih berbobot mengungguli kitab Bukhari
sepenuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar