SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2011/03/03

Bukhtunashar (Nebukadnezar)




بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Image result for ‫بختنصّر‬‎






Sejak zaman Baitul-Maqdis dihancurkan dan dibangun lagi oleh Buktunashar (بختنصّر), hingga nabi SAW hijrah ke Madinah, tenggang waktunya 1.000 tahun lebih.
Sejak Iskandar (Dzul-Qarnain) hingga nabi SAW hijrah ke Madinah, tenggang waktunya 980 tahun.
Sejak Raja Iskandar hingga lahirnya Isa AS, tenggang waktunya 303 tahun.
Sejak Isa AS lahir, hingga diangkat ke langit, tenggang waktunya 32 tahun.
Sejak Isa AS diangkat ke langit,  hingga nabi SAW hijrah ke Madinah, tenggang waktunya 585 tahun, lebih beberapa bulan. [1]



Hingga kini banyak orang orang membicarakan, "Saat Bukhtunashar menjadi singa jantan."
Di antara mereka ada mengatakan, “Menjadi singa jantan, saat dia memerangi Bani Isra’il dengan sangat kejam.”

Menurut Ibnul-Atsir, Dia menjadi singa karena menjebloskan Nabi Danial AS, ke dalam penjara berbentuk jurang, agar dimangsa oleh singa-singa kelaparan yang berada di dalamnya. Dia menjadi singa jantan dan lari ke hutan, setelah ditampar oleh malaikat yang menjelma manusia. Itu terjadi setelah dia membantai besar-besaran pada Bani Isra’il.”

Para Ulama tarikh telah berselisih faham, tentang Waktu Bukhtunashar menaklukkan dan membantai kaum Bani Isra’il.

“Pada zaman Irmiya, Daniyal, Chananiya, ‘Azariya dan Misya’il,” kata sebagian mereka.
Dia diberi kekuasaan oleh Tuhan, untuk menaklukkan Bani Isra’il yang telah membunuh Nabi Yahya bin Zakariyya AS,”  kata yang lain.
Bukhtunashar menyerbu Bani Isra’il pada zaman Zedekiah atau Shidqiyyah (صدقية),” kata lainnya.
“Namun pendapat awal yang lebih shahih,” tulis Ibnul-Atsir.

Uraian di bawah ini, nukilan Ibnul-Atsir dari seorang tabi’ bernama Sa’id bin Jubair, yang namnya sangat masyhur, di kalangan ulama Hadits maupun ulama tarikh:

Pernah ada pria Bani Isra’il yang membaca Kitab. Setelah kalimat Ayat, “وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا,” berhenti, untuk berdoa sejenak. [2] Karena Ayat tersebut dan seterusnya merupakan ramalan atau nubuat  yang menjelaskan Bani Isra’il akan hancur oleh suatu kaum, karena berdosa. [3]

Arti Ayat tersebut, “Dan telah Kami (Allah) beritakan pada Bani Isra’il di dalam Kitab:
‘Niscaya kalian akan membuat kerusakan di atas bumi, dua kali. Dan niscaya kalian akan sombong dengan kesombongan yang sangat besar secara nyata’.” [4]


Ternyata sebab dari doa tersebut, dia bermimpi bertemu lelaki miskin di Babilon, bernama Bukhtunashar. Karena mimpi itulah dia melakukan perjalanan ke Babilon, sambil membawa dagangan.

Di tempat tujuan, dia memanggil untuk bertanya kaum miskin, “Di mana tempat tinggal Bukhtunashar?.”
Beberapa orang memberi tahu alamatnya.
Dia perintah seorang agar memanggilkan dia. Namun akhirnya justru  terkejut, saat Bukhtunashar miskin yang dibawa menghadap; ternyata sedang sakit serius.
Dia merumat dengan bersungguh-sungguh, hingga kesehatan Bukhtunashar membaik.
Setelah memberi santunan Bukhtunashar, dia segera berkemas-kemas akan pulang.
Bukhtunashar menangis terharu, “Saya tidak mungkin mampu membalas jasa tuan yang sangat besar ini,” isaknya.
Jawaban dia, “Tentu bisa! Tulislah pejanjian ‘jika kau telah menjadi raja, bebaskan saya melakukan sesuatu!’,” membuat Bukhtunashar bingung atau terhina.
Setelah Bukhtunashar melontarkan kalimat, “Kenapa tuan menghina saya?” Dia menjawab, “Ini bukan penghinaan. Suatu saat akan menjadi kenyataan.”

Suatu hari raja Babilon menghendaki informasi tentang negeri Syam. Ia perintah intel agar melaporkan keadaan Syam secara lengkap.
Sang intel, pergi ke Syam, ditemani oleh Bukhtunashar, pembatu raja yang fakir. Mungkin saat itu Bukhtunashar senang sekali, diajak pergi jauh, oleh seorang pejabat.

Utusan raja takjub, saat menyaksikan kota Syam yang saat itu sangat megah. Kota Allah terbesar di dunia saat itu. Pasukannya berbaris tertib, banyak sekali. Mereka terdiri dari pasukan berkuda. Ada yang senjatanya lebih lengkap daripada yang lain.
Pemandangan yang menakutkan tersebut membuat dia grogi. Mungkin karena pasukan rajanya lebih sedikit daripada mereka. Sebab itulah dia tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik. Tidak berani menanyakan yang seharusnya ditanyakan pada penduduk Syam.

Bukhtunashar menyelidik, “Kenapa kalian tidak memerangi kaum Babilon, agar Baitul-Maqdis semakin agung?.”
Beberapa orang menjawab, “Kami tidak memiliki keahlian di dalam bidang itu, dan tidak ada rencana begitu.”
Setelah menyadap beberapa informasi penting, Bukhtunashar segera mengikuti pulang rombongan, untuk melaporakan pada raja.

Para utusan raja melaporkan, “Laskar perang negeri Syam berbaris rapi mengagumkan, dan persenjataan mereka lengkap. Pasukan berkuda mereka banyak sekali.”
Sang komandan juga meminta agar raja mendatangkan Bukhtunashar, agar menjadi saksi atau melengkapi laporan. [5]  [6] 
Bukhtunashar melaporkan semua keadaan negeri Syam yang perlu dilaporkan pada raja, dengan rinci sekali. Atas dasar laporan itu, raja merencanakan mengirim 4.000 pasukan berkuda, ke kota Syam.

Sebelumnya, raja bertanya pada petinggi-petinggi kerajaan, “Siapakah yang seharusnya memimpin pasukan ini?.”
Dewan-perang memohon agar seorang petinggi kerajaan yang memimpin rombongan tersebut. Namun akhirnya raja justru perintah, “Bukhtunashar saja!.”

Akhirnya Bukhtunashar lah, yang memimpin 4.000 pasukan berkuda tersebut. Di luar dugaan, ternyata Bukhtunashar dan pasukannya mampu menaklukkan dan membawa pulang harta-rampasan dari beberapa kota musuh, ke negerinya.



Raja Ashbahbidz (أصبهبذ) mengangkat Lahrasib (لهراسب) sebagai gubernur yang memerintah mulai kota Ahwaz hingga Romawi, barat sungai Dajlah.

Penyebab dari bangsa Babilon mengamuk atas Bani Isra’il, ‘ketika Gubenur Lahrasib menyerang kota Syam, sebagian penduduk Damsyiq (Damaskus wilayah Syam) dan Baitil-Maqdis menyerah dan menyetujui perjanjian damai. Namun saat Lahrasib pulang, banyak penduduk dua kota tersebut yang dibawa, sebagai tawanan. Pada saat Lahrasib meninggalkan Al-Quds menuju Thabariyah (Tiberiyas). Sebagian rakyat Bani Isra’il mengeroyok  untuk membunuh raja mereka sendiri, yang telah melakukan perjanjian damai dengan Bukhtunashar Wakil Gubernur Lahrasib’.

Mereka memprotes, “Tuan telah beberbuat baik pada kaum Babilon. Sedangkan kami sebagai rakyat tuan sendiri, justru direndahkan.” Lalu mereka membunuh dia.

Ketika mendengar berita ‘Raja Bani Isra’il dibunuh’ oleh rakyatnya', Bukhtunashar segera membunuh para tawanan yang dibawa. Selanjutnya laporan pada Gubernur Lahrasib yang sedang di Al-Quds.

Sebuah sumber mengatakan, “Yang mengangkat Lahrasib menjadi gubernur, Bahman bin Basytasib bin Lahrasib (بهمن بن بشتاسب بن لهراسب).
Bukhtunashar yang berumur panjang, pernah menjadi pelayan keluarga Bahman, sejak kakek Bahman masih hidup.
Bahman pernah marah, karena sejumlah utusan yang diutus pada raja Bani Isra’il di Baitil-Maqdis, dibunuh oleh bangsa Israil. Sebagai anugrah dan siasat agar lebih ditaati, Bahman mengangkat Bukhtunashar, menjadi penguasa yang menguasai beberapa wilayah Babilon. Selanjutnya Bahman perintah agar Bukhtunashar mengerahkan pasukan berjumlah banyak sekali atas Bani Isra’il.

Bukhtunashar melaksanakan tugasnya dengan kejam. Itu penyebab secara lahiriah, ‘Bani Isra’il menderita kekalahan besar'. Sedangkan penyebab hakiki karena mereka berbuat maksiat  pada Allah Ta’ala, dan menyelisihi perintah-Nya. [7] Padahal sudah menjadi Sunnatullah (Ketentuan Allah), tiap ada raja Bani Isra’il, Allah mengutus seorang nabi, agar meluruskan. Agar raja mengamalkan hukum yang ada dalam Taurat.

Konon sebelum Bukhtunashar menyerang Bani Isra’il; Bani Isra’il telah melakukan bid’ah (pembaharuan agama) dan kemaksiatan. Saat itu, yang berkuasa, Raja Yaquniya bin Yuyaqim. Sedangkan nabi mereka bernama Irmiya (Jeremia) AS. Ada yang mengatakan nabi tersebut bernama Khadhir AS.

Irmiya AS menertibkan aturan-agama di pertengahan mereka, dan mengajak menyembah Allah, serta melarang berbuat maksiat. Dia juga mengingatkan mereka, tentang Anugrah Allah; Raja Sanhareb (سنحاريب), penindas dan penjajah mereka, diwafatkan. Namun mereka tidak mau menghentikan kemaksiatan.

Allah perintah agar Nabi Irmiya AS, menakut-nakutkan Siksaan Allah, jika mereka tidak taat:

Allah akan memberi kekuasaan orang kejam, yang akan membunuh dan menawan anak-cucu mereka, menghancurkan kota mereka, memperbudak mereka, dengan mengerahkan pasukan yang tidak memiliki belas-kasihan.”

Namun Bani Isra’il tidak mau kembali pada jalan yang lurus. Allah mengutus seorang utusan agar menyampaikan: 

“Aku akan menimpakan fitnah (kerusakan), yang membuat orang pandai menjadi bingung, bahkan membuat tersesat orang bijak. Dan akan memberi kekuasaan raja-jahat-keras-kepala yang Kuberi Busan Kehebatan. Hati dia Kukosongkan dari rahmat. Memiliki pasukan banyak sekali, bagaikan gelapnya malam. Laskar-laskar pilihannya bagaikan mendung. Dia akan merusak dan menyiksa Bani Isra’il, juga menghancurkan Baitul-Maqdis.”

Sontak Irmiya AS menangis keras, merobek pakaiannya, dan menaburkan debu pada rambutnya. [8] Selama beberapa  hari dia memohon-mohon, agar Allah membatalkan Siksaan atas kaumnya.
Allah menjawab, “Demi KejayaanKu! Aku takkan merusak Baital-Maqdis dan Bani Isra’il, sehingga kau menyetujui.”
Nabi Irmiya AS bersyukur dan berbahagia, “Demi Dzat yang telah mengutus Musa AS dan nabi-nabi lainnya, saya tidak mungkin menyetujui Bani Isra’il dirusak 'untuk selamanya'.”

Dia mendatangi kaumnya untuk memberitahukan Wahyu yang barusan dia terima. Selang waktu tiga tahun kemudian; mereka justru bertambah maksiat dan jahat. Padahal saat itu mereka hampir dibinasakan oleh Tuhan.
Wahyu yang turun pada Nabi Irmiya AS pun semakin jarang, karena mereka bergelimang dosa. “Hai Bani Isra’il, hentikan kemaksiatan! Mumpung Allah belum menyiksa kalian,” kata raja mereka.
Namun mereka tetap tidak menghentikan kemaksiatan. Allah kirim perintah-rahasia, “Serbulah Bani Isra’il dan Baital-Maqdis!,” pada Bukhtunashar. [9]

Bukhtunashar menggerakkan pasukan berjumlah sangat banyak, memenuhi kawasan yang sangat luas sekali. Menyerbu Bani Isra’il.
Berita Kedatangan Buktunashar dan Pasukannya segera sampai pada raja Bani Isra’il.
Raja memanggil Nabi Irmiya AS untuk ditanya, “Mana janjimu bahwa Tuhanmu takkan merusak Bani Isra’il, sebelum kau menyetujui?.”
Nabi Irmiya AS berkata, “Sungguh saya yakin Tuhanku takkan menyelisihi Janji,” dengan yakin. 

Ketika ketentuan waktu datangnya siksaan, telah makin dekat, dan kerajaan mereka hampir diruntuhkan oleh Allah; Allah perintah pada malaikat yang menjelma manusia, agar datang pada Nabi Irmiya AS.
Malaikat datang dan berkata pada Irmiya, “Ya Irmiya, saya seorang Bani Isra’il yang datang untuk minta fatwa tentang famili-famili saya. Saya telah berbuat baik dan mengistimewakan mereka, sesuai dengan perintah Allah. Namun semakin lama, mereka justru semakin jahat dan membuat saya marah. Berilah fatwa tentang hal itu.”
Nabi Irmiya AS bersabda, “Berbaktilah pada Allah! Dan sambunglah familimu! Sebagaimana Allah perintah padamu.”
Lelaki jelmaan malaikat berpaling dan pergi meninggalkan Nabi Irmiya AS. Beberapa hari setelah itu, dia datang lagi, menjelma lelaki yang sama.
“Apakah kau telah membenahi akhlaq dan kekeliruan mereka? Apa yang kau harapkan dari mereka?” Tanya Nabi Irmiya AS.
“Demi yang telah mengutsmu dengan hak, semua kebaikan orang baik telah kulakukan untuk mereka, bahkan lebih dari itu. Namun mereka justru berbuat jahat padaku” Kata lelaki jemaan malaikat.
“Kembalilah dan berbuat baiklah pada mereka!” Perintah Nabi Irmiya AS.
Dia berpaling meninggalkan Nabi Irmiya AS. Dan tidak muncul beberapa hari. 

Bukhtunashar sendiri, telah datang ke Baitil-Maqdis dengan membawa pasukan yang lebih banyak, daripada kawanan belalang.

Bani Isra’il terkejut takut, saat melihat kaum asing berdatangan, banyak sekali.
Raja Bani Isra’il bertanya, “Manakah Janji Tuhanmu kepadamu?” Pada Nabi Irmiya AS.
Irmiya AS menjawab,”Sungguh saya telah dijanji oleh Tuhanku tentang hal itu.”

Malaikat yang telah beberapa kali datang, menjelma manusia, datang lagi kepada Irmiya AS.
Saat itu Irmiya AS  duduk bersandar pada dinding Baitil-Maqdis. Dia datang lagi, untuk melaporkan kejahatan keluarganya yang telah ia santuni:

"Wahai Nabbiyyallah! Semua kejahatan mereka yang telah kumaafkan sudah tidak berlaku lagi hari ini. Karena setelah saya pertimbangkan masak-masak; mereka hanya membuat saya marah. Sedangkan hari ini mereka telah melakukan perbuatan yang sangat besar, yang membuat Allah Ta’ala Murka. Kalau kejahatan mereka hanya seperti kemarin dulu atas diriku, saya masih bisa memaafkan. Terus terang bahwa hari ini saya marah pada mereka semata-mata karena Allah. Saya datang kemari untuk melaporkan keadaan mereka. Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak. Saya mohon kepadamu, berdoalah agar Allah membinasakan mereka.”

Do’a Irmiya AS, “Wahai Raja beberapa langit dan bumi. Jika kaumku berniat benar dan baik, maka tetapkanlah hidup mereka. Namun jika mereka telah membuat Engkau murka, dan telah melakukan amalan yang tidak Kau ridhoi, maka binasakan mereka.”
Di saat Irmiya AS selesai mengucapkan doa; ada ledakan petir dari langit, tertuju Baitil-Maqdis. Ada api yang membakar Tempat Penyembelihan Qurban. Tujuh pintu gerbang Baitul-Maqdis terbenam kedalam tanah, oleh goncangan dahsyat.
Irmiya AS berteriak, merobek pakaian, dan menaburkan debu di atas kepalanya. “Wahai Raja beberapa langit dan bumi! Wahai yang lebih sayang dari para penyayang! Mana JanjiMu yang dulu pernah Kau janjikan kepadaku itu?” Doa Irmiya AS.
Pada Irmiya AS, Allah berfirman, “Siksa yang menimpa mereka, karena fatwamu pada UtusanKu (malaikat yang menjelma lelaki tersebut).”
Irmiya AS sadar bahwa memang dia telah berkali-kali memberi fatwa pada seorang lelaki. Ternyata lelaki itu UtusanAllah yang menjelma manusia. 
Irmiya AS keluar meninggalkan kotanya menuju hutan-belantara, bergabung dengan binatang liar.

Bukhtunashar dan pasukannya memasuki dan menduduki Baitil-Maqdis, dan wilayah Syam pada umumnya.
Penduduk dibunuh secara besar-besaran hingga hampir habis. Mayat-mayat berserakan banyak sekali, di mana-mana.

Bukhtunashar merobohkan Baitul-Maqdis. Selanjutnya perintah pada pasukan-pasukannya, agar mengangkut tanah, untuk menimbun dan mengubur Baitul-Maqdis. Setelah itu dia pulang ke Babilon (بابل) membawa tawanan-tawanan-perang.

Kaum Bani Isra’il yang masih hidup dikumpulkan. Dari mereka diambil 100.000 anak, untuk dibagikan pada pejabat-pejabat, dan para komandan laskar, yang telah membantu perjuangan Bukhtunashar.
Di antara mereka ada keturunan Nabi Dawud:
1.     Danial (yang akhirnya menjadi Nabi AS).
2.     Hanania.
3.     ‘Azaria.
4.     Dan Misya’il.
Secara keseluruhan, penduduk dikumpulkan dan dibagi menjadi tiga:
1.     Dibunuh.
2.     Diperbolehkan bertempat tinggal di Syam.
3.     Dijadikan tawanan perang.

Namun akhirnya Allah memberi kesempatan pada Nabi Irmiya AS, untuk membangun lagi Baital-Maqdis. Nabi Irmiya AS lah yang pernah bermimpi ‘Bumi Kering’, terutama sejumlah kota.


Bukhtunashar Raja Besar Babilon.

Dia memerintah di sana selama waktu yang telah ditentukan oleh Allah. Dia terkesima oleh mimpi yang  hadir di dalam tidurnya. Dia mengundang dan perintah, “Ceritakan padaku! Mimpiku yang hilang dari ingatanku! Kalau tidak bisa memberi tahu tentang mimpi tersebut, tangan kalian akan saya lepas mulai belikat!” Pada Danial, Hanania, ‘Azaria dan Misya’il.
Sejenak kemudian, mereka berempat keluar, dan meninggalkan Bukhtunashar. Mereka memohon-mohon agar Allah memberi Tahu, tentang mimpi yang telah kabur dari ingatan Bukhtunashar. Allah memberi Tahu tentang Mimpi Tersebut pada mereka.

Mereka berempat datang pada Bukhtunashar dan berkata, “Dalam mimpi tersebut tuan melihat patung.”
Bukhtunashar menjawab “Betul.”
Mereka berkata, “Dua telapak kaki hingga dua betisnya, dibuat dari tembikar, dua pahanya dari tembaga, perutnya dari perak, dadanya dari emas, leher hingga kepalanya dari besi. Ketika tuan sedang mengamati dengan takjub; tiba-tiba ada batu besar dari langit yang menimpa dan menghancurkan patung tersebut. Karena terkejut, maka tuan lupa pada mimpi tersebut.”
Bukhtunashar terheran-heran oleh jawaban mereka yang tepat. Mulutnya bergerak-gerak melontarkan, “Kalian berempat betul! Lalu bagaimana takwilnya?.”
Mereka  menjawab, “Itu berarti tuan telah diperlihatkan kerajaan para raja, yang sebagiannya lebih lembut daripada sebagian. Sebagian lagi lebih elok daripada sebagian, sebagian lagi lebih dahsyat. Awalnya kerajaan ini dari tembikar: itu berarti paling lemah dan paling lembut.
Setelah itu tembaga: itu berarti lebih utama dan lebih kuat.
Setelah itu dari perak yang lebih elok dan lebih utama.
Setelah itu dari emas yang lebih elok dan lebih utama dari sebelumnya semuanya.
Setelah itu besi: ini ibarat kerajaan tuan, paling kuat dan paling jaya. Sementara Batu yang dilepas oleh Allah dari langit, lalu menimpa dan menghancurkan patung tersebut, menunjukkan akan ada seorang nabi yang mengatur segala urusan.”
Setelah Bukhtunashar puas terhadap pentakwilan mereka, mereka dijadikan orang kusus yang berkedudukan dekat dengan dia. Mereka berempat sering diajak berembuk dalam menyelesaikan urusan penting.
Itulah yang membuat sahabat-sahabat dekat Bukhtunashar dengki dan iri, hingga akhirnya menghasud Bukhtunashar, “Betapa mereka jahat.”
Hasudan mereka mengakibatkan adanya keputusan, agar digalikan jurang-dalam, untuk memenjarakan mereka berempat. Dikisahkan, “Ada lagi dua orang yang menemani mereka di dalam penjara.”

Sebelum mereka dimasukkan ke dalam penjara, telah ada binatang buas yang dibuat kelaparan di dalamnya, agar memangsa mereka.

“Mari kita pulang untuk makan dan minum” Kata kaum pendengki, yang telah berhasil mempersulit mereka berenam.
Mungkin karena mereka tak tega melihat enam orang yang akan dimakan singa-singa kelaparan tersebut.
Seusai makan dan minum, dan hari telah senja, mereka menengok penjara-bawah-tanah.
Di dalam penjara, mereka berenam sedang duduk santai, menyanding beberapa binatang buas mendekam, yang menjulurkan kaki-depan. Kaum Pendengki makin terkejut, saat melihat jumlah orang yang di dalam penjara menjadi tujuh.[10][10] [11]
Orang ketujuh yang sebetulnya malaikat itu, keluar dari jurang, dan menampar, hingga Bukhtunashar menjadi singa jantan.
Bukhtunashar berlari, bergabung pada binatang-binatang buas di hutan. Saat itu akal dia masih berfungsi sebagaimana manusia.

Beruntung sekali, Allah mengembalikan Bukhtunashar menjadi manusia lagi, dan mengembalikan kerajaannya. Ketika Bukhtunashar menjadi raja lagi; Danial AS dan teman-temannya menjadi orang paling mulia bagi Bukhtunashar.

Kaum Babilon dengki lagi pada mereka berenam. Hingga mereka melaporkan pada Bukhtunashar, “Danial tidak sopan! Jika minum, maka lalu kencing berkali-kali.”
Konon perbuatan seperti itu sangat tabu bagi adat-istiadat yang telah berlaku, sejak nenek-moyang mereka.
Bukhtunashar terpancing hasudan mereka. Dia mengadakan pesta, dan mengundang Danial AS. Pesan dia pada satpam, “Amatilah orang yang pertama kali keluar dari gedung ini, untuk kencing! Bunuh dia! Jika berkata padamu ‘saya Bukhtunashar!’ Jawab! Kamu bohong! Bukhtunashar perintah agar aku membunuh kau!’ Lalu bunuhlah!.”

Beruntung sekali, saat itu Allah menahan air-kencing Danial AS. Di malam yang gelap itu, awal orang yang keluar dari gedung, justru Bukhtunashar sendiri. Dia keluar dari gedung dengan tenang sekali, karena menyadari bahwa dirinya raja.
Dia dikejar akan dibunuh oleh satpam. “Saya ini Bukhtunashar!" Gertak Bukhtunashar pada satpam yang akan menyerang.
“Kamu bohong! Bukhtunashar telah perintah agar saya membunuh kau!” Jawab pengejar, sambil menghajar hingga Bukhtunashar tewas terkapar.

Sebagian sejarahwan menjelaskan, “Penyebab kematian Bukhtunashar, karena Allah mengutus nyamuk agar memasuki lobang hidungnya. Nyamuk menerobos masuk ketengah kepalanya. Karena merasa tersiksa, dia tak pernah diam dalam keadaan nyaman.
Ketika maut akan merenggut, dia berpesan, ‘jika saya telah mati, belahlah kepalaku! Carilah di dalamnya! Penyebab kematianku!’.”

Setelah dia wafat; mereka membelah kepalanya, dan terkejut oleh adanya seekor nyamuk-hidup, yang berada di dalam kepalanya, sedang menghisap cairan otaknya.
Itulah Upaya Allah memperlihatkan: 
1.     ‘Kodrat dan KekuasaanNya pada para Hamba-Nya.
2.     Bukhtunashar lemah.

Allah memastikan kematiannya, hanya dengan MakhluqNya yang termasuk paling lemah. (Tabarkaalladzii biYadiHi malakuutu kulli syai’in, yaf’alu maa yuriid/تبارك الذي بيده ملكوت كلّ شيء، يفعل ما يشاء، ويحكم ما يريد) Maha Barakah Dzat yang di Tangan-Nya, Kekuasaan segala sesuatu. Dia berbuat dan mengadili sesuai Kehendak-Nya. [Al-Kamil]




Ponpes Mulya Abadi Mulungan




[1] Ibnu Abbas menjelaskan, “Isa bin Maryam AS pernah menyaksikan sapi betina kesulitan melahirkan. Tiba-tiba sapi itu berbicara ‘ya Kalimat Allah! Doakan agar Allah menolong pelahiranku’.
Isa bin Maryam AS berdo ‘ya yang mencipta jiwa dari jiwa! Ya yang mengeluarkan jiwa dari jiwa, permudahkan pelahirannya’. Tak lama kemudian, sapi melahirkan kandungannya. Sementara wanita kalian yang kesulitan melahirkan bayinya, hendaklah diberi bacaan:

Bismillaahi laaa Ilaaha illaa Huwal-Kariimu, subhaanallaahi Raabil-‘Arsyil-‘Adziimi, wal-hamdu lillaahi Rabbil-‘aalamiin. Kaannahum yauma yaraunahaa lam yalbatsuu illaa ‘asyiyyatan aw dhuchaahaa. Kaannahum yauma yarauna maa yuu’aduuna lam yalbatsuu illaa saa’atan min nahaarin balaagh. Fahal yuhlaku illal-qaumul-faasiquun.

Artinya: 
Dengan Nama Allah, tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Dia yang Maha Mulia, Maha Suci Allah Tuhan Arasy yang Maha Agung. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam. Sungguh di hari mereka menyaksikannya mirip sekali 'mutlak belum pernah tinggal (di bumi)' kecuali sesore atau sepaginya. Sungguh di hari mereka menyaksikan yang diancamkan, mirip sekali 'mutlaak belum pernah tinggal (di bumi)' kecuali sesaat dari siang. Ini disampaikan. Bukankankah takkan dirusak kecuali kaum fasiq. [Uyunul-Akhbar].
Tulisan Arabnya:

بِاسْمِ اللَّهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْكَرِيْمُ، سُبْحاَنَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، "كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا" ، " كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
 عيون الأخبار لابن قتيبة الدينوري - (ج 1 / ص 408)

Dalam kitab tersebut juga dijelaskan bahwa, Isa bin Maryam AS di dalam kandungan selama 8 bulan.

[2] Doa dia, “Ya Tuhanku! Tunjukkan saya, lelaki yang telah Kau pastikan akan merusak Bani Isra’il, dengan kekuasaannya, ini nanti.”
[3] Berarti yang membuat Islam terjun dari puncak kejayaannya juga karena pemeluknya banyak yang melakukan dosa. Bukhari meriwayatkan ucapan Said bin Al-Musayab tentang itu:

وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ الأُولَى - يَعْنِى مَقْتَلَ عُثْمَانَ - فَلَمْ تُبْقِ مِنْ أَصْحَابِ بَدْرٍ أَحَدًا ، ثُمَّ وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ الثَّانِيَةُ - يَعْنِى الْحَرَّةَ - فَلَمْ تُبْقِ مِنْ أَصْحَابِ الْحُدَيْبِيَةِ أَحَدًا ثُمَّ وَقَعَتِ الثَّالِثَةُ فَلَمْ تَرْتَفِعْ وَلِلنَّاسِ طَبَاخٌ.”

Artinya:
“Fitnah pertama telah melanda, yakni zaman terbunuhnya ‘Utsman. Karena fitnah tersebut, veteran Perang Badar (sama wafat) tidak ada yang tersisa satu pun. Lalu fitnah kedua, yakni Perang Harrah tahun 63 Hijriah melanda. Karena fitnah tersebut, veteran Perang Hudaibiyah (sama wafat) tidak tersisa seorang pun. Lalu fitnah yang ketiga melanda. Ternyata fitnah tersebut membandel tak mau pergi; dan Muslimiin kehilangan kekuatan.”

[4] قَضَيْنَا  diartikan ‘Kami (Allah) beritakan’ berdasarkan riwayat Bukhari: {وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ} [الإسراء: 4] : «أَخْبَرْنَاهُمْ أَنَّهُمْ سَيُفْسِدُونَ، وَالقَضَاءُ عَلَى وُجُوهٍ» ، {وَقَضَى رَبُّكَ} [الإسراء: 23] : «أَمَرَ رَبُّكَ، وَمِنْهُ الحُكْمُ» . {إِنَّ رَبَّكَ يَقْضِي بَيْنَهُمْ} [يونس: 93] ، " وَمِنْهُ: الخَلْقُ ". {فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ} : «خَلَقَهُنَّ»).
[5] Mungkin dia diangkat menjadi komandan hanya karena keluarga raja. Bukan karena ahli.
[6] Dulunya dia anak hilang yang menangis di dekat berhala Nashar, lalu diambil pejabat hingga akhirnya menjadi pelayannya.
[7] Kata ‘maksiat’ berasal dari bahasa Arab, “معصية.”
[8] Mungkin kalimat, “Dan merobek pakaiannya dan menaburkan debu pada rambutnya,” yang naskah aslinya, “وجعل الرماد على رأسه,” adalah salah. Memang banyak sejarah yang telah disimpangkan kaum Zindiq. Penulis yakin demikian itu amalan jahiliyyah yang tak mungkin dilakukan oleh Nabi Irmiya (Jeremia) AS.
[9] Mungkin perintah disampaikan melalui lelaki yang pernah mencari, merawat, dan menyantuni, di saat dia sakit; wallahu a’lam.


[11] Dalam Tajul-‘Urus dijelaskan: روى عن جبير بن نفير أنه قال : الذي خَدُّوا الأًخدودَ ثلاثَةٌ : تُبَّعٌ صاحِبُ اليَمَن وقُسْطَنْطِينُ ملك الروم حين صرف النَّصارى عن التوحيد ودين المَسيحِ إلى عبادة الصليب . وبخْتنَصَّرُ من أهل بابل حين أَمَر الناسَ بالسّجود إِليه فأَبى دَانيالُ وأَصحابُه فأَلقاهم في النّار فكانت عليهم بَرْداً وسلاماً.

Artinya: Diriwayatkan dari Jubair bin Nufair, “Penguasa yang pernah menyiksa rakyatnya dengan jurang diisi api, ada tiga:
1.       Raja Tubak bernama Dzu Nuwas penguasa wilayah Yaman.
2.       Raja Romawi bernama Qusthanthin, ketika berusaha membelokkan kaum Nashrani dari tauhid, dan dari agama Al-Masih, agar mereka menyembah Salib.
3.       Bukhtunashar dari Babilon (بابل), ketika perintah rakyatnya, agar bersujud padanya; namun Danial dan sahabat-sahabatnya menolak, hinggaa akhirnya dimasukkan kedalam api. Namun api tersebut menjadi dingin dan aman baginya.“

Jubair bin Nufair termasuk tabi’iin, murid beberapa sahabat Nabi SAW: Abu Bakr, Umar, Abu Dzarr, Khalid bin Al-Walid, ‘Ubaidah dan Yazid bin Al-Akhnas As-Sulami RA. Islamnya Yazid bin Al-Akhnas As-Sulami, mendampakkan seluruh keluarganya Islam. Keluarganya yang bersikeras tidak mau masuk Islam, hanya seorang wanita. Menanggapi hal itu Allah menurunkan ayat “وَلا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ.” [Al-Mumtachanah 10].

Artinya: Dan jangan memegang tali-tali-kaum-kafir. Maksudnya, “Jangan kau pertahankan ikatan-tali-pernikahan dengan kaum-kafir.”
Riwayat ini menunjukkan bahwa Yazid bin Al-Akhnas As-Sulami, masuk Islam di masa akhir hayat Nabi SAW. Karena ayat ini diturunkan relatif lama setelah Perang Badar, yaitu bulan Dzul-Qa’dah tahun tujuh Hijrah.

Jubair bin Nufair pula yang pernah meriwayatkan, “كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك.”
Artinya, “Konon di Hari Raya, ketika sebagian para sahabat Rasulillah SAW, bertemu pada sebagian,  sama berkata “Taqabbalallaahu minnaa wa minka.” [Fatchul-Bari].

Dalam Tajul-’Urus dijelaskan, “ومِنْهُ حَدِيثُ دَانيَال عَلَيْه السّلام حِينَ أُلْقِىَ في الجُبِّ وأُلْقِى عَلَيْه السِّباعُ فجَعَلْنَ يَلْحَسْنَه ويُبَصْبِصْنَ إِلَيْه.” 

Artinya: Sebagian dari contoh penggunaan lafal tersebut ialah Hadits yang menjelaskan tentang Nabi Danial AS (berenam) yang saat itu dimasukkan jurang bersama binatang-binatang buas. Ternyata binatang-binatang buas tersebut justru يُبَصْبِصْنَ  (yubashbishna) mengibas-ngibaskan ekor dan menjilati dia AS.

Diperkirakan sebelum atau setelah itu, dia berenam dibakar namun selamat.

0 komentar:

Posting Komentar