Khalid berteriak keras, “Teman-teman! Serang musuh-musuh itu!
Pertolongan dari Tuhan langit telah datang!.”
Lalu dia dan pasukannya menyerang dengan ganas sekali.
Tadinya, Watsilah bin Al-Asqa’ tergolong pasukan Abdullah bin
Ja’far yang telah lemas dan berputus asa. Tiba-tiba dia dan teman-temannya
melihat Khalid dan pasukan berkudanya, muncul untuk membantu. Serangan Khalid
dan pasukannya ganas ‘mematikan’.
Mulai sejak serangan dimulai, hingga waktu isyak, mereka
mengamuk dan menggila. Pasukan Romawi tewas berserakan, yang lain
bercerai-berai ‘berlari’ ketakutan.
Yang paling ganas serangan Khalid, membuat pasukan Romawi berlarian menjauh, bagai ombak dari tengah laut, lari ke pantai. Hal itu, mempermudahkan
pasukannya ‘membunuh dan menangkap’.
Abu Dzarr, Dhirar bin Al-Azwar, dan Al-Musayyab bin Najiyah
Al-Fazari, termasuk kaum yang kegigihannya dalam berperang ‘paling menonjol’.
Merekalah yang telah berjasa ‘menggerakkan pasukan’, untuk melancarkan serangan.
Mereka pula yang mengamuk dan membunuh lawan, secara besar-besaran.
Di gelapnya malam itu, Dhirar terkejut, karena melihat dua
pergelangan tangan Abdullah bin Ja’far ‘berlumuran darah’.
Dhirar menghibur, “Allah pasti akan membalas kau hai putra paman
Rasulillah! Demi Allah dendam ayahmu telah terbalas, dan kau telah puas!.”
Abdullah bertanya, “Siapa yang berbicara padaku? Di malam yang
gelap ini?.”
Dhirar diam tidak segera menerangkan jati dirinya.
Setelah dijawab, “Saya Dhirar sahabat Rasulillah SAW”, Abdullah
merasa senang, dan berkata, “Selamat atas kedatanganmu! Ayo bantu kami!.”
Kedatangan Khalid dan pasukannya yang ganas sekali, sangat
berpengaruh dalam peperangan itu. Khalid mensyukuri perjuangan Abdullah bin
Unais, “Semoga Allah membalas kau dengan seindah-indah balasan.”
Abdullah
bin Ja’far berkata, “Hai Dhirar! Pasukan elit dan para bathriq Romawi berada di
perumahan itu, melindungi putri penguasa Tharabulus
(طرابُلُس) yang sedang menikah.
Mereka membawa harta kekayaan yang sangat banyak, namun dijaga ketat oleh
pasukan yang ganas. Kalau kau sanggup menyerang bersamaku, akan saya antar ke
sana.”
Dhirar menjawab, “Mana mereka?!.”
Adullah berkata, “Amatilah itu di sana!.”
Bathriq Tharabulus mengomando pasukan elit, untuk menjaga
putrinya yang sedang menjalani upacara pengantin. Sejumlah obor berkobar-kobar
menerangi mereka, dan Salib-Salib gemerlapan. Di situlah pertahanan mereka yang
paling kuat, seakan-akan tak mungkin bisa ditembus.
Dhirar berkata, “Semoga Allah menunjukkan kau pada kebaikan!
Engkau telah menunjukkan saya! Saya akan menyerang mereka bersamamu.”
Abdullah menyerang mereka dengan garang. Dhirar bin Al-Azwar
juga menyerang dengan ganas. Mendesak hingga mereka mundur ke belakang.
Bathriq Tharabulus maju ke depan ‘menakukan’. Dia meneriakkan
kalimat kafir, lalu menyerang dengan garang, dengan pedang. Dhirar menyambut
serangannya yang membahayakan.
Perkelahian mematikan dengan senjata, berlangsung seru. Dhirar
grogi melihat musuhnya lebih besar dan lebih tinggi, serangannya ganas sekali.
Kecepatan gerak pedang dan kokohnya tangkisan perisai, menunjukkan kekuatan bathriq
Tharabulus sempurna. Dhirar dan sang bathriq bertempur menggila, di atas kuda.
Dhirar sendirian, di pertengahan pasukan Romawi, bertempur
melawan sang bathriq.
Beberapa pasukan berlari cepat, membantu Tharabulus. Tiba-tiba Dhirar
meloncatkan kudanya, menghindari serangan serempak mereka.
Di dalam gelap, seorang Romawi menyodorkan kayu untuk menjegal
kuda, dan agar Dhirar terlempar. “Prak! Grubyuk!” Dhirar terlempar, lalu
bangkit berdiri secepat-cepatnya, untuk menaiki kudanya yang ternyata belum
berdiri.
Dhirar siaga penuh dengan pedang dan perisainya, untuk melawan
sejumlah pasukan yang berdatangan. Untuk melancarkan serangan berbahaya.
Dari atas kuda, Tharabulus melemparkan tongkat. Dhirar
menghindari lalu bergerak cepat, menyerang. Dua kaki kuda Tharabulus dipukul, hingga
kuda sempoyongan. Mata kuda dipukul, “Prak! Prak” Hingga kuda itu roboh ke
tanah bersama pengendaranya. “Grubyuk.”
Bathriq Tharabulus kesulitan berdiri karena terhalang oleh tali
yang pengait pada pelana kudanya. Dhirar sontak menyerang, sebelum pasukan elit
datang membantu sang bathriq. Pedang Dhirar yang ditebaskan, “Crang” Tak mampu
memotong leher sang bathriq, karena terhalang anyaman besi pelindung leher.
Dhirar menarik agar sang bathriq terjun ke bawah.
Dhirar terjun untuk mengikuti sang bathriq di bawah. Lalu
menindih sang bathriq yang terlentang. Lalu menghunus dan menusukkan belati made in Yaman pada leher, setelah anyaman besi pelindung
leher disingkapkan. Bathriq Tharabulus tewas.
Dhirar bergerak cepat, merampas dan mengendarai kuda Tharabulus, yang telah berdiri. Kuda itulah
yang paling gagah, gemerlapan oleh banyaknya perhiasan: emas, perak, dan
batu-batu mulia yang sangat mahal. [1]
Dhirar memacu kuda dan bertakbir, lalu menyerang dan
mencerai-beraikan kaum musyrik. Abdullah telah menguasai perumahan Abu-Quds dan
seluruh orang, maupun barang-barang yang di dalamnya.
Walau begitu Abdullah dan teman-temannya tidak mengambil
barang-barang itu, karena menunggu Khalid datang.
Khalid sedang mengejar pasukan Romawi yang berlari menuju sungai
sangat luas lagi dalam, di pinggir kota Tharabulus. Khalid berhenti di situ;
sebagian pasukannya pulang.
Perumahan Abul-Quds tempat upacara pengantin, telah dikuasai
sepenuhnya. Harta kekayaan yang dijarah banyak sekali. Barang-barang pasar
tiban yang ditinggalkan oleh pemiliknya, juga disita.
Malam itu pasukan Muslimiin senang sekali, karena mendapatkan
barang-barang berharga, dan bermacam-macam makanan.
Pengantin wanita cantik rupawan, diiringi oleh 40 dayang-dayang,
berpakain mewah gemerlapan, disuruh keluar dari rumah mewah itu. Harta kekayaan
di dalam rumah dikumpulkan, dimuatkan pada kuda-kuda jantan, keledai, dan
himar.
Yang paling penting untuk dicatat dalam penaklukan kota
Abul-Quds adalah:
2.
Abdullah
bin Unais ‘penghubung’ pasukan tempur, dengan Panglima Abu Ubaidah.
3.
Khalid
bin Al-Walid sebagai komandan bala bantuan, yang menentukan kemenangan.
Dalam keadaan luka parah, Khalid mendekat untuk memanggil rahib
di atas rumah: “Hai rahib!.”
Dua kali dipanggil oleh Khalid, namun rahib tak mau nongol,
sehingga Khalid memukul-mukul rumahnya. Wajah rahib muncul dari cendela untuk
berkata, “Kau mau apa? Demi kebenaran Al-Masih, Penguasa langit biru pasti akan
menuntutmu mengenai darah orang-orang yang telah kalian bunuh itu.”
Khalid menggertak, “Bagaimana mungkin akan menuntut kami? Padahal
Allah telah perintah agar kami memerangi kalian dan menjanjikan pahala? Demi Allah kalau Rasulillah SAW tidak melarang kami, pasti tempat peribadatanmu telah
saya rusak! Dan kau telah saya bunuh dengan cara paling kejam.”
Rahib diam tidak menjawab.
Khalid, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Unais, dan pasukan
semuanya, pulang membawa kekayaan, menuju Damaskus. Meski sangat lelah dan
merasakan perih, tetapi mereka sangat berbahagia. Tawanan yang paling menarik
dalam arak-arakan panjang itu, putri bathriq Tharabulus yang baru saja menjadi
pengantin.
Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia
ثم وثب ضرار وملك
جواد عدو الله واستوى في سرجه وكان على الجواد كثيرا من الذهب والفضة والفصوص التي
تساوي ثمنا كثيرا.
0 komentar:
Posting Komentar