Khalid membagi pasukan menjadi empat golongan. Satu golongan 1.000
orang, dipimpin oleh Dhirar. Golongan kedua juga 1.000 orang, dipimpin oleh
Rafi’ bin Umairoh. Golongan ketiga juga 1.000 orang, dipimpin oleh
Abdur Rohman bin Abi Bakr As-Shiddiq. Sisanya dijadikan satu golongan, dipimpin
oleh Khalid bin Al-Walid.
Khalid perintah, “Ayo berangkat! Agar mendapatkan Barokah Allah!
Jangan menyerang mereka bersama-sama! Pastikan golongan yang digiring menuju
mereka oleh komandannya, tidak disusul oleh golongan lainnya, sebelum satu jam
setelahnya!.”
Semua segera berkumpul pada golongannya masing-masing. Rombongan
pertama bergerak mendaki gunung, lalu turun menuju tujuan.
Satu jam selanjutnya, rombongan yang kedua menyusul.
Rombongan ketiga menyusul satu jam setelahnya.
Rombongan keempat menyusul terakhir, tetapi berjalan lebih
cepat.
Saking senangnya saat mereka memasuki hutan yang sangat subur,
Khalid berkata dengan keras, “Seranglah Musuh-Musuh Allah! Jangan hanya
memperhatikan rampasan atau indahnya alam ini! Karena semuanya in syaa
Allah akan menjadi milik kalian.”
Rombongan Tuma yang berjumlah banyak sekali itu terkejut, saat
melihat pasukan berkuda datang mendekati. Khalid dan rombongannya akhirnya
berada di rombongan terdepan. Rombongan Tuma sama menghunus pedang dan menaiki
kuda mereka. Dan berkata, “Jumlah mereka hanya sedikit. Al-Masih akan
menggiring mereka menjadi taklukan kita, dan harta mereka akan segera kita
miliki.”
Kaum Tuma bergegas menyerang, karena menyangka pasukan Muslimiin
hanya sedikit. Tidak tahu bahwa di belakang masih ada tigaribu pasukan. Dalam
peperangan yang berkecamuk dengan sengit itu, Tuma terkejut oleh kehadiran
Dhirar bin Al-Azwar dan 1.000 pasukannya.
Mereka terkejut lagi karena Rafi’ bin Umairoh juga muncul
membawa 1.000 pasukan berkuda.
Mereka makin takut ketika menyaksikan Abdur Rohman dan pasukan berkudanya, juga muncul dari hutan.
Ucapan ‘laa Ilaaha illaa Allah Muhammad Rasul Allah’ dikumandangkan
dengan serempak. Dan pertempuran yang tadinya seru kini berubah goyah. Sebagaian
pasukan Romawi lari menyelamatkan diri dan harta mereka.
Harbis takut saat melihat pasukan Muslimiin yang turun dari atas
makin banyak. Dengan keras, dia menyeru, “Seranglah mereka untuk menyelamatkan
binatang-ternak kalian! Mereka kaum yang tidak memiliki siasat perang!
Hancurkan sebelum semua datang kemari!.”
Pasukan Harbis melancarkan serangan ganas sekali. Pasukan
Muslimiin menyambut dengan sangat gigih. Hiruk-pikuk, dentingan pedang,
dentangan perisai, teriakan dan gertakan, bersaut-sautan sehingga bising
sekali.
Lautan pasukan Romawi itu kini menjadi dua bagian. Ada yang
dipimpin oleh Tuma, ada yang dipimpin oleh Harbis.
Khalid menghadapi dan menyerang Tuma yang membawahi 500 pasukan
pilihan. Seorang Romawi mengangkat Salib emas yang empat sudutnya bermata
berlian gemerlapan, ke atas kepala Tuma.
Khalid menggertak, “Hai Musuh Allah! Kalian menyangka bisa
melepaskan diri dari kami? Padahal Allah Ta’ala melipat negeri-negeri
untuk kami miliki?!.”
Tuma yang mata kanannya telah dibutakan oleh istri Aban, terkejut
kesakitan dan kegelapan. Karena buta total oleh tusukan pedang Khalid. Tahu-tahu
dirinya jatuh terpental dari kuda karena tusukan pedang Khalid pada matanya
terlalu kuat.
Pasukan elit Tuma dilawan oleh pasukan Muslimiin. Tuma terlempar
ke tanah dan berteriak kesakitan. Abdur Rohman terjun dari kuda dan bergerak cepat, menduduki dada dan memotong leher Tuma. Lalu mengangkat kepala itu
keatas, sambil berteriak, “Demi Allah! Sungguh Allah telah membunuh Tuma
laknat! Sekarang carilah Harbis!.”
Pasukan Arab berbahagia, karena Tuma raja Damaskus telah tewas.
Rafi’ bin Umairoh memimpin pasukan Muslimiin sebelah kanan. Dia melihat seorang
berkuda berbusana model Romawi, berlari mendekati sejumlah wanita Romawi.
Lelaki bernama Yunus itu menangkap istri yang dicintai, yang justru menyerang.
Yunus berkelahi dengan istrinya yang telah menjadi biarawati. Sesekali istrinya
memukul, namun akhirnya dibanting ke tanah.
Dengan kudanya, Rafi’ mendekat untuk menolong. Namun Yunus
justru berlari naik ke atas gunung, mengejar sepuluh wanita Romawi yang telah
melemparkan batu ke arah Rafi’. Dari sepuluh wanita yang berada di atas gunung
itu, ternyata ada yang cantik sekali. Busananya sutra Dibaj gemerlapan
indah, menambah kecantikannya.
Tiba-tiba ada batu besar terjun dari atas, memukul kepala kuda
Rafi’. Kuda Rafi’ yang pernah dikendarai di dalam Perang Yamamah itu, kepalanya
pecah dan tewas, karena terbentur batu besar.
Rofi’ berlari ke atas mengejar wanita cantik yang berlari cepat
bagaikan kijang. Di belakang wanita itu, sejumlah wanita yang juga berlari
terbirit-birit. Hampir saja para wania itu dibunuh, namun akhirnya Rafi’
memilih mengejar wanita cantik berbusana indah mewah, yang telah membunuh
kudanya. Pedang Rafi’ telah diayunkan, namun wanita itu memohon, “Ampun, ampun!”
Tubuhnya bergetar ketakutan.
Rafi’ menyarungkan pedang lalu menangkap perempuan itu. Busana
dan mahkota wanita itu sangat indah, membuat Rafi’ bergetar dan terkesima.
Perempuan bermahkota gemerlapan itu ditangkap. Lalu diikat mulai pergelangan
tangan hingga dekat belikat.
Rafi’ mengambil dan mengendarai kuda rampasan dari pasukan
Romawi. Bibirnya begumam, “Demi Allah saya akan berjalan ke sana untuk melihat
Yunus.”
Ternyata Yunus telah menangkap istrinya yang berlumuran darah.
Yunus menangis sedih, karena istrinya tidak mau diajak masuk Islam.
Pada wanita itu, Rafi’ perintah, “Islamlah!.”
Dia menangis dan menjawab, “Tidak! Demi kebenaran Al-Masih! Saya
dan kalian takkan berkumpul menjadi satu.”
Belati di tangannya diayunkan cepat sekali, untuk bunuh diri.
“Cres!.”
Dia kelojotan sakarat, darahnya menyembur. Lalu lemas dan tewas.
Pada Yunus, Rafi’ menghibur, “Sungguh Allah azza wa
jalla akan memberi kau ganti yang lebih cantik dari pada dia. Lihatlah
wanita berbusana sutra dan bermahkota yang kutawan ini. Kecantikan dia sempurna
bagaikan bulan purnama. Ambillah sebagai ganti istrimu.”
Yunus terkejut dan bertanya, “Mana orangnya?.”
Rafi’ menjawab, “Yang saya bawa ini.”
Semakin mengamati, mata Yunus semakin terbelalak karena takjub,
pada perhiasan, keindahan, dan kecantikannya.
Yunus bertanya pada wanita itu dengan bahasa Romawi.
Dia menjawab sambil menangis sedih. Air mata membasahi pipinya
yang halus mulus nan indah.
Pada Rafi’, Yunus menoleh dan bertanya, “Tak tahukah kau siapa
dia?.”
Rafi’ menjawab, “Tidak.”
Yunus berkata, “Inilah putri Raja Hiraqla istri Tuma. Tidak
mungkin saya memperistri orang secantik dia. Dipastikan Raja Hiraqla mencari
untuk menebus dia dengan harta kekayaannya.”
0 komentar:
Posting Komentar