Setiap habis mengimami sholat subuh, Abu Bakr RA keluar dari Masjid, untuk melihat-lihat keadaan alam sekitarnya. Beliau terkejut oleh datangnya Abdur Rohman bin Chumaid.
Sejumlah jamaah menyambut kedatangannya, sambil bertanya, “Kau datang dari mana?.”
Sejumlah jamaah menyambut kedatangannya, sambil bertanya, “Kau datang dari mana?.”
Abdur Rohman menjawab, “Dari kota Syam. Sungguh Allah telah
menolong kaum Muslimiin di sana.”
Sontak Abu Bakr bersujud karena bersyukur.
Abdur Rohman mendekat dan berkata, “Ya Khalifah Rasulillah!
Angkatlah kepala baginda. Sungguh Allah telah membuat baginda berbahagia. Allah
telah memberi Pertolongan dan Kemenangan pada kaum Muslimiin.”
Abu Bakr mengangkat kepala, lalu meraih dan membaca surat, tanpa
bersuara. Setelah memahami isinya, dia membaca lagi dengan keras, agar kaum
Muslimiin mendengar.
Jamaah berdatangan semakin banyak, ingin mendengarkan.
Berita baik itu segera tersebar di kota Madinah dan sekitarnya.
Kaum Muslimiin berjumlah banyak sekali, mengalir menuju Madinah,
ingin mendengar langsung ‘Pembacaan Surat Khalid’ dari Syam. Pembacaan yang ini
didengar oleh jamaah sangat banyak, dari:
·
Makkah.
·
Chijaz.
·
Dan Yaman.
Mereka ingin lebih yakin bahwa Allah benar-benar ‘Memberi Kemenangan’ untuk mereka. Dan memberi ‘Rampasan perang’ dalam jumlah sangat banyak.
Hari-hari selanjutnya kaum Muslimiin ingin bergabung berjihad
menuju Syam. Rasanya ingin sekali mendapat kemenangan dan pahala seperti
mereka.
Penduduk Makkah yang berdatangan ke Madinah semakin banyak, mengalir
bagaikan sungai. Bahkan tokoh-tokoh mereka tak ketinggalan. Mereka berkendaraan
kuda, membawa panah, dan peralatan lainnya.
Di rombongan paling depan ada tokoh besar bernama Abu Sufyan dan Ghidaq bin Wa’il.
Di rombongan paling depan ada tokoh besar bernama Abu Sufyan dan Ghidaq bin Wa’il.
Sesampai di Madinah, mereka menemui Abu Bakr RA, agar diberi ‘Ijin
Bergabung’ perang ke kota Syam. Namun Umar RA tidak memberi ijin pada mereka.
Pada Abu Bakr, dia berkata, “Orang-orang yang belum bisa mengatasi dendam-kesumat, jangan baginda beri idzin! Segala puji bagi Allah yang Kalimat-Nya sangat tinggi. Sedang kalimat kaum Musyrikiin sangat rendah. Mereka ingin memadamkan Nur Allah dengan mulut. Namun Allah bertekat menyempurnakan Nur-Nya. Oleh karena itu kita meyakini tiada penakluk selain Allah. Ketika Allah telah menjayakan Agama dan memperkuat Syari’at kita; mereka masuk Islam, karena takut pedang. Setelah mereka mendengar berita ‘Pasukan Allah Menaklukkan’ kaum Romawi yang mereka anggap dahsyat, mereka datang pada kita, untuk minta diperintah berperang. Agar mendapatkan bagian yang sama dengan orang-orang yang telah mendahului. Yang benar kita ‘tidak boleh’ menempatkan mereka ini, di dekat mereka.”
Pada Abu Bakr, dia berkata, “Orang-orang yang belum bisa mengatasi dendam-kesumat, jangan baginda beri idzin! Segala puji bagi Allah yang Kalimat-Nya sangat tinggi. Sedang kalimat kaum Musyrikiin sangat rendah. Mereka ingin memadamkan Nur Allah dengan mulut. Namun Allah bertekat menyempurnakan Nur-Nya. Oleh karena itu kita meyakini tiada penakluk selain Allah. Ketika Allah telah menjayakan Agama dan memperkuat Syari’at kita; mereka masuk Islam, karena takut pedang. Setelah mereka mendengar berita ‘Pasukan Allah Menaklukkan’ kaum Romawi yang mereka anggap dahsyat, mereka datang pada kita, untuk minta diperintah berperang. Agar mendapatkan bagian yang sama dengan orang-orang yang telah mendahului. Yang benar kita ‘tidak boleh’ menempatkan mereka ini, di dekat mereka.”
Abu Bakr menjawab, “Saya takkan menyelisihi maupun menentang
kemauan kau.”
Dalam waktu cepat ‘ucapan Umar RA’ sampai ke telinga penduduk
Makkah. Mereka merasa tersinggung, sehingga harus datang ke Madinah
bebodong-bondong. Mereka sengaja akan menemui Abu Bakr RA yang sedang di dalam
Masjid, dikerumuni Jamaah Muslimiin.
Di dalam Masjid yang dipenuhi oleh kaum Muslimiin itu, suaranya
sangat riuh bagaikan suara hujan lebat. Pembicaraan mereka berkisar ‘kemenangan
yang dianugrahkan’ atas mereka. Umar di sebelah kiri Abu Bakr RA; Ali di
sebelah kanan.
Mereka bersikeras, ingin menghadap Abu Bakr.
Setelah salam dijawab, mereka duduk di hadapan Abu Bakr RA. Mereka berembuk sejenak mengenai ‘yang akan mewakili’ mereka berbicara. Ternyata Abu Sufyan yang mengawali berbicara. Pembicaraan dialamatkan pada Umar, “Hai Umar! Di zaman Jahiliah dulu, kau kami benci! Setelah Allah memberi kami Hidayah, kami menumpas kebencian kami padamu, karena Iman memberantas syirik! Namun kenapa ‘kau kini’ membuat kami marah!? Sebetulnya apa yang mendorong kau memusuhi dan menyingkirkan kami ini? Hai putra Khotthob?! Apa kau belum mencuci dendam dalam hatimu?! Kami semua menyadari bahwa kau lebih utama, dan lebih duluan beriman dan berjihad! Kami juga tahu kedudukan kau yang sangat tinggi!.”
Setelah salam dijawab, mereka duduk di hadapan Abu Bakr RA. Mereka berembuk sejenak mengenai ‘yang akan mewakili’ mereka berbicara. Ternyata Abu Sufyan yang mengawali berbicara. Pembicaraan dialamatkan pada Umar, “Hai Umar! Di zaman Jahiliah dulu, kau kami benci! Setelah Allah memberi kami Hidayah, kami menumpas kebencian kami padamu, karena Iman memberantas syirik! Namun kenapa ‘kau kini’ membuat kami marah!? Sebetulnya apa yang mendorong kau memusuhi dan menyingkirkan kami ini? Hai putra Khotthob?! Apa kau belum mencuci dendam dalam hatimu?! Kami semua menyadari bahwa kau lebih utama, dan lebih duluan beriman dan berjihad! Kami juga tahu kedudukan kau yang sangat tinggi!.”
Umar RA diam tidak menjawab, karena malu.
Tekat mereka telah bulat, ingin bergabung berjuang ke negeri
Syam.
Suara Abu Sufyan menarik perhatian, “Sungguh saya mempersaksikan pada kalian bahwa, saya bertekat berjihad di Jalan Allah.”
Suara Abu Sufyan menarik perhatian, “Sungguh saya mempersaksikan pada kalian bahwa, saya bertekat berjihad di Jalan Allah.”
Tak lama kemudian, sejumlah tokoh juga menyatakan, “Saya juga
begitu!” Bersaut-sautan.
Suara Abu Bakr RA sangat berwibawa dan sejuk: “Ya Allah! Sampaikanlah
mereka pada lebih utama yang mereka inginkan! Dan berilah pahala yang mereka
amalkan dengan baik! Berilah mereka ini kemampuan menaklukkan lawan! Jangan kau
beri kesempatan pada musuh, untuk menaklukkan mereka! Sungguh Engkau Maha Kuasa
atas segala sesuatu.”
Banyak hadirin yang mata mereka berkaca-kaca, karena doa yang
diucapkan sejuk, bagai air sorgawi. Betapa nikmatnya ‘mendengar pimpinan
mendoakan’ kaumnya, dengan tulus.
0 komentar:
Posting Komentar