Termasuk tempat teragung bagi kaum Nashrani saat itu, ‘istana’
Raja Hiraqla. Yang dipergunakan berkhotbah oleh Wardan, untuk para bathriq,
juga termasuk tempat teragung. Tidak semua orang bisa memasuki dua tempat itu.
Sudah berkali-kali kaum Nashrani menderita kekalahan. Kekalahan
yang ini benar-benar membuat terhina, karena yang mengalahkan, kaum yang
dianggap remeh. Khotbah yang disampaikan oleh sang Wardan, membuat hampir semua
hadirin menangis.
Hiruk-pikuk dan celoteh kebanyakan hadirin, berkisar, “Semangat perjuangan” Yang harus ditingkatkan lagi.
Hiruk-pikuk dan celoteh kebanyakan hadirin, berkisar, “Semangat perjuangan” Yang harus ditingkatkan lagi.
Dengan menangis, beberapa orang berkata, “Sebaiknya seluruh umat
Nashrani kita gerakkan, agar menyerang bersama-sama, dengan anak panah. Agar
bisa menyerang mereka dari jauh.”
Yang lebih diperhatikan oleh hadirin, ucapan, “Ya Tuan Wardan!Tuan telah mendapat ujian berat! Kaum yang kita hadapi tidak bisa ditaklukkan.
Saya sendiri telah menyaksikan ‘seorang’ dari mereka menyerang pasukan kita,
dengan membabi-buta. Tidak ada satu pun dari mereka ‘yang mundur’, meskipun
harus mati. Yang membuat mereka bersemangat di dalam perang, karena nabi mereka
berkata ‘jika dari kalian ada yang gugur, maka masuk surga. Jika
musuh gugur maka masuk neraka’. Selain itu bagi mereka, mati dan hidup
‘sama saja’. Menurut saya, jalan paling tepat ‘menipu panglima’ mereka, untuk
kita bunuh. Jika dia telah kita bunuh, pasti mereka akan lari ketakutan. Tapi
hal ini tak mungkin terjadi kecuali dengan siasat yang tepat.”
Hampir seluruh majlis kagum terhadap pendapat yang diutarakan.
Wardan bertanya, “Bagaimana cara bersiasat ‘menipu’ panglima
mereka?.”
Sang bathriq menjawab, “Agar Tuan bisa bertemu panglima Arab
dengan aman, pilihlah 10 pasukan elit agar mendampingi Tuan. Mereka harus
bersembunyi, untuk mengawasi ‘saat Tuan’ muncul. Pada saat Tuan bebicara dengan
dia itulah ‘Tuan menyerang’ dia, dan pasukan elit muncul, untuk membantu Tuan.
Tugas mereka selanjutnya memotong-motong tubuhnya. Dengan itulah Tuan mengatasi
dia, dan kaum dia akan lari ketakutan, karena kehilangan pemimpin.”
Wardan menyimak ucapan sang bathrik dengan serius, lalu
tersenyum bahagia dan berkata, “Ini idea yang tepat! Usulanmu tepat sekali!
Hanya siasat ini harus dilaksanakan pada pertengahan malam! Sebelum subuh, kita
harus telah selesai ‘membunuh’ dia.”
Wardan perintah pada seorang Arab yang telah menjadi rakyatnya,
agar datang manghadap. Lelaki bernama Dawud itu dirayu, “Hai Dawud! Saya tahu
kau pandai berbahasa Arab. Saya ingin kau melaksanakan keinginanku:
‘Beritahulah kaum Arab itu, agar menghentikan peperangan dengan
kita! Katakan pula bahwa besok pagi, ‘jangan menyerang’ kita, sebelum saya
mengadakan pembicaraan, dengan panglima perang mereka! Dalam pembicaraan itu, saya
akan berupaya damai dengan mereka’.”
Dawud berkata, “Tuan akan celaka karena menentang perintah raja.
Raja Hiraqla perintah agar tuan memerangi mereka, namun tuan justru akan
berdamai dengan mereka? Raja pasti akan menilai tuan sebagai orang yang tidak
taat. Selain itu sampai kapanpun saya takkan menyampaikan ‘pernyataan’ itu,
pada orang yang Tuan maksud. Karena Raja Hiraqla pasti akan menganggap saya
sebagai penyebab perdamain ini, hingga akhirnya pasti saya akan dibunuh.”
Wardan berkata, “Kamu jangan bodoh! Ini hanya upaya agar saya
dapat berbicara dan ‘membunuh dia!’ Setelah itu, pasti kaumnya akan berlarian
ketakutan, karena pimpinan mereka telah tewas!.”
Wardan menyampaikan semua rencana dan siasatnya, pada Dawud
sebagai rakyat yang taat.
Dawud menjawab, “Orang curang selamanya hina. Seranglah mereka
dengan pasukan Tuan, dan batalkanlah rencana hina itu.”
Dawud terkejut dan ketakutan karena digertak, “Kamu telah
menentang perintahku! Jangan banyak alasan! Laksanakan!.”
Dawud semakin takut ketika melihat wajah dan mata Wardan merah
karena marah.
Dawud menjawab, “Ya ya, akan saya laksanakan dengan senang” Lalu
bergegas pergi.
Setelah jauh, dia menggerutu, “Pantesan, putranya saja telah
terbunuh.”
Ketika telah mendekati kaum Muslimiin, Dawud berteriak
sekeras-kerasnya, “Hai kaum Arab! Hentikanlah peperangan dan pertumpahan darah!
Karena ini akan diurus oleh Allah besok! Saya ingin menemui panglaima Arab! Untuk
menyampaikan pesan penting.”
Dawud terkejut, karena sebelum menyelesaikan rangkain ucapannya,
tahu-tahu Khalid telah keluar untuk mendekati.
Dawud berkata, “Hai orang Arab! Jangan marah dulu! Saya datang
kemari bukan untuk melawan. Saya hanya utusan.”
Khalid mendekati Dawud. Suara berwibawa keluar dari mulut Khalid,
“Jelaskan apa maksudmu! Dan jujurlah agar selamat! Kalau jujur akan selamat,
kalau bohong pasti celaka!.”
Dawud berkata, “Kau benar hai orang Arab. Panglima perang kami
bernama Wardan ‘benci pertumpahan darah’, dan mengakui kehebatan kalian. Dia
sudah tidak mau lagi berperang dengan kalian, karena jumlah tentaranya yang
gugur telah banyak sekali. Dia akan menyerahkan harta pada kalian, untuk
menghentikan pertumpahan darah. Tetapi surat perjanjian ini akan ditulis dan
disaksikan oleh tokoh-tokoh kalian. Dalam perundingan itu nanti, kau tidak
boleh ditemani seorang pun. Demikian pula Tuan Wardan. Jika kau menyetujui
rencana ini, sekarang juga saya tunggu jawabannya. Ada lagi yang belum saya
sampaikan: Hentikan serangan hingga waktu subuh! Di waktu subuh itulah Tuan
diharapkan, tanpa pengawal, menemui Tuan Wardan. Karena ketika itu beliau juga
sendirian. Saat itulah kaum kami dan kaum kalian, menunggu keputusan Tuan dan
Tuan Wardan. Ini sebagai upaya agar pertumpahan darah berhenti.”
Khalid menjawab, “Kalau perkataan pimpinan kalian hanya sebagai
siasat dan tipu-muslihat, maka sebelumnya kami sudah mempersiapkan
penanganannya! Jangan menipu orang seperti kami! Tapi kalau memang dia ingin
menipu saya! Berarti ajal kematiannya akan segera tiba! Dan kalian juga akan
segera kami habisi! Kalau dia benar-benar ingin damai, saya ‘takkan mau!’
Kecuali jika dia mau membayarkan pajak untuk kaumnya, pada kami! Terus terang ‘mengenai
harta’, hanya dengan cara seperti itu yang akan saya terima! Kalau kalian
bersikeras, kami akan segera merampas harta dan negeri kalian!.”
Khalid dan rangkaian ucapannya membuat ketakutan, hingga Dawud
bergetar ketika menjawab, “Percayalah, yang akan terjadi yang telah saya
tuturkan. Jika Tuan nanti menyetujui, berarti kita akan damai. Sekarang saya
akan pulang, untuk melaporkan jawaban Tuan.”
Dawud menoleh untuk pulang. Perasaannya sangat takut pada
Khalid. Ketakutan yang berlebihan, membuat seluruh tubuhnya bergetar. Hatinya
berkata, “Demi Allah, panglima perang Arab benar. Yang akan pertama kali tewas
adalah Wardan, setelah itu kami semua. Sebaiknya saya berterus terang pada dia
saja, agar dia menjamin ‘aman’ pada saya dan ahli saya.”
0 komentar:
Posting Komentar