Meskipun 200 pasukan Muslimiin ditawan oleh lawan, tetapi
pasukan yang membawa rampasan perang selamat sampai Madinah.
Banyak orang menangis karena rombongan yang datang, melaporkan musibah yang menimpa kaum
Muslimiin, pada Umar RA.
Tak lama kemudian Masjid
dipenuhi oleh kaum Muslimiin.
Rabach pimpinan rombongan memasuki Masjid untuk mengucapkan
salam pada Rasulallah dan Abu Bakr, di dalam kubur. Lalu shalat dua rakaat.
Rabach datang untuk bersalaman dan mencium tangan Umar, lalu
menyerahkan surat Abu Ubaidah RA.
Umar membaca di hadapan kaum Muslimiin. Setelah surat selesai
dibaca, Masjid dipenuhi suara tahlil, takbir dan shalawat untuk nabi SAW, menggemuruh.
Umar menerima 1/5 rampasan perang kiriman dari Abu Ubaidah, lalu
menulis surat balasan. Surat yang diantar oleh Rabach itu berisi perintah agar
Abu Ubaidah segera pergi ke Anthakiyah.
Setelah surat diterima, Abu Ubaidah segera berangkat ke
Anthakiyah.
Di tempat yang beda,
Yuqana dan Jabalah dikawal oleh pasukan berjumlah banyak sekali menuju
Anthakiyah, membawa putri Hirqla.
Seorang memacu kuda dengan kecepatan tinggi
menghadap Hirqla, untuk melaporkan bahwa rombongan putrinya akan segera tiba,
bersama Yuqana yang membawa 200 tawanan perang dari Arab.
Hiraqla akan merayakan kedatangan putrinya dengan besar-besaran.
Seluruh kerajaan dan kotanya dihias agar semarak. Para pedagang dipersilahkan menggelar
dagangan. Hari itu semua rakyatnya bergembira, terutama kaum fakir. Karena mendapatkan hadiah melimpah. Yang paling
membuat mereka bahagia, ketika menyaksikan Raja Hiraqla dan kemenakannya berbusana
mewah gemerlapan, bersama para pasukan pengawal.
Upacara agung
itu disaksikan oleh lautan manusia, dengan mata terperangah.
Di depan sang putri, kaum yang paling
diperhatikan oleh Allah dan para malaikat, yakni para sahabat Rasulillah SAW
yang tangan mereka diikat erat, dikerumuni oleh sejumlah bathriq, dicemooh dan
diludahi.
Putri Zaitunah menjadi pusat perhatian lautan manusia, memasuki
Istana Hiraqla.
Para sahabat Rasulillah SAW yang diikat penjadi perhatian Tuhan
Rohman.
Jabalah dan Yuqana
memasuki istana, diiringi oleh sejumlah pengawal.
Para sahabat
Rasulillah SAW didatangkan dengan tangan terikat.
Sejumlah orang kerajaan
berteriak, “Bersujudlah ke lantai! Untuk menghormat Raja yang mulia!.”
Namun para shahabat
itu mengabaikan perintah. Padahal semua pejabat tinggi kerajaan
telah bersujud pada Hiraqla.
Pimpinan pengawal Raja Hiraqla membentak, “Semuanya
agar bersujud pada Raja! Sebagai penghormatan!.”
Dhirar menjawab, “Kami
diharamkan bersujud pada makhluq. Nabi kami SAW melarang demikian!.”
Al-Chakam bin Mazin (الحكم بن مازن) yang saat itu
menjadi pelaku sejarah, berkisah:
Ketika Dhirar dan teman-temannya
dihadapkan pada Hiraqla, Hiraqla bertanya pada mereka tanpa penerjemah. Hiraqla
sengaja membuat para bathriq dan para pengawalnya mendengarkan perkataannya.
Pertanyaan Hiraqla berkisar Saat Nabi SAW Mulai Berjaya. Hiraqla pernah mengumpulkan para bathriq dan pasukan pengawal
untuk menyatakan, “Inilah nabi utusan yang pernah diberitakan oleh Isa bin
Maryam AS. Dialah sahabat waktu yang agamanya apasti akan Berjaya, hingga memenuhi Timur dan Barat.”
Waktu itu Hiraqla akan
memberikan pajak pada nabi SAW. Namun dia justru akan dibunuh oleh para bathriq dan pasukan
pengawal. Mereka reda setelah Hiraqla menjelaskan bahwa tujuannya hanyalah
untuk perdamaian bagi semuanya.
Beberapa orang
terkejut oleh pertanyaan Raja Hiraqla pada Dhirar dan teman-temannya, “Siapa
yang akan menjawab petanyaan saya tentang ilmu?.”
Qais lelaki tua yang
telah lama menjadi sahabat nabi SAW. Dia telah menyaksikan sejumlah Mukjizat, dan telah bergabung dalam sejumlah peperangan SAW. Dia
berkata, “Silahkan Raja menanyakan apa saja.”
Hiraqla bertanya,
“Bagaimanakah Wahyu datang pada nabi kalian?.”
Qais menjawab, “Dulu
pernah ada lelaki Makkah bernama Al-Charits bin Hisyam (الحارث
بن هشام) yang bertanya
tentang ini. Dia bertanya ‘bagaimanakah Wahyu daang pada baginda?’.
Rasulullah SAW
bersabda ‘terkadang Wahyu datang padaku menyerupai suara lonceng. Ini wahyu yang
lebih berat dari lainnya. Malaikat pergi namun saya sudah memahami Wahyu itu. Terkadang malaikat yang datang untuk
memberi wahyu, menjelama lelaki, untuk mengatakan yang saya pahami’.
Qais berkata ‘sungguh
beliau pernah mendapat Wahyu di musim hujan yang sangat dingin. Namun ketika malaikat pergi; pelipisnya
bercucuran keringat’. Awal Wahyu yang diterima oleh Rasulillah SAW berupa mimpi kebenaran
ketika beliau tidur. Mimpi yang datang selalu berbentuk munculnya sinar
subuh. Lalu beliau senang menyendiri di gua Hira (حِرَاء) untuk beribadah
beberapa malam. Akhirnya malaikat datang pada beliau, untuk berkata ‘membacalah!’.
Beliau bersabda ‘saya
sejak dulu tidak bisa membaca’.
Malaikat memeluk erat
padanya hingga beliau capek, lalu melepaskan dan berkata ‘membacalah!’.
Beliau bersabda ‘saya
sejak dulu tidak bisa membaca’.
Malaikat memeluk erat
padanya hingga beliau capek, lalu melepaskan dan berkata ‘membacalah!’.
Beliau bersabda ‘saya
sejak dulu tidak bisa membaca’.