SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

2015/03/31

PS 94: Pembebasan Syam




Dhirar menjawab, “Akan saya laksanakan dengan senang dan sebaik-baiknya.”
Tiap rombongan telah berangkat menuju lokasi yang ditentukan.

Di pagi yang dingin itu, kaum Balbek membuka semua pintu beteng, untuk keluar. Beribu-ribu pasukan mengalir keluar, dipimpin oleh Bathriq Harbis raja mereka, yang di bawah kendali Raja Hiraqla. Mereka mendengarkan Harbis berkata, “Ketahuilah hai orang-orang Nashrani! Bahwa saudara-saudara kita yang berada di selain wilayah kita, tidak mampu melawan kaum Arab.”
Mereka menjawab, “Yang mulia berbahagialah, dan nasehatilah kami. Sebelumnya kami takut pada kaum Arab. Namun ternyata mereka bukan kaum pemberani dan bukan kaum yang gigih ‘dalam beperang’. Banyak di antara mereka yang berpakaian jelek. Padahal kita berbaju dan berhelm perang yang diberi pilindung leher. Kita telah diberi kewibawaan oleh Al-Masih.”

Abu Ubaidah berteriak, “Hai kaum Muslimiin! Jangan takut mereka! Agar kewibawaan kalian tidak hilang! Tabahlah! Sungguh Allah menyertai kaum yang tabah!.”

Banyak juga pasukan Balbek yang takut. Karena teringat serangan pasukan Muslimiin sehari sebelumnya, dahsyat sekali. Hal itu membuat serangan mereka ‘sangat ganas’ berbahaya.
Seorang Muslim bernama Sahl bin Shabach Al-Absi (سهل بن صباح العبسي) menjelaskan, “Saat terjadi peperangan di hari yang kedua, ‘serangan kaum Balbek ganas sekali’. Saat itu lengan kanan saya tidak bisa dipergunakan membawa pedang, karena luka serius. Saya berperang berjalan kaki bersama teman-teman. Dan berpikir kalau terjadi peperangan saya tidak bisa berbuat banyak. Saya mendaki gunung tinggi yang dingin untuk melihat peperangan, dari belakang batu besar.

Kaum Balbek melancarkan serangan bertubi-tubi, dilawan oleh kaum Muslimiin dengan garang. Beberapa pedang berdenting mengeluarkan bunga api, saat membentur helm perang atau pedang.”
Beberapa Muslimiin berharap Sa’id bin Zaid (سعيد بن زيد) dan Dhirar bin Al-Azwar (ضرار بن الأزور) mengamuk. Untuk meringankan beban perjuangan. Panglima perang bernama Abu Ubaidah juga berperang sibuk sekali.
Perang makin berkobar-kobar dan korban berjatuhan. Sahl bin Shabach yang sedang luka, menyaksikan peperangan dari puncak gunung. Di atas itu, dia mematahkan pepohonan untuk ditumpuk dan dibakar. Dia menggoreskan zinad (korek), untuk menyalakan tumpukan kayu. Setelah menyala, ditambahi lagi kayu-kayu kering dan basah, hingga asapnya membanyak dan membumbung tinggi.
Sebelum itu sudah ada kesepakatan di antara kaum Muslimiin tanda untuk mengumpulkan mereka ‘api dan asap’. Api dan asap semakin membesar dan meninggi.

Dari bawah, Sa’id bin Zaid dan pasukannya, melihat asap tebal di puncak gunung. Dhirar bin Al-Azwar dan pasukannya juga melihat. Dua komandan itu perintah agar seorang melaporkan pada panglima ‘mengenai adanya tanda’ harus berkumpul.
Dua golongan bergerak, saling mendekat untuk bersatu. Saat itu peperangan sedang sangat gawat, karena dua kubu saling menyerang dengan garang. Sehingga kaum Muslimiin kesulitan dan susah sekali.
Mereka dikejutkan oleh teriakan, “Hai penganut Al-Qur’an! Pertolongan dari Rohman telah datang pada kalian! Kalian ditolong untuk menaklukkan penyembah Sulban (الصُّلْبَانُ)!.”  [1]
Di saat mereka bergerak menjauhi pintu gerbang beteng, pasukan Balbek melancarkan serangan bertubi-tubi, meninggalakan ruangan kosong depan pintu gerbang. Untuk menyerbu dan menyerbu.
Sa’id bin Zaid dan Dhirar mengamuk untuk membunuh kawanan lawan, dan memberi jalan ‘pasukan mereka berdua’, agar memasuki ruangan kosong itu.
Pasukan Balbek yang tadinya yakin akan segera menaklukkan kaum Muslimiiin terkejut, saat melihat kenyataan di luar dugaan.
Pasukan Balbek bergerak mendekat untuk merebut lagi posisi di dekat pintu gerbang, namun tebasan pedang dan tusukan tombak pasukan Muslimiin, menewaskan mereka dengan tragis. Dan amukan pasukan Muslimiin yang menggila, menewaskan. Mereka berserakan mirip dedaunan yang gugur oleh amukan badai.
Pada sisa-sisa pasukan yang masih hidup itu, Harbis panglima perang mereka berteriak, “Jangan lari menuju pintu gerbang! Karena telah terhalang oleh mereka! Siasat kaum Arab kali ini berhasil!.”
Sisa-sisa pasukan Balbek berkumpul mengelilingi panglima mereka. Berjalan menjauh ke depan, lalu berbelok ke kiri, dan naik mendaki gunung.

Sa’id bin Zaid dan Dhirar menggerakkan pasukan untuk menyerang sisa-sisa pasukan Balbek yang ketinggalan, di kiri dan kanan beteng. Hingga mereka tewas berserakan. Yang lain berlari untuk bergabung pada pasukan induk, di bawah komando panglima perang mereka, di atas gunung.  

Pasukan Balbek bersembunyi di ceruk-ceruk gunung.
Dengan berkendaraan kuda, Sa’id bin Zaid dan 500 pasukannya mengejar mereka.

Ketika menyaksikan kaum Balbek berlari ke gunung ‘mengikuti Harbis’, Abu Ubaidah berkata, “Hai! jangan ada seorangpun yang mengejar mereka! Agar pasukan kita tidak berpecah! Saya khawatir ini hanya siasat untuk menjebak! Ketika kalian telah bercerai! Mereka menyerang dengan spontan!.”   
Sa’id tidak mendengat larangan itu. Kalau mendengar pasti tidak mengejar mereka. Sa’id mengejar cepat dan berkata, “Kepunglah kaum yang akan dirusak oleh Allah itu! Jangan sampai mereka berani melawan! Sambil kita menunggu pasukan yang di belakang! Kita menindak mereka, setelah pimpinan kita memerintahkan!.”
Sa’id menunjuk seorang wakil agar memimpin pasukannya. Sementara dia ditemani sekitar 20 pasukan berkuda, pergi menuju Abu Ubaidah di pertengahan pasukannya.
Ketika Sa’id telah menghadap, Abu Ubaidah bertanya, “Mana pasukanmu dan bagaimana keadaan mereka?.”
Sa’id menjawab, “Berbahagialah wahai pimpinan! Pasukan saya dalam keadaan baik-baik dan selamat! Mereka sedang mengepung Musuh-Musuh Allah di ceruk-ceruk gunung.”
Lalu melaporkan kesemuanya.
Abu Ubaidah RA berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah membuat mereka bercerai-berai, meninggalkan tempat.”
Abu Ubaidah mendekati Sa’id dan Dhirar bin Al-Azwar, untuk bertanya, “Kenapa kalian berdua tidak mentaati perintah?! Semoga Allah menyayang kalian. Bukankah saya telah perintah agar kalian berada di pintu-pintu gerbang kota, untuk mengecoh mereka? Apa yang mendorong kalian datang kemari? Saya dan orang-orang yang menyertai saya tadi, khawatir kalau telah terjadi sesuatu, atau pasukan Balbek telah melancarkan serangan pada kalian dari belakang. Sehingga kami mengurungkan rencana mengejar Harbis dan pasukannya ke gunung.”
Sa’id berkata, “Wahai pimpinan! Demi Allah saya tidak berniat menentang perintah sama sekali. Saya telah melaksanakan perintah, namun tiba-tiba saya melihat asap membumbung tinggi, sehingga saya berpikir ini pasti ada sesuatu yang serius. Kami pun segera datang kemari untuk bertanya ‘ada apa’.”
Abu Ubaidah berteriak, “Siapa yang telah menyalakan api di atas gunung?! Agar segera kemari! Untuk memberi keterangan!.”

Sahl bin Shabach bergegas menghadap Abu Ubaidah yang segera bertanya, “Apa yang telah mendorong kau melakukan demikian?.”
Setelah mendengarkan laporan, Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah membimbing kau ke surga. Namun setelah ini, jangan sekali-kali melakukan yang membahayakan, sebelum minta ijin pada pimpinan.”
Pasukan Muslimiin memperhatikan Abu Ubaidah berbicara serius pada Sahl yang di depanya.
Dari atas gunung, seorang lelaki datang bergegas untuk berterik, “Ayo bergegas  hai umat Muhammad! Susullah saudara kalian yang sedang kesulitan karena dikepung kaum Balbek!.”

Harbis penguasa Balbek telah menggerakkan pasukan untuk menyerang pasukan Muslimiin. Dia berkata, “Hai penyembah Al-Masih! Seranglah golongan yang hanya sedikit lagi hina, yang menghalang-halangi kalian memasuki kota! Kalau kalian berhasil membunuh mereka! Pasti lainnya akan lari ketakutan meninggalkan kita!.”   

Sa’id menggerakkan pasukan berjumlah kurang dari 500 orang, untuk mengepung Harbis dan pasukannya. Dia dan pasukannya terkejut oleh munculnya pasukan Balbek, dari tempat persembunyian, hampir serempak. Pasukan Muslimiin berteriak, “Semangat! Semangat!” Sebagai sandi antar mereka, agar waspada terhadap serangan.

Peperangan berkecamuk dengan sengit dan ribut. Dari jauh, ada teriakan keras sekali, “Adakah lelaki yang sanggup mengorbankan diri untuk Allah? Dan menolong pasukan Muslimiin?! Ini musuh telah dekat sekali!.” 
Mush’ab bin Adi melarikan kuda untuk mendatangi suara. Dua pasukan Balbek yang menghalangi, ditebas hingga satunya tewas. Mush’ab memacu kudanya cepat sekali menuju teriakan. Kuda yang kecepatan larinya luar biasa, segera sampai pada arah teriakan yang ternyata ‘pasukan Muslimiin’.

Abu Ubaidah segera tahu bahwa ada bahaya menimpa sebagian pasukannya. Dia berteriak agar pasukan berkudanya membantu yang sedang kesulitan. Jago panah berjumlah limaratus, berkumpul untuk mendatangi panggilan dan melaksanakan perintah, di bawah komando Sa’id bin Zaid.
Kepada Sa’id bin Zaid, Abu Ubaidah perintah, “Cepat bantu saudara kita di sana! Sebelum mereka diserbu! Semoga Allah menyayang kau.”
Sa’id bin Zaid menggiring cepat pada 500 pasukannya, berkendaraan kuda.

Pada Dhirar dan pasukannya, Abu Ubaidah memanggil untuk perintah,  “Bantulah pasukan Sa’id bin Zaid!.”  




In syaa Allah bersambung.



[1] Sulban bahasa Arab, bentuk jamak dari Salib.  

Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi

Raja Istighfar



Raja Istighfar
Sayyidul-Istighfar



Alloohumma Anta Robbii
Laa Ilaaha illaa Anta kholaqtanii
Wa ana ‘AbduKa
Wa ana ‘alaa ‘AhdiKa wa Wa’diKa
Mastatho’tu
A’uudzu biKa min syarri maa shona’tu
Abuu u laKa bi Ni’matiKa ‘alayya
Wa abuu u laKa bidzanbii
Faghfirlii
Fa innahuu laa yaghfirudz dzunuuba illaa Anta

Artinya:
Ya Allah Engkau Tuhanku
Tiada Tuhan kecuai Engkau yang telah mencipta aku
Aku HambaMu
Dan aku atas Aturan dan JanjiMu
Semampu aku
Aku berlindung padaMu dari jelek yang telah aku kejakan
Aku kembali padaMu membawa NikmatMu yang Kau anugerahkan
Dan aku kembali padaMu membawa dosaku
Maka ampuni untukku
Sungguh takkan mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau

Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa membaca Sayyidul-Istighfar ini dengan yakin, di siang. Di hari itu dia wafat, sebelum sore-sorean. Maka dia tergolong ahli surga. Barangsiapa mengucapkan di malam, dengan yakin, lalu wafat sebelum memasuki pagi, maka dia tergolong ahli surga.” [1]


[1] صحيح البخاري (8/ 67)
6306 - حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الوَارِثِ، حَدَّثَنَا الحُسَيْنُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ، قَالَ: حَدَّثَنِي بُشَيْرُ بْنُ كَعْبٍ العَدَوِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنِي شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ " قَالَ: «وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ»
__________

[تعليق مصطفى البغا]
5947 (5/2323) -[ش (سيد الاستغفار) السيد في الأصل الرئيس الذي يقصد في الحوائج ويرجع إليه في الأمور وسيد القوم أفضلهم ولما كان هذا الدعاء جامعا لمعاني التوبة كلها استعير له هذا الاسم لاسيما وقد ذكر الله تعالى فيه بأكمل الأوصاف وذكر العبد بأضعف الحالات وهذا أقصى غاية التضرع ونهاية الاستكانة والخضوع لمن لا يستحق ذلك إلا هو سبحانه. (على عهدك ووعدك) ثابت ومستمر على الوفاء بما عاهدتك عليه ووعدتك بالقيام به من صدق الإيمان بك وحسن التوكل عليك وصالح الطاعة لك. (ما استطعت) قدر استطاعتي. (أعوذ) استجير وألتجئ. (أبوء) أقر وأعترف. (موقنا) مخلصا من قلبه مصدقا بعظيم ثوابها. (من أهل الجنة) السابقين لأن الغالب بمن قالها موقنا بمضمونها أنه لا يعصي الله تعالى أو لأن الله تعالى يشمله بعفوه ببركة هذا الاستغفار]
[5964].

Allah Kekasih Kaum Iman



Kajian Bersambung
Surat Al-Baqarah 257259





اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (257) أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (258) أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (259)  [البقرة:].


Artinya:
Allah Kekasih kaum yang telah beriman. Mengeluarkan  mereka dari kegelapan-kegelapan menuju Nur. Kaum yang telah kafir, kekasih mereka Thoghut (Berhala-Berhala) yang mengeluarkan mereka dari Nur menuju kegelapan-kegelapan. Mereka penghuni neraka yang di dalamnya mereka kekal. (257)

Bertahanlah sebagai kaum iman, karena menjadi Kekasih Allah. Dan berdoalah semoga penduduk bumi diimankan oleh Arrohman.


Apa kau tidak memperhatikan pada orang yang membantah Ibrahim, mengenai Tuhannya AS ? Lantaran Allah telah memberi Kerajaan padanya? Ketika itu Ibrahim berkata, “Tuhanku yang menghidupkan dan mematikan.” 
Dia berkata, “Saya menghidupkan, juga mematikan.” 
Ibrahim berkata, “Sunguh Allah mendatangkan matahari dari Timur. Maka datangkan dari Barat!.” 
Maka orang yang telah kafir ‘bebal’. Allah takkan membimbing kaum Aniaya. (258)



Atau seperti orang yang pernah lewat atas desa yang keadaannya kosong atas penduduknya. Dia berkata, “Bagaimana mungkin Allah nanti menghidupkan ini, setelah kematiannya?” 
Maka Allah mematikan seratus tahun, lalu membangunkan lagi padanya
Allah berfirman, “Berapa lama kau tinggal?” 
Dia menjawab, “Sehari atau sebagian hari” 
Allah berfirman, “Bahkan kau telah tinggal seratus tahun. Amatilah makanan dan minumanmu! Tidak basi. Dan amatilah himarmu! Akan Aku jadikan Ayat untuk manusia. Amatilah tulang-belulang! Bagaimana Kami menyusun dan membungkus dengan daging.”
Ketika telah jelas baginya, maka dia berkata, “Aku tahu bahwa ‘sungguh Allah Maha Kuasa’ atas segala sesuatu.” (259)


2015/03/29

PS 93: Pembebasan Syam





Abu Ubaidah juga perintah pasukannya, “Hai semuanya! Semoga Allah menyayang kalian! Ketahuilah bahwa Allah akan menolong kalian hingga kebanyakan kaum ini akan berlari! Kota yang penduduknya kita lawan ini berada di pertengahan kota-kota yang telah kita taklukkan! Penduduknya telah mempersiapkan peperangan ini dengan perbekalan, dan memperbanyak pasukan! Kalian jangan grogi! Lawanlah mereka! Seranglah musuh-musuh agama! Dan tolonglah Allah! Agar Allah menolong kalian! Ketahuilah bahwa Allah menyertai kalian!.”
Abu Ubaidah maju. Pasukannya juga maju untuk menyerang. 
Serangan sengit yang membabi-buta itu membuat Harbis dan pasukannya berlari cepat ‘memasuki beteng’, diikuti oleh kaumnya. Tujuh luka parah yang menimpa, mengucurkan darah Harbis.
Seorang bathriq bertanya, “Mana jarahan perang dari kaum Arab?.” 
Harbis menjawab, “Semoga kau dipermalukan oleh Al-Masih! Kau menghina ya!? Pasukanku telah berjuang mati-matian! Saya sendiri luka parah! Justru dihina?.”
Bathriq menjawab, “Bukankah telah saya katakan ‘kalau berani melawan mereka’ pasti akan kalah?.”

Abu Ubaidah menggiring pasukannya menuju Balbek. [1] Dari jauh, kota itu kelihatan agung dan megah. Temboknya tebal, luas, tinggi, dan bagus. Mereka terhalang oleh pintu-pintu gerbang.

Penduduk Balbek mengumpulkan harta dan ternak di tengah kota. Beberapa Muslimiin ada yang bisa melihat jumlah binatang ternak mereka ‘sangat banyak’. Kota Balbek, walau di musim kemarau, rasanya tetap ‘dingin’.

Pada ara sahabat nabi, Abu Ubaidah berkata, “Bagaimana pendapat kalian?.”
Walau awalnya celoteh mereka berbeda, tetapi akhirnya ‘sama’, mengepung penduduk Balbek.
Mu’adz bin Jabal (معاذ بن جبل) RA berkata, “Semoga Allah berbuat baik pada kau wahai pimpinan! Saya tahu bahwa sungguh di dalam beteng ini ‘penduduk berjumlah banyak’ sekali. Mereka tidak nyaman, karena berjumlah terlalu banyak. Kalau kita kepung terus, Allah akan memberi kita kemenangan.”
Abu Ubaidah berkata, “Dari mana kau tahu bahwa ‘beteng itu tidak mampu’ menampung mereka?.”
Mu’adz menjawab, “Saya termasuk yang pertama kali datang kemari. Saya menyaksikan mereka lari terbirit-birit bagai banjir mengalir ‘memasuki beteng’ melalui semua pintu gerbang. Beteng ini dipenuhi oleh penduduk Sawad, Al-Qura, dan binatang ternak. Dengarkanlah dengan seksama, suara mereka di dalam beteng, menggemuruh bagaikan hujan lebat. Karena jumlah mereka banyak sekali.”
Abu Ubidah berkata, “Kau benar hai Mu’adz. Demi Allah saya telah tahu ‘kau orang yang dibarokahi dan berpandangan jitu’.”

Malam itu pasukan berjaga-jaga. Paginya, Abu Ubaidah mengirim surat untuk penguasa Balbek :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dari Abu Ubaidah bin Al-Jarrach pimpinan pasukan Muslimiin Syam, untuk penguasa Balbek yang membandel. Adapun selanjutnya: Sungguh Allah SWT pemilik segala pujian, telah menjayakan agama dan Kekasih-Kekasih-Nya yang beriman, untuk menaklukkan orang-orang kafir. Bahkan telah memberikan kota-kota, untuk merendahkan orang-orang yang berbuat kerusakan. Surat saya ini, sebagai alasan yang harus disampikan, pada orang-orang dewasa maupun anak-anak remaja. Setahu kami, dalam agama kami ‘tidak ada amalan penganiayaan’. Kami takkan memerangi kalian, sehingga tahu kedaan kalian. Kalau kalian mau ‘memohon damai dan memohon selamat’ seperti penduduk kota lainnya, kami akan mengabulkan. Naum jika kalian ‘memilih hina’ dengan membandel, kami akan menindak keras. Kami berdoa semoga Allah menolong kami memerangi kalian. Cepat jawablah suratku! Semoga keselamatan mengayomi orang yang mengikuti petunjuk. {إِنَّا قَدْ أُوحِيَ إِلَيْنَا أَنَّ الْعَذَابَ عَلَى مَنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى} [طه:48].”  [2]

Abu Ubaidah melipat dan memberikan surat, pada seorang Nashrani, yang diperintah agar mengirimkan ke Balbek. Dan agar segera kembali membawa jawaban.

Lelaki itu menerima surat, lalu pergi untuk mendekati pintu beteng Balbek, untuk berbicara, “Saya utusan kaum Arab, akan menyerahkan surat ini, pada kalian.”
Tali dari atas beteng diturunkan, untuk mengangkat lelaki pembawa surat. Lelaki itu mengikat dirinya dengan tali, agar diangakat ke atas beteng, oleh sejumlah lelaki.

Dia pergi menuju Bathriq Harbis penguasa mereka.
Harbis mengumpulkan pejabat militer untuk membacakan surat Abu Ubaidah RA. Setelah surat dibacakan, mereka terkejut oleh pertanyaan Harbis,“Berilah saya masukan apa yang seharusnya kita lakukan?.”
Seorang bathriq yang akrab dengan Harbis, berbicara, “Saya berpendapat sebaiknya jangan memerangi kaum Arab! Kita takkan mampu melawan mereka! Kalau berdamai dengan mereka, justru kita akan aman, sebagaimana penduduk Arakah, Tadmur, Chauran, Bushro, dan Damaskus! Kalau kita membangkang, mereka akan menyerang, untuk membunuh dan memperbudak kaum lelaki, dan menawan wanita kita. Damai lebih baik daripada perang.”
Mereka terkejut oleh bentakan Harbis, “Semoga Al-Masih tidak memberi kau rahmat! Sejak dulu kau ‘lelaki paling penakut!’ Matilah kau! Bagaimana mungkin kita menyerahan kota ini pada kaum Arab? Padahal kau tahu mereka itu musuh yang memerangi kita? Saya belum melawan mereka ‘karena sedang bersiasat’. Sepertinya ini waktunya kita ‘akan mendapat kemenangan’. Kalau saya telah mengamuk, mereka pasti akan berlari ketakutan!.”
Sang bathriq berkata, “Ketika itu, barisan kiri dan tengah dari pasukan kita ‘takut pada kau’. Sehingga mereka tetap saja menyerang pasukan Arab. Tapi akhirnya dua barisan kita berselisih pendapat dan berdebat, hingga akhirnya menjadi dua golongan. Ada yang ingin berdamai; ada yang bertahan untuk melawan, kan?.”

Harbis marah dan merobek lalu ‘membuang surat’ Abu Ubaidah. Lalu perintah agar pelayan-pelayan ‘menurunkan lelaki’ pengantar surat itu, dengan tali.

Setelah sampai keluar dari beteng, lelaki itu menjumpai Abu Ubaidah RA, untuk melaporkan jawaban Harbis, dan tanggapan para pejabat Balbek. Dia menambahkan, “Wahai pemimpin! Kebanyakan mereka ‘ingin melawan’ pasukan tuan.”
Abu Ubaidah perintah pada pasukan, “Seranglah mereka! Ketahuilah, kota ini berada di pertengahan wilayah kalian! Kalau tidak segera ditaklukkan, akan membahayakan! Karena bisa menghasud kaum-kaum yang telah kita taklukkan! Jalur perjalanan kalian jadi ‘tidak aman’.”  
Para sahabat Rasulillah bergerak, mempersiapkan peralatan perang, untuk bertempur.
Mereka bergerak mendekati beteng. Penghuni beteng menyerang mereka dengan anak panah dan batu-batuan, dari atas.
Luka-luka Harbis masih dibalut kain. Dia membawa pedang, berbaju perang, mengeluarkan singgasananya dari balairung, ke sebuah taman, di wilayah Namlah. Dia mengenakan mahkota bersalib dari jauhari, dikelilingi sejumlah bathriq berkalung Salib emas dan jauhari. Dia membawa perisai berlapis emas dan busur, serta seikat anak panah.

Pengepungan oleh pasukan Muslimiin diperketat.
Anak panah yang melesat dari dalam beteng ‘banyak sekali’ bagaikan hujan. Sejumlah pasukan Muslimiin yang tidak membawa perisai, terkena anak panah.
Sejumlah lelaki berjatuhan dari atas beteng. Di antara mereka ada yang didatangi untuk dibunuh. Dengan ketakutan, orang itu berkata, “Ampun, ampun.”
Para tawanan sama terkejut ketika digertak, “Kalian dijamin selamat! Tapi siapa yang menjatuhkan kalian dari atas beteng?.”
Seorang lelaki menjawab dengan bahasa Romawi, sehingga yang menangkap tidak faham. Amir bin Waheb (عامر ابن وهب) membawa seorang lelaki, ke tenda Abu Ubaidah, untuk memohon, “Ya yang mulia, carikan orang yang bisa berbahasa Romawi. Kaum orang ini saling melempar,”
Abu Ubaidah perintah pada para penerjemah, “Cek dan laporkan pada kami ‘tentang orang ini!’ Kenapa kaumnya saling melempar?.”
Beberapa penerjemah berkata, “Hai orang celaka! Kami telah menjamin kau selamat! Sekarang jujurlah pada kami! Katakan ‘kenapa sebagian kalian’ melempar pada sebagian?.”
Dia menjawab, “Sebetulnya bukannya saling melempar, tetapi memang kami adalah penduduk Al-Qura. Kami berlari memasuki beteng untuk berlindung, ketika kami tahu ‘kalian datang’ kemari. Karena kami tahu di dalam beteng ‘banyak pasukan’. Karena beteng telah penuh, sebagian kami bertempat di beberapa jalan; yang lain di bawah beteng. Ketika kalian menyerang kaum yang di dalam beteng, pasukan tempur mereka maju hingga kami terinjak-injak dan tertabrak oleh mereka. Ketika kualahan melawan serangan kalian, mereka menjatuhkan kami dari atas beteng.”
Abu Ubaidah tersenyum dan berkata, “Saya berharap, semoga Allah ‘menjadikan mereka’ sebagai tawanan kita.”   

Perang berkecamuk dengan sengit, suaranya riuh menggemuruh. Pasukan Muslimiin tidak mampu mendekati beteng, karena bebatuan dan anak panah ‘melesat’ bertubi-tubi. Di hari pertama dari serangan itu, kaum Muslimiin yang terluka, berjumlah duabelas orang. Pasukan Romawi dan penduduk yang tewas di atas beteng, sangat banyak. 

Malam itu pasukan Muslimiin pulang menuju tenda-tenda, untuk menyalakan api unggun, karena udara sangat dingin. Yang lain berjaga pada beberapa sudut. Ketika fajar menyingsing; adzan dialunkan di udara. Kaum Muslimiin berwudhu untuk melakukan shalat subuh.
Seusai salat subuh, muadzin diperintah oleh Abu Ubaidah, agar menyerukan, “Sebelum kita menyerbu kesana! Diharuskan pulang ke tenda! Untuk masak dan makan sarapan! Agar tenaga kaian kuat ketika berperang!.”

Pagi itu tidak seperti biasanya, hari telah siang. Pasukan Muslimiin belum juga muncul ‘untuk menyerang’. Penghuni beteng lega dan mengira ‘pasukan telah lelah dan ketakutan’ menghadapi mereka.
Harbis berteriak, “Semua pasukan agar digerakkan untuk menyerang! Semoga kalian dibarokahi oleh Al-Masih!.”

Para komandan menggerakkan pasukan agar mereka keluar dari pintu-pintu gerbang, untuk menyerang pasukan Muslimiin. Pintu-pintu gerbang dibuka dan pasukan Balbek berjejal-jejal, keluar untuk menyerbu. Ribuan pasukan mengalir mendekati tenda-tenda kaum Muslimiin, sedang asyik memasak dan sarapan pagi.
Teriakan seorang Muslim mengejutkan, “Hai Pasukan Allah! Segeralah menaiki kuda kalian untuk berjihad! Mumpung mereka belum menyerang kalian!.”
Seorang bernama Chamdan bin Usaid sedang memanggang roti untuk dimakan, terkejut oleh teriakan, “Ayo segera berangkat!.”
Chamdan memasukkan roti ke mulut, lalu bergegas mengendari kuda tanpa pelana. Dia memacu kuda, mengikuti pasukan lainnya, melawan musuh, yang datang dari beteng. Dia mengamuk dengan pedang hingga orang-orang Balbek berguguran. Yang lain berlari menjauh ‘ketakutan’.
Di sisi lain, Abu Ubaidah mendirikan panjinya yang kemudian dikelilingi oleh pasukan Muslimiin. Abu Ubaidah berteriak, “Hari ini, hari yang keistimewaannya takkan ada yang membandingi! Ayo serbu terus!.”

Sejumlah pasukan Balbek ada yang serangannya sangat ganas.
Abu Ubaidah dan pasukanya mengepung mereka dari segala penjuru. Pasukan elit pendamping Abu Ubaidah:

2.     Abdur Rohman bin Abi Bakr.
3.     Rabi’ah bin Amir, Malik bin Asytar.
4.     Dhirar bin Al-Azwar.
5.     Dzu Kala (ذو الكلاع). Merekalah yang serangannya dahsyat sekali, membuat pasukan Balbek berlarian kalang-kabut, memasuki pintu-pintu gerbang. Pasukan Muslimiin mengejar, namun pintu-pintu gerbang ditutup rapat.

Pasukan Muslimiin kembali pada tenda-tenda penginapan, untuk menyalakan api unggun, dan mengubur yang gugur sebagai syuhada.
Sejumlah tokoh menghadap Abu Ubaidah, untuk berkata, “Wahai pimpinan, pandangan dan kebijakan yang telah kau putuskan, semoga mendatangkan rahmat.”
Abu Ubaidah menjawab, “Pendapat saya selanjutnya ‘mundurlah dari tempat ini’ sejauh satu Farsakh! Untuk menyusun siasat dan memastikan keamanan tawanan wanita kita! Sebagai upaya mencari Pertolongan dari Allah.”  
Abu Ubaidah memanggil Sa’id bin Zaid bin Amer (سعيد بن زيد بن عمرو), untuk diberi panji, dan disuruh memimpin 500 pasukan berkuda, dan 300 pasukan berjalan kaki. Mereka diperintah agar memerangi kaum Balbek, melalui arah jurang, untuk mengecoh.
Lalu Abu Ubaidah memanggil dan menyerahkan panji. Dan perintah pada Dhirar bin Al-Azwar, agar memimpin 500 pasukan berkuda, dan 100 pasukan berjalan kaki. Mereka diperintah agar menyerang dari pintu gerbang yang ke arah kota Syam. Dia berpesan, “Hai Putra Azwar! Tunjukkan keberanianmu pada pada cucu-cucu Ashfar! (Yakni pasukan Balbek).”    




In syaa Allah bersambung.



[1]  Sebagian riwayat menjelaskan ‘di kota itu’ Nabi Nuh AS membuat perahu.
[2]  Baca: Innaa qad uuchiya ilainaa annal ‘adzaaba ‘alaa man kadz-dzaba wa tawallaaa. Artinya: Sungguh telah diwahyukan pada kami bahwa ‘siksaan benar-benar akan menimpa’ orang yang mendustakan dan berpaling.