SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

2011/05/31

KW 71: Khalid Menggertak pada Ishthokhor

(Bagian ke-71 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Saat Ishthokhor datang; Abu Ubaidah RA sedang mengimami shalat asar pada Muslimiin. Ishthokhor dan rombongannya terperangah mengamati mereka shalat asar berjamaah. Setelah shalat selesai, sejumlah lelaki Muslimiin mendatangi mereka untuk bertanya, “Kalian siapa? Dari mana?.”
Ishthokhor menjawab, “Saya seorang yang diutus menyampaikan surat.”
Mereka menghantar Ishthokhor dan rombongannya menghadap Abu Ubaidah. Ishthokhor bersiap-siap sujud; Abu Ubaidah mencegah, “Kita sama-sama hamba Allah! Hanya ada yang bertuntung, ada yang celaka. ‘Adapun orang-orang yang celaka, maka di dalam neraka. Bagi mereka teriakan dan tersengal. Mereka kekal di dalamnya selama beberapa langit dan bumi tetap’(Qs Hud: 106-107).”[1]
Ishthokhor terperangah mendengar jawaban Abu Ubaidah. Beberapa saat mulutnya terkunci hingga Khalid mengejutkan dengan pertanyaan, “Tujuanmu apa? Dan kau utusan siapa?.”
Dia Menjawab, “Ishtshokhor! Apakah kau pimpinan kaum ini?.”
Khalid menjawab, “Bukan! Inilah yang menjadi pimpinan kami,” sambil menunjuk Abu Ubaidah.
Isthokhor berkata, “Saya utusan pimpinan dua kota Qinasrin dan Awashim,” lalu mengeluarkan surat untuk diberikan pada Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah menerima dan membaca surat di pertengahan kaum Muslimiin. Khalid tergolong yang menyimak isi surat itu dengan serius. Dalam surat itu dijelaskan tentang keadaan kota, jumlah pasukan berkuda yang banyak, ancaman atas Muslimiin, dan akan datangnya bala bantuan dari Raja Hiraqla. Khalid berkata keras, “Demi yang telah menolong dan telah menjadikan kita sebagai umat Muhammad SAW yang suci (الطاهر)! Sungguh arah kalimat yang tersusun dalam surat ini bukan untuk mengajak damai! Bahkan justru ingin berperang,” pada Abu Ubaidah dan kaum Muslimiin.
Khalid RA menggertak pada Ishthokhor dan rombongannya, “Kalian telah merencanakan pengkhianatan pada kami. Jika pasukan gubernur kalian telah siap! Kalian yang pertama kalian menyerbu kami! Jika kami menang kalian lari pada Hiraqla raja kalian! Kalau betul tujuan  kalian demikian! Kami juga mempersiapkan perang atas kalian! Sementara perjanjian damai selama setahun bisa dikabulkan! Kalau pasukan dari Hiraqla datang kami siap melawan! Ketika itu golongan kalian yang tetap tinggal dikotanya berarti benar-benar ingin damai dengan kami.”
Ishthokhor menjawab, “Sungguh kami menyetujui usulan kalian! Sekarang juga tulislah perjanjian antara kita.”
Khalid diperhatikan kaum Muslimiin, meminta pada Abu Ubaidah, “Wahai pimpinan! Tulislah pernyataan damai atas mereka selama setahun penuh, mulai dari bulan Dzul-Qo’dah tahun 14 Hijriyah.”
Abu Ubaidah melaksanakan usulan Khalid, menulis surat pernyataan berdamai pada penduduk Qinasrin dan Awashim. Setelah penulisan surat selesai, Ishthokhor berkata pada Abu Ubaidah, “Wahai yang mulia, tentukanlah batas kota kami. Di sisi kota kami adalah kota Chalab. Jangan keliru menyerang penduduk kota kami.”
Abu Ubaidah menjawab, “Saya akan perintah seorang agar menentukan batas-batas wilayah.”
Isthokhor berkata, “Wahai yang mulia, kami akan menggambar Raja Hiraqla di perbatasan wilayah kami yang tidak boleh kalian masuki.”
Abu Ubaidah menjawab, “Silahkan,” lalu memberikan suratnya.
Abu Ubaidah menyeru kaum Muslimiin, “Barang siapa di antara kalian melihat panji yang digambari seorang! Jangan memasuki wilayah itu! Yang diserbu penduduk kota Chalab saja! Saudaranya yang belum tahu agar diberi tahu!.”  
Ishthokhor pulang untuk menemui bathriq Luqa penguasa Qinasrin untuk menyampaikan laporan, dan menyerahkan surat dari Abu Ubaidah. Yang paling membuat Ishthokhor tersinggung adalah ucapan Khalid saat mendampingi Abu Ubaidah.
Bathriq penguasa Qinasrin merasa senang karena surat permohonan damainya dikabulkan oleh Abu Ubaidah. Sang bathriq perintah seorang agar menggambar Raja Hiraqla, untuk dipasang di atas tiang yang tinggi. Panji bergambar Raja Hiraqla di atas tahta, berkibar-kibar tertiup angin besar.
Pasukan Muslimiin menyerbu kota Chalab, Amaq, dan Anthoqiyah. Mereka menghindari kota Qinasrin dan Awashim yang sudah diberi batas panji bergambar Raja Hiraqla. Sa’du bin Ubadah (سعد بن عبادة) berkata, “Syarat perdamaian itu: penduduk Qinasrin dan Awashim harus memberi 4.000 dinar uang Romawi, dan 100 auqiyah (nama satuan takaran Arab. )[2] Dan 1.000 pakaian dan perkakas dari Chalab, dan 1.000 wasaq (nama satuan takaran Arab) bahan makan pada kaum Muslimiin.” [3]


[1] {فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ*خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ} [هود: 106, 107].
[2] Ibnu Chajar menulis: ومقدار الأوقية في هذا الحديث أربعون درهما بالإتفاق.
Artinya: krus satu auqiyah dalam ini Hadits, 40 dirham. Penjelasan ini tidak diperselisihkan.
[3] Ibnu Chajar menulis: أوسق جمع وسق بفتح أوله وسكون ثانيه وحكى كسر أوله وهو ستون صاعا.
Artinya: Ausuq ialah jamak dari wasq (yang difathah huruf awalnya dan disukun huruf keduanya. Ada yang menjelaskan dikasroh huruf awalnya), yaitu 60 shok.
[3] Ibnu Chajar menulis: أوسق جمع وسق بفتح أوله وسكون ثانيه وحكى كسر أوله وهو ستون صاعا. Artinya: Ausuq ialah jamak dari wasq (yang difathah huruf awalnya dan disukun huruf keduanya, ada yang menjelaskan dikasroh huruf awalnya), yaitu 60 shok.

2011/05/30

Ajarkan Kesalahan tak Sengaja

Di hadapan orang banyak, seorang berkata benar, “Suami istri mestinya sering musyawarah." Lalu dia melanjutkan, “Sedangkan mengenai menyusui anak saja, suami istri harus musyawarah kok, saking pentingnya musyawarah suami istri,” yang ini perlu dikaji lebih dalam. Dia meneruskan, “Dalilnya ada dalam Al-Qur’an: ‘فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا[1]
Artinya: Maka jika mereka berdua hendak menyapih dari saling ridho dan musyawarah dari mereka berdua, maka tiada dosa atas mereka berdua.” 
Dalam satu sisi dia benar, tapi bisa jadi dia lupa atau tidak tahu bahwa sebetulnya yang dimaksud dalam Ayat itu, bagi suami mencerai ketika istri masih menyusui anaknya, sehingga penjelasan dia kurang tepat.
Ayat itu diletakkan setelah, “الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ,” ke bawah lagi. Ini menunjukkan bahwa maksud suami istri musyawarah dalam Ayat itu, yang bercerai namun mempunyai anak kecil masih menyusu.

[1] Al-Baqarah 233. Bacaannya: Fa in arooda fishoolan 'an taroodhin min humaa wa tasyaawurin falaa junaacha 'alaihimaa.   



Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia

Salah yang Diikuti

Saya terkejut mendengar kesekian kalinya 'salah' dalam memaknai dalil, di hadapan orang banyak. Bahkan yang ini di hadapan sejumlah Muballigh dan Muballighot. Dia bilang, “Kalau orang benar-benar bertaqwa, pasti Allah membukakan Barokah dari langit dan bumi, berdasarkan dalil: وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Dia mengartikan (memberi makna) : 
Sungguh kalau penduduk beberapa desa telah beriman dan bertaqwa, niscaya akan Kami bukakan Barakah dari langit dan bumi atas mereka. Tetapi mereka telah mendustakan, hingga Kami menindak karena yang telah mereka lakukan.”

Agar dipahami, "Kesalahan maknanya hanya sedikit" Tapi harus diluruskan. Untuk meraih kesempurnaan yang diridhoi oleh Tuhan.

Saya berpikir, “Pasti orang itu tidak tahu atau lupa, bahwa:
1.     Al dalam, “الْقُرَى,” adalah ‘ahdiyyah, untuk menunjuk sesuatu yang sudah pasti, dalam bahasa English the. Sehingga akan lebih tepat kalau الْقُرَى,” diartikan desa-desa itu.
2.      Bahwa, “لَفَتَحْنَا,” adalah fi’il madhi (kata kerja lampau).
3.      Bahwa, Wa (وَ) dalam walau (وَلَوْ) adalah athof (penghubung) dengan kalimat sebelumnya : وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا أَخَذْنَا أَهْلَهَا بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُونَ ثُمَّ بَدَّلْنَا مَكَانَ السَّيِّئَةِ الْحَسَنَةَ حَتَّى عَفَوْا وَقَالُوا قَدْ مَسَّ آبَاءَنَا الضَّرَّاءُ وَالسَّرَّاءُ فَأَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ.”

Artinya: 
Dan Kami tidak pernah mengutus seorang Nabi AS di dalam desa, kecuali Kami telah menimpakan Bahaya dan Madhorot pada penduduknya, agar mereka merendah.[1] Lalu Kami mengganti kebaikan sebagai ganti kejelekan (derita), hingga mereka berkembang dan berkata, “Sungguh ayah-ayah kami telah tertimpa madhorot dan kesenangan.”[2] Lalu mereka Kami tindak dengan mendadak; sedang mereka tidak sadar.


Berdasarkan itu semua, arti 'Surat Al-A’rof Ayat 96 itu' yang lebih tepat: Sungguh kalau penduduk beberapa desa itu, 'telah beriman dan bertaqwa', niscaya telah Kami bukakan Barakah dari langit dan bumi atas mereka. Tetapi mereka telah mendustakan, hingga Kami menindak karena yang telah mereka lakukan.

Mestinya penjelasan, Niscaya akan Kami bukakan Barakah dari langit dan bumi atas mereka, penjelasan kedua, karena sebagai makna yang terkandung, bukan makna inti.
Bandingkan dengan Arti Lau Anna.


[1] (Merendah: memohon-mohon).

2011/05/29

KW 70: Penduduk Qinasrin

(Bagian ke-70 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Dari lisan ke lisan akhirnya penduduk Qinasrin tahu bahwa panglima perang Muslimiin bernama Abu Ubaidah menjamin keselamatan kaum yang menghadap ke hadiratnya untuk minta diselamatkan. Hal itulah yang membuat sebagian penduduk Qinasrin berkumpul untuk berembuk bersama. Dalam musyawarah itu diputuskan mereka akan menyuruh seorang agar menghadap Abu Ubaidah untuk mengajukan permohonan damai. Keputusan itu tanpa sepengetahuan pimpinan tinggi mereka yang berpangkat bathriq.
Bathriq yang bernama Luqa itulah pimpinan tinggi mereka yang memerintah dua wilayah: kota Qinasrin dan Awashim. [1]  Orangnya sangat pandai berperang perangainya keras, hingga semua rakyatnya takut.
Penguasa kota Chalab adalah orang yang pangkatnya sejajar Bathriq Luqa.
Dua tokoh besar ini telah dipanggil Raja Hiraqla untuk ditanya mengenai pertahanan pasukan wilayah mereka berdua. Mereka berdua menjawab, “Wahai raja! Sejak dulu hingga kapanpun, wilayah kami pasti kami pertahankan. Hanya kalau bisa pertahanan yang ini jangan terlalu berat.”
Raja Hiraqla mengucapkan terimakasih lalu berjanji, “Tenang! Saya akan mengirim pasukan berjumlah sangat banyak untuk membantu kalian berdua.”
Sebetulnya jumlah pasukan berkuda mereka bedua cukup banyak: masing-masing memiliki 10.000 pasukan berkuda. Hanya saja 20.000 pasukan itu tidak berkumpul di suatu tempat.
Dalam waktu cepat penguasa kota Qinasrin tahu bahwa sebagian rakyatnya telah mengajukan permohonan damai pada Abu Ubaidah, tanpa sepengetahuannya. Dia marah dan tersinggung, dan mengumpulkan rakyatnya untuk berkata, “Hai saudara seketurunan! Apa yang harus saya perbuat terhadap kaum Arab?. Sepertinya kalian justru condong pada mereka yang telah menduduki beberapa wilayah kekuasaan kita di negri Syam?.”
Beberapa orang menjawab, “Tuan! Berita yang sampai pada kami: kaum Arab menepati janji dan mau bermurah hati menjamin keselamatan kita. [2] Kebanyakan kota kita telah mereka rebut dengan perdamaian. Orang-orang yang berani melawan mereka, diperangi dan diperbudak keluarga dan anak-anaknya. Namun jika mau mengikuti kemauan mereka, maka diperbolehkan menempati tanah kelahiran dan selamat dari tindakan mereka. Menurut kami paling tepat kita mengajukan permohonan damai agar kita dan harta kita aman.”
Sang bathriq menjawab, “Usulan kalian tepat! Karena mereka adalah kaum yang mendapat pertolongan untuk menaklukkan lawan. Saya bertekat seperti pendapat kalian: yaitu akan mengajukan permohonan perdamaian selama setahun penuh. Hanya saja ketika pasukan Raja Hiraqla telah datang kemari untuk menolong kita, mereka kita serang, kita bunuh semuanya.”
Banyak sekali yang menjawab, “Laksanakan rencana tuan yang bagus itu!.”
Sang bathriq Luqa dan sebagian besar rakyat Qinasrin telah sepakat akan mengajukan permohonan perdamaian untuk menipu kaum Muslimiin. Bathriq Luqa telah memanggil seorang qissis yang sangat pandai agama Nashrani maupun Yahudi bernama Ishthokhor (اصطخر). [3]  Ishthokhor pandai berbicara, pandai bahasa Romawi dan Arab. 
Luqa berkata, “Bapa! Pergilah pada kaum Arab agar mereka menerima permohonan perdamaian kita selama setahun. Dalam waktu setahun itu kita bisa merencanakan siasat dan tipu-muslihat.”
Luqa menulis surat permohonan yang akan dibawa oleh Ishthokhor untuk diserahkan pada Abu Ubaidah RA. Di antara yang tertulis di dalamnya:
Ammaa ba’d:
Hai kaum Arab, pertahanan kami sangat kuat, jumlah pasukan kami sangat banyak. Meskipun kalian bercokol di sini seratus tahun, kalian takkan mampu mengalahkan kami. Dalam hal ini Raja Hiraqla telah mempersiapkan pasukan yang diambil dari sepanjang pesisir Khalij hingga Romawi. [4]  Melalui surat ini kami mengajukan permintaan damai setahun penuh untuk selanjutnya berhitung siapakah yang akan lihai bertempur. Untuk itu kami menunjukkan batas wilayah Qinasrin dan Awashim. Agar jika nanti kalian menyerang, tahu batas-batasnya. Terus terang kami bertindak ini tanpa sepengetahuan Raja Hiraqla karena takut dimurkai dan dibunuh.  
والسلام

Sang bathriq menyerahkan kuda bagalnya dan memberi teman 10 pemuda untuk menemani Ishthokhor dalam perjalanan menuju Chims (Homs). Untuk menjumpai dan menyerahkan surat pada Abu Ubaidah RA.


[2] Istilah Al-Waqidi: أصحاب وفاء وذمة. (Ashchabu wafaa’in wa dzimmah, yang artinya orang-orang yang menetapi janji dan mau menjamin keselamatan musuh).
[3] Qissis adalah okoh agama Nashrani. Lihat catatan kaki dari: http://www.mulungan.org/2011/05/kw-67-kaum-muslimiin-banyak-mengalah.html
[4] Khalij artinya sungai besar yang masuk ke laut.