SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

Doa Meluluhkan Hati Seseorang

Ya Allah sungguh Engkau Maha Mulia Maha Besar. Sedangkan saya HambaMu yang sangat hina dina. Tiada upaya dan kekuatan kecuali karena Kau. Ya Allah, tundukkanlah

Doa Agar di Beri kerjaan Bisnis

Ya Allah, Raja segala Kerajaan, Tuhan memberikan Kerajaan pada yang Tuhan kehendaki, melepas Kerajaan dari yang Tuhan kehendaki, menjayakan orang yang Tuhan kehendaki, dan merendahkan orang yang Tuhan kehendaki

Sapaan Nabi Membuat Khowat Sungkan

Rasulullah SAW keluar dari tenda dan bersabda pada saya ‘hai Ayah Abdillah, apa yang mendorong kau duduk bersama mereka ?’

Hibah Menurut Bukhori

Hibah Menurut Bukhari Ibrahim Annakhai tergolong Tabiin yang sangar alim. Beliau murid Ibrhaim Attaimi, murid Amer bin Maimun, murid Abu Abdillah Al-Jadali, murid Khuzaimah sahabat Nabi SAW.

Masuk Surga Paling Awal

Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS telah datang untuk memegang tanganku untuk menunjukkan saya Pintu Gerbang Surga, yang akan dimasuki oleh umatku.”

2012/03/28

Bedah Al-Kassyaf (الكشاف)


Image result for ‫الكشاف‬‎




KH Thayib Al-Marhum dari Blawe, dan KH Anshor Al-Firdaus, tergolong Ulama yang pandai mengajar dan nasehat, berkat gemblengan KH Al-Ubaidah Al-Marhum. Mereka berdua tergolong Ulama yang kurang senang pada para Muballighin yang suka mengaitkan keterangan Al-Qur’an dengan kisah-kisah atau sejarah. “Dulu zaman KH Ubaidah tidak pernah ada cerita seperti itu,” kata mereka berdua.
Lain lagi dua murid KH Ubaidah dari Klaten dan Madiun, yang bernama sama, Ustadz Abdul-Mannan. Walau begitu, mereka berdua, tergolong ulama Wirai (Mutawarik).

Termasuk cerita atau kisah yang diingkari oleh mereka berdua, ‘Kisah Fitnah’ ketika Yusuf AS dipanggil ke kamar pribadi, oleh Zulaikha:

“Saat itu, Yusuf AS telah melepas kancing celana, dan telah duduk seperti orang yang mau mengkhitan seorang,” kata seorang muballigh.[1]
“Batang kemaluan Nabi Yusuf AS telah tampak,” kata seorang, di depan sejumlah tokoh. Subhanallah!.

Ibnu Katsir tergolong ulama yang menentang ‘Kisah Fitnah’ itu, sehingga tidak mau menulis di dalam kitabnya. Ibnu Jarir menulis riwayat-riwayat seperti itu di dalam kitabnya dari berbagai sumber, tetapi lalu menjelaskan:

“Beberapa uraian di atas yang lebih berhak dinyatakan benar adalah:
‘Sungguh Allah yang PujianNya Agung, telah mengkhabarkan mengenai Hasrat Yusuf AS dan Istri Al-Aziz.
Kalau Yusuf AS tidak melihat Burhan Tuhannya, berbentuk Mukjizat dari Allah, untuk mencegah diri dan keinginannya yang keji (waw).
Bisa jadi Burhan itu berbentuk gambar Nabi Yaqub AS, atau gambar malaikat, atau ancaman berbentuk Ayat yang melarang berzina, yang oleh Allah juga dituturkan di dalam Al-Qu’ran
Tidak ada Hujjah tegas mengenai kepastian 'Bentuk Mukjizat' atau 'Burhan' tersebut’. 
(Langkah kita) yang benar : Menjelaskan 'Pernyataan Allah Tabaraka wa Taala' saja. Iman pada Allah. Meninggalkan keterangan yang menyelisihi Firman, di sisi yang Maha Tahu.” [2]

Inilah kealiman Ibnu Jarir yang luar biasa. Pantaslah jika beliau diberi gelar Imamul-Mufassiriin, yang artinya Imam para Ahli Tafsir.

Azzamakhsyari yang sering disebut oleh KH Kasmudi, KH Abdul-Aziz Ridhwan dan lainnya, juga menjelaskan tentang Kisah Fitnah itu, di dalam kitabnya: الكشاف - (ج 3 / ص 160)

قيل : ضرب بيده في صدره فخرجت شهوته من أنامله . وقيل : كل ولد يعقوب له اثنا عشر ولداً إلا يوسف ، فإنه ولد له أحد عشر ولداً من أجل ما نقص من شهوته حين همّ ، وقيل : صيح به : يا يوسف ، لا تكن كالطائر : كان له ريش ، فلما زنى قعد لا ريش له . وقيل : بدت كف فيما بينهما ليس لها عضد ولا معصم ، مكتوب فيها { وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لحافظين كِرَاماً كاتبين } [ الانفطار : 11 ] فلم ينصرف ، ثم رأى فيها { وَلاَ تَقْرَبُواْ الزنى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً } [ الإسراء : 32 ] فلم ينته ، ثم رأى فيها { واتقوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى الله } [ البقرة : 281 ] فلم ينجع فيه ، فقال الله لجبريل عليه السلام : أدرك عبدي قبل أن يصيب الخطيئة ، فانحط جبريل وهو يقول : يا يوسف ، أتعمل عمل السفهاء وأنت مكتوب في ديوان الأنبياء؟ وقيل : رأى تمثال العزيز . وقيل : قامت المرأة إلى صنم كان هناك فسترته وقالت : أستحي منه أن يرانا . فقال يوسف استحييت ممن لا يسمع ولا يبصر ، ولا أستحي من السميع البصير ، العليم بذوات الصدور . وهذا ونحوه . مما يورده أهل الحشو والجبر الذين دينهم بهت الله تعالى وأنبيائه ، وأهل العدل والتوحيد ليسوا من مقالاتهم ورواياتهم بحمد الله بسبيل ، ولو وُجِدَت من يوسف عليه السلام أدنى زلة لنُعِيت عليه وذُكِرَت توبته واستغفاره ، كما نُعِيَت على آدم زلته ، وعلى داود ، وعلى نوح ، وعلى أيوب ، وعلى ذي النون ، وذُكِرت توبتهم واستغفارهم ، كيف وقد أثنى عليه وسمي مخلصاً ، فعلم بالقطع أنه ثبت في ذلك المقام الدحض ، وأنه جاهد نفسه مجاهدة أُولي القوّة والعزم ، ناظراً في دليل التحريم ووجه القبح ، حتى استحق من الله الثناء فيما أَنزل من كتب الأولين ، ثم في القرآن الذي هو حجة على سائر كتبه ومصداق لها ، ولم يقتصر إلا على استيفاء قصته وضرب صورة كاملة عليها ، ليجعل له لسان صدق في الآخرين ، كما جعله لجدّه الخليل إبراهيم عليه السلام ، وليقتدي به الصالحون إلى آخر الدهر في العفة وطيب الإزار والتثبت في مواقف العثار ، فأخزى الله أولئك في إيرادهم ما يؤدّي إلى أن يكون إنزال الله السورة التي هي أحسن القصص في القرآن العربي المبين ليقتدي بنبي من أنبياء الله ، في القعود بين شعب الزانية وفي حل تكته للوقوع عليها ، وفي أن ينهاه ربه ثلاث كرّات ويصاح به من عنده ثلاث صيحات بقوارع القرآن ، وبالتوبيخ العظيم ، وبالوعيد الشديد ، وبالتشبيه بالطائر الذي سقط ريشه حين سفد غير أنثاه ، وهو جاثم في مربضه لا يتحلحل ولا ينتهي ولا ينتبه ، حتى يتداركه الله بجبريل وبإجباره ، ولو أن أوقح الزناة وأشطرهم وأحدهم حدقة وأصلحهم وجهاً لقي بأدنى ما لقي به نبي الله مما ذكروا ، لما بقي له عرق ينبض ولا عضو يتحرّك.

Artinya:
Ada yang menyatakan, “Nabi Yaqub AS memukul dada hingga syahwat Nabi Yusuf AS keluar dari beberapa jarinya.”
Ada lagi yang berkata, “Semua putra Yaqub AS, berputra duabelas orang, kecuali Yusuf AS. Beliau hanya berputra sebelas orang, karena syahwatnya telah berkurang satu, ketika ingin melakukan sesuatu pada Zulaikha.”
Ada lagi yang berkata, “Yusuf AS dibentak ‘ya Yusuf! Jangan seperti burung! Tadinya berbulu! Ketika berzina, maka hanya mampu mendekam. Bulu-bulunya rontok!.”
Ada lagi yang berkata, “Telapak tangan tidak berlengan dan tidak bertubuh, muncul di antara Yusuf AS dan Zulaikha. Di telapak tangan itu tertulis ‘Sungguh para malaikat penjaga mulia yang menulis, niscaya berada di atas kalian’ [Qs Al-Infithar 11]. Namun beliau tidak berpaling. 
Dia melihat lagi tulisan ‘Jangan kau dekati perzinaan! Sungguh itu keji dan sejelek-jelek jalan!’ di telapak tangan itu. [Qs Al-Isra 32]. Namun dia belum mau menghentikan hasratnya. 
Dia melihat tulisan ‘Takutlah hari yang saat itu kalian dikembalikan pada Allah!’ di telapak tangan itu. [Qs Al-Baqarah 281], namun dia AS tidak bergeming.
Pada Jibril AS, Allah berfirman, ‘Temui HambaKu sebelum melakukan kesalahan!’. 
Sontak Jibril AS turun untuk berkata ‘masyak kau (Yusuf) akan melakukan perbuatan kaum bodoh? Padahal di dalam kitab besar, kau terdaftar pada deretan para nabi AS?’.”
Ada lagi yang berkata ‘dia AS melihat patung Al-Aziz’.
Ada lagi yang berkata ‘Zulaikha berdiri dan berjalan, untuk menutupi patung’ yang berada di sana. Lalu berkata ‘saya malu jika dia melihat kita berdua’. 
Yusuf AS berkata ‘kau telah malu pada patung yang tidak mendengar dan tidak melihat? Kenapa saya justru tidak malu pada yang Maha Mendengar Maha Melihat, yang tahu isi hati?’.

Riwayat ini dan yang sepadannya, tergolong penjelasan yang dilontarkan oleh kaum Bejat dan Jahat, yang pekerjaan mereka ‘memfitnah Allah dan para NabiNya AS’. Ahli adil dan ahli tauhid, Al-Hamdu lillah tidak mengucapkan yang mereka ucapkan. Kalau telah tergelincir pada amalan rendah seperti penjelasan di atas, niscaya justru dijelaskan bahwa 'Yusuf AS telah melakukan'. Bertobat maupun istighfarnya, juga pasti 'telah dijelaskan' pula. Seperti tergelincirnya Nabi Adam AS, Nabi Dawud AS, Nabi Nuh AS, Nabi Ayub AS, Nabi Dzinnun (Yunus) AS
Tobat dan istighfar mereka telah dijelaskan (pada kita). [3]
Bagaimana mungkin Nabi Yusuf AS melakukan demikian? Padahal dia telah disanjung dan telah dinyatakan ‘Mukhlash’ oleh Allah? [4] Dia telah tahu pasti bahwa dirinya telah menginjak jalan licin (berbahaya). Dia telah memerangi nafsunya seperti para rasul (Ulul-Quwwati wa Al-Azm), yang memiliki kekuatan dan keteguhan iman. Dia telah memahami betul, dalil yang 'mengharamkan' dan menilai 'jelek' perbuatan seperti itu. 
(Karena perjuangan menghindarnya sempurna) maka dia berhak mendapatkan ‘Sanjungan Allah’ yang tertulis di dalam kitab-kitab suci kuno. Bahkan di dalam Al-Qur’an yang merupakan hujjah yang mengalahkan semua KitabNya. Yang berguna sebagai 'alat pencari atau pembukti' kebenaran, bagi Kitab-KitabNya.
Tujuan Allah mengkisahkan dan melukiskan akhlaq Yusuf AS secara sempurna, tiada lain kecuali, 'agar dia AS menjadi buah bibir' di kalangan kaum Akhir. Sebagaimana Allah telah menjadikan kakek dia bernama Ibrahim AS sebagai Al-Khalil (orang Pilihan). Dan agar kaum Shalih sepanjang masa mengikuti dia AS mengenai:
1.     Terjaganya.
2.     Berbusana yang baik.
3.   Dan agar berdiri tegak, di jalan licin yang menggelincirkan.
Allah pun merendahkan upaya (kotor) mereka yang ditujukan pada Surat (Yusuf) dari Allah. Yang merupakan seindah-indah kisah di dalam Al-Qur’an, berbahasa Arab nyata. Yang bertujuan agar seorang nabi AS dijadikan Panutan.
Keinginan (kotor) mereka, (memasukkan 'Ajaran Sesat' secara samar):
1.   Cara lelaki duduk pada cabang (di antara dua kaki) wanita pezina.
2.   Melepaskan kancing celana untuk mencoitus wanita pezina. Beliau AS telah dilarang oleh Tuhannya berkali-kali, dan telah ditunjukkan tiga dalil, dari Al-Qur’an. Beliau AS telah dibentak dengan bentakan dahsyat, telah diancam dengan ancaman keras, dan telah digambarkan seperti burung yang seluruh bulunya rontok, setelah mezinahi burung betina bukan pasanganya. Akhirnya di dalam sarangnya, burung jantan itu tidak mampu bergeser dan berpindah, bahkan tak mampu berdiri. Hingga Allah perintah agar Jibril mendatangi beliau AS untuk memberi penjelasan keras.
Kalau para pezina bermoral lebih bejat, atau yang kebejatan moral mereka sedang, bermata indah, berwajah mempesona, ‘membandel seperti yang dituduhkan atas Yusuf, Nabi Allah AS tersebut di atas’, niscaya tak memiliki lagi otot atau anggota badan, yang bisa digerakkan. (Artinya Yusuf AS mutlak tidak membandel seperti Kisah Fitnah di atas).” 

Kesimpulan, "Firman yang ada, melukiskan 'Yusuf AS' telah tergoda, hingga sahwatnya menggelora, bahkan hampir bergeser untuk lebih mendekat. Tapi akalnya menyadarkan untuk menghindari. Hingga dia berlari secepat-cepatnya. Hingga Allah menyatakan 'dia tergolong kaum Mukhlasiin'.
Mungkin keikhlasan Yusuf AS yang membuat ridho, hingga Allah memberi Mukjizat berbentuk 'Bayi berbicara' untuk membela, dengan ‘persaksian baik’. Seperti kaum yang selalu ikhlas (dalam beramal) juga diperlakukan demikian, oleh Allah.



Ponpes Mulya Abadi Mulungan

[1] Alasan dari kisah muballigh yang diingkari dua alim tersebut : تفسير الطبري - (ج 16 / ص 35)
19015 - حدثنا أبو كريب وسفيان بن وكيع ، وسهل بن موسى الرازي ، قالوا: حدثنا ابن عيينة ، عن عثمان بن أبي سليمان ، عن ابن أبي مليكة ، عن ابن عباس ، سئل عن همّ يوسف ما بلغ؟ قال: حَلّ الهِمْيان ، وجلس منها مجلس الخاتن  = لفظ الحديث لأبي كريب

[2] تفسير الطبري - (ج 16 / ص 49)
وأولى الأقوال في ذلك بالصواب أن يقال: إن الله جل ثناؤه أخبر عن همِّ يوسف وامرأة العزيز كل واحد منهما بصاحبه ، لولا أن رأى يوسف برهان ربه ، وذلك آيةٌ من الله ، زجرته عن ركوب ما همَّ به يوسف من الفاحشة = وجائز أن تكون تلك الآية صورة يعقوب = وجائز أن تكون صورة الملك - وجائز أن يكون الوعيد في الآيات التي ذكرها الله في القرآن على الزنا = ولا حجة للعذر قاطعة بأيِّ ذلك [كان] من أيٍّ . والصواب أن يقال في ذلك ما قاله الله تبارك وتعالى ، والإيمان به ، وترك ما عدا ذلك إلى عالمه

[3] Mengenai Dawud AS, Allah berfirman: وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ [ص/24]. Mengenai Nuh AS, Allah berfirman: قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ  [هود/47]. 
Mengenai Ayub AS, Allah berfirman: وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلَا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ [ص/44]. 
Mengenai Dzunnun (Yunus AS), Allah berfirman: وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ [الأنبياء/87].

[4] Mengenai Kemukhlasan Yusuf AS, Allah berfirman: إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ [يوسف/24].

2012/03/26


2012/03/25

BA 2: Bedah Al-Musthalah


Dhobith (Menguasai)


Abu Qilabah dan Anbasah murid Anas bin Malik RA. Tetapi Anbasah mengakui, Abu Qilabah lebih dhabith kemanqulannya, mengenai Al-Qasamah, daripada dirinya. Bukhari meriwayatkan tentang ini.
Dalam pengajian akbar yang diselenggarakan oleh raja terbesar sejagad di Syam; tersingkap Mutiara Hikmah yang tidak pernah diketahui oleh kebanyakan orang. Tentu saja hal itu membuat Raja Umar bin Abdil-Aziz dan Umaroul Ajnad, bahkan umumnya hadirin terkesima.[1]  
Memang awalnya Abu Qilabah yang menunjukkan Mutiara Hikmah itu ditentang keras oleh keluarga raja. Tetapi akhirnya menang dalam berhujah karena benar-benar menguasai (dhabith) pada dalil yang disampaikan.
Umar bin Abdil-Aziz menjadi raja pengganti Sulaiman bin Abdil-Malik, pada tahun 99 Hijriyah (716 M) karena usulan Roja bin Chaiwah (رجاء بن حيوة).[2]
Raja (Amirul Mukminiin) Umar bin Abdil-Aziz sangat wirai (hati-hati dalam menentukan kebijakan). Karena rajin mengaji, pada masa pemerintahannya banyak Mutiara Hikmah yang terungkap, sehingga agama Islam benar-benar hidup. Termasuk Mutiara Hikmah yang terungkap saat itu, mengenai menghukum dengan dasar sumpah 50 orang penuduh. Sejak zaman Jahiliah, seorang yang disumpahi oleh 50 orang, bahwa telah membunuh orang, bisa didenda 100 unta. Sekitar tahun 7 Hijriah, bnabi SAW juga menyatakan, “Kalau 50 orang kalian berani bersumpah bahwa orang Yahudi itu telah membunuh saudara kalian, mereka akan saya tarik denda (100 unta).”
Menghukum dengan dasar sumpah 50 orang penuduh semacam itu, zaman dulu diistilahkan Al-Qosamah (الْقَسَامَة).
Atas dasar Sabda itu, banyak yang salah dalam beristimbath (menyimpulkan hukum). Yakni beranggapan bahwa sumpah 50 penuduh, bisa dijadikan alasan membunuh atau menghukum orang, yang dituduh. Kesalahan itu terungkap pada zaman Umar bin Abdil-Aziz, di dalam pengajian akbar, berkat kepandaian (kedhabithan) Abu Qilabah murid Anas bin Malik RA.

Bukhari meriwayatkan pengajian akbar itu, di dalam kitab shahihnya. Saat itu pengajian dihadiri oleh pejabat tinggi yang disebut Umaroul Ajnad atau Ruusul Ajnad. Diperkirakan yang menghadiri pengajian saat itu, ratusan ribu:
6899- حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الأَسَدِيُّ ، حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ أَبِي عُثْمَانَ ، حَدَّثَنِي أَبُو رَجَاءٍ مِنْ آلِ أَبِي قِلاَبَةَ ، حَدَّثَنِي أَبُو قِلاَبَةَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ أَبْرَزَ سَرِيرَهُ يَوْمًا لِلنَّاسِ ثُمَّ أَذِنَ لَهُمْ فَدَخَلُوا فَقَالَ مَا تَقُولُونَ فِي الْقَسَامَةِ قَالَ نَقُولُ الْقَسَامَةُ الْقَوَدُ بِهَا حَقٌّ وَقَدْ أَقَادَتْ بِهَا الْخُلَفَاءُ قَالَ لِي مَا تَقُولُ يَا أَبَا قِلاَبَةَ وَنَصَبَنِي لِلنَّاسِ فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ عِنْدَكَ رُؤُوسُ الأَجْنَادِ وَأَشْرَافُ الْعَرَبِ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ خَمْسِينَ مِنْهُمْ شَهِدُوا عَلَى رَجُلٍ مُحْصَنٍ بِدِمَشْقَ أَنَّهُ قَدْ زَنَى لَمْ يَرَوْهُ أَكُنْتَ تَرْجُمُهُ. قَالَ : لاَ قُلْتُ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ خَمْسِينَ مِنْهُمْ شَهِدُوا عَلَى رَجُلٍ بِحِمْصَ أَنَّهُ سَرَقَ أَكُنْتَ تَقْطَعُهُ وَلَمْ يَرَوْهُ قَالَ : لاَ قُلْتُ فَوَاللَّهِ مَا قَتَلَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَطُّ إِلاَّ فِي إِحْدَى ثَلاَثِ خِصَالٍ رَجُلٌ قَتَلَ بِجَرِيرَةِ نَفْسِهِ فَقُتِلَ ، أَوْ رَجُلٌ زَنَى بَعْدَ إِحْصَانٍ ، أَوْ رَجُلٌ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَارْتَدَّ ، عَنِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ الْقَوْمُ أَوَلَيْسَ قَدْ حَدَّثَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَطَعَ فِي السَّرَقِ وَسَمَرَ الأَعْيُنَ ثُمَّ نَبَذَهُمْ فِي الشَّمْسِ فَقُلْتُ أَنَا أُحَدِّثُكُمْ حَدِيثَ أَنَسٍ ، حَدَّثَنِي أَنَسٌ أَنَّ نَفَرًا مِنْ عُكْلٍ ثَمَانِيَةً قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَبَايَعُوهُ عَلَى الإِسْلاَمِ فَاسْتَوْخَمُوا الأَرْضَ فَسَقِمَتْ أَجْسَامُهُمْ فَشَكَوْا ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : أَفَلاَ تَخْرُجُونَ مَعَ رَاعِينَا فِي إِبِلِهِ فَتُصِيبُونَ مِنْ أَلْبَانِهَا وَأَبْوَالِهَا قَالُوا بَلَى فَخَرَجُوا فَشَرِبُوا مِنْ أَلْبَانِهَا وَأَبْوَالِهَا فَصَحُّوا فَقَتَلُوا رَاعِيَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَأَطْرَدُوا النَّعَمَ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَأَرْسَلَ فِي آثَارِهِمْ فَأُدْرِكُوا فَجِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ بِهِمْ فَقُطِّعَتْ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ وَسَمَرَ أَعْيُنَهُمْ ثُمَّ نَبَذَهُمْ فِي الشَّمْسِ حَتَّى مَاتُوا قُلْتُ وَأَىُّ شَيْءٍ أَشَدُّ مِمَّا صَنَعَ هَؤُلاَءِ ارْتَدُّوا ، عَنِ الإِسْلاَمِ وَقَتَلُوا وَسَرَقُوا فَقَالَ عَنْبَسَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَاللَّهِ إِنْ سَمِعْتُ كَالْيَوْمِ قَطُّ فَقُلْتُ أَتَرُدُّ عَلَيَّ حَدِيثِي يَا عَنْبَسَةُ قَالَ : لاَ وَلَكِنْ جِئْتَ بِالْحَدِيثِ عَلَى وَجْهِهِ وَاللَّهِ لاَ يَزَالُ هَذَا الْجُنْدُ بِخَيْرٍ مَا عَاشَ هَذَا الشَّيْخُ بَيْنَ أَظْهُرِهِمْ قُلْتُ وَقَدْ كَانَ فِي هَذَا سُنَّةٌ مِنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم دَخَلَ عَلَيْهِ نَفَرٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَتَحَدَّثُوا عِنْدَهُ فَخَرَجَ رَجُلٌ مِنْهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ فَقُتِلَ فَخَرَجُوا بَعْدَهُ فَإِذَا هُمْ بِصَاحِبِهِمْ يَتَشَحَّطُ فِي الدَّمِ فَرَجَعُوا إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ صَاحِبُنَا كَانَ تَحَدَّثَ مَعَنَا فَخَرَجَ بَيْنَ أَيْدِينَا فَإِذَا نَحْنُ بِهِ يَتَشَحَّطُ فِي الدَّمِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ بِمَنْ تَظُنُّونَ ، أَوْ تَرَوْنَ قَتَلَهُ قَالُوا نَرَى أَنَّ الْيَهُودَ قَتَلَتْهُ فَأَرْسَلَ إِلَى الْيَهُودِ فَدَعَاهُمْ فَقَالَ آنْتُمْ قَتَلْتُمْ هَذَا ؟ قَالُوا : لاَ قَالَ أَتَرْضَوْنَ نَفَلَ خَمْسِينَ مِنَ الْيَهُودِ مَا قَتَلُوهُ فَقَالُوا مَا يُبَالُونَ أَنْ يَقْتُلُونَا أَجْمَعِينَ ثُمَّ يَنْتَفِلُونَ قَالَ أَفَتَسْتَحِقُّونَ الدِّيَةَ بِأَيْمَانِ خَمْسِينَ مِنْكُمْ قَالُوا مَا كُنَّا لِنَحْلِفَ فَوَدَاهُ مِنْ عِنْدِهِ قُلْتُ وَقَدْ كَانَتْ هُذَيْلٌ خَلَعُوا خَلِيعًا لَهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَطَرَقَ أَهْلَ بَيْتٍ مِنَ الْيَمَنِ بِالْبَطْحَاءِ فَانْتَبَهَ لَهُ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَحَذَفَهُ بِالسَّيْفِ فَقَتَلَهُ فَجَاءَتْ هُذَيْلٌ فَأَخَذُوا الْيَمَانِيَ.

Arti (selain isnad)nya:
Abu Qilabah bercerita pada Abu Roja (أَبُو رَجَاءٍ), “Sungguh Umar bin Abdil-Aziz pernah mengeluarkan singgasananya (dari balairung), untuk menerima kehadiran rakyat (jamaah pengajian akbar).
Beliau mempersilahkan agar rakyat sama masuk (aula) untuk ditanya, “Bagaimana kalian menyatakan kedudukan qosamah di dalam hukum?.”
Para hadirin menjawab, “Penarikan denda (100 unta dari tertuduh) atas dasar Qosamah adalah benar. Sungguh para Khalifah telah menarik denda (100 unta dari tertuduh) dengan dasar Qosamah.”
Umar bin Abdil-Aziz berkata, “Bagaimana menurutmu? Tentang pengertian itu ya Aba Qilabah?” Sambil menyuruh Abu Qilabah berdiri, agar dilihat pejabat dan rakyat.
Abu Qilabah menjawab, “Ya Amiral Mulminiin, di sisi tuan, Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) dan para tokoh masyarakat. Bagaimana pandangan tuan kalau 50 orang dari mereka menyampaikan persaksian bahwa, seorang lelaki berstatus nikah di Damaskus telah berzina. Namun mereka tidak menyaksikan sendiri (maksudnya tidak ada buktinya). Beranikah baginda merajam lelaki tertuduh itu?.”
Raja Umar bin Abdul-Aziz menjawab, “Tidak berani.”
Abu Qilabah bertanya, “Bagaimana pendapat baginda kalau 50 orang menyampaikan persaksian (dengan besumpah) bahwa lelaki di Chims (Homs) telah mencuri. Apakah tuan berani memotong tangan orang tertuduh itu? Padahal 50 penuduh yang bersumpah itu tidak menyaksikan (menunjukkan bukti)?.”
Beliau menjawab, “Tidak berani.”
Abu Qilabah berkata, “Demi Allah, Rasulullah SAW pun mutlak belum pernah membunuh orang iman kecuali karena tiga perkara:
1.     Membunuh dengan tindakan nyatanya.
2.     Berzina setelah setatus nikah.
3.     Memerangi Allah dan Rasul-Nya dan murtad dari Islam.”
Sejumlah kaum membantah Abu Qilabah, “Bukankah Anas bin Malik RA pernah menyampaikan Hadits ‘sesungguhnya Rasulullah SAW telah memotong (tangan) dan menyelaki mata (dengan besi panas)? Lalu membuang mereka ke terik matahari, karena pencurian?’.” 
Abu Qilabah menjawab, “Justru saya lah yang akan menjelaskan Hadits Anas bin Malik itu, pada kalian:
‘Anas pernah menceritakan padaku bahwa, sungguh sekelompok orang dari kampung Ukl, berjumlah delapan, telah datang untuk berbaiat sebagai pernyataan Islam, pada Rasulallah SAW’.
Mereka merasa kurang nyaman terhadap cuaca di kota itu, hingga badan mereka sakit. Mereka melaporkan demikian itu pada Rasulallah SAW.
Rasulullah bersabda ‘maukah kalian keluar bersama penggembala kami, menuju untanya ? Agar kalian bisa mengambil susu dan kencingnya (sebagai obat)’ ?.
Mereka menjawab ‘tentu’.
Mereka keluar bersama penggembala, untuk minum susu dan kencing unta. Setelah sehat, mereka membunuh penggembala Rasulillah SAW, dan menggiring binatang ternak (berjumlah 15 ekor) itu. [3]
Setelah berita itu sampai, Rasulallah SAW mengutus pasukan agar mengejar mereka.[4] Mereka didatangkan untuk diadili.
Beliau SAW perintah agar tangan-tangan dan kaki-kaki mereka dipotong. Rasulallah SAW menyelaki mata dengan besi panas dan membuang ke terik matahari, hingga mereka tewas.”
Abu Qilabah bertanya, “Mana lagi kejahatan yang lebih dahsyat daripada perbuatan mereka:
1.     Murtad dari Islam.
2.     Membunuh.
3.     Merampok ?.”
Dengan takjub, Ambasah bin Sa’id berkata, “Demi Allah ! Mutlak saya belum pernah mendengar penjelasan Hadits yang sejelas ini.”
Abu Qilabah bertanya, “Masyak kau akan membantah Hadits yang saya sampaikan ini ya Anbasah?.”
Anbasah menjawab, “Tidak, karena kau telah menyampaikan Hadits ini dengan tepat sekali. Demi Allah pasukan ini tak henti-henti baik, selama Syaikh (Abu Qilabah) ini hidup di pertengahan mereka.”
Abu Qilabah berkata, “Memang ada Sunnah Rasulillah SAW mengenai hal ini: Sekelompok kaum Anshor masuk ke rumah Rasulillah SAW, untuk bercerita di sisi beliau. Tiba-tiba seorang lelaki dari mereka keluar, namun lalu dibunuh oleh orang. Sekelompok kaum Anshor tersebut keluar, untuk mencari korban. Ternyata korban yang dicari, meninggal, berlumuran darah. 
Sekelompok kaum Anshor kembali menghadap Rasulallah SAW, untuk berkata, “Ya Rasulallah, sahabat kami yang ikut berbincang-bincang tadi, keluar (dan hilang) dari perkumpulan kami. Setelah kami temukan, ternyata meninggal, berlumuran darah.”
Rasulullah SAW keluar untuk bersabda, “Siapakah yang kalian sangka sebagai pelakunya ?” Atau, “Orang yang telah membunuh ?.”
Mereka menjawab, “Jelas kaum Yahudi, yang telah membunuh.”
Rasulullah SAW perintah agar kaum Yahudi didatangkan, untuk ditanya, “Bukankah kalian yang membunuh ini?.”

Pada para sahabat, Rasulullah bertanya, “Apa kalian ridho terhadap sumpah 50 orang Yahudi ? Yang isinya mereka tidak membunuh ?.”
Kaum Anshor menjawab, “Mereka membunuh pada kita semuanya pun tak peduli, lalu pasti mengingkari.”
Rasulullah SAW bertanya, “Maukah kalian mendapatkan hak menarik denda , dengan bersumpah 50 orang kalian ?.”
Mereka menjawab, “Kami jelas tidak mau bersumpah (pada yang tidak kami saksikan).”
Rasulullah SAW memberi denda pada korban itu, dari diri Rasulullah SAW.”

Abu Qilabah berkata, “Di zaman Jahiliah dulu, kaum Hudzail juga pernah mengeluarkan seorang dari kumpulan mereka. Orang tersingkir itu mendatangi sebuah keluarga di Yaman, yang tinggal di Batcha (dataran rendah), pada malam hari. Ada lelaki yang terjaga lalu melemparkan pedang, untuk membunuh orang yang datang di malam tersebut.
Kaum Hudzail berdatangan untuk menangkap lelaki dari Yaman, pembunuh orang mereka.

Di zaman Umar bin Al-Khatthab, mereka mendatangi Umar di musim haji, untuk melaporkan lelaki (pembunuh) dari Yaman. Mereka berkata, “Dia telah membunuh orang kami.”
Lelaki Yaman membantah, “Sungguh mereka (tak berhak membela, karena) telah mengeluarkan dia dari kumpulan mereka.” 
Umar bin Al-Khatthab berkata, “Agar ada 50 orang Hudzail yang bersumpah, belum pernah melepaskan korban yang tewas itu dari kelompok mereka.”
Empatpuluh sembilan lelaki Hudzail bersumpah bahwa, orang Yaman itu telah membunuh orang mereka.
Seorang lelaki dari Syam yang datang, diminta oleh mereka agar bergabung bersumpah. Namun dia menebus (kewajiban) sumpahnya, dengan uang seribu dirham.
Mereka memasukkan lelaki lain, agar mewakili lelaki yang menyetorkan uang serubu dirham. Tangan lelaki penerima uang, digandengkan dengan saudara lelaki korban.
Kaum Hudzail berkata, “Kami pergi bersama 50 lelaki yang bersumpah.”
Ketika telah sampai daerah Nakhla (نَخْلَةَ), mereka dilanda hujan. Mereka masuk ke dalam gua di gunung, untuk berteduh. Mulut gua runtuh menimpa 50 orang yang telah bersumpah, hingga semuanya tewas.
Dua lelaki bergandengan tangan itu lepas dan lari, namun sebuah batu dari atas gunung jatuh, mengejar mereka berdua. Kaki saudara lelaki korban, tertabrak batu hingga patah. Dia bertahan hidup selama setahun, lalu tewas.

Abu Qilabah berkata, “Memang sungguh Abdul-Malik bin Marwan dulu, pernah mempersilahkan kisos, atas seorang lelaki, dengan dasar qosamah, namun lalu menyesal setelah tindakannya. [5] Lalu perintah agar daftar nama 50 orang yang telah bersumpah, dihapus dari kitab besar bernama Diwan (الدِّيوَانِ). Dan mempersilahkan mereka pulang ke Syam.”


Yu Sane dan Liti berkata, “Sejak itu raja dan kaum Muslimiin tahu bahwa, membunuh orang iman hukumnya haram, kecuali yang telah melakukan salah satu dari tiga pelanggaran, yang disebutkan di atas.”
Dila dan Tina berkata, “Sebelum itu pejabat tinggi kerajaan, ada yang beranggapan, membunuh orang yang menentang pimpinan, halal, sehingga Chajjaj bin Yusuf (الْحَجَّاجُ بْنُ يُوسُفَ) berani membunuh 120.000 orang.”[6]
Tengah bertanya, “Apa dasar perkiraan pengikut pengajian itu ratusan ribu?.”
Tina menjawab, “Dalam Hadits di atas disebutkan oleh Abu Qilabah bahwa, pengajian itu dihadiri oleh Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) dan para tokoh masyarakat. Kesenangan mengaji kaum Muslimiin pada saat itu, tinggi. Kehadiran tokoh besar masyarakat membuat mereka bertambah semangat mengikuti pengajian. Kehadiran Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) di dalam pengajian itu, menambahi semangat rakyat dalam mengaji. Apa lagi pengajian itu dipimpin langsung oleh raja terbesar sejagad saat itu.”
Elan dan Iti bertanya, “Siapakah Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) saat itu h?.”
Liti menjawab, “Allahu a’lam, yang pasti kalau pada zaman Umar bin Al-Khatthab Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ) yang kadang diistilahkan Umaraul Ajnad (أمراء الأجناد) itu:
1.     Abu Ubaidah bin Al-Jarrach.
2.     Yazid bin Abi Sufyan.
3.     Khalid bin Al-Walid.
4.     Syurachbil bin Chasanah.
5.     Amer bin Al-Ash.
Setelah itu tentunya Ruusul Ajnad berganti, mengikuti kebijakan raja.
Pada zaman Abu Bakr, yang memimpin ruusul ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ), Khalid bin Al-Walid. Beberapa saat setelah dibai’at menjadi Khalifah, Umar mengganti Abu Ubaidah sebagai pimpinan Ruusul Ajnad (رُؤُوسُ الأَجْنَادِ), dan mengeser kedudukan Khalid di bawahnya. Penggantian itu ditentang keras oleh keluarga Khalid, dengan alasan Khalid telah berjasa besar merebut wilayah Syam yang sangat luas dengan pedang, keberanian dan kecerdasannya.
Beberapa saat setelah itu, Umar menjelaskan dengan kelembutan, cinta kasih dan bijaksana, mengenai alasan penggantiannya, hingga semua bisa menerima dengan senang hati.”  

Ibnu Chajar mengulas kedhabithan Abu Qilabah: فتح الباري لابن حجر - (ج 19 / ص 350)
فِي رِوَايَة اِبْن عَوْن " قَالَ لَا هَكَذَا حَدَّثَنَا أَنَس " وَهَذَا دَالّ عَلَى أَنَّ عَنْبَسَةَ كَانَ سَمِعَ حَدِيث الْعُكْلِيِّينَ مِنْ أَنَس . وَفِيهِ إِشْعَار بِأَنَّهُ كَانَ غَيْر ضَابِط لَهُ عَلَى مَا حَدَّثَ بِهِ أَنَس فَكَانَ يَظُنّ أَنَّ فِيهِ دَلَالَة عَلَى جَوَاز الْقَتْل فِي الْمَعْصِيَة وَلَوْ لَمْ يَقَع الْكُفْر ، فَلَمَّا سَاقَ أَبُو قِلَابَةَ الْحَدِيثَ تَذَكَّرَ أَنَّهُ هُوَ الَّذِي حَدَّثَهُمْ بِهِ أَنَس فَاعْتَرَفَ لِأَبِي قِلَابَةَ بِضَبْطِهِ ثُمَّ أَثْنَى عَلَيْهِ.


Artinya:
Di dalam riwayat Ibnu Aun tertulis:
“Dia berkata ‘tidak ! Anas menceritakan Hadits pada kami demikian ini’. Dan ini menunjukkan bahwa Anbasah pernah mendengar Hadits tentang kaum Ukl itu dari Anas. Dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa Anbasah tidak dhabith (menguasai) Hadits gurunya, Anas. Dia tadinya meyakini bahwa Hadits itu merupakan dalil bahwa, boleh membunuh orang yang maksiat, walaupun belum sampai pada kekufuran. Begitu Abu Qilabah membedah Hadits itu; dia ingat bahwa Hadits itulah yang pernah disampaikan oleh Anas pada dia dan teman-temannya. Dia pun mengakui bahwa Abu Qilabah dhabith dan menyanjung padanya.”





[2] Mengenai penjelasan itu di dalam Al-Kamil dijelaskan: الكامل في التاريخ - (2 / 363)
ما ترى في ولدي دواد؟ قال الرجاء: رأيك. قال: فكيف ترى في عمر بن العزيز؟ قال رجاء: فقلت: أعلمه والله خيراً فاضلاً سليماً. قال سليمان: هو على ذلك ولئن وليته ولم أول أحداً سواه لتكونن فتنة ولا يتركونه أبداً يلي عليهم إلا أن يجعل أحدهم بعده، وكان عبد الملك قد عهد إلى الوليد وسليمان أن يجعلا أخاهما يزيد ولي عهد، فأمر سليمان أن يجعل يزيد بن عبد الملك بعد عمر، وكان يزيد غائباً في الموسم
[3] Bernama Yasar (يسار).
[4] Dipimpin oleh Kurzu bin Jabir (كُرْز بْن جَابِرٍ).
[6] Tentang hal itu Tirmidzi menulis: أَحْصَوْا مَا قَتَلَ الْحَجَّاجُ صَبْرًا فَبَلَغَ مِائَةَ أَلْفٍ وَعِشْرِينَ أَلْفَ قَتِيلٍ