SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2015/03/31

PS 94: Pembebasan Syam




Dhirar menjawab, “Akan saya laksanakan dengan senang dan sebaik-baiknya.”
Tiap rombongan telah berangkat menuju lokasi yang ditentukan.

Di pagi yang dingin itu, kaum Balbek membuka semua pintu beteng, untuk keluar. Beribu-ribu pasukan mengalir keluar, dipimpin oleh Bathriq Harbis raja mereka, yang di bawah kendali Raja Hiraqla. Mereka mendengarkan Harbis berkata, “Ketahuilah hai orang-orang Nashrani! Bahwa saudara-saudara kita yang berada di selain wilayah kita, tidak mampu melawan kaum Arab.”
Mereka menjawab, “Yang mulia berbahagialah, dan nasehatilah kami. Sebelumnya kami takut pada kaum Arab. Namun ternyata mereka bukan kaum pemberani dan bukan kaum yang gigih ‘dalam beperang’. Banyak di antara mereka yang berpakaian jelek. Padahal kita berbaju dan berhelm perang yang diberi pilindung leher. Kita telah diberi kewibawaan oleh Al-Masih.”

Abu Ubaidah berteriak, “Hai kaum Muslimiin! Jangan takut mereka! Agar kewibawaan kalian tidak hilang! Tabahlah! Sungguh Allah menyertai kaum yang tabah!.”

Banyak juga pasukan Balbek yang takut. Karena teringat serangan pasukan Muslimiin sehari sebelumnya, dahsyat sekali. Hal itu membuat serangan mereka ‘sangat ganas’ berbahaya.
Seorang Muslim bernama Sahl bin Shabach Al-Absi (سهل بن صباح العبسي) menjelaskan, “Saat terjadi peperangan di hari yang kedua, ‘serangan kaum Balbek ganas sekali’. Saat itu lengan kanan saya tidak bisa dipergunakan membawa pedang, karena luka serius. Saya berperang berjalan kaki bersama teman-teman. Dan berpikir kalau terjadi peperangan saya tidak bisa berbuat banyak. Saya mendaki gunung tinggi yang dingin untuk melihat peperangan, dari belakang batu besar.

Kaum Balbek melancarkan serangan bertubi-tubi, dilawan oleh kaum Muslimiin dengan garang. Beberapa pedang berdenting mengeluarkan bunga api, saat membentur helm perang atau pedang.”
Beberapa Muslimiin berharap Sa’id bin Zaid (سعيد بن زيد) dan Dhirar bin Al-Azwar (ضرار بن الأزور) mengamuk. Untuk meringankan beban perjuangan. Panglima perang bernama Abu Ubaidah juga berperang sibuk sekali.
Perang makin berkobar-kobar dan korban berjatuhan. Sahl bin Shabach yang sedang luka, menyaksikan peperangan dari puncak gunung. Di atas itu, dia mematahkan pepohonan untuk ditumpuk dan dibakar. Dia menggoreskan zinad (korek), untuk menyalakan tumpukan kayu. Setelah menyala, ditambahi lagi kayu-kayu kering dan basah, hingga asapnya membanyak dan membumbung tinggi.
Sebelum itu sudah ada kesepakatan di antara kaum Muslimiin tanda untuk mengumpulkan mereka ‘api dan asap’. Api dan asap semakin membesar dan meninggi.

Dari bawah, Sa’id bin Zaid dan pasukannya, melihat asap tebal di puncak gunung. Dhirar bin Al-Azwar dan pasukannya juga melihat. Dua komandan itu perintah agar seorang melaporkan pada panglima ‘mengenai adanya tanda’ harus berkumpul.
Dua golongan bergerak, saling mendekat untuk bersatu. Saat itu peperangan sedang sangat gawat, karena dua kubu saling menyerang dengan garang. Sehingga kaum Muslimiin kesulitan dan susah sekali.
Mereka dikejutkan oleh teriakan, “Hai penganut Al-Qur’an! Pertolongan dari Rohman telah datang pada kalian! Kalian ditolong untuk menaklukkan penyembah Sulban (الصُّلْبَانُ)!.”  [1]
Di saat mereka bergerak menjauhi pintu gerbang beteng, pasukan Balbek melancarkan serangan bertubi-tubi, meninggalakan ruangan kosong depan pintu gerbang. Untuk menyerbu dan menyerbu.
Sa’id bin Zaid dan Dhirar mengamuk untuk membunuh kawanan lawan, dan memberi jalan ‘pasukan mereka berdua’, agar memasuki ruangan kosong itu.
Pasukan Balbek yang tadinya yakin akan segera menaklukkan kaum Muslimiiin terkejut, saat melihat kenyataan di luar dugaan.
Pasukan Balbek bergerak mendekat untuk merebut lagi posisi di dekat pintu gerbang, namun tebasan pedang dan tusukan tombak pasukan Muslimiin, menewaskan mereka dengan tragis. Dan amukan pasukan Muslimiin yang menggila, menewaskan. Mereka berserakan mirip dedaunan yang gugur oleh amukan badai.
Pada sisa-sisa pasukan yang masih hidup itu, Harbis panglima perang mereka berteriak, “Jangan lari menuju pintu gerbang! Karena telah terhalang oleh mereka! Siasat kaum Arab kali ini berhasil!.”
Sisa-sisa pasukan Balbek berkumpul mengelilingi panglima mereka. Berjalan menjauh ke depan, lalu berbelok ke kiri, dan naik mendaki gunung.

Sa’id bin Zaid dan Dhirar menggerakkan pasukan untuk menyerang sisa-sisa pasukan Balbek yang ketinggalan, di kiri dan kanan beteng. Hingga mereka tewas berserakan. Yang lain berlari untuk bergabung pada pasukan induk, di bawah komando panglima perang mereka, di atas gunung.  

Pasukan Balbek bersembunyi di ceruk-ceruk gunung.
Dengan berkendaraan kuda, Sa’id bin Zaid dan 500 pasukannya mengejar mereka.

Ketika menyaksikan kaum Balbek berlari ke gunung ‘mengikuti Harbis’, Abu Ubaidah berkata, “Hai! jangan ada seorangpun yang mengejar mereka! Agar pasukan kita tidak berpecah! Saya khawatir ini hanya siasat untuk menjebak! Ketika kalian telah bercerai! Mereka menyerang dengan spontan!.”   
Sa’id tidak mendengat larangan itu. Kalau mendengar pasti tidak mengejar mereka. Sa’id mengejar cepat dan berkata, “Kepunglah kaum yang akan dirusak oleh Allah itu! Jangan sampai mereka berani melawan! Sambil kita menunggu pasukan yang di belakang! Kita menindak mereka, setelah pimpinan kita memerintahkan!.”
Sa’id menunjuk seorang wakil agar memimpin pasukannya. Sementara dia ditemani sekitar 20 pasukan berkuda, pergi menuju Abu Ubaidah di pertengahan pasukannya.
Ketika Sa’id telah menghadap, Abu Ubaidah bertanya, “Mana pasukanmu dan bagaimana keadaan mereka?.”
Sa’id menjawab, “Berbahagialah wahai pimpinan! Pasukan saya dalam keadaan baik-baik dan selamat! Mereka sedang mengepung Musuh-Musuh Allah di ceruk-ceruk gunung.”
Lalu melaporkan kesemuanya.
Abu Ubaidah RA berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah membuat mereka bercerai-berai, meninggalkan tempat.”
Abu Ubaidah mendekati Sa’id dan Dhirar bin Al-Azwar, untuk bertanya, “Kenapa kalian berdua tidak mentaati perintah?! Semoga Allah menyayang kalian. Bukankah saya telah perintah agar kalian berada di pintu-pintu gerbang kota, untuk mengecoh mereka? Apa yang mendorong kalian datang kemari? Saya dan orang-orang yang menyertai saya tadi, khawatir kalau telah terjadi sesuatu, atau pasukan Balbek telah melancarkan serangan pada kalian dari belakang. Sehingga kami mengurungkan rencana mengejar Harbis dan pasukannya ke gunung.”
Sa’id berkata, “Wahai pimpinan! Demi Allah saya tidak berniat menentang perintah sama sekali. Saya telah melaksanakan perintah, namun tiba-tiba saya melihat asap membumbung tinggi, sehingga saya berpikir ini pasti ada sesuatu yang serius. Kami pun segera datang kemari untuk bertanya ‘ada apa’.”
Abu Ubaidah berteriak, “Siapa yang telah menyalakan api di atas gunung?! Agar segera kemari! Untuk memberi keterangan!.”

Sahl bin Shabach bergegas menghadap Abu Ubaidah yang segera bertanya, “Apa yang telah mendorong kau melakukan demikian?.”
Setelah mendengarkan laporan, Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah membimbing kau ke surga. Namun setelah ini, jangan sekali-kali melakukan yang membahayakan, sebelum minta ijin pada pimpinan.”
Pasukan Muslimiin memperhatikan Abu Ubaidah berbicara serius pada Sahl yang di depanya.
Dari atas gunung, seorang lelaki datang bergegas untuk berterik, “Ayo bergegas  hai umat Muhammad! Susullah saudara kalian yang sedang kesulitan karena dikepung kaum Balbek!.”

Harbis penguasa Balbek telah menggerakkan pasukan untuk menyerang pasukan Muslimiin. Dia berkata, “Hai penyembah Al-Masih! Seranglah golongan yang hanya sedikit lagi hina, yang menghalang-halangi kalian memasuki kota! Kalau kalian berhasil membunuh mereka! Pasti lainnya akan lari ketakutan meninggalkan kita!.”   

Sa’id menggerakkan pasukan berjumlah kurang dari 500 orang, untuk mengepung Harbis dan pasukannya. Dia dan pasukannya terkejut oleh munculnya pasukan Balbek, dari tempat persembunyian, hampir serempak. Pasukan Muslimiin berteriak, “Semangat! Semangat!” Sebagai sandi antar mereka, agar waspada terhadap serangan.

Peperangan berkecamuk dengan sengit dan ribut. Dari jauh, ada teriakan keras sekali, “Adakah lelaki yang sanggup mengorbankan diri untuk Allah? Dan menolong pasukan Muslimiin?! Ini musuh telah dekat sekali!.” 
Mush’ab bin Adi melarikan kuda untuk mendatangi suara. Dua pasukan Balbek yang menghalangi, ditebas hingga satunya tewas. Mush’ab memacu kudanya cepat sekali menuju teriakan. Kuda yang kecepatan larinya luar biasa, segera sampai pada arah teriakan yang ternyata ‘pasukan Muslimiin’.

Abu Ubaidah segera tahu bahwa ada bahaya menimpa sebagian pasukannya. Dia berteriak agar pasukan berkudanya membantu yang sedang kesulitan. Jago panah berjumlah limaratus, berkumpul untuk mendatangi panggilan dan melaksanakan perintah, di bawah komando Sa’id bin Zaid.
Kepada Sa’id bin Zaid, Abu Ubaidah perintah, “Cepat bantu saudara kita di sana! Sebelum mereka diserbu! Semoga Allah menyayang kau.”
Sa’id bin Zaid menggiring cepat pada 500 pasukannya, berkendaraan kuda.

Pada Dhirar dan pasukannya, Abu Ubaidah memanggil untuk perintah,  “Bantulah pasukan Sa’id bin Zaid!.”  




In syaa Allah bersambung.



[1] Sulban bahasa Arab, bentuk jamak dari Salib.  

Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi

0 komentar:

Posting Komentar