SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2015/03/21

PS 88: Pembebasan Syam





Sa’id bin Amir Al-Anshari (سعيد بن عامر الأنصاري) sedih, karena pelayannya luka parah. Dia memboncengkan pelayan di belakangnya untuk pulang. Di tengah perjalanan, Sa’id terkejut oleh derap sekelompok pasukan berkuda yang mengejar, cepat sekali. Ternyata mereka orang-orang Ghasan bersenjata tombak panjang.
Mereka berteriak, “Kamilah pasukan dari Ghasan pembela Salib dan Rahib!.”
Sa’id berteriak, “Saya termasuk sahabat Muhammad (المختارAl-Mukhtar SAW.” [1]
Sebagian mereka bergegas mendekat untuk menyerang dengan pedang. 
Sa’id berteriak, “Celaka kalian! Menyerang lelaki dari kaum kalian sendiri.” 
Ada seorang yang berkata, “Berasal dari mana kau?.”
Sa’id menjawab, “Saya berasal dari keluarga Khazraj yang mulia.”
Dia menyarungkan pedang dan berkata, “Kau orang yang dicari oleh tuan besar kami, Jabalah bin Al-Aiham (جبلة بن الأيهم)! Demi kebenaran Al-Masih” pada Said.
Sa’id berkata, “Bagaimana mungkin Jabalah ‘mengenal’ hingga mencari saya?.”
Dia menjawab, “Dia mencari orang Yaman pendukung Muhammad bin Abdillah” Lalu dia perintah, “Ayo ikut kami! Jika membangkang akan kami paksa!.”
Sa’id bin Amir digiring oleh mereka, untuk bergabung pada pasukan induk, yang berjumlah lebih banyak lagi.

Panji dan Salib yang dipasang berjajar di depan barak itu banyak. Sa’id dibawa masuk, menyeberangi kerumunan pasukan, hingga memasuki tempat mewah yang di dalamnya ada Raja Jabalah. Sosok yang sangat dihormati itu duduk di atas kursi emas, berbusana sutra Dibaj model Romawi. Di kepalanya bertengger mahkota gemerlapan oleh taburan mutira lu’lu’ (اللؤلؤ). Yang menggelayut di kalungnya, mutiara yaqut (الياقوت), gemerlapan indah menawan.
Pada Sa’id, Raja Jabalah mengangkat wajah untuk bertanya, “Kamu orang Arab mana?.”
Sa’id menjawab, “Saya keturunan Charitsah, putra Tsa’labah, putra Amer, putra Amir, putra Charitsah, putra Tsa’labah, putra Imru’ul-Qais, putra Abdillah, putra Al-Azwar (الأزور), pura Auf, putra Malik, putra Kahlan, putra Saba’.”
Jabalah bertanya, “Kalau dirunut dari tokoh, kamu dari keluarga siapa?.”
Sa’id menjawab, “Saya keturunan Al-Khazraj putra Charitsah, termasuk pembela Muhammad putra Abdillah SAW.”
Jabalah berkata, “Saya termasuk keluarga besarmu dari Ghasan yang telah keluar dari Islam. Pimpinanmu bernama Umar, tidak mau jika saya ‘membela agama ini’, kecuali jika saya dikisos karena telah menampar rakyat jelata yang hina. Saya raja Yaman yang paling dihormat di negeri Ghasan.”
Sa’id menjawab, “Hai Jabalah! Sungguh Aturan Allah harus lebih dilaksanakan daripada aturanmu. Agama kami tidak melakukan kecuali kebenaran. Umar bin Al-Khatthab RA tidak takut cacian orang mencaci, demi Allah semata.”
Jabalah bertanya, “Siapa namamu?.”
Sa’id menjawab, “Saya Sa’id bin Amir Al-Ansahri.”

Bagi kaum Ghasan, berdiri di hadapan raja justru sopan. Sa’id duduk setelah dipersilahkan oleh Jabalah yang lalu bertanya, “Apa kamu mengenal Chasan bin Tsabit Al-Anshari?.”
Jabalah bertanya, “Telah berapa lama kau berpisah dari dia?.”
Sa’id menjawab, “Dia baru saja mengundang saya untuk makan-makan. Lalu perintah agar pelayan perempunnya ‘membaca syair’ mengenai kau:

Yang beruntung golongan yang kau tinggalkan
Di ‘hari Jillaq’ di awal zaman [3]
Berkerumun hingga anjing mereka tak menyalak
Mereka tak bertanya tentang
Ribuan pasukan yang datang
Berwajah putih dari keluarga terpandang
Berhidung mancung menawan
Umatnya yang faqir ‘besatu’ dengan
Jutawan
Peduli pada anak yatim dan janda  [4]

Lalu kami pergi ke Syam dan perpisah dengannya. Itulah pertemun terakhirku dengan dia.”
Jabalah bertanya, “Masyak dia tahu saya, sehingga membuat syair yang indah ini?.”
Sa’id menjawab, “Betul.”
Raja Jabalah memberikan bungkusan dari kain katan (seperti goni) berisi perak, sambil berkata, “Pemberianku ini kenakanlah! Jangan kau tolak.”
Lalu bertanya, “Demi benarnya tanggungan kaum Arab! Sebetulnya apa yang telah kau lakukan? Ketika ditangkap oleh pasukanku?.”
Sa’id berkata, “Lelaki sebaiknya jujur. Saya pasukan Abu Ubaidah bin Al-Jarrach. Saat itu kami sedang merencanakan pergi ke Chalab (Aleppo) dan Anthakiyah.”
Raja Jabalah berkata, “Ketahuilah bahwa sungguh Raja Hiraqla telah mengutus saya dan bathriq penguasa kota Amuriyah (عَمُّورِيَّةُ), untuk ‘membantu Bathriq Luqa’ penguasa kota Qinasrin. Sungguh Bathriq Luqa membuat surat perdamaian dengan kalian ‘hanya tipu muslihat’. Kami di sini menunggu kedatangan dia. Sekarang pergilah pada Abu Ubaidah pimpinanmu! Dan takut-takutilah dia dengan pedang kami! Suruhlah dia agar kembali lagi! Jangan sekali-kali berani berkeliaran di tanah kekuasaan Raja Hiraqla, yang akan merampas semua kota Syam yang telah kalian rebut!.”  

Sa’id pulang membawa pelayannya dengan kudanya, menuju kaum Muslimiin.
Sejumlah Muslimiin bergegas menyambut kedatangannya, dan menanyakan, “Selama ini ke mana saja kau? Hai putra Amir (عامر)?.”

Sambil menyeberangi kumpulan kaum, menuju Abu Ubaidah, Sa’id melaporkan pertemuan dan perbincangannya dengan Jabalah. Abu Ubaidah mendengar Sa’id menyatakan, ‘telah dilepaskan’ oleh Jabalah, karena menjelaskan tentang Chasan bin Tsabit Al-Anshari (حسان بن ثابت الأنصاري), yang dikagumi oleh Jabalah. 







In syaa Allah bersambung.



[1] Al-Mukhtar artinya ‘pilihan’.
[2] Chasam artinya ‘pedang pilihan yang sangat tajam’.
[3] Mungkin yang dimaksud “Hari Jillaq” Perang Jillaq. Kaum Arab mempergunakan istilah “Hari” untuk peristiwa besar yang terkenang.

0 komentar:

Posting Komentar