SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN MULYA ABADI, JL. MAGELANG KM 8.5 SLEMAN YOGYAKARTA, SEMOGA BLOG INI BISA MENJADI SILATURAHMI KITA UNTUK SALING BERBAGI

2015/03/19

PS 86: Pembebasan Syam




Ketika surat Umar telah datang, Abu Ubaidah RA segera membaca dipertengahan pasukannya. Melalui surat itu, mereka faham bahwa ‘Umar menyuruh mereka’ memerangi kaum musyrikiin. Hal itu membuat Abu Ubaidah menyesali kebijakannya ‘mendamai penduduk Qinasrin’ yang telah berjalan hampir setahun. Tangisan Abu Ubaidah berpengaruh besar pada semua pasukannya. Semua pasukan menangis sedih ‘cukup lama’, karena menyesali perbuatan yang kurang utama.

Di antara mereka banyak yang berkata, “Wahai pemimpin! Apa lagi yang akan membuat kau duduk tenang-tenang ‘meninggalkan jihad?’ Biarkan penduduk Syaizar (شَيْزَرَ) dan Qinasrin (قنسرين)! Mari kita serbu kaum Chalab (Aleppo) dan Anthakiyah (انطاكية) yang tak mau menyembah Allah! Semoga Allah memberi kita kemampuan ‘menaklukkan’ mereka! Perjanjian damai kita dengan penduduk Qinasrin hampir berakhir! Yang abadi adalah yang dikehendaki oleh Allah, Raja Maha Agung.” 

Abu Ubaidah perintah agar Iyadh bin Ghonim berjalan di barisan paling depan. 
Barisan di belakangnya dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid. 
Arak-arakan mereka yang panjang sekali itu ‘mendebarkan hati’ penduduk yang dilewati.
Abu Ubaidah menggiring mereka memasuki dan menduduki kota Rasyin (الرشين). Penduduk segera mengajukan perjanjian damai.

Ketika pasukan Abu Ubaidah sampai kota Hamah, penduduk sama keluar membawa Kitab Injil. Para rahib mengangkat Kitab Injil. Pimpinan mereka yang disebut-sebut sebagai Qiss (yang pandai agama) berada di depan. Mereka ingin mengajukan permohonan damai.
Abu Ubaidah bertanya, “Apa tujuan kalian?.”
Mereka menjawab, “Wahai pimpinan! Kami ingin berdamai dengan kalian. Kami lebih senang menjadi kaum Dzimi.”

Abu Ubaidah mengabulkan permohonan, dengan syarat mereka ‘menyerahkan sejumlah harta’. Lalu dia menyuruh agar sejumlah pasukannya, tinggal kota Hamah.
Abu Ubaidah menggiring pasukan menuju kota Syaizar. Arak-arakan mereka yang panjang sekali itu, membuat penduduk Syaizar ketakutan, sehingga mereka mengajukan permohonan damai.
Abu Ubaidah mengabulkan permohonan dengan syarat, mereka ‘menyerahkan sejumlah harta’.
Pada penduduk Syaizar, Abu Ubaidah bertanya, “Apakah kalian mendengar berita mengenai thagiah (طاغية) Hiraqla?.” [1]
Mereka menjawab, “Kami tidak tahu. Hanya kami mendengar berita‘Bathriq Qinasrin mengajukan permohonan bala bantuan pada Raja Hirqla’ untuk melawan kalian.”

Raja Hiraqla telah mengutus raja bawahannya bernama Jabalah bin Al-Aiham Al-Ghasani (جبلة بن الأيهم الغساني) yang pernah masuk Islam di hadapan Umar. Dan sejumlah kaum Arab Nashrani.

Beberpa pasukan Muslimiin mengatakan, “Yang mendampingi Raja Jabalah, seorang bathriq dari kota Ammuriyyah (عَمُّورِيَّةُ), yang membawa 10.000 pasukan berkuda. Arak-arakan pasukan sangat panjang sekali itu, telah melewati Jisrul-Chadid (jembatan besi). Waspadalah pada mereka, wahai pimpinan!.”

Abu Ubaidah membaca, “Chasbunallaahu wa ni’ma Al-Wakiil.”
Artinya: Semoga Allah membereskan (urusan) kita. Dia Sebaik-baik yang diserahi.





In syaa Allah bersambung.

0 komentar:

Posting Komentar