Berbicara indah ketika marah, tidak mudah. Hanya kaum hebat yang bisa melakukan. Muntakhob min Kanzil-Ummal, menyampaikan kajian, "Zaid bin Sanah (زَيْدُ بن سَعْنَةَ)."
Thobaroni menjelaskan itu secara panjang dan gamblang.
Intinya bahwa ‘berbicara indah’ ketika marah, amalan kaum yang disertai oleh Tuhan Ar-Rohman. Mereka penakluk lawan, dengan cara mengagumkan:
Dari
Abdullah bin Salam RA:
Sungguh
ketika Allah telah ingin memberi hidayah, Zaid bin Sanah
berkata, “Tiada satupun dari tanda-tanda kenabian, kecuali benar-benar telah saya saksikan,
ketika saya mengamati wajah Rasulillah SAW. Hanya dua tanda kenabian, yang belum saya
saksikan dari beliau:
Saya
telah mengadakan pendekatan agar bisa akrab dengan beliau, agar bisa
menyaksikan kearifannya, yang jauh dari kebodohan.”
Zaid melanjutkan, “Suatu hari Rasulullah SAW keluar dari kamarnya, didampingi
oleh Ali bin Abi Thalib RA. Tiba-tiba seorang mirip orang pedesaan, datang
menghadap, untuk berkata ‘ya Rasulallah, sungguh
penduduk bani fulan, yang
tinggal di Bushra telah Islam, dan memperdalam Islam’. Pada mereka, saya telah bercerita
‘jika kalian Islam, rizqi yang luas akan datang’. Namun kenyataannya, mereka justru
terlanda paceklik. Dan hujan belum juga
mengguyur mereka. Saya khawatir, mereka
akan keluar dari Islam, karena
kecewa ‘tidak mendapatkan’ yang diharapkan.
Jika tuan setuju, silahkan
mengirimkan sumbangan untuk mereka’.
Beliau
SAW mengamati seorang yang berada di sisinya (setahu saya, dia Ali RA).
Lelaki
itu berkata ‘ya Rasulallah tak ada sedikitpun yang tersisa’. (Mungkin yang
dimaksud ‘kas Baitul-Mal)’.”
Zaid bin Sanah segera mendekati nabi, untuk
berkata, “Ya Muhammad, setujukah kau, membeli
kurma saya yang sekarang masih di kebun bani fulan? Dengan
pembayaran tempo? Dengan harga sekian dan sekian?.”
Nabi
SAW bersabda, “Tidak bisa hai orang Yahudi. Mau saya, membeli kurmamu dengan harga
tertentu, dengan
pembayaran tempo, yaitu begini dan
begini (pelunasannya). Yang kamu sebut jangan 'kurma kebun bani fulan' (karena
timbangannya belum jelas)!.”
Zaid berkata, "Ya."
Zaid berkata, "Ya."
Zaid bergerak cepat untuk membelikan kurma, dengan
timbangan tertentu, dan
tempo pelunasan begini dan begini, seharga 80 mitsqal emas. Kurma diberikan pada nabi
SAW.
Nabi
SAW menyerahkan kurma, pada lelaki di
sisi beliau, sambil bersabda,
“Meruputlah mengantarkan ini! Untuk
menyumbang mereka!.”
Zaid berkata, “Ketika tempo pelunasan telah mendekati dua atau tiga hari, saya
datang untuk memegang gamis dan selendang nabi SAW. Saya sengaja memandang
wajah beliau dengan garang. Dan berkata
‘hai Muhammad! Kenapa hutangku
tidak segera kau lunasi? Demi Allah setahu saya ‘kau sebagai keluarga besar
Abdul-Mutthalib (عَبْدِ الْمُطَّلِبِ)’, tidak suka menunda pelunasan hutang. Saya tahu itu, karena
telah sering bergaul dengan kalian’.
Setelah
saya mengamati keadaan, ternyata mata Umar melotot di wajahnya bagaikan bola
bulat. Dan melemparkan pandangan
bengisnya pada saya, lalu
berkata ‘hai Musuh Allah! Masyak
kamu berani mengatakan tidak senonoh yang saya dengar, atas Rasulallah SAW?! Kamu berani
melakukan perbuatan demikian di depan mataku?! Demi yang telah mengutus beliau
dengan hak! Kalau tidak khawatir
disalahkan oleh beliau! Kepalamu
telah saya belah dengan pedangku!'
Hai
Umar, bawalah dia pergi! Lunasilah piutangnya. Dan tambahilah 20 sok kurma, untuk
mengobati ketakutan, karena telah kau gertak’. [1]
Saya
bertanya ‘kok ada tambahan ya Umar?’.
Umar menjawab ‘Rasulullah telah perintah, agar
saya memberi tambahan padamu, sebagai imbalan kau telah saya buat ketakutan
dengan gertakan’.
Zaid bertanya ‘kau kenal saya hai Umar?’.
Dia
menjawab ‘tidak, siapa kau?’.
Zaid
menjawab ‘Zaid bin Sanah (زَيْدُ بن سَعْنَةَ)’.
Zaid menjawab ‘ya sayalah Chaber itu’.
Umar bertanya ‘apa yang mendorong kau? Melakukan dan mengatakan yang tidak
senonoh atas Rasulillah SAW?’.
Zaid menjawab ‘ya Umar, tiada satupun dari tanda-tanda kenabian, kecuali telah saya saksikan, ketika saya
mengamati wajah Rasulillah SAW.
Hanya dua tanda kenabian beliau, yang belum saya saksikan:
2.
Kebodohan orang yang mestinya membuat murka, justru menambah dia bijaksana.
Karena telah
berhasil membuktikan dua hal tersebut, maka saya mempersaksikan padamu ya Umar,
bahwa saya :
1.
Benar-benar telah ridho bertuhan Allah.
2.
Beragama Islam.
3.
Dan bernabi Muhammad SAW.
Saya
juga mempersaksikan padamu bahwa, setengah dari hartaku 'saya shodaqohkan untuk umat Muhammad'.
Sayalah yang lebih banyak hartanya’.
Umar
mengarahkan ‘untuk sebagian mereka saja. Kau tak mungkin menshodaqohi mereka
semuanya’.
Zaid setuju ‘ya untuk
sebagian mereka’.”
Zaid
berkata, “Asyhadu an laa Ilaaha illaa Allah wa asyhadu anna Muhammadan Abdu-Hu wa Rasulu-H SAW.”
Zaid beriman, mempercayai, dan berbai’at pada nabi SAW. Bahkan mengikuti beliau SAW, dalam
sejumlah acara penting. Dia wafat
dalam Perang Tabuk, dalam
keadaan Islam.
Semoga
Allah merahmati Zaid bin Sanah. [2]
Dipastikan nabi
tersinggung dan marah, oleh
ucapan dan perlakuan Zaid. Tetapi beliau justru bersabda indah. Beliau SAW membiasakan
berbuat demikian ini, mulai
kecil hingga wafat. Oleh karena itu musuh-musuh yang tadinya benci setengah
mati, berubah total menjadi cinta suci. Adakah musuh nabi SAW, yang yang bersikeras
'mempertahankan kebenciannya?'
Jawabannya, “Tak satupun, kecuali yang dikodar
wafat sebelum menyadari 'akhlaqnya SAW jauh lebih indah, daripada mutiara paling indah'.
Yakni sebelum beliau menaklukkan
penduduk Makkah tahun 8 Hijriah.
Dipastikan, jika mutiara terindah di dunia dipamerkan, ribuan
orang takkan menangis karena terkesima. Tetapi RASULULLAH telah membuat bangsa
Quraisy lebih dari terkesima, oleh
ampunan dan akhlaqnya. Beliau
yang mestinya membanjiri kota
Makkah dengan darah penduduknya, yang
telah membuat hidupnya tertekan dan menderita selama 21 tahun. Mereka pun
sadar, karena akhirnya mereka telah terjebak, oleh kekuatan dahsyat yang bisa
mematikan. Ampunan beliau untuk mereka di Fatchu Makkah, membuat
seakan-akan mereka‘ membumbung’ kelangit. Atau
bagaikan menghidupkan mereka yang telah tewas oleh tebasan pedang. Makkah yang mestinya
banjir darah, justru banjir ampunan
dan anugrah SAW. Sehingga penduduknya menumpahkan air mata bahagia."
Semoga Cerita Islami berikutnya lebih bermanfaat. Alloohumma aamiiiin.
Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia
Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia
[1] Kalimat akhir ini diketahui olehnya,
setelah diberi tahu oleh Umar.
5002- حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بن عَبْدِ الْوَهَّابِ بن نَجْدَةَ
الْحَوْطِيُّ ، حَدَّثَنَا أَبِي ، ح وَحَدَّثَنَا أَحْمَدُ بن عَلِيٍّ الأَبَّارُ
، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن أَبِي السَّرِيُّ الْعَسْقَلانِيُّ ، حَدَّثَنَا
الْوَلِيدُ بن مُسْلِمٍ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن حَمْزَةَ بن يُوسُفَ بن عَبْدِ
اللَّهِ بن سَلامٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن سَلامٍ
، قَالَ : إِنَّ اللَّهَ لَمَّا أَرَادَ هُدَى زَيْدِ بن سَعْنَةَ ، قَالَ زَيْدُ
بن سَعْنَةَ : مَا مِنْ عَلامَاتِ النُّبُوَّةِ شَيْءٌ إِلا وَقَدْ عَرَفْتُهَا
فِي وَجْهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، حِينَ نَظَرْتُ
إِلَيْهِ إِلا اثْنَتَيْنِ لَمْ أَخْبُرْهُمَا مِنْهُ ، يَسْبِقُ حِلْمُهُ
جَهْلَهُ وَلا تَزِيدُ شِدَّةُ الْجَهْلِ عَلَيْهِ إِلا حِلْمًا ، فَكُنْتُ
أَلْطُفُ لَهُ لأَنْ أُخَالِطَهُ ، فَأَعْرِفَ حِلْمَهُ مِنْ جَهْلِهِ . قَالَ
زَيْدُ بن َسَعْنَةَ : فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَوْمًا مِنَ الْحُجُرَاتِ وَمَعَهُ عَلِيُّ بن أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ
اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ ، فَأَتَاهُ رَجُلٌ عَلَى رَاحِلَتِهِ كَالْبَدَوِيِّ ،
فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ بُصْرَى قَرْيَةَ بني فُلانٍ قَدْ
أَسْلَمُوا ، وَدَخَلُوا فِي الإِسْلامِ ، وَكُنْتُ حَدَّثَتْهُمْ إِنْ أَسْلَمُوا
أَتَاهُمُ الرِّزْقُ رَغَدًا ، وَقَدْ أَصَابَتْهُمْ سَنَةٌ وَشِدَّةٌ وقُحُوطٌ
مِنَ الْغَيْثِ ، فَأَنَا أَخْشَى يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ
الإِسْلامِ طَمَعًا كَمَا دَخَلُوا فِيهِ طَمَعًا ، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُرْسِلَ
إِلَيْهِمْ بِشَيْءٍ تُعِينُهُمْ بِهِ فَعَلْتَ ، فَنَظَرَ إِلَى رَجُلٍ إِلَى
جَانِبِهِ أُرَاهُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ ، فَقَالَ : يَا
رَسُولَ اللَّهِ ، مَا بَقِيَ مِنْهُ شَيْءٌ ، قَالَ زَيْدُ بن سَعْنَةَ :
فَدَنَوْتُ إِلَيْهِ ، فَقُلْتُ : يَا مُحَمَّدُ ، هَلْ لَكَ أَنْ تَبِيعَنِي
تَمْرًا مَعْلُومًا مِنْ حَائِطِ بني فُلانٍ إِلَى أَجْلِ كَذَا وَكَذَا ؟ فَقَالَ
: لا يَا يَهُودِيُّ ، وَلَكِنِّي أَبِيعُكَ تَمْرًا مَعْلُومًا إِلَى أَجْلِ
كَذَا وَكَذَا ، وَلا تُسَمِّي حَائِطَ بني فُلانٍ ، قُلْتُ : بَلَى ،
فَبَايَعَنِي فَأَطْلَقْتُ هِمْيَانِي ، فَأَعْطَيْتُهُ ثَمَانِينَ مِثْقَالا مِنْ
ذَهَبٍ فِي تَمْرٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجْلِ كَذَا وَكَذَا ، فَأَعْطَاهَا الرَّجُلَ
، فَقَالَ : اغْدُ عَلَيْهِمْ فَأَعِنْهُمْ بِهَا ، فَقَالَ زَيْدُ بن سَعْنَةَ :
فَلَمَّا كَانَ قَبْلَ مَحَلِّ الأَجَلِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلاثٍ ، أَتَيْتُهُ
فَأَخَذْتُ بِمَجَامِعِ قَمِيصِهِ وَرِدَائِهِ ، وَنَظَرْتُ إِلَيْهِ بِوَجْهٍ
غَلِيظٍ ، فَقُلْتُ لَهُ : أَلا تَقْضِيَنِي يَا مُحَمَّدُ حَقِّي ؟ فَوَاللَّهِ
مَا عَلِمْتُكُمْ بني عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَمَطْلٌ ، وَلَقَدْ كَانَ لِي
بِمُخَالَطَتِكُمْ عَلِمٌ ، وَنَظَرْتُ إِلَى عُمَرَ ، وَإِذَا عَيْنَاهُ
تَدُورَانِ فِي وَجْهِهِ كالْفَلَكِ الْمُسْتَدِيرِ ، ثُمَّ رَمَانِي بِبَصَرِهِ ،
فَقَالَ : يَا عَدُوَّ اللَّهِ أَتَقُولُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَسْمَعُ ، وَتَصْنَعُ بِهِ مَا أَرَى ، فَوَالَّذِي
بَعَثَهُ بِالْحَقِّ لَوْلا مَا أُحَاذِرُ فَوْتَهُ لَضَرَبْتُ بِسَيْفِي رَأْسَكَ
، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَى عُمَرَ فِي
سُكُونٍ وتُؤَدَةٍ ، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ ، أَنَا وَهُوَ كُنَّا أَحْوَجَ
إِلَى غَيْرِ هَذَا ، أَنْ تَأْمُرَنِي بِحُسْنِ الأَدَاءِ ، وتَأْمُرَهُ بِحُسْنِ
التِّبَاعَةِ ، اذْهَبْ بِهِ يَا عُمَرُ وأَعْطِهِ حَقَّهُ وَزِدْهُ عِشْرِينَ
صَاعًا مِنْ تَمْرٍ مَكَانَ مَا رَوَّعْتَهُ ، قَالَ زَيْدٌ : فَذَهَبَ بِي عُمَرُ
رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ ، فَأَعْطَانِي حَقِّي ، وَزَادَنِي عِشْرِينَ
صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الزِّيَادَةُ يَا عُمَرُ ؟ فَقَالَ :
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَزِيدَكَ
مَكَانَ مَا رَوَّعْتُكَ ، قُلْتُ : وتَعْرِفُنِي يَا عُمَرُ ؟ قَالَ : لا ، مَنْ
أَنْتَ ؟ قُلْتُ : أَنَا زَيْدُ بن سَعْنَةَ ، قَالَ : الْحَبْرُ ، قُلْتُ :
الْحَبْرُ ، قَالَ : فَمَا دَعَاكَ أَنْ فَعَلْتَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا فَعَلْتَ وَقُلْتَ لَهُ مَا قُلْتَ ؟ قُلْتُ : يَا
عُمَرُ ، لَمْ تَكُنْ مِنْ عَلامَاتِ النُّبُوَّةِ شَيْءٌ إِلا وَقَدْ عَرَفْتُهُ
فِي وَجْهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ نَظَرْتُ
إِلَيْهِ إِلا اثْنَتَيْنِ لَمْ أَخْبُرْهُمَا مِنْهُ ، يَسْبِقُ حِلْمُهُ
جَهْلَهُ ، وَلا يَزِيدُهُ الْجَهْلُ عَلَيْهِ إِلا حِلْمًا ، فَقَدْ
أُخْبِرْتُهُمَا ، فَأُشْهِدُكَ يَا عُمَرُ أَنِّي قَدْ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا
وَبِالإِسْلامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، وَأُشْهِدُكَ أَنَّ شَطْرَ مَالِي
وَإِنِّي أَكْثَرُهَا مَالا صَدَقَةٌ عَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ . فَقَالَ عُمَرُ
رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ : أَوْ عَلَى بَعْضِهِمْ ، فَإِنَّكَ لا
تَسَعُهُمْ . قُلْتُ : أَوْ عَلَى بَعْضِهِمْ ، فَرَجَعَ عُمَرُ وَزَيْدٌ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ زَيْدٌ : أَشْهَدُ
أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . وَآمَنَ بِهِ وَصَدَّقَهُ وَبَايَعَهُ
وَشَهِدَ مَعَهُ مَشَاهِدَ كَثِيرَةً ، ثُمَّ تُوُفِّي زَيْدٌ فِي غَزْوَةِ
تَبُوكَ مُقْبِلا غَيْرَ مُدْبِرٍ ، رَحِمَ اللَّهُ زَيْدًا.
0 komentar:
Posting Komentar