Perang Khaibar (2)
Beberapa orang melaporkan, “Ada
lelaki kafir dari keluarga besar Murrah bernama Abu Syuyaim berkata
‘saya pernah berada di dalam pasukan yang dipimpin oleh seorang tokoh bernama
Uyainah dari Ghathafan, membantu kaum Yahudi.
Saat itu kami telah sampai kota Khaibar, namun belum memasuki
kastil. Rasulullah SAW memanggil
Uyainah bin Chisn tokoh dan pimpinan bala-bantuan untuk kaum Yahudi tersebut.
Nabi SAW perintah ‘bawalah pulang orang yang menyertai kau! Kau aku jamin mendapatkan setengah kurma
Khaibar di tahun ini. Sungguh Allah telah menjanjikan Khaibar untukku!’.
Uyainah menjawab ‘saya takkan menyerahkan para sahabat karib dan tetangga-tetanggaku padamu’.
Saat itu, kami berkumpul dengan Uyainah di
sana. Tiba-tiba kami mendengar teriakan ‘ahli kalian ahli kalian di Chaifak’ tigakali, yang tak kami ketahui asalnya
dari langit atau bumi.
Ada suara lagi ‘sungguh janji kalian mengenai
mereka, telah diselisihi’.”
Mengenai Kisah Unik ini, ada yang
melaporkan hampir sama, tapi lebih lengkap:
Ketika Kinanah bin Abi-Chuqaiq, (anak tokoh besar Yahudi), dan
sahabat-sahabatnya, berada di kalangan keluarga besar Murrah, bersumpah-setia
untuk melakukan gerakan Persatuan Memerangi Islam. Yang diangkat sebagai
pimpinan keluarga besar Ghathafan (keluarga
besar Murrah) berjumlah 4.000 orang itu,
Uyainah
bin Chishn. Rombongan
ini memasuki benteng atau kastil An-Nathah bersama kaum Yahudi.
Kejadian
ini berlangsung tiga hari sebelum Rasulillah SAW datang ke Khaibar. Setelah datang ke
Khaibar, Rasulillah SAW perintah
agar Sa’ed bin Ubadah menghubungi
kaum yang berada di dalam
kastil tersebut.
Setelah sampai ke luar kastil, Sa’ed bin Ubadah
menyeru, “Saya ingin berbicara pada Uyainah bin Chishn.”
Uyainah bin Chishn hampir menyuruh masuk Sa’ed. Namun Marchab
melarang, “Jangan kau suruh masuk! Karena dia akan mengetahui celah-celah dan
keadaan kastil kita! Itu bisa berakibat mereka bisa memasuki. Kamu keluar saja
padanya!.”
Uyainah
membantah, “Kalau saya justru, biar dia masuk, agar melihat
kokohnya kastil ini, dan pasukan di dalamnya yang banyak sekali.”
Uyainah
terpaksa keluar menjumpai Sa’ed bin Ubadah. Dan disambut, “Sungguh Rasulallah SAW telah
mengutus agar saya menemui kau, untuk menyampaikan pesan ‘sungguh Allah
telah menjanjikan Khaibar untukku’. Oleh karena itu pulang dan berhentilah dari menghalang-halangi kami! Kalau
kau taat, akan kami beri
setengah kurma kota Khaibar tahun ini.”
Uyainah berkata, “Demi Allah, sungguh kami takkan
menyerahkan sahabat-sahabat karib kami pada musuh, hanya karena sesuatu. Kami yakin sepenuhnya
bahwa, kau dan kaum yang menyertai kau, takkan mampu menghadapi mereka ini.
Mereka ini berlindung di dalam kastil sangat kuat. Jumlah pasukan berpedang yang di
dalam, juga sangat banyak
sekali. Kalau bersikeras tak mau meninggalkan lokasi ini, kau dan pasukanmu akan
hancur sendiri. Kalau kau berani menyerang, mereka pasti
mendahului kau mengerahkan pasukan
bersenjata. Demi Allah mereka ini bukan hanya seperti kaum Qurisy yang telah melabrak kau, dalam Perang Badar saat itu.
Kalau saja saat itu kaum
Qurisy menaklukkan kau, itulah yang mereka
harapkan. Namun karena kalah,
maka sisa mereka pulang.
Sedang mereka
ini, betul-betul sedang melancarkan
makar untuk menyerang kau. Mereka sengaja
mengulur waktu hingga kau bosan sendiri.”
Sa’ed bin Ubadah berkata, “Saya bersaksi bahwa, sungguh kemenanganku
akan segera tiba. Selanjutnya kami akan memasuki kastil yang kau tempati,
hingga kau akan memohon yang telah kami tawarkan padamu tadi. Namun saat itu kami tak
sudi memberikan kau, kecuali pukulan pedang. Sebetulnya kau
sendiri telah menyaksikan kaum
Yahudi yang tinggal di kawasan sangat luas di kota Yatsrib, yang telah kami taklukkan hingga mereka cerai-berai,
berlarian meninggalkan tempat tinggal mereka.”
Sa’d
kembali pada Rasulillah SAW, melaporkan
yang telah ia perbincangkan dengan Uyainah. Ia juga melaporkan, “Ya Rasulallah, sungguh Allah akan
mewujudkan Janji-Nya. Dan akan menjayakan Agama-Nya. [1] Saat itu, jangan kau beri Uyainah! Satu
kurmapun. Ya Rasulallah, jika telah terkena pedang, niscaya dia segera
menyerahkan kaum Yahudi pada kita. Selanjutnya dia akan lari terbirit-birit
pulang ke kotanya, sebagaimana pernah berbuat demikian di waktu Perang
Khandak.”
Rasulullah
perintah agar para sahabat menyerbu kastil yang ditempati
kaum Ghatafan. Saat itu hari telah sore.
Kastil yang akan di tuju awal, bernama Na’im.
Beberapa sahabat terperanjat oleh seruan utusan
Rasulillah, “Meruputlah mengikuti panji-panji kalian! Menuju kastil Na’im
yang di dalamnya, ada kaum Ghathafan!.”
Sejak
itu kaum Yahudi ketakutan, hingga sehari-semalam. Kaum Ghatafan terkejut di
saat mendengar suara tiga kali, yang tak diketahui sumbernya, dari langit atau
bumi: “Hai kaum Ghathafan, ahli kalian ahli kalian! Pertolongan di daerah Chaifak.” Lalu ada suara lagi, “Tiada tanah dan tiada harta.”
Karena suara tersebut, kaum Ghathafan bergegas meninggalkan
kastil dengan perasaan kesal, hina dan ketakutan. Demikian itulah Upaya Allah mendukung Nabi-Nya.
Di pagi buta setelah itu, Kinanah bin
Abil-Chuaiq yang saat itu berada di kastil Al-Katibah, mendapat laporan bahwa kaum Ghathafan
yang akan membantu telah pulang. Saat itu juga dia menyesali berbuatanya. Merasa terhina dan
yakin, bahwa dia dan kaumnya
akan segera tertimpa kekalahan.
Dia berkata, “Berarti persahabatan kita dengan
kaum Arab (Uyainah dan kawan-kawannya), batal.
Sungguh kami dulu pernah melakukan perjalanan jauh, untuk memerangi kaum Arab. Saat itu mereka
menghasud bahwa kami akan menang. Namun nyatanya mereka menipu kami. Demi umurku kalau dulu
mereka tidak menipu kami, kami tak mungkin memerangi Muhammad SAW.”
Dengan bermuka masam, Sallam bin Abil-Chuqaiq marah,
“Kalian
jangan minta tolong orang Arab untuk selamanya! Dulu kita pernah menguji mereka, sampai mana kesetiaan
mereka
pada kita. Mereka juga pernah
berusaha menolong Bani Quraizhah. Namun
akhirnya juga menipu. Kami yakin mereka tidak bisa dipercaya. Padahal sebetulnya saat
itu Tuan Chuyayu bin Ahthab sendiri, yang datang pada mereka. [2]
Memang sebelum itu mereka
sendiri telah membuat perjanjian damai dengan Muhammad.
Akhirnya Muhammad memerangi keluarga besar Quraizhah, di saat
kaum Ghathafan telah meninggalkan gelanggang perang.”
Beberapa orang melaporkan, “Ketika kaum
Ghathafan telah sampai kampung halaman mereka di Chaifak, ternyata saudara-saudara mereka di sana, biasa-biasa saja.
Mereka bertanya, “Apakah ada yang
mengejutkan kalian selama kami tinggalkan?.”
Kaum Uyainah menjawab, “Demi Allah
tidak ada apa-apa" Bahkan berkata, “Sungguh tadinya kami telah yakin
bahwa kalian pulang dengan mendapatkan rampasan perang. Ternyata
tidak ada rampasan perang dan tiada kebaikan yang dibawa kemari.”
Dengan heran, Charits bin Auf bertanya, “Dengan apa dia
bermakar?.”
Uyainah menjelaskan “Sungguh kemarin, setelah berada
di kastil An-Nathah, tiba-tiba kami mendengar teriakan yang tidak kami ketahui
berasal dari langit atau bumi ‘ahli kalian, ahli kalian di Chaifak
sana’,” tiga kali, lalu dilanjutkan, “Tiada tanah dan tiada harta’.”
Setelah berpikir sejenak, Charits bin Auf
berkata, “Hai Uyainah, demi
Allah kalau kau mencari manfaat, telah terlambat.
Demi Allah suara yang kau dengar itu berasal dari langit. Demi Allah Muhammad
pasti akan menaklukkan kaum
yang merintangi. Kehebatan Muhammad mencapai, kalau penghalang dia, gunung-gunung, niscaya
dia tetap akan mencapai pada yang diinginkan.” Uapan Charits bin
Auf membuat Uyainah menjadi takut. Uyainah tinggal di rumah beberapa hari, namun
akhirnya dia bertekat akan menolong umat Yahudi lagi. Dia menghubungi sahabat-sahabatnya
agar segera berangkat lagi, untuk menolong umat Yahudi.
Ketika rombongannya telah hampir berangkat;
Charits bin Auf datang untuk menyampaikan, ”Hai
Uyainah, taatlah padaku! Tinggallah di rumah! Batalkanlah rencana membantu umat Yahudi! Saya yakin jika
kau kembali lagi ke Khaibar; saat itu kota tersebut telah ditaklukkan oleh
Muhammad. Terus terang saya mengkhawatirkan keselamatamu.”
Walau makin takut, namun Uyainah tetap
juga tidak mau menerima anjuran temannya. Bibirnya melontarkan, “Saya takkan
menyerahkan sahabat-sahabat karibku pada Muhammad, apapun alasannya.”
Di saat Uyainah sudah
memasuki sebuah perkampungan; Rasulullah SAW telah merenggut kastil-kastil Yahudi
satu demi satu. Bahkan telah mampu
merenggut beberapa kastil Na’im.
Umat Yahudi menghujani panah pada umat Islam,
yang menangkis dengan perisai, agar tidak mengenai Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW mengenakan baju
rangkap dua, helm perangnya dilengkapi pelindung leher. Kuda yang beliau naiki
bernama Dlarib. Tangan beliau membawa
tombak dan perisai. Para sahabat melindungi beliau dengan rapat dan waspada penuh.
Meskipun segala upaya telah dikerahkan, namun Muslimiin belum juga
meraih kemenangan. Nabi telah menyerahkan bendera kepemimpinan pada seorang
Muhajir, namun tak juga meraih
kemenangan.
Ada lagi lelaki yang diserahi bendera
agar memimpin pasukan,
namun tak juga berhasil meraih kemenangan. Nabi mencoba
memberikan bendera kaum Anshar,
pada seorang pilihan. Agar
memimpin perang. Namun tak juga berhasil
meraih kemenangan.
Rasulullah SAW mengumpulkan Muslimiin.
Pasukan Yahudi berjumlah banyak sekali
mengalir bagai air banjir, di bawah pimpinan Charits Abu Zainab. Derap kaki dan
hiruk-pikuk kaum Yahudi bembahana.
Lelaki Anshar pembawa bendera menyongsong
dan menyerang mereka,
dengan penuh keberanian. Mereka bergeser-mundur dan memasuki kastil lagi.
Seorang tawanan Yahudi digandeng seorang,
berjalan keluar dengan cepat, dari gerbang kastil ke arah depan pasukan mereka, yang
kelur lagi dari kastil. Pasukan Yahudi menyerang hingga berhasil mendesak
kaum Anshar dan pembawa panji. Sepertinya Nabi berang dan susah, karena
sebetulnya telah menjelaskan pada Muslimiin bahwa, Allah akan memberi
mereka Kemenangan. Namun nyatanya kaum Muslimiin tetap juga mundur. Apa
lagi saat itu Sa’ed bin Ubadah yang termasuk sahabat pilihan, mundur dalam kedaan
luka. Sehingga terlambat bergabung pada sahabat-sahabatnya.
Pembawa bendera kaum Muhajirin juga
terlambat bergabung pada sahabat-sahabatnya,
hingga berkata, “Kegagalan ini termasuk karena
kalian dan kalian.”
Nabi SAW bersabda, “Sungguh
Syaitan telah datang pada kaum Yahudi, untuk berkata ‘sungguh Muhammad
memerangi kalian, karena harta kalian. Undang mereka dan katakan لَا إلَهَ إلّا اللّهُ (Laa Ilaaha Illallaah. Artinya: tiada Tuhan
selain Allah), dengan itulah kalian telah melindungi harta dan darah kalian;
sedangkan hitungan kalian terserah Allah’.”
Para sahabat mengajak kaum mereka, untuk
mengatakan لا إلَهَ إلّا اللّهُ. Ternyata kebanyakan kaum
Yahudi berkata, “Kita tidak boleh mengatakan demikian. Kita tidak
boleh meninggalkan undang-undang Musa; sementara Taurat di kalangan kita.”
Sedih
selalu tertutup oleh senang; begitu pula yang terjadi saat itu. Di saat para
sahabat sedih karena beratnya
perjuangan dan sulitnya meraih kemenangan. Ditambah dengan rasa capek karena telah berperang sekitar tigabelas hari
atau lebih, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menaklukkan penghuni suatu kastil,
namun kesulitan. Tiba-tiba Sabda Rasulullah SAW, “Niscaya besok pagi
panji ini akan kuberikan sungguh pada pria yang Allah akan memberi kemenangan
karena usahanya” Mengejutkan mereka. [3]
Semua
sahabat berharap diberi panji tersebut. Hingga malam mereka tidak tidur karena
ricuh riuh, membicarakan siapakah
di antara mereka yang akan terpilih.
Di
pagi buta para sahabat telah berdatangan ke hadirat Rasulullah SAW.
Semua berharap akan
terpilih. Pertanyaan Rasulullah SAW mengejutkan
mereka, “Di mana Ali bin
Abi Thalib?.”
Ada
yang menjawab, “Ya Rasulallah
dua matanya sedang sakit.”
Nabi
perintah, “Panggil dia!.”
Setelah
Ali dating, Nabi meludahi dua
matanya dan berdoa untuknya. [4]
Sontak
dia sembuh. Nabi menyerahkan panji tersebut.
Ali
bertanya, “Ya Rasulallah,
apakah mereka harus saya perangi
hingga seperti kita?.”
Nabi
bersabda,“Laksanakan dengan
penuh perhitungan! Hingga
kau berhasil mendekati halaman mereka. Setelah itu, ajaklah mereka menuju Islam. [5] Dan khabarkan pada mereka, mengenai Kewajiban dari Allah
atas mereka. Demi Allah,
jika Allah memberi Petunjuk
seorang lelaki melalui perantaraan kau, akan lebih baik untukmu daripada kau mendapatkan
binatang ternak merah.”
Beberapa
riwayat menjelaskan, “(Sebelum
itu) Abu Bakr telah mencoba memimpin dengan membawa
panji, namun tak juga meraih
kemenangan. Pagi harinya Umar membawa panji tersebut untuk memimpin, namun tak juga meraih
kemenangan, bahkan Machmud bin Maslamah gugur.
Gugurnya panglima perang Yahudi bernama Marchab merupakan kisah bersejarah. Dia lelaki sangat sombong. Dengan membusungkan dada dia membaca syair:
Sungguh sayalah Marchab yang di
Khaibar kondang
Pahlawan yang telah teruji jago main
pedang
Di saat singa-singa-jantan datang
menyerang
Kutusuk dan kupukul dengan pedang
Daerah kekusanku takkan didekati
orang
Selanjutnya dia berkata, “Siapa berani
melawan saya?.”
Ka’b bin Malik mengabulkan tantangannya.
Gugurnya Marchab merupakan Sejarah yang diceritakan di
mana-mana, sehingga justru banyak riwayat yang berbeda.
Ada yang menjelaskan, “Nabi bertanya
‘siapa pengarang syair ini?’.
Muhammad bin Maslamah berkata ‘saya pengarangnya, ya Rasulallah. Saya dendam dia, karena kamarin dia membunuh sudara laki-laki saya’.
Nabi bersabda ‘lawan dia! Ya Allah tolonglah
Muhammad mengalahkan dia’.
Muhammad mendatangi untuk
menyerang Marchab. Saat mereka berdua telah dekat; saat yang mendebarkan. Ada pohon Umriyyah
yang dijadikan penghalang oleh mereka berdua. Jika
satunya menyerang dengan pedang; yang lain menghindar cepat. Pedang bergerak cepat melukai pohon.
Karena berkali-kali terserang dua pedang,
maka pohon hampir tumbang. Luar biasa;
mereka berdua sama-sama menyerang,
menghindar dan menangkis dengan pedang dan perisai. Bagian atas pohon telah tertebang, hanya
pangkalnya setinggi anak kecil yang
masih berdiri, sebagai penghalang
mereka berdua. Pedang Marchab menyambar cepat bagai kilat, ke arah Muhammad, yang menangkis dengan perisainya.
Dengan pedang, Muhammad memukul, hingga Marchab tewas.”
Banyak pula yang meriwayatkan bahwa yang
mengakhiri hidup Marchab adalah Ali. Karena di saat Marchab roboh oleh pedang
Muhammad, saat itu belum mati, tapi sudah tidak mampu berdiri karena dua
kakinya patah, akhirnya dibunuh oleh Ali.” [6]
Gugurnya saudara Marchab bernama Yasir
juga menarik, bagi para sejarahwan. Dia juga ahli
main pedang. Dia marah setelah saudaranya meninggal bermandi darah. Dia berkata, “Siapa berani
melawan aku?.”
Menurut Hisyam, “Kakek dia bernama Az-Zubair bin Al-Awwam mengabulkan
tantangannya.”
Ibu Az-Zubair bin Al-Awwam bernama
Shafiyyah ketakutan,
dan berkata, “Dia akan
membunuh anakku ya Rasulallah.”
Nabi menghibur, “Justru anakmu yang akan membunuh
dia in syaa Allah.”
Az-Zubair bin Al-Awwam telah berhadapan
dengannya. Dan dalam beberapa jurus Yasir tewas, menyusul saudaranya ke alam baka.
Jika Az-Zubair ditanya, “Demi Allah, apakah pedangmu
sebelum kau gunakan menyerang Yasir telah patah.”
Dia menjawab, “Demi Allah, sebetulnya tadinya belum patah, tetapi
saya paksakan untuk membunuh dia,
hingga akhirnya patah.”
Semoga Kisah
berikutnya lebih bermanfaat. Alloohumma aamiiiin.
Bersambung
Ponpes Mulya Abadi Mulungan
Bersambung
Ponpes Mulya Abadi Mulungan
[1] Sa’d berani berkata begitu karena sekitar
dua bulan sebelum itu, Allah berfirman “هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى
وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا – Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan
petunjuk dan agama yang haq, untuk menjayakan mengalahkan agama semuanya. Dan
cukuplah Allah sebagai Saksi.” [Qs Al-Fatch 28].
[2] Dia ayah Shafiyyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا yang akhirnya menjadi istri Rasulillah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ.
Dialah raja kaum Yahudi.
[3] Bukhari meriwayatkan, “لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا
رَجُلاً يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ.” Artinya: Niscaya sungguh panji ini, akan saya berikan pada
lelaki yang akan diberi kemenangan karena usahanya. Dia cinta Allah dan
Rasul-Nya; Allah dan Rasul-Nya cinta dia.
[4] Doanya: اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنْهُ
الْحَرَّ وَالْقَرَّ – Ya Allah hilangkan pengaruh panas dan dingin darinya.
[5] Ini termasuk dalil rujukan para sahabat
di dalam berdakwah, dengan kelembutan maupun kekerasan. Namun kaum orintalis
mencemooh dengan sinis “Islam berkembang karena pedang.”
Padahal mulai sejak zaman Nabi Musa AS, Allah telah perintah agar penyembah
selain Allah diberantas, karena Allah paling benci disekutukan. Bahkan Yesus
atau ‘Isa pun juga diperintah demikian. Tentang itu, Allah berfirman “إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ
وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآَنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ
فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ – Sungguh Allah telah menukar diri-diri dan harta-harta
kaum iman, dengan kepastian mereka mendapatkan surga: Mereka berperang
di Jalan Allah untuk membunuh atau dibunuh. Janji tersebut kuwajiban Allah yang
haq di dalam Taurat dan Injil dan Al-Qur’an. Siapakah yang lebih menetapi
janjinya dari pada Allah? Maka bersenang-senanglah dengan tukar-menukar yang
kalian telah lakukan. Dan itulah keuntungan yang luar biasa.”
[6] Al-Waqidi menulis: أَفْضَى كُلّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا إلَى صَاحِبِهِ وَبَدَرَ
مَرْحَبٌ مُحَمّدًا ، فَيَرْفَعُ السّيْفَ لِيَضْرِبَهُ فَاتّقَاهُ مُحَمّدٌ
بِالدّرَقَةِ فَلَحِجَ سَيْفَهُ وَعَلَى مَرْحَبٍ دِرْعٌ مُشَمّرَةٌ فَيَضْرِبُ
مُحَمّدٌ سَاقَيْ مَرْحَبٍ فَقَطَعَهُمَا . وَيُقَالُ لَمّا اتّقَى مُحَمّدٌ
بِالدّرَقَةِ وَشَمّرَتْ الدّرْعُ عَنْ سَاقَيْ مَرْحَبٍ حِينَ رَفَعَ يَدَيْهِ
بِالسّيْفِ فَطَأْطَأَ مُحَمّدٌ بِالسّيْفِ فَقَطَعَ رِجْلَيْهِ وَوَقَعَ مَرْحَبٌ
، فَقَالَ مَرْحَبٌ : أَجْهِزْ يَا مُحَمّدُ قَالَ مُحَمّدٌ ذُقْ الْمَوْتَ كَمَا
ذَاقَهُ أَخِي مَحْمُودٌ وَجَاوَزَهُ وَمَرّ بِهِ عَلِيّ فَضَرَبَ عُنُقَهُ
وَأَخَذَ سَلَبَهُ فَاخْتَصَمَا إلَى رَسُولِ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ
وَسَلّمَ فِي سَلَبِهِ فَقَالَ مُحَمّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ يَا رَسُولَ اللّهِ
وَاَللّهِ مَا قَطَعْت رِجْلَيْهِ ثُمّ تَرَكْته إلّا لِيَذُوقَ مُرّ السّلَاحِ
وَشِدّةِ الْمَوْتِ كَمَا ذَاقَ أَخِي ، مَكَثَ ثَلَاثًا يَمُوتُ وَمَا مَنَعَنِي
مِنْ الْإِجْهَازِ عَلَيْهِ شَيْءٌ قَدْ كُنْت قَادِرًا بَعْدَ أَنْ قَطَعْت
رِجْلَيْهِ أَنْ أَجْهَزَ عَلَيْهِ . فَقَالَ عَلِيّ عَلَيْهِ السّلَامُ صَدَقَ
ضَرَبْت عُنُقَهُ بَعْدَ أَنْ قَطَعَ رِجْلَيْهِ . فَأَعْطَى رَسُولُ اللّهِ صَلّى
اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مُحَمّدَ بْنَ مَسْلَمَةَ سَيْفَهُ وَدِرْعَهُ
وَمِغْفَرَهُ وَبَيْضَتَهُ فَكَانَ عِنْدَ آلِ مُحَمّدِ بْنِ مَسْلَمَةَ سَيْفُهُ
فِيهِ كِتَابٌ لَا يُدْرَى مَا هُوَ حَتّى قَرَأَهُ يَهُودِيّ مِنْ يَهُودِ
تَيْمَاءَ فَإِذَا فِيهِ هَذَا سَيْفُ مَرْحَبْ مَنْ يَذُقْهُ يَعْطَبْ –
Yang satu mendekati lainnya. Namun Marchab
mendahului menyerang Muhammad, dengan pedang. Muhammad menangkis hingga hingga
pedang Marchab tergigit perisai. Kain penutup betis Marchab tersingkap;
Muhammad memukulkan pedang secepat-cepatnya ke arah bawah, hingga dua betis
Marchab patah menyemburkan darah. Ada yang memberitakan ‘di saat Muhammad menangkis
pedang dengan perisai; kain Marchab tersingkap hingga dua betisnya tampak,
bersamaan dengan saat dia memukulkan pedang ke arah Muhammad yang segera menunduk
sambil mengayunkan pedang sekuat tenaga, hingga mematahkan dua kakinya. Marchab roboh lalu berkata “Bunuhlah
saya! Hai Muhammad.” Muhammad menjawab “Rasakan
kematian sebagaimana Machmud sudaraku merasakan.” Muhammad meninggalkan dia.
Namun Ali yang menjumpai, membunuh dan memotong leher,
dan merampas lucutan Marchab. Ali RA dan Muhammad minta pengadilan
Rasulallah SAW. Muhammad berkata “Ya Rasulallah,
adanya dia saya patahkan dua kakinya lalu kutinggalkan,
karena agar merasakan
pedihnya pedang dan beratnya sakarat,
sebagaimana saudaraku telah merasakan. Dia telah saya biarkan sakarat tiga hari
meskipun sebetulnya saya mampu membunuh,
setelah dua kakinya potong.” Ali RA berkata,
“Dia benar, saya membunuh setelah dua kakinya dia patahkan.” Rasulallah SAW memberikan
pedang, baju-perang, topi-perang dan rajutbesi-topi-perang Marchab,
pada Muhammad. Pedang tersebut dirumat di keluarga Muhammad bin Maslamah. Pedang
tersebut ditulisi dengan huruf yang tak bisa dibaca. Namun akhirnya ada seorang
Yahudi Taimak yang bisa membaca, “Ini pedang Marchab. Barang
siapa tertembus; mampus.”
Peperangan
sangat seru dan menegangkan. Kaum Yahudi bertahan mati-matian karena berada di
kandang yang paling mereka andalkan. Muslimiin
berjuang mati-matian karena yakin bahwa pasti akan menang. Banyak yang
luka, banyak pula yang mati. Banyak yang ketakutan, banyak pula yang justru
keberaniannya melonjak dan berkobar. Banyak yang menangis, banyak pula yang
puas setelah merobohkan dan membunuh musuh. Banyak darah tumpah, banyak pula
yang rasa kasihan dan cintanya terhadap sesama teman dan saudara,
justru menjadi
sempurna.
Saat itu telah banyak kaum Yahudi yang menjadi korban keganasan perang. Tinggal
tokoh-tokoh besar mereka yang masih berperang dengan garang. Banyak yang
melaporkan “Setelah Muhammad membunuh Marchab, Usair lelaki kuat pendek,
datang menantang ‘siapa berani melawanku?’, dengan suara keras.” Setelah
Muhammad mendekati, mereka berdua bergerak cepat,
saling memukulkan dan menangkiskan pedang. Namun tak lama kemudian Usair
gugur oleh tusukan pedang Muhammad. Yasir datang untuk menyerang Muhammad. Dia
termasuk orang paling kejam. Sebelum itu,
dia memburu Muslimiin dengan tombaknya. Ketika Ali
bergerak menghadapi; Az-Zubair berkata “Saya bersumpah jangan kau biarkan dia
lepas.” Ali melaksanakan perintah Az-Zubair, yakni melawan Yasir. Sabda Nabi “لِكُلّ نَبِيّ حَوَارِيّ وَحَوَارِيّ الزّبَيْرُ وَابْنُ
عَمّتِي – Setiap Nabi memiliki Hawari (pembela setia), dan Hawari-ku
Az-Zubair dan anak bibiku,” dilontarkan,
setelah Az-Zubair membunuh Yasir yang sibuk melawanan
Ali RA. Setelah Marchab dan Yasir,
dua tokoh besar Yahudi mati terbunuh; Nabi bersabda “Berbahagialah, Khaibar
telah menjadi lebar dan lancar.” Kebetulan nama Marchab
yang gugur tersebut, artinya dilebarkan; Yasir
yang gugur artinya lancar. Lelaki
Yahudi tinggi besar bernama Amir muncul; Rasulullah SAW bertanya
“Apakah kira-kira tinggi dia ada lima dzirak?.” (Satu dzirak:
sepanjang ujung jari tengah hingga ujung siku).
Amir berbaju perang menantang bertempur “Siapa berani melawan aku?,”
sambil mengangkat-angkat pedangnya. Beberapa orang menjauhi lelaki yang lihai
berperang tersebut. Namun Ali justru mendekati. Berkali-kali
pedang Ali memukul; namun dia tetap tegak berdiri. Akhirnya roboh karena dua
betisnya patah menyemburkan darah, oleh pedang Ali. Sambaran pedang Ali
merenggut, setelah dia roboh ke tanah,
untuk menghantarkan dia ke alam baka. Pedangnya
diambil oleh Ali. Dengan terbunuhnya tokoh-tokoh
besar mereka: Charits, Marchab, Usair, Yasir, dan Amir,
maka berakhirlah Perang Khaibar, karena merekalah pahlawan andalan
kaum Yahudi.
0 komentar:
Posting Komentar